Sistem Pemberian Antibiotik Pasien Bukan Rawat Inap Di Depo Igd Rsud Raden Mattaher Jambi Dan Penerapan Standar Operasional Prosedur (sop) Pelayanan Antibiotik Bukan Resep Di Apotek K-24 Sipin

  • Uploaded by: puji sri lestari
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sistem Pemberian Antibiotik Pasien Bukan Rawat Inap Di Depo Igd Rsud Raden Mattaher Jambi Dan Penerapan Standar Operasional Prosedur (sop) Pelayanan Antibiotik Bukan Resep Di Apotek K-24 Sipin as PDF for free.

More details

  • Words: 1,309
  • Pages: 24
SISTEM PEMBERIAN ANTIBIOTIK PASIEN BUKAN RAWAT INAP DI DEPO IGD RSUD RADEN MATTAHER JAMBI DAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN ANTIBIOTIK BUKAN RESEP DI APOTEK K-24 SIPIN

Oleh: Quichtylichta Vaseline F1f115016 Dosen Pembimbing : Havizur Rahman, S. Farm., M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2018

Kegiatan Magang dilaksanakan di Apotek K-24 Sipin pada tanggal 4 Juni - 7 Juli 2018 dan RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 9 Juli - 4 Agustus 2018

Quichtylichta Vaseline F1f115016

Latar Belakang

PP RI No. 51 tahun 2009 Tenaga Kefarmasian Sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat ( Hadi, 2008) Pasien bukan rawat inap akan diberikan resep oleh Dokter dan dapat mengambil obat di Apotek IGD untuk pasien BPJS/umum atau pada Apotek lain untuk pasien umum saja. Sistem pemberian obat termasuk antibiotik pada pasien bukan rawat inap di Apotek IGD RSUD Raden Mattaher Jambi adalah untuk konsumsi satu hari Permenkes No. 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik Penerapan SOP pelayanan antibiotik di Apotek K-24 Sipin dirasa belum cukup baik terutama untuk pembelian bukan resep

Merujuk pada Permenkes No. 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, hal tersebut dapat mengakibatkan penggunaan antibiotik yang tidak bijak

“Sistem Pemberian Antibiotik Pasien Bukan Rawat Inap Di Depo IGD Rsud Raden Mattaher Jambi dan Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Antibiotik Bukan Resep Di Apotek K-24 Sipin”

Tujuan • Mengetahui sistem pemberian antibiotik pasien bukan rawat inap di Depo IGD RSUD Raden Mattaher Jambi • Mengetahui persentase ketidaksesuaian pemberian antibiotik pasien bukan rawat inap di Depo IGD RSUD Raden Mattaher Jambi • Mengetahui penerapan standar operasional (SOP) pelayanan antibiotik untuk pembelian antibiotik bukan resep di Apotek K-24 Sipin • Mengetahui persentase penerapan standar operasional (SOP) pelayanan antibiotik untuk pembelian antibiotik bukan resep di Apotek K-24 Sipin

• Infeksi Bakteri Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barier mukosa atau kulit dan menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi (Darmadi, 2008).

Antibiotik Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya bakteri). Resistensi Antibiotik Penggunaan antibiotik yang tidak rasional (overuse, underuse dan misuse) membawa dampak negatif berupa meningkatnya biaya, timbulnya kegagalan terapi dan interaksi obat serta bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

Prinsip Penggunaan Antibiotik untuk Terapi Empiris dan Definitif 1. Antibiotik Terapi Empiris Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya

2. Antibiotik untuk Terapi Definitif Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya. Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya

Permasalahan yang dihadapi pada RSUD Raden Mattaher

Sistem pemberian antibiotik di depo IGD RSUD Raden Mattaher Jambi tidak sesuai dengan jumlah antibiotik yang telah diresepkan, dimana antibiotik hanya diberikan untuk satu hari pemakaian saja. Selain itu pasien tidak menerima salinan resep yang dapat digunakan untuk memperoleh obat di Apotek lain. Hal ini dapat mengakibatkan antibiotik yang pasien konsumsi tidak tepat baik dari segi dosis dan lama pemakaian

Solusi dan Pembahasan pada RSUD Raden Mattaher

Merujuk pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang pedoman umum penggunaan antibiotik Presentase ketidaksesuaian pemberian antibiotik mencapai 86,67% (Tabel 1). Hal ini mengakibatkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional yakni underuse atau tidak mencapai dosis dan lama pemakaian yang diinginkan. Pasien tidak mendapatkan salinan resep SOLUSI: Penulis menyarankan untuk pasien bukan rawat inap di depo IGD RSUD Raden Mattaher Jambi yang hanya diberikan antibiotik untuk konsumsi satu hari, dapat pula diberikan salinan resepnya agar pasien dapat melanjutkan konsumsi antibiotik dengan jumlah yang sesuai Pasien dianjurkan untuk berobat ke puskesmas apabila pemakaian obat untuk satu hari yang diberikan kepada pasien tersebut belum menimbulkan efek terapi SOLUSI: Apabila pasien tidak ingin membeli obat di Apotek luar khususnya untuk pasien BPJS, dapat diberikan informasi bahwa pasien harus berobat kembali ke puskesmas keesokan harinya serta pasien diberikan pula riwayat obat yang telah diberikan oleh Apotek IGD RSUD Raden Mattaher Jambi untuk dibawa saat berobat ke puskesmas agar dapat dijadikan acuan pengobatan selanjutnya.

Permasalahan yang dihadapi pada Apotek K-24 Sipin

1. Pelayanan antibiotik bukan resep dapat dilakukan oleh karyawan non kefarmasian sehingga penerapan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan kurang berjalan sepenuhnya. Dengan SOP pelayanan antibiotik sebagai berikut:

Permasalahan yang dihadapi pada RSUD Raden Mattaher

2. Pengawasan dalam pembelian antibiotik bukan resep belum cukup baik, sehingga dikhawatirkan pemberian informasi penggunaan antibiotik pada pasien tidak maksimal, serta adanya kemungkinan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dari segi indikasi, dosis, waktu pemberian, lama penggunaan hingga tidak tepat pasien.

Solusi dan Pembahasan Pada Apotek K-24 Sipin Masalah 1 Penerapan SOP dengan presentase jarang lebih besar dibandingkan dengan kategori sering dan sangat sering. Hal ini dikarenakan pelayanan antibiotik bukan resep dapat dilakukan oleh pegawai non kefarmasian. Merujuk pada PP RI No. 51 tahun 2009, tentang tenaga kefarmasian Menurut PERMENKES no 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, penyampaian informasi harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian. SOP poin 3 (Gambar 6) yakni “maksimal pembelian antibiotik hanya untuk 5-7 hari” tersebut jarang diterapkan dimana pasien boleh membeli antibiotik dalam jumlah besar Pembelian antibiotik non resep memiliki faktor kesalahan terapi yang lebih besar Penulis menyarankan petugas farmasi bukan hanya wajib melayani pembelian antibiotik dengan menggunakan resep saja, namun juga wajib melayani pembelian antibiotik non resep.

Masalah 2 Pasien yang membeli antibiotik tanpa resep dokter terkadang tidak megetahui apakah antibiotik yang digunakan telah tepat atau tidak. Apotek K-24 membuat form assassemen antibiotika yang berisikan biodata pasien yang menggunakan antibiotik tersebut dengan tujuan untuk mengawasi pembelian antibiotik terutama untuk pembelian antibiotik tanpa resep dokter. Tidak semua pegawai di Apotek K-24 mengetahui/ mengingat adanya SOP dari pengisian assassemen tersebut. Merujuk pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang pedoman umum penggunaan antibiotik, dimana penggunaan antibiotik yang rasional adalah ketika pasien mendapatkan antibiotik yang tepat, dosis yang sesuai kebutuhan pasien, selama periode waktu yang adekuat, dengan harga yang dapat dijangkau oleh pasien dan keluarganya. Penulis menyarankan agar setiap pertukaran shift diadakan pertemuan untuk kembali menyampaikan dan mengingatkan SOP yang penting untuk diterapkan. Serta untuk pembelian antibiotik baik resep ataupun bukan resep dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian.

Kesimpulan Sistem pemberian antibiotik pasien bukan rawat inap di depo IGD RSUD Raden Mattaher Jambi hanya untuk pemakaian satu hari sehingga tidak sesuai dengan frekuensi penggunaan yang telah dituliskan pada resep, dengan presentase ketidaksesuaian sebesar 86,67%. Sedangkan penerapan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan antibiotik bukan resep di Apotek K24 Sipin belum cukup baik mengingat pelayanan dapat dilakukan oleh tenaga non kefarmasian, dengan presentase penerapan SOP kategori sangat sering 14,28%, sering 28,57% dan jarang 57,14%.

Saran 1. Sebaiknya pemberian antibiotik di depo IGD RSUD Raden Mattaher Jambi dapat disertai dengan salinan resepnya agar pasien dapat melanjutkan konsumsi antibiotik dengan jumlah yang sesuai. Atau apabila pasien tidak ingin membeli obat di Apotek luar khususnya untuk pasien BPJS, dapat diberikan informasi bahwa pasien harus berobat kembali ke puskesmas keesokan harinya serta pasien diberikan pula riwayat obat yang telah diberikan oleh Apotek IGD RSUD Raden Mattaher Jambi untuk dibawa saat berobat ke puskesmas agar dapat dijadikan acuan pengobatan selanjutnya, serta pelayanan antibiotik bukan resep di Apotek K-24 dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang bertugas agar SOP pelayanan antibiotik tersebut dapat diterapkan dengan baik. 2. Diharapkan untuk selanjutnya dapat dilakukan pengamatan mengenai program pengendalian resistensi antimikroba di Rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 8 tahun 2015 dan KIE yang tepat untuk penggunaan antibiotik tertentu guna mengendalikan penggunaan antibiotik di masyarakat dan mencegah resistensi antibiotik.

THANKYOU

Related Documents


More Documents from "Budi Jr"