Sistem Reproduksi...docx

  • Uploaded by: Engky Neolaka
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sistem Reproduksi...docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,037
  • Pages: 21
FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI PADA MANUSIA (MAKALAH) Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Lanjut yang dibimbing oleh Dr. Sri Rahayu, M.Si

Disusun Oleh: Kelompok V/ Off B Ita Nur Eka Pujiastuti

(150341805822)

Mareta Arisswara Edi

(150341805912)

Titis Abimanyu Pramudi

(150341806068)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCASARJANA PRODI S2 PENDIDIKAN BIOLOGI Februari 2016

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah Fisiologi Lanjut sebagai mata kuliah program pascasarjana Universitas Negeri Malang dengan judul “Fisiologi Sistem Reproduksi Pada Manusia” Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada teladan kita Sang Pelopor Ilmu Pengetahuan untuk membaca tanda-tanda kekuasaan-Nya, Nabi Muhammad SAW. Makalah ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang ingin mengetahui mengenai fisiologi perkembangan sistem reproduksi, anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi dan kaitan sistem reproduksi dalam mengendalikan keadaan homoestasis dalam tubuh Semoga makalah ini dapat memberikan sedikit pengetahuan kepada kita semua, Amin. Akhirnya tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Malang, 23 Februari 2016

Penulis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem reproduksi manusia merupakan salah satu sistem yang terdapat dalam tubuh manusia dan sangat berperan penting dalam kelangsungan serta kemampuan bertahan hidup suatu organisme. Hal ini disebabkan untuk dapat mempertahankan garis keturunannya setiap makhluk hidup perlu bereproduksi, tidak terkecuali manusia. Pengetahuan terkait fisiologi sistem reproduksi pada manusia sangatlah penting untuk memahami bagaimana mekanisme kerja dari sistem reproduksi itu sendiri. Kebanyakan orang hanya memahami anatominya saja tanpa mengetahui proses fisiologinya. Beberapa mekanisme fisiologi yang terjadi pada sistem reproduksi antara lain proses menstruasi, pembentukan sel telur (Oogenesis) dan kehamilan pada wanita, sedangkan pada pria seperti mekanisme 3E (Ereksi, Emisi, dan Ejakulasi) serta peran testosterone dalam pembentukan tanda-tanda

sekunder serta kepribadian pada pria. Pemahaman mengenai

mekanisme inilah yang semestinya diberikan kepada peserta didik baik siswa SMP atau SMA dan mahasiswa. Dengan memahami mekanisme ini, diharapkan nantinya dapat lebih memahami mengenai sistem reproduksi. Dengan latar belakang seperti yang diatas itulah, kami tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai mekanisme kerja (fisiologi) Sistem reproduksi manusia yang tidak lepas dari struktur anatominya. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan fisiologi perkembangan sistem reproduksi pada manusia. 2) Menjelaskan anatomi serta fisiologi sistem reproduksi pada pria 3) Menjelaskan anatomi serta fisiologi sistem reproduksi pada wanita 4) Membandingkan antara struktur anatomi dan fisiologi pada wanita dan pria 5) Mendeskripsikan hubungan antara sistem reproduksi dan kemampuan homoestasis tubuh C. Manfaat Penulisan 1) Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi sistem reproduksi pada manusia. 2) Memberikan penjelasan terkait fisiologi perkembangan dan hormone yang berperan dalam sistem reproduksi manusia.

BAB II PEMBAHASAN A. Fisiologi Perkembangan Sistem Reproduksi Kelenjar kelamin atau gonad berkembang dari jaringan mesodermal intermediet selama memasuki perkembangan ke lima minggu. Pada awal perkembangan manusia (hingga umur 7 minggu), jenis kelamin pada embrio akan sangat sulit ditentukan. Sebelum adanya pembedaan, jaringan embrionik dikenal sebagai bipotensial karena tidak dapat dibedakan morfologinya termasuk pria atau wanita. Pada awal perkembangan embrio terdapat dua saluran kelenjar kelamin yang dikenal sebagai saluran wolfian hasil derifat ginjal embrionik dan saluran mülerian. Kedua saluran ini ditemukan baik pada embrio pria ataupun wanita, oleh sebab itu kedua saluran ini dianggap sebagai karakteristik dari bipotensial. Pada pria saluran mülerian akan mengalami degenerasi sedangkan pada wanita akan berkembang. Bagaimana saluran mülerian dapat hilang dan faktor apa yang akhirnya menentukan suatu embrio berkembang menjadi pria atau wanita? Perhatikan gambar 1 (perkembangan organ dalam) dan gambar 2 (perkembangan organ luar), dibawah ini:

Gambar 1: Perkembangan Organ Kelamin Dalam

Berdasarkan gambar diatas dapat terlihat bahwa saluran mülerian pada organ kelamin pria terdegenerasi saat memasuki perkembangan ke-10 minggu. Penentuan jenis kelamin dapat ditentukan berdasarkan kehadiran ataupun ketidakhadiran dari suatu gen yang dikenal dengan sex-determining region of the Y chromosome atau gen SRY. Jika tidak ditemui adanya gen SRY pada embrio, kelenjar kelamin akan

berkembang menjadi ovarium, sedangkan jika ditemui adanya gen SRY fungsional maka kelenjar kelamin bipotensial akan berkembang menjadi testis. Perkembangan Embrionik Pria Gen SRY akan memproduksi sebuah protein yang disebut SRY protein, yang akan menstimulus perkembangan testis. Setelah testis terbentuk, testis akan mesekresikan beberapa hormon yang dapat menstimulasi perkembangan organ kelamin dalam maupun luar dengan bantuan dua sel penyusun testis yaitu sel sertoli dan sel leydig. Sel sertoli yang terdapat pada testis akan mensekresikan

hormon

anti-mülerian

atau

hormon

mülerian-inhibiting.

Sel

Leydig

akan

mensekresikan tesosteron dan turunannya dihidrotestosteron (DHT). Hormon anti-mülerian, akan mengakibatkan degenerasi saluran mülerian sedangkan testosterone akan mengubah saluran Wolfian menjadi struktur aksesori kelamin pada pria seperti: epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis (lihat gambar 1). Untuk DHT memiliki peran dalam membentuk organ bagian luar yaitu penis dan kelenjar prostat (lihat gambar 2). Dengan begitu kita dapat mengetahui bahwa embrio akan membentuk organ kelamin pria apabila ditemukan adanya hormone testosterone, AMH, dan DHT pada masa perkembangan fetus-nya. Perkembangan Embrionik Wanita

Berbeda halnya dengan perkembangan pria, pada wanita tidak

dihasilkan gen SRY. Dengan tidak adanya gen SRY maka tidak akan dihasilkan pula AMH, hal ini menyebabkan saluran mülerian akan berkembang. Perkembangan dari saluran mülerian akan membentuk vagina, uterus, dan tuba falopi (oviduk) (lihat gambar 1). Selain itu, karena tidak dihasilkan testosteron pada wanita, maka saluran Wolfian mengalami degenerasi, dan tanpa DHT organ kelamin bagian luar akan menunjukkan karaktersitik dari wanita. Dengan kata lain, tidak adanya gen SRY dan hormon testicular individu akan menjadi wanita (lihat gambar 2). Sehingga tidak dimungkinkan terdapat satu individu memiliki dua organ kelamin.

Gambar 2: Perkembangan Organ Kelamin Luar

B. Sistem Reproduksi Pria a) Alat Reproduksi Pria Sistem reproduksi pada pria terdiri dari testis, organ bagian dalam (kelenjar aksesori dan saluran), dan organ bagian luar. Organ bagian luar terdiri dari penis dan skrotum, struktur berkantung yang melindungi testis. Uretra menjadi saluran dengan dua muara yaitu untuk sperma dan urin, namun kedua saluran tersebut tidak bekerja secara bersamaan. Penis dikelilingi oleh suatu jaringan berspons (berlubang yang dikenal dengan corpus spongiosium dan jaringan yang berisi pembuluh darah yang sangat banyak disebut corpus cavernosa. Kedua jaringan tersebut juga dikenal dengan jaringan erektil, karena berperan dalam proses ereksi pada penis. Berdasarkan gambar 3 dibawah dapat dilihat bahwa organ reproduksi pada pria terdiri dari testis, epididimis, saluran vas deferen, kelenjar aksesori (vesikula seminalis, prostat, dan cowper atau bulbouretral), uretra, penis, dan skrotum. Skrotum merupakan salah satu organ terpenting yang menjadi faktor penunjang terbentuknya sperma. Skrotum berperan dalam melindungi dan mengatur suhu pada testis, karena sperma pada normalnya dapat berkembang dengan baik dalam suhu 20-30F. Skrotum terdiri dari dua jaringan otot yaitu otot dartos dan otot kremaster. Otot Dartos inilah yang berperan untuk mengerakkan skrotum untuk mengerut dan mengendur, sangat sensitif pada perubahan suhu.

Testis merupakan organ terpenting dalam sistem reproduksi pria. Testis terdiri dari kumpulan saluran berlekuk yang dikenal dengan tubulus seminiferus. Diantara tubulus inilah sperma dibentuk. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa peran dari testis adalah sebagai organ pembentuk sperma. Epididimis

merupakan

saluran

yang

berasal dari gabungan tubulus seminiferus. Gambar 3. Alat Reproduksi Pria

Sperma yang dihasilkan pada bagian tubulus

seminiferus

akan

disimpan

dimatangkan pada bagian ini. Duktus Deferen atau vas deferen merupakan saluran lanjutan dari epididimis, berperan dalam menghubungkan antara epididimis dan saluran ejakulasi. Vas deferen memiliki panjang sekitar 45 cm.

Selain sebagai penghubung. Saluran vas deferen juga berperan dalam menyimpan sementara untuk beberapa bulan sperma yang telah matang. Saluran Ejakulasi merupakan saluran pengeluaran sperma. Terbentuk dari gabungan antara ampula (ujung dari vas deferen) dan vesikula seminalis. Uretra merupakan saluran dua muara yaitu saluran reproduksi dan saluran ekskresi. Pada saluran ini terdapat katup yang dapat memisahkan antara sperma dan urin, sehingga pada saat pengeluaran urin sperma tidak ikut keluar, begitupun sebaliknya. Kelenjar Kelamin Aksesori, merupakan organ yang berperan dalam mensekresikan beberapa komponen penyusun semen. Semen merupakan cairan yang dapat mendukung kehidupan dari sperma sebelum dikeluarkan dari dalam tubuh. Terdapat beberapa kelenjar aksesori pada alat kelamin pada pria yaitu; vesikula seminalis menghasilkan

alkalin,

prostaglandin,

dan

fruktosa, Prostat menghasilkan Asam sitrat, dan enzim proteolitik, Cowper atau bulbouretral menghasilkan alkalin dan sekresi lendit atau mucus. Campuran antara sperma dan sekresi dari kelenjar aksesori dikenal dengan semen. Tabel 1 disamping dapat dilihat komposisi dari semen. Penis merupakan organ kelamin luar pada pria berperan sebagai alat kopulasi. Penis tersusun atas tiga rongga yang berisi jaringan spons, yaitu korpus karvenosa dan korpus spongiosum. Penis bagian dalam juga tersusun atas jaringan erektil dengan rongga yang mengandung pembuluh darah. Pada bagian ini dilengkapi dengan ujung saraf perasa (mekanoreseptor), sehingga saat ada stimulus berupa sentuhan atau tekanan maka jaringan ini akan mengalami dilatasi atau pelebaran pembuluh darah atau dikenal dengan ereksi. b) Mekanisme Spermatogenesis (Pembentukan Sperma) Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa organ yang berperan dalam proses pembentukan sperma adalah testis. Testis terdiri dari kumpulan tubulus seminiferus yang didalamnya mengandung sel leydig dan sel sertoli. Sel sertoli merupakan penyusun utama dari tubulus seminiferus. Sel sertoli berperan dalam member nutrisi

spermatosit, spermatid, dan sperma; mengendalikan pergerakan sel spermatogenik dan melepaskan sperma ke dalam lumen tubulus seminiferus, serta berperan dalam menghasilkan inhibin dan mengatur dampak dari testosterone dan FSH. Untuk Sel leydig berperan dalam menghasilkan hormon testosterone yang berperan dalam mengatur perkembangan sekunder seksual pada pria dan mengendalikan libido (Sexual drive). Pada gambar dibawah ini, dapat terlihat proses spermatogenesis pada testis (dari sel awal spermatogonium (2n), Spermatosist primer (2n), spermatosit sekunder (n), Spermatid (n), dan spermatozoa (n). Arah pembentukan dari dalam menuju keluar:

Gambar 4: Proses Pembentukan Sperma (Spermatogenesis)

c) Fisiologi Reproduksi Pria Regulasi Sekresi Hormon Kelamin Pria Hipotalamus, Kelenjar pituitary anterior dan testis memproduksi hormon yang dapat mempengaruhi sistem reproduksi pria. Hipotalamus akan melepaskan hormon Gonadotropin (GnRH) yang menyebabkan pelepasan hormone FSH dan LH oleh sel yang terdapat di kelenjar pituitary anterior, ke dalam darah. LH pada pria dikenal juga dengan ICSH (Interstitial Cell Stimulatig hormone) akan mempengaruhi pelepasan testosterone oleh sel leydig di testis. Untuk FSH berperan dalam proses perkembangan sel sperma. FSH juga berperan dalam meningkatkan ekskresi hormone yang dikenal dengan Inhibin.

Pubertas dan Dampak Testosteron Merupakan suatu istilah yang menandakan bahwa hormon kelamin pada manusia telah bekerja dengan baik atau dengan kata lain suatu keadaan dimana seorang individu telah siap dalam melakukan reproduksi seksual. Pubertas ditandai dengan munculnya tanda-tanda sekunder pada pria seperti tumbuhnya rambut-rambut halus pada berbagai daerah di tubuh, pembesaran vocal suara, dada membidang, pembesaran alat kelamin dan beberapa ciri sekunder lainnya. Pubertas disebabkan oleh peningkatan jumlah hormon FSH dan LH yang berdampak pada peningkatan androgen yang dapat menstimulus munculnya tanda-tanda sekunder seperti yang telah dijelaskan diatas. Oleh sebab itu, pubertas erat kaitannya dengan hormone testosterone yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis. Perilaku Seksual Pria Salah satu dampak dari peningkatan hormon testosterone adalah mempengaruhi perilaku seksual pada pria. Testosteron yang mengalir dalam darah dapat mencapai bagian hipotalamus pada otak, oleh sebab itu testosterone dapat mempengaruhi perilaku seksual pada pria, karena kita ketahui bahwa hipotalamus merupakan pusat dari penjalan dari berbagai fungsi tubuh. Pada umumnya level testosterone dalam darah akan tetap konstan sepanjang hidup pria dari pubertas hingga 40 tahun. Namun akan berkurang dampaknya sekitar 20% ketika memasuki umur 80 tahun, yang dapat menyebabkan penurunan sex drive dan kesuburan. Perilaku seksual pada pria merupakan hal yang kompleks karena merupakan hasil dari kerja refleks saraf yang berkaitan dengan ereksi penis, sekresi mucus ke dalam uretra, emisi, dan ejakulasi. Perilaku seksual pada pria dimediasi oleh otak dan sumsum lanjutan. Ereksi merupakan suatu peristiwa neurofisiologis yang kompleks. Secara umum peristiwa ini terjadi ketika darah dengan cepat mengalir kedalam penis dan terperangkap di dalam rongga spongiosum. Secara sederhana, refleks ereksi dimulai dari stimulus tactile yang diterima oleh mekanoreseptor pada penis atau area sensitif lainnya. Neuron sensorik akan mengirimkan stimulus pada sumsum tulang belakang, yang akan menghambat penyempitan pembuluh darah arteriol (Vasokonstriksi). Secara simultan, okisda nitric (NO) akan diproduksi dengan meningkatkan volume darah menuju jaringan erektil sehingga pembuluh daerah pada bagian penis akan mengalami pelebaran (Vasodilatasi). NO berperan bersama dengan asetilkolin sebagai neurotransmitter yang bertanggung jawab dalam penyampaian impuls dari stimulus yang diterima oleh penis menuju ke sumsum tulang belakang. Saat terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah, darah akan mengisi penuh ruang jaringan erektil, akibat pelebaran pada bagian arteriol tersebut pembuluh darah balik yang bertugas menghantarkan darah dari penis untuk kembali ke jantung pun tersumbat. Vasodilatasi pada pembuluh arteriol juga menyebabkan sperma yang telah terkumpul dalam saluran internal sistem reproduksi pria tertahan.

Oleh sebab itu, darah yang masuk kedalam jaringan erektil dan pengeluaran sperma akan tertahan untuk sementara waktu, yaitu selama penis dalam keadaan ereksi. Saat pria telah mencapai titik kepuasan seksual, kerja saraf parasimpatik digantikan oleh saraf simpatik sehingga pembuluh darah kembali mengalami vasokonstriksi dan ruang-ruang darah dalam penis kembali kosong. Saluran pengeluaran sperma yang mengandung spermatozoa akan kembali terbuka. Hal ini menyebabkan pergerakan sperma keluar dari vas deferen menuju uretra, yang kemudian akan bercampur dengan sekresi kelenjar aksesori dan menghasilkan semen. Proses ini dikenal dengan istilah emisi. Emisi juga terkadang terjadi pada saat tidur (nocturnal emission) yaitu pada saat tidur fase REM (Rapid Eye Movement). Proses pengeluaran sperma disebut ejakulasi. Ejakulasi tercapai saat pria mencapai puncak kepuasannya (orgasme). Semen di uretra akan dikeluarkan dengan dorongan dari kontraksi otot. PAda saat terjadi ejakulasi otot polos sfingter pada bagian kantung kemih yang berhubungan dengan ureter akan menutup, menghambat urin ikut keluar saat terjadi ejakulasi. Setelah terjadi ejakulasi, peredaran darah pada jaringan erektil akan kembali normal dan menyebabkan penis kembali ke ukuran semula atau kedalam keadaan flaccid (relaks). C. Sistem Reproduksi Wanita a) Anatomi Reproduksi Wanita Organ reproduksi wanita terdiri dari ovari, tuba uterina atau Fallopi, uterus, vagina, genitalia eksternal, dan kelenjar mammae (Gambar 4). Organ reproduksi internal wanita dalam pelvis antara kantung urinaria dan rektum. Uterus dan vagian berada di tengah, dengan ovari di setiap sisi uterus. Sekelompok ligamen mempertahankan organ reproduksi internal pada posisinya. Ovarium dan saluran reproduksi wanita terletak di dalam rongga panggul.

Gambar 5. Uterus, Vagina, Tuba Uterine, Ovari, dan Ligamen Penyokong Sumber: Seeleys, 2012

1) Ovarium Dua ovarium merupakan organ kecil dengan panjang 2-3.5 cm dan lebar 1-1.5 cm. Ligamen suspensory meluas dari masing ovari ke dinding lateral tubuh, dan ligamen ovarian mengikat ovary ke pinggir superior uterus. Tambahan, sebuah perpanjangan dari ligamen broad yang menyokong ovary. Arteri, vena, saraf ovari melewati ligamen suspensory dan masuk ke ovary. 2) Tuba Uterine(Tuba Fallopi/Oviduk) Dua tuba uterine, disebut juga tuba fallopi atau oviduk. Setiap tube uterine berasosiasi dengan sebuah ovary dan meluas ke uterus sepanjang pinggir superior ligamen broad. Tube uterine membuka secara langsung menuju ruang peritoneal untuk melepaskan oosit dari ovary. Infundibulum merupakan ujung berbentuk corong dari tuba uterine. Pembukaan dari infundibulum yang melengkung panjang, proses tipis disebut fimbriae. Permukaan dalam fimbriae terdiri dari membran mukosa bersilia. Bagian dari tuba uterine yang dekat dengan infundibulum disebut dengan ampulla. Kontraksi otot dan pergerakan silia menggerakkan oosit, atau perkembangan embrio, meneruskan tuba uterine ke arah uterus. 3) Uterus Uterus berukuran dengan panjang 7.5 cm dan lebar 5 cm. Servik merupakan bagian sempit, daerah inferior dari uterus. Secara internal, ruang uterine pada fundus dan badan uterin melanjutkan servik sebagai kanal servik, yang membuka menuju vagina. Dinding uterus disusun atas tiga lapisan yaitu perimetrium, myometrium, dan endometrium. Lapisan luar perimetrium atau lapisan serous merupakan peritoneum visceral. Lapisan tengah myometrioum atau lapisan muscular, terdiri dari lapisan tebal dari otot polos. Lapisan dalam endometrium atau membran mukos, terdiri dari lapisan epitelium kolumnar sederhana dan jaringan ikat. Kelenjar tubular sederhana yang disebut kelenjar endometrial terbentuk melalui pelipatan dari endometrium. Bagian superfisial dari endometrium meluruh selama menstruasi. Mukus mengisi kanal servikal dan bertindak sebagai barir untuk substansi yang dapat lewat dari vagina menuju uterus. Mendekati ovulasi, kekentalan mukus berubah, membuat sel sperma dengan mudah melewati vagina menuju uterus (Seeleys, 2012). 4) Vagina Vagina adalah organ kopulasi wanita. Dinding vagina terdiri dari lapisan luar, lapisan muscular, dan lapisan dalam membran mucous. Lapisan musular merupakan otot polos dan terdiri dari serabut elastis. Kemudian, vagina dapat meningkatkan ukuran untuk mengakomodasi penis selama hubungan, dan juga dapat meluas selama persalinan. Membran mukus dengan epitelium squamosa berlapis basah yang membentuk lapisan permukaan pelindung. Cairan pelumas melewati epitelium vaginal menuju vagina selama hubungan.

5) Genitalia eksternal Genitalia eksternal terdiri dari vestibula yang merupakan ruang menuju vagina dan uretra terbuka (Gambar 5). Vestibula dibatasi oleh sepasang tipis pelipatan longitudinal kulit yang disebut labia minora. Bagian kecil, struktur erektil yang disebut klitoris terdapat di pinggir anterior dari vestibula. Unit dua labia minora berakhir klitoris untuk membentuk pelipatan kulit yang disebut prepuce. Klitoris terdiri dari dua struktur erektil, corpora cavernosa. Corposa cavernosa dari klitoris sebanding dengan corpora cavernosa dari penis, dan mereka menjadi terisi dengan darah sebagai hasil dari ransangan seksual. Lateral labia minora berupa dua pelipatan kulit yang disebut labia majora. Jaringan adiposa subcutaneous secara utama bertanggung jawab pada keadaan dari labia majora. Unit dua labia majora secara anterior pada ujung elevasi simfisis pubis yang disebut mons pubis. Permukaan lateral dari labia majora dan permukaan mons pubis ditutupi oleh rambut kasar. Permukaan medial Gambar 6. Genitalia Eksternal Wanita Sumber: Seeleys, 2012

ditutupi dengan sejumlah kelenjar sebaceus dan keringat. Ruang antara labia majora disebut dengan pudendal cleft.

6) Kelenjar mammae Kelenjar mammae merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang menghasilkan susu. Kelenjar mammae terletak di dalam mammae atau payudara (Gambar 6). Secara eksternal, payudara pria dan wanita memiliki puting yang melingkupi secara sirkuler, berpigmen areola. Puting terdiri dari otot polos, ketika otot polos berkontraksi, puting menjadi tegak. Otot polos berkontraksi dalam merespon stimulus, seperti sentuhan, dingin, dan ransangan seksual. Payudara disokong oleh ligamen suspensory, yang meluas dari ujung fasia otot pectoralis major ke ujung kulit payudara dan mencegah mereka dari pelenturan berlebih. Pada orang dewasa, ligamen suspensory melemah dan memanjang yang meningkatkan kecendrungan payudara melentur. Pada kelenjar mammae wanita dewasa biasanya terdiri dari 15-20 lobus glandular yang ditutupi oleh jaringan adiposa. Lobus dibagi lagi menjadi lobules. Setiap saluran lactiferous terbuka secara bebas ke permukaan puting. Sinus lactiferus berbentuk spindel yang merupakan perluasan saluran lactiferous yang dapat mengakumulasi susu ketika dihasilkan.

Payudara wanita mulai membesar selama pubertas, di bawah pengaruh estrogen dan progesteron. Sebelum kehamilan, hanya satu sistem saluran dengan lobules. Selama

kehamilan,

sistem

saluran

salam

lobules

menjalani perkembangan ektensif, dan akhir 5 bulan kehamilan, ujung dari saluran membentuk kantung yang disebut alveoli. Pada masa menyusui, atau produksi susu, payudara, alveoli merupakan tempat menghasilkan susu. Sel

myoepithelial

mengelilingi

alveoli

dapat

mengkontrak pengeluaran susu darinya. Setelah masa Gambar 7. Anatomi Payudara dan Kelenjar Mammae Sumber: Seeleys, 2012

menyusui berakhir, kebanyakan alveoli akan diserap kembali dan lobule menyusut.

D. Siklus Reproduksi Wanita Selama sepanjang reproduktif, secara normal wanita tidak hamil memiliki siklus kebiasaan perubahan dalam ovari dan uterus. Setiap siklus terjadi setiap bulan dan termasuk kedua oogenesis dan persiapan pada uterus untuk menerima fertilisasi ovum. Hormon di sekresikan oleh hipotalamus, pituitari anterior, dan kontrol ovari (indung telur) pada pokok kejadian. Siklus ovarian adalah sebuah rangkaian kejadian dalam ovari yang terjadi selama dan setelah maturasi pada oocyt. Siklus uterin (menstruasi) adalah rangkaian bersama pada perubahan dalam endometrium pada uterus untuk menyiapkan itu pada sampainya fertilisasi ovum yang akan berkembang sampai kelahiran. Jika fertilisasi tidak terjadi, hormon ovari semakin berkurang, yang menyebabkan stratum functional pada endometrium meluruh. Istiah umum pada siklus reproduksi wanita meliputi ovarium dan siklus uterin, perubahan hormonal yang mengatur itu, dan terkait perubahan siklus dalam payudara dan servik. 1) Regulasi Hormon pada Siklus Reproduksi Wanita Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) disekresikan oelh kotrol hipotalamus pada ovarium dan siklus uterin. GnRH menstimulasi pelepasan follicle-stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH) dari pituitari anterior. FSH memulai pertumbuhan folikel, sementara LH menstimulasi perkembangan lebih lanjut pada folikel ovarium. FSH dan LH menstimulasi folikel ovarium untuk mengeluarkan estrogen. LH menstimulasi sel theca pad perkembangan folikel untuk memproduksi androgen. Dibawah pengaruh FSH, androgen diambil oleh sel

granulosa pada folikel dan diubah kedalam estrogen. pada pertengahan siklus, LH mencetuskan ovulasi dan kemudian meningkatkan formasi pada korpus luteum, alasan untuk sebutan luteinizing hormon. Distimulasi oleh LH, korpus luteum memproduksi dan mengeluarkan estrogen, progesteron, relaksin, dan inhibin. Paling sedikit enam perbedaan estrogen yang telah diisolasi dari plasma pada wanita, tetapi hanya tiga yang ditunjukkan dalam kuantitas signifikan: beta (β)-estradiol, estrone, dan estriol. Pada wanita tidak hamil, estrogen sangat melimpah yaitu β-estradiol, yang disintesis dari kolesterol dalam ovarium. Estrogen disekresikan oleh folikel ovarium memiliki beberapa fungsi penting: 1. Estrogen menaikkan perkembangan dan pemeliharaan pada struktur reproduksi wanita, karakteristik kelamin sekunder, dan payudara. Karakteristik kelamin sekunder termasuk distribusi jaringan adiposa pada payudara, abdomen, monspubis, dan pinggul, tingkat suara, perluasan panggul, dan gambaran pada pertumbuhan rambut pada kepala dan tubuh. 2. Estrogen meningkatkan anabolisme protein, termasuk pembentukan tulang kuat. Estrogen sinergis dengan hormon pertumbuhan manusia (hGH). 3. Estrogen menurunkan level kolesterol darah, yang kemungkinan alasan bahwa wanita dibawah umur 50 tahun memiliki resiko lebih rendah pada penyakit arteri koronari daripada laki-laki dengan umur sama. 4. Level sedang pada estrogen dalam darah menghalangi pelepasan GnRH oleh hipotalamus dan sekresi pada LH dan FSH oleh pituitari anterior. Progesteron, sebagian besar disekresikan oleh sel pada korpus luteum, bekerja sama dengan estrogen untuk menyiapkan dan memelihara endometrium untuk implantasi pada fertilisasi ovum dan menyiapkan kelenjar mammae untuk sekresi susu. Level tinggi pada progesteron juga menghambat sekresi GnRH dan LH. Kuantitas kecil pada produksi relaksin oleh korpus luteum selama setiap siklus bulanan mengendurkan uterus dengan menghambat kontraksi myometrium. Implantansi pada fertilisasi ovum terjadi lebih siap dalam “tenang” uterus. Selama kehamilan, plasenta menghasilkan lebih banyak relaksin, dan itu berlanjut hingga otot polos rahim rileks. Pada akhir kehamilan, relaksin juga meningkat secara fleksibel pada simpisis pubis dan dapat membantu melebarkan leher rahim, kedua tersebut memudahkan pengeluaran bayi.

Inhibin disekresikan oleh sel granulosa pada pertumbuhan folikel dan oleh korpus luteum setelah ovulasi. Itu menghambat sekresi FSH dan LH ke tingkat lebih rendah. 2) Fase pada Siklus Reproduksi Wanita Rentang siklus reproduksi wanita secara khas jaraknya dari 24 sampai 35 hari. Kita menganggap lamanya 28 hari dan membaginya dalam 4 fase: fase menstruasi, fase preovulasi, ovulasi, dan fase postovulasi. 

Siklus rahim dan ovarium dikontrol oleh gonadrotropin-releasing hormon (GnRH) dan hormon ovarium (estrogen dan progesteron).

Gambar 8: Peran Hormon dalam Fisiologi Reproduksi Wanita

1) Fase Menstruasi Fase menstruasi berlangsung selama kira-kira pertama 5 hari pada siklus. (hari pertama pada menstruasi adalah hari pertama pada siklus baru). Kejadian dalam ovarium, dibawah pengaruh FSH, beberapa folikel primordial berkembang kedalam folikel primer dan kemudian ke folikel sekunder. Proses perkembangan mungkin membutuhkan beberapa bulan untuk terjadi. Folikel yang mulai untuk berkembang pada awal siklus menstruasi dapat tidak mencapai kedewasaan dan ovulasi sampai beberapa siklus menstruasi selanjutnya. Menstruasi mengalir dari uterus terdiri atas 50 – 150 mL darah, jaringan fluid, lendir (mucus), dan sel epitel menumpahkan dari endometrium. Pemberhentian terjadi karena kemunduran level pada stimulasi progesteron dan estrogen melepaskan prostagladin yang menyebabkan arteriol rahim spiral untuk mengkerut. Sebagai hasilnya, sel uterus memasok menjadi kekurangan oksigen dan awal untuk kematian. Seluruh stratum fungsioanal meluruh. Pada waktu ini endometrium sangat tipis, sekitar 2-5 mm, karena hanya sisa stratum basalis. Aliran menstrual melalui ruang uterus melewati cervix dan vagina ke luar.

2) Fase Preovulasi Fase preovulasi adalah waktu antara akhir menstruasi dan ovulasi. Fase preovulasi pada siklus adalah sangat bervariasi dalam lamanya daripada fase lainnya dan jumlah lebih berbeda dalam lamanya pada siklus. Ini berlangsung dari hari ke 6 sampai 13 dalam 28 siklus sel. Kejadian dalam ovarium, beberapa folikel sekunder dalam ovarium mulai mensekresikan estrogen dan inhibin. Pada hari ke 6, folikel sekunder tunggal dalam satu dari dua ovarium menguasai untuk menjadi folikel dominan. Estrogen dan inhibin disekresi oleh folikel dominan menurunkan sekresi FSH, yang menyebabkan lainnya, perkembangan folikel kurang baik untuk menghentikan pertumbuhan dan mengalami atresia. Fraternal kembar atau triplet dihasilkan ketika dua atau tiga folikel sekunder menjadi kodominan dan kemudian ovulasi dan fertilisasi pada waktu yang sama. Secara normal, satu folikel sekunder dominan menjadi folikel dewasa (graafin), yang berlanjut memperbesar sampai lebih dari 20 mm dalam diameter dan siap untuk ovulasi. Bentuk folikel seperti tonjolan melepuh karena pembengkakan antrum di permukaan ovarium. Selama akhir proses maturasi, folikel dewasa berlanjut untuk meningkatkan produksi estrogen. Fase menstrual dan preovulasi bersama masuk dalam fase folikular karena folikel ovarium tumbuh dan berkembang. Kejadian dalam uterus, estrogen dilepaskan kedalam darah oleh perkembangan folikel ovarium menstimulasi perbaikan pada endometrium, sel stratum basalis mengalami mitosis dan memproduksi stratum fungsional baru. Endometrium mempertebal, memendek, perkembangan kelenjar endometrial lurus, dan gulungan arteriol, dan memperpanjang penetrasi stratum fungsionalis. Tipisnya endometrium kira-kira rangkap, sekitar 4-10 mm. Fase preovulasi juga memasukan fase proliferativ karena endometrium berkembangbiak. 3) Ovulasi Ovulasi, putusnya folikel dewasa dan keluar pada oocyt sekunder kedalam rongga panggul, biasanya terjadi pada hari ke 14 dalam siklus 28 hari. Selama ovulasi, oocyt sekunder tetap dikelilingi oleh zona pelucida dan korona radiata. Level tinggi pada estrogen selama akhir bagian fase preovulasi menggunakan efek feedback positif dalam sel yang mensekresi LH dan gonadotropin-releasing hormon (GnRH) dan menyebabkan ovulasi. Dari waktu ke waktu, oocyt hilang dalam ruang pelvis dimana kemudian dihancurkan. Jumlah kecil darah yang beberapa waktu dikeluarkan ke ruang pelvis dari pecahnya folikel dapat

menyebabkan rasa sakit, diketahui sebagai mittelschmerz pada waktu ovulasi. Akhir perhitungan mendeteksi kenaikan level LH dapat digunakan untuk memprediksi kemajuan hari pada ovulasi. 

Pertengahan siklus, gelombang pada LH memicu ovulasi

Gambar 9: Proses Ovulasi

4) Fase postovulasi Fase postovulasi pada siklus reproduksi wanita adalah antara ovulasi dan permulaan menstruasi berikutnya. Lamanya, setiap bagian konstan pada siklus reproduksi wanita. Ini berlangsung selama 14 hari dalam siklus 28 hari, dari hari ke 15 sampai hari ke 28. Estrogen adalah hormon ovarium primer sebelum ovulasi; setelah ovulasi, kedua progesteron dan estrogen disekresikan oleh korpus luteum

Gambar 10: Siklus Menstruasi pada Perempuan

Kejadian dalam ovarium, setelah ovulasi folikel dewasa runtuh, dan ruang membran antara sel granulosa dan theca interna luruh. Ketika darah berbentuk gumpalan dari mengeluarkan darah sedikit pada pecahnya folikel, folikel menjadi korpus hemorrhagium. Sel

Theca interna bercampur dengan sel granulosa menjelam kedalam sel korpus luteumdibawah pengaruh LH. Distimulasi oleh LH, korpus luteum mensekresi progesteron, estrogen, relaksin, dan inhibin. Sel luteal juga menyerap gumpalan darah. Referensi pada siklus ovarium maka fase ini disebut fase luteal. Kejadian lanjutan dalam ovarium bahwa ovulasi oocyt tergantung pada bagaimanakah oocyt di fertilisasi. Jika oocyt tidak di fertilisasi, korpus luteum memiliki masa hidup hanya 2 minggu. Kemudian, aktivitas sekretori menurun, dan memburuk kedalam korpus albicans. Seperti level progesteron, estrogen dan inhibin menurun, pelepasan GnRH, FSH, dan LH kenaikan kaitannya dengan kehilangan pada penindihan feedback negatif oleh hormon ovarium. Pertumbuhan folikel mulai lagi dan satu siklus ovarian baru dimulai. Jika oocyt sekunder difertilisasi dan mulai untuk membagi, korpus luteum bertahan melewati normal masa hidup 2 minggu. Ini menolong dari kemunduran oleh human chrionic gonadrotopin (hCG). Hormon ini diproduksi oleh chorion pada embrio mulai sekitar 8 hari setelah fertilisasi. Seperti LH, hCG menstimulasi aktivitas sekretori pada korpus luteum. Kehadiran hCG pada darah ibu atau urin adalah indikator kehamilan dan hormon dideteksi oleh tes kehamilan. Kejadian dalam uterus, progesteron dan estrogen diproduksi oleh kenaikan pertumbuhan korpus luteum dan membelitkan diri pada kelenjar endometrial, vaskularisasi endometrium superfisial, dan penipisan endometrium hingga 12 sampai 18 mm (0,48 – 0,72 in). Karena aktivitas sekretori pada kelenjar endometrial yang memulai mengeluarkan glikogen, periode ini disebut fase sekretori pada siklus uterin. Ini persiapan puncak perubahan kira-kira satu minggu setelah ovulasi, waktu ini fertilisasi ovum dapat mencapai uterus. Jika fertilisasi tidak terjadi, level progesteron dan estrogen mundur terkait dengan degenerasi korpus luteum. Penarikan progesteron dan estrogen menyebabkan menstruasi. Gambar dibawah ini meringkas interaksi hormonal dan perubahan siklikal dalam ovarium dan uterus selama siklus ovarium dan uterin. Hormon dari pituitari anterior mengatur fungsi ovarium, dan hormon dari pengaturan perubahan ovarium dalam lapisan endometrium pada uterus. 

Hormon dari pituitari meregulasi fungsi ovarium, dan hormon dari ovari meregulasi perubahan dalam lapisan endometrium pada uterus

E. Keseimbangan Sistem Reproduksi Sistem Tubuh Konstribusi pada Sistem Reproduksi Untuk semua sistem Sistem reproduksi laki-laki dan perempuan memproduksi gamet tubuh (oocyt dan sperma) yang bersatu untuk membentuk embrio dan janin., dimana mengandung sel yang membelah dan deferensiasi ke bentuk semua sistem organ pada tubuh. Sistem integumen Androgen menaikan pertumbuhan rambut tubuh. Estrogen menstimulasi deposisi pada lemak dalam payudara, abdomen, dan pinggul. Kelenjar mammae memproduksi susu. Kulit meregang selama kehamilan sebagai perbesaran janin. Sistem skelet Androgen dan estrogen menstimulasi pertumbuhan dan pemeliharaan pada tulang dalam sistem skelet. Sistem muskular Androgen menstimulasi pertumbuhan otot skelet. Sistem otak Androgen mempengaruhi libido (sex drive). Estrogen dapat memainkan peran dalam perkembangan daerah khusus pada otak pada laki-laki. Sistem endokrin Testosteron dan estrogen menggunakan efek feedback pada hipotalamus dan kelenjar pituitari anterior. Sistem kardiovaskular Estrogen menurunkan level kolesterol darah dan dapat mengurangi resiko penyakit arteri koronari pada wanita dibawah umur 50 tahun. Sistem limpatik Kehadiran antibiotik seperti bahan kimia dalam semen dan keasaman pH pada cairan vagina menyediakan imunitas melawan mikroba dalam bidang reproduksi. Sistem respirasi Gairah seksual meningkat dan kedalaman pernafasan. Sistem digesti Kehadiran fetus (janis) selama kehamilan mendesak organ digestiv, yang menyebabkan mulas dan konstipasi.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Pada mulanya sistem reproduksi pria dan wanita memiliki struktur yang sama. Kehadiran gen SRY (Sex-Determining Region of the Y chromosome) menentukan terbentuknya testis. Dengan adanya gen SRY akan menstimulasi pelepasan hormon testosterone, Anti-Mulerian Hormon (AMH), dan DHT yang berperan dalam perkembangan alat reproduksi pria, sedangkan pada wanita hormon tersebut tidak ditemukan. 2) Sistem reproduksi pada pria terdiri dari testis, organ bagian dalam, dan organ bagian luar. Testis merupakan tempat pembentukan sperma, organ bagian dalam terdiri dari dua komponen penting yaitu saluran sperma (Vas deferen, saluran ejakulasi, uretra) dan kelenjar aksesori (cowper, vesikula seminalis, prostat), serta organ bagian luar yang terdiri dari penis dan skrotum. Fisiologi kerja sistem reproduksi pada pria dikendalikan oleh hormon Testosteron. Beberapa mekanisme fisiologi yang terjadi pada alat reproduksi pria antara lain ereksi, emisi dan ejakulasi. 3) Sistem reproduksi pada wanita terdiri dari ovarium, organ bagian dalam, dan organ bagian luar. Ovarium terdiri dari sepasang setiap wanita, merupakan organ penghasil sel telur. Organ bagian dalam berkembang dari saluran Wolfian yang menjadi tuba fallopi/oviduk, uterus, dan serviks. Organ bagian luar terdiri dari vagina, klitoris, dan labia (mayor dan minor). Fisiologi kerja sistem reproduksi wanita terdiri dari menstruasi (apabila sel telur tidak dibuahi) dan kehamilan (apabila sel telur dibuahi). B. Saran

DAFTAR PUSTAKA Campbell. 2008. BIOLOGY: Seventh Edition. San Fransisco: Pearson Education, Inc Fried, George H. 2010. Schaum’s Outline: BIOLOGY Second Edition. New York: McGraw-Hill Higher Education Silverthorn, Dee Unglaub. 2010. Human Physiology: An Intgrated Approach. San Fransisco: Pearson Education, Inc Soewolo, dkk. 2006. Common Text Book: FISIOLOGI MANUSIA. IMSTEP JICA Tate, Philip. 2009. Seeley’s Principle of Anatomy & Physiology. New York: McGraw-Hill Higher Education Tortora, Gerard J. 2009. Principle of Anatomy and Physiology. USA: John Wiley & Sons, Inc

Related Documents

Sistem
April 2020 52
Sistem
November 2019 71
Sistem Imun/ Sistem Pertahanan
December 2019 102
Sistem Urinari
June 2020 6
Sistem Koloid
June 2020 17

More Documents from ""