Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
APLIKASI SISTEM RESIRKULASI TERTUTUP (CLOSED RECIRCULATION SYSTEM) DALAM PENGELOLAAN KUALITAS AIR TAMBAK UDANG INTENSIF
Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si. ABSTRAKSI Penerapan teknologi tambak udang sistem resirkulasi tertutup dapat menghemat penggunaan air dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknologi budidaya sistem terbuka. Beberapa permasalahan yang perlu diketahui antara lain kondisi kualitas air pada tambak sistem resirkulasi tertutup untuk mendukung kegiatan budidaya udang, sehingga aplikasi sistem ini dapat diterapkan di masyarakat. Dari hasil pengukuran parameter kualitas air, diketahui bahwa parameter tersebut masih berada pada kisaran yang mendukung untuk budidaya udang; suhu antara 27-30°C, kecerahan 30-70 cm, salinitas 10-17 ppt, pH 7.45-8.71, TAN di bawah 0.1 ppm, DO 4.0-7.0 ppm, alkalinitas 73-153 ppm, dan kesadahan 33-72 mg CaCO3/liter. Kata Kunci: sistem resirkulasi tertutup, kualitas air. 1. PENDAHULUAN Teknologi budidaya udang windu telah berkembang pesat dan terus mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Perkembangan ini tidak terlepas dari peran para praktisi dan ahli-ahli perikanan untuk terus menerus memperbaiki sistem dan teknologi budidaya hingga tercapai hasil yang memuaskan. Pada awalnya budidaya udang intensif menggunakan sumber air langsung dari laut atau perairan payau, hingga kemudian merebak berbagai macam penyakit yang disebabkan menurunnya kualitas lingkungan perairan di sekitar tambak akibat aktivitas budidaya dengan input yang tinggi. Berdasarkan kelemahan tersebut, selanjutnya dikembangkan teknologi budidaya udang sistem terbuka (memperoleh air langsung dari laut tanpa ada perlakuan tertentu) dengan penggunaan reservoir (tandon). Penggunaan tandon ini memungkinkan untuk menambah air tambak yang berkurang akibat evaporasi tanpa harus mengambil air yang berasal dari luar. Setelah diketahui bahwa ternyata beberapa jenis carrier penyakit pada udang, seperti udang liar, kepiting dan jenis crustaceae lainnya, terdapat di tambak budidaya, maka dikembangkan budidaya udang sistem resirkulasi tertutup (closed resirculation system). Sistem resirkulasi tertutup pada prinsipnya adalah menggunakan kembali (re-use) air untuk budidaya udang, sehingga dapat mengurangi penggunaan air dari luar sistem. Dalam pelaksanaannya, air yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu, demikian pula bila ada tambahan air baru dari luar. Air yang telah digunakan di petak-petak tambak diresirkulasikan kembali ke masing-masing tambak udang setelah sebelumnya mengalami beberapa perlakuan.
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
1
Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
Sistem resirkulasi tertutup memiliki beberapa kelebihan, antara lain ramah lingkungan, aman dari pencemaran yang terjadi di lingkungan perairan luar tambak, minimalisir dampak merebaknya suatu penyakit di lingkungan luar, serta parameter kualitas air cenderung lebih stabil. Beberapa kelemahan sistem ini antara lain terjadinya akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang, dan plankton yang mati yang apabila tidak dikeluarkan dari sistem akan memicu merebaknya penyakit, seperti bakteri Vibrio sp. Dari segi lingkungan, sistem ini juga dapat menghemat sumberdaya air yang digunakan untuk mengairi tambak udang. Jika sepetak tambak dengan luas 1 ha diisi air setinggi 100 cm, maka volume air yang digunakan adalah 10.000 m3 . Air yang digunakan merupakan air payau yang diperoleh dengan mencampur air laut dan air tawar, hingga salinitasnya mencapai 15-25‰. Panen dilakukan setelah masa budidaya berlangsung lebih kurang 3 bulan. Jika tambak tidak menerapkan sistem resirkulasi tertutup, maka seluruh air yang terdapat di tambak akan dibuang habis (kuras) dan dibuang ke lingkungan.
Selanjutnya setelah mengalami beberapa perlakuan dalam tahap persiapan
(pengeringan, pengapuran dan pemupukan) tambak kembali diisi air yang baru. Dalam satu tahun diperkirakan penggunaan air dapat mencapai 40.000 m3 per petak; sedangkan jika menerapkan sistem resirkulasi tertutup penggunaan air dapat dihemat hingga 75-80%. Sehubungan dengan pentingnya aplikasi sistem resirkulasi tertutup pada tambak udang terhadap pelestarian lingkungan dan masih terdapat beberapa kendala yang ada, terutama kualitas air, maka perlu dilakukan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari cara kerja tambak udang
dengan sistem resirkulasi tertutup serta mengetahui beberapa parameter kualitas air pada sistem tersebut dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga agar kualitas air tetap baik, sehingga dapat mendukung usaha budidaya udang yang berkelanjutan.
2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT Central Pertiwi Bahari (PT CPB) pada bulan Februari 2002 dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut terdapat tambak udang windu intensif dengan sistem resirkulasi tertutup. Pengamatan dan pengukuran beberapa parameter kualitas air dilakukan dengan prosedur standar dan menggunakan alat-alat yang sesuai. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur parameter kualitas air yang langsung diukur di lapangan adalah thermometer (suhu), pH meter (pH air), DO meter (kandungan oksigen di dalam air), refraktometer (salinitas), dan seichi disc (kecerahan); sedangkan pengukuran lainnya dilakukan dengan metode titrasi asam basa (alkalinitas), spektrofotometri (TAN), dan titrasi (kesadahan).
Hasil
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
2
Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
pengukuran parameter kualitas air tersebut selanjutnya dibandingkan dengan beberapa literatur untuk mengetahui kesesuaian kualitas air pada tambak sistem resirkulasi tertutup. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup Sistem resirkulasi tertutup merupakan teknik budidaya udang sistem tertutup. Pada prinsipnya adalah menggunakan kembali (re-use) air buangan dari tambak-tambak yang sebelumnya telah mengalami proses daur ulang dan pemurnian di kolam perlakuan (treatment pond). Menurut Edhi (2001), satu modul sistem terdiri dari kolam perlakuan, tambak budidaya, saluran pasok (supply canal) dan saluran air bersih (clean water canal/sub inlet). Resirkulasi air dalam sistem ini dilakukan setelah seluruh sistem disterilisasi. Penambahan air ke dalam sistem dilakukan melalui kolam karantina (quarantine pond) dalam jumlah yang relatif sedikit, yaitu hanya mengganti volume air yang hilang akibat penguapan, rembesan, dan pembersihan dasar tambak (sifon). Air tambak yang berasal dari laut dan air tawar ditampung dalam kolam karantina untuk selanjutnya dialirkan ke kolam perlakuan dan bermuara ke tambak-tambak. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan klorin di kolam karantina agar air yang digunakan terbebas dari carrier penyakit. Aplikasi dilakukan sebanyak dua kali. Dosis klorin yang digunakan pada aplikasi pertama adalah 3 ppm dengan tujuan agar crustaceae yang dapat menjadi carrier penyakit dapat dimusnahkan. Pada aplikasi kedua digunakan klorin sebanyak 1,5 ppm dengan tujuan untuk menghancurkan telur-telur crustaceae tersebut. Selanjutnya dilakukan aplikasi saponin dengan dosis 25-30 ppm selama dua hari di kolam perlakuan untuk membunuh ikan-ikan liar yang dapat menjadi kompetitor dan predator di tambak udang.
Air yang sudah disterilisasi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk media
pemeliharaan udang windu di tambak. Pada masa budidaya dilakukan pergantian air, yaitu pada hari ke-30 (DOC 30). Air pengganti berasal dari kolam perlakuan yang telah terbebas dari crustaceae carrier dan ikan-ikan liar. Air kotor yang berasal dari tambak akan dibuang melalui saluran pengeluaran, dan air yang masih layak untuk digunakan kembali dialirkan ke kolam perlakuan. Di kolam perlakuan selanjutnya dilakukan beberapa proses rekondisi, seperti pengendapan, perlakuan biologis, dan pemberian oksigen, sehingga kualitas air tetap baik dan dapat digunakan kembali untuk media pemeliharaan udang. Secara garis besar, skema sistem resirkulasi tertutup dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
3
Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
Air laut Kolam karantina
Kolam perlakuan Air masih layak pakai
Air tawar Tambak budidaya Air kotor tdk layak pakai
Pembuangan
Gambar 1. Skema Sistem Resirkulasi Tertutup 3.2 Kualitas Air Pengukuran kualitas air yang meliputi parameter fisika dan kimia dilakukan pada DOC 44 hingga DOC 121 dengan frekuensi pengukuran setiap satu minggu. Parameter fisika yang diukur adalah suhu, kecerahan dan warna air; sedangkan parameter kimia meliputi salinitas, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan, dan total amoniak nitrogen (TAN). Pengukuran suhu, pH dan salinitas dilakukan pada pagi dan siang hari untuk mengetahui nilai maksimum dan minimumnya. Parameter fisika dan kimia tersebut merupakan faktor yang penting dalam kegiatan budidaya udang di tambak. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia air disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Parameter kualitas air pada tambak udang sistem resirkulasi tertutup DOC (hari) 44 51 58 65 72 79 86 93 100 107 114 121
Suhu (°C) Kecerahan pagi siang (cm) 28 30 70 28 30 70 28 30 80 28 30 70 27 29 50 28 30 40 28 30 50 27 29 50 28 30 40 27 29 30 28 30 30 28 30 30
Keterangan:
pH Warna Salinitas air (ppt) pagi siang HM 14 7.45 8.14 HM 17 7.58 8.43 HT 16 7.49 8.59 HT 10 7.70 8.14 HT 13 7.61 8.54 HT 12 7.70 8.43 HT 11 7.66 8.29 HT 10 7.76 8.39 HT 11 7.63 8.31 HT 13 7.84 8.53 HT 14 7.80 8.71 HT 15 7.65 8.30
TAN (ppm) < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1
DO (ppm) Alkalinitas pagi siang (ppm) 4.5 6.0 83 4.0 6.0 73 4.0 6.5 94 4.5 6.5 120 4.5 6.5 128 4.0 6.5 137 4.5 7.0 123 4.5 6.5 145 4.0 6.5 149 4.0 7.0 112 4.5 6.0 105 4.0 6.5 153
Kesadahan (ppm) 33 60 41 55 65 72 64 50 69 61 68 56
DOC = Day of Culture TAN = Total Amoniak Nitrogen DO = Dissolved Oxygen HM = Hijau Muda HT = Hijau Tua
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
4
Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
Parameter kualitas air yang diukur pada tambak sistem resirkulasi tertutup pada umumnya menunjukkan nilai masih berada pada kisaran yang optimum untuk pertumbuhan udang. Parameter suhu perairan pada pagi hari berkisar 27-28°C dan siang hari antara 29-30°C. Kisaran suhu ini ratarata masih berada pada batas optimum, kecuali pada pagi hari ada yang di bawah batas optimum, yaitu 27°C. Menurut Anonimus (1995), suhu yang sesuai untuk kehidupan udang berkisar antara 28-32°C, Jika suhu terlalu tinggi udang akan mengalami kram (kejang). Jika suhu di bawah 20°C udang bersifat pasif (diam) dan tidak mau makan. Kecerahan air yang diukur dengan Seichi disc menunjukkan variasi yang menyolok. Pada DOC 44-65 kecerahan air tambak mencapai 70-80 cm; pada DOC 72-93 kecerahan air berkisar 40-50 cm; dan pada saat DOC 100-121 berada pada kisaran optimum, yaitu 30-40 cm. Menurut Anonimus (2000), nilai optimum kecerahan air di tambak bervariasi dan disesuaikan dengan tahapan pelaksanaan budidaya. Pada masa persiapan air, kecerahan diupayakan berada pada kisaran 50-60 cm, pada bulan I budidaya berkisar antara 40-50 cm, sedangkan pada bulan II budidaya hingga panen kecerahan air antara 30-40 cm. Warna air saat pelaksanaan budidaya pada DOC 44-51 didominasi warna hijau muda.. Menurut Anonimus (1995), warna air tambak hijau muda disebabkan oleh algae hijau, seperti Chlorella, Carteria, dan Dunaliella. Pada kondisi warna air seperti ini, pertumbuhan udang akan stabil dan sehat, serta kemungkinan terkena penyakit lebih rendah. Perubahan warna air menjadi hijau tua terjadi pada DOC 58 hingga DOC 121. Menurut Anonimus (1995), warna hijau tua ini disebabkan oleh algae hijau-biru (blue green algae), seperti Oscilatoria, Microcoleus, Phormidium dan Spirulla. Jenis algae ini dapat tumbuh pesat (blooming) pada suhu air yang agak tinggi dan mengandung banyak bahan organik. Warna ini menunjukkan kualitas air yang rendah, namun masih cukup sehat untuk udang. Karena tingginya bahan organik di dalam air, maka kemungkinan udang terkena penyakit akan lebih tinggi. Hasil pengukuran salinitas dan pH air tambak masih berada pada batas optimum. Salinitas yang diukur selama masa budidaya menunjukkan kisaran antara 10-17 ppt. Menurut Anonimus (1995), nilai salinitas yang normal untuk kehidupan udang windu di tambak budidaya berada pada batas 10-25 ppt. Nilai pH air yang diukur pada pagi dan siang hari selama masa budidaya secara umum berada pada batas 7.5-8.5. Menurut Afrianto dan Liviawati (1991), nilai pH air tambak yang optimum berkisar antara 7.5-8.5. Total amoniak nitrogen terdiri dari amonia bebas (NH3) dan amonia ion (NH4+ ). Pada konsentrasi tinggi amonia bebas beracun bagi biota air, sedangkan amonia ion tidak beracun. Menurut Anna dan Umiyati (1999), nilai TAN yang aman bagi udang adalah kurang dari 0.1 ppm. Hasil
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
5
Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
pengukuran TAN secara keseluruhan menunjukkan nilai di bawah 0.1 ppm. Nilai kandungan TAN yang rendah dimungkinkan karena pada tambak tersebut sering dilakukan sifon untuk membuang kotoran yang berasal dari sisa-sisa pakan dan feses udang. Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air tambak yang diukur menunjukkan nilai yang optimum untuk pertumbuhan udang. Pada pagi hari, DO berkisar antara 4.0-4.5, sedangkan siang hari antara 6.0-7.0. Menurut Miyatsu (2001), Oksigen terlarut untuk budidaya udang windu minimum 4 ppm pada pagi hari dan 6 ppm pada siang hari. Jika DO pada pagi hari kurang dari 4 ppm atau siang hari kurang dari 6 ppm, maka tindakan pengendalian perlu dilakukan dengan mengganti air, meningkatkan aerasi, dan sifon secara rutin (Nugroho, 2000). Alkalinitas optimum bagi pertumbuhan udang memiliki kisaran antara 75-200 mg CaCO3/liter (Jusuf, 2001). Berdasarkan kisaran tersebut, maka hasil pengukuran alkalinitas, yaitu berkisar antara 73-153 mg CaCO3/liter, masih berada pada batas optimum. Alkalinitas diperlukan sebagai buffer terhadap pengaruh pengasaman atau mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar. Berdasarkan hasil pengukuran kesadahan air, diketahui bahwa kandungan CaCO3 kurang dari 100 ppm dengan tingkat kesadahan air dari lunak hingga agak sadah. Menurut Fardiaz (1992) jika kandungan CaCO3 kurang dari 50 ppm, maka air digolongkan sebagai air lunak; sedangkan jika kandungan CaCO3 antara 50-100 ppm, maka air tersebut agak sadah. Kesadahan air yang tinggi (kandungan CaCO3 lebih dari 200 ppm) dapat mengganggu pertumbuhan biota air. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Penerapan sistem sirkulasi tertutup pada tambak udang intensif dapat menghemat penggunaan air yang cukup signifikan dan mengurangi resiko kegagalan akibat merebaknya penyakit dan pencemaran lingkungan perairan di luar sistem. Pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan pada tambak sistem resirkulasi tertutup menunjukkan kondisi air tambak berada pada kisaran yang optimum untuk memelihara udang windu. 4.2 Saran Sistem resirkulasi tertutup sebaiknya dapat diterapkan pada seluruh tambak intensif yang ada di Propinsi Lampung, terkait dengan penghematan penggunaan sumberdaya air dan peluang keberhasilan usaha budidaya. Teknologi budidaya udang dengan sistem resirkulasi tertutup dapat ditingkatkan menjadi budidaya sistem tertutup (closed system).
Untuk itu diperlukan kesiapan para ahli dan praktisi
budidaya udang untuk dapat mengaplikasikan teknologi budidaya closed system tersebut.
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
6
Seminar Hari Air Sedunia 2005 Propinsi Lampung
DAFTAR PUSTAKA Afrianto dan Liviawati. 1999. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Penerbit Kanisius. Bandung. 132 halaman. Anna, S. dan S. Umiyati. 2000. Pakan Udang Windu (Penaeus monodon Fabr). Penerbit Kanisius. Bandung. 94 halaman. Anonimus. 1995. Panduan Budidaya Udang Windu. Edisi ke-2. Pusat Pengembangan Budidaya Udang Windu Semi Intensive. PT Central Proteinaprima. Jakarta. 37 halaman. Anonimus. 2000. Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabr) Pola iNtensif. Aqua Bussines Division. Charoen Pokphand Group Indonesia. Jakarta. 50 halaman. Edhi, W.A. 2001. Dari Closed Recirculation System ke Closed System. Mitra Bahari No. 2 Thn. VI: 51-52. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Bandung. 89 halaman Furwoko, A. 2000. Memahami Kembali Tambak Sistem Resirkulasi Tertutup. Mitra Bahari No. 4 Thn V: 46-50. Jusuf, H. 2001. Alkalinitas. Mitra Bahari No.4 Thn.VI:50-51. Miyatsu, E. 2000. Oksigen Terlarut. Mitra Bahari No.1 Thn.V: 40-41 Nugroho, T.H.E. 2000. Back to Basic. Mitra Bahari No.2 Thn.V: 47-49
Indra Gumay Yudha: Aplikasi Sistem Resirkulasi Tertutup (Closed Resirculation System) dalam Pengelolaan Kualitas Air Tambak Udang Intensif
7