Sistem Informasi Klp 7

  • Uploaded by: Alifia Rizky Wardani
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sistem Informasi Klp 7 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,115
  • Pages: 11
A.SISTEM INFORMASI TUBERKULOSIS TERPADU (SITT) Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT) merupakan aplikasi berbasis web yang dikembangkan untuk pelaporan data TB. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Kematian akibat tuberkulosis diperkirakan sebanyak 1,4 juta kematian ditambah 0,4 juta kematian akibat tuberkulosis pada orang dengan HIV. . Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus baru terbanyak kedua di dunia setelah India (WHO dalam Kementerian Kesehatan, 2017).Peningkatan beban masalah TB disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan beban masalah TB yakni kegagalan program TB. Kegagalan program TB ini salah satunya 1.diakibatkan oleh tidak memadainya organisasi pelayanan TB yang meliputi 2.kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, 3.obat yang tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukannya pemantauan, 4.pencatatan dan pelaporan yang tidak standar, dan sebagainya (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis dalam pasal 22 ayat (1) dan (3), dalam rangka mendukung penyelenggaraan program penanggulangan TB diperlukan data dan informasi yang dikelola dalam sistem informasi. Sistem informasi program penanggulangan TB dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi. Pencatatan menggunakan formulir baku secara manual didukung dengan sistem informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB menggunakan sistem informasi elektronik. Sistem pencatatan-pelaporan TB secara elektronik menggunakan Sistem Informasi TB Terpadu (SITT) yang berbasis web dan terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan secara nasional (Kementerian Kesehatan, 2014). Pencatatan dan pelaporan TB dengan menggunakan SITT dilakukan ecara berjenjang, yakni mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL), dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, hingga kementerian kesehatan. Dinas Kesehatan menggunakan SITT dalam kegiatan pencatatan dan pelaporan TB. Kegiatan ini dilakukan oleh Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan yakni pada Seksi Pengendalian Penyakit. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Unit Pojok DOTS pada tanggal 12 Maret 2018, diketahui bahwa dari 6 orang pasien TB yang kontrol di Unit Pojok DOTS pada hari tersebut, pencatatan hanya dilakukan secara manual pada formulir TB yang disediakan. Pencatatan TB dengan menggunakan SITT hanya dilakukan setiap akhir triwulan saja, yaitu pada saat akan memasuki periode pelaporan pasien TB. Pencatatan dan pelaporan TB secara komputerisasi dengan menggunakan SITT tidak langsung dilakukan. Petugas di Unit Pojok DOTS

menyatakan bahwa permasalahan yang dialami saat melakukan input data ke SITT cukup banyak. Permasalahan tersebut yakni data yang telah diinput ke SITT melalui formulir TB.06 harus diedit ulang terlebih dahulu agar dapat dibaca oleh wasor (wakil supervisor) dari dinas kesehatan. Pengeditan data harus dilakukan dengan urut mulai dari TB.06 agar tidak terjadi duplikasi data. Petugas menyatakan bahwa ketika memasukkan alamat pasien yang berasal dari luar Kabupaten, alamat pasien tersebut selalu hilang setelah diinput sehingga perlu diinput ulang. Selain permasalahan tersebut, petugas juga menyatakan bahwa SITT belum sesuai dengan program dari kementerian kesehatan di mana pemeriksaan dahak hanya dilakukan dua kali, sedangkan pada SITT harus diisi tiga kali. Jika salah satu tidak diisi, data akan hilang saat disimpan dan harus melakukan input data ulang. Selanjutnya, petugas juga menyatakan bahwa saat jumlah pasien yangdiinput sudah mencapai 100, sistem informasi menjadi lambat. Petugas harus menunggu hingga layar berkedip untuk melakukan input data agar data yang sudah dikerjakan tidak hilang. Petugas juga mengalami kesulitan dalam mencari data pasien apabila jumlah pasien sudah banyak. Hal itu dikarenakan oleh tidak terdapatnya fasilitas untuk mencari data pasien. Petugas harus mengurutkan nama pasien satu per satu, namun jika data diurutkan, banyak data yang tidak muncul. Menurut Nugroho (2010), ketika pengguna ditawarkan untuk menggunakan suatu sistem yang baru, sejumlah faktor mempengaruhi keputusan mereka tentang bagaimana dan kapan akan menggunakan sistem tersebut, khususnya dalam hal usefulness (pengguna yakin bahwa kinerjanya akan meningkat dengan menggunakan sistem tersebut) dan ease of use (pengguna yakin bahwa penggunaan sistem tersebut akan membebaskannya dari kesulitan, dalam artian sistem tersebut mudah digunakan). Technology Acceptance Model (TAM) merupakan teori sistem informasi yang membuat model tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi. Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi fokus dunia internasional. Dengan masuknya TB sebagai salah satu indikator MDGs (Millenium Development Goals), semakin banyak perhatian yang diberikan kepada penyakit yang menular melalui udara ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang terklasifikasi dalam 22 High TB Burden Countries (negara dengan beban penyakit TByang tinggi) dan mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi donor dan nirlaba internasional.Program Pengendalian TB nasional (P2TB) yang digawangi oleh Subdirektorat TB (Subdit TB) Kementerian Kesehatan telah dimulai sejak tahun 1969. Meskipun demikian, programnya baru mengadopsi strategi DOTS (Direct Observed Therapy Short course) sejak tahun 1995 (Kementerian Kesehatan, 2011b). Elemen kelima dalam strategi DOTS adalah sistem pengawasan dan evaluasi dan pengukuran dampak yangdidefinisikan dengan adanya sistem pencatatan individual data pasien dan hasil pengobatan yang terstandarisasi dan dapat diandalkan untuk memonitor hasil pengobatan di berbagai level layanan atau administrasi kesehatan dengan data yang berkualitas.Sistem

pencatatan dan pelaporan TB (P2TB) sendiri baru dimulai pada tahun 2006 dan menghadapi tantangan berupa desentralisasi. Desentralisasi menghambat arusinformasi data surveilans epidemiologi dari daerah ke pusat dan sebaliknya terutama yang berbasis fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk menjawab tantangan tersebut, salahsatu strategi yang diambil adalah meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan informasi yang berfokus pada pemanfaatan informasi rutin untuk pengambilan keputusan strategis dan operasional dalam program pengendalian TB. Upaya tersebut meliputi pengembangan pelaporan rutin berbasis web yang kemudian disebut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT) serta adanya integrasi surveilans TB dalam Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang ada di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI.Pada tahun 2011, Subdit TB memulai pengembangan sistem P2TB terintegras yang disebut dengan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). Sistem ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan untuk menangkap semua data dan informasi terkait program TB nasional dan mengelolanya secara menyeluruh untuk dapat memenuhi kebutuhan advokasi, perencanaan, pengawasan dan evaluasi program (Silva, 1994 cit. Cohn et al., 2005; Kementerian Kesehatan, 2011, Ali and Horikoshi, 2002).SITT akan menjadi mekanisme andalan Subdit TB dalam pengumpulan data terkait program TB dan dapat memberikan informasi yang terpadu dan komprehensif, termasuk juga indikator-indikator keberhasilan program TB yang dibutuhkan untuk kebutuhankebutuhan di tingkat pengambilan kebijakan. Subdit TB menerima bantuan dari beberapa organisasi donor internasional seperti Global Fund (GF) dan U.S. Agency for International Development (USAID) dalam proses pengembangan dan implementasi SITT. Pengembangan sistem informasi yang mampu mencatat, memvalidasi dan menganalisis informasi terkait pasien dan inventori dalam program TB ini juga menjadi salah satu syarat skema GF untuk P2TB.Idealnya rencana pengembangan sistem informasi dituangkan dalam sebuah dokumen rencana induk strategis yang juga meliputi peta perjalanan sistem informasi. Saat ini, rencana pengembangan SITT yang telah disusun baru berupa peta jalan yang berisi tahap-tahap yang diharapkan dicapai SITT secara garis besar. Fase-fase ini belum memiliki penjelasan yang terperinci mengenai strategi untuk mencapainya Pengembangan sistem informasi P2TB ini diharapkan selesai dalam 5 tahap. Pengembangan awal sistem P2TB elektronik dimulai dengan pengembangan sistem register TB elektronik berbasis Excel. Register berbasis kasus ini kemudian diadaptasikan ke dalam sistem informasi berbasis web yang kemudian disebut dengan SITT tahap 1. Pada tahap pertama ini, modul yang dikembangkan adalah register kasus dan logistik obat. SITT diimplementasikan di tingkat kabupaten/kota untuk mengunggah data yang bersifat agregat dan masih belum menyentuh data program selain kasus dan logistik.Pada tahap-tahap berikutnya, SITT diharapkan dapat mencakup elemen program pengendalian TB yang lain yaitu laboratorium, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta, sumber daya manusia dan lain-lain. SITT juga diharapkan dapat berintegrasi dengan SIKNAS online (Sistem Informasi Kesehatan Nasional)

yang sedang diimplementasikan oleh Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kementerian Kesehatan yang dikembangkan menggunakan kerangka kerja pengembangan sistem informasi kesehatan nasional yang dikembangkan oleh WHO – Health Metrics Network(HMN). Strategi yang disarankan oleh Braa dan Hanseth (2007) untuk pengembangan sistem informasi kesehatan di negara berkembang, adalah untuk mengimplementasikan sistem informasi kesehatan yang dikembangkan secara kecil di satu wilayahadministratif (seperti provinsi). Kemudian dalam prosesnya, sistem informasi tersebut disempurnakan dan kemudian dikembangkan dan diekspansi implementasinya. Strategi ini juga digunakan oleh berbagai negara dalam implementasi sistem informasi kesehatannya (Ali dan Horikoshi, 2002; Mengiste, 2010, Smith and Madon, 2007).

Berbeda dengan strategi yang disarankan oleh Braa dan Hanseth (2007) dan strategi yang diterapkan di berbagai negara tersebut, SITT diimplementasikan langsung secara luas ke 33 provinsi (tahap-tahap pengembangan dalam Gambar 1.1 akan dijelaskan lebih lanjut di Bab 2).Saat ini adalah saat yang krusial bagi SITT, di mana pengembangan tahap 2 yaitu pengembangan modul untuk laboratorium, SDM, logistik, dan penyedia layanan swasta sedang dilakukan. Subdit TB memerlukan rencana induk strategis untuk pengembangan SITT. Untuk itu diperlukan analisis situasi, analisis strategi yang tepat untuk SITT dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan dikembangkannya SITT, baik bagi Subdit TB sebagai pengguna utama data, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota sebagai pengguna data di lapangan, dan unit layanan kesehatan sebagai pengguna akhir dari SITT. Penulis sendiri saat ini terlibat langsung dalam pengembangan SITT melalui salah satu organisasi nirlaba internasional yang memberikan bantuan teknis kepada P2TB, sehingga diharapkan masukan atau umpan balik dapat langsung diberikan kepada P2TB sesuai dengan temuan yang didapatkan selama maupun sesudah penelitian. Panduan pemanfaatan teknologi informasi ini selanjutnya akan disebut panduan P2TB elektronik WHO. Panduan tersebut dibagi dalam beberapa bagian, yaitu: 1) panduan mengenai kebutuhan umum (general requirements) sistem P2TB elektronik 2) panduan mengenai kebutuhan khusus (specific requirements) sistem P2TB elektronik 3) panduan dalam pemilihan solusi 4) panduan dalam implementasi sistem P2TB elektronik

B.SISTEM INFORMASI HIV/AIDS DAN IMS (SIHA)

Sistem Kesehatan NasionalKompleksitas masalah kesehatan membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat melalui pengembangan dan penerapan kebijakan serta program kesehatan yang didukung oleh proses manajemen yang handal. Perencanaan, implementasi dan evaluasi manajemen program kesehatan yang berkualitas dapat dihasilkan melalui dukungan data dan informasi yang valid. Validitas data dan informasi dicapai melalui sistem informasi yang tepat waktu, reliable dan mampu menekan redudansi data.

Variasi sistem di tingkat kabupaten/kota, fragmentasi sistem puskesmas dan rumah sakit serta belum adanya standarisasi pencatatan dan pelaporan menjadi masalah pada sistem informasi kesehatan nasional. Penataan sistem informasi kesehatan dan penggunaan teknologi informasi berupa computer-networking dan cloud-technology merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pencatatan dan pelaporan data kesehatan.

Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur tanggung jawab pemerintah dalam penyediaan akses dan pengelolaan informasi kesehatan. Kementerian Kesehatan melalui Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Daerah Generik (SIKDA Generik) berupa perangkat lunak untuk mengintegrasikan berbagai program kesehatan di layanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan.

Penggunaan teknologi informasi juga diterapkan pada program HIV-AIDS melalui aplikasi SIHA. SIHA atau Sistem Informasi HIV-AIDS merupakan perangkat lunak yang dijalankan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengolahan data menjadi informasi dari berbagai kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS. Aplikasi SIHA terdiri dari beberapa modul yang mencatat kegiatan VCT, PITC, PMTCT, harm reduction, penjangkauan hingga surveilans sentinel HIV.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional mengatur peran dan posisi sistem informasi dalam sistem kesehatan nasional. Sistem informasi kesehatan bukan sistem yang berdiri sendiri namun bagian dari sistem kesehatan nasional. Aktifitas pencatatan dan pelaporan dalam sistem informasi menghasilkan data dan informasi yang mendukung proses pengambilan keputusan di tingkat puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, propinsi hingga pusat. Integrasi SIHA dalam SIKDA Generik dibutuhkan untuk menjamin sinergi kebutuhan data dan informasi serta optimalisasi penggunaan basis data kesehatan dalam

menunjang sistem informasi kesehatan nasional. Integrasi kedua aplikasi tersebut diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses pemasukan dan pengolahan data menjadi informasi yang dibutuhkan oleh setiap level manajemen.

Integrasi SIHA dalam SIKDA Generik seharusnya mendukung integrasi program penanggulangan HIV-AIDS dalam sistem kesehatan nasional. Integrasi ini berdasarkan atas sinergi dan peran program penanggulangan HIV-AIDS dalam tujuan kesehatan nasional yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diimplementasikan menjadi indikator program penanggulangan HIV-AIDS yang mendukung keberhasilan program kesehatan nasional. Indikator tersebut selain akan menentukan jenis data dan informasi HIV-AIDS yang dibutuhkan oleh sistem informasi kesehatan nasional, sekaligus juga menjadi informasi standar sebagai keluaran SIKDA Generik yang telah terintegrasi dengan SIHA.

Integrasi sistem informasi HIV-AIDS ditunjukkan dengan dihasilkannya informasi tentang indikator program HIV-AIDS pada sistem informasi kesehatan nasional. Informasi indikator ini dihasilkan melalui proses manajemen data berjenjang mulai level puskesmas hingga pusat. Daerah melakukan pengumpulan, analisis dan interpretasi data secara rutin dan hasilnya didiseminasikan pada setiap level manajemen. Hasil assessment menjadi informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan diimplementasikan dalam bentuk produk upaya penanggulangan HIV-AIDS.

Penerapan integrasi sistem informasi HIV-AIDS pada sistem informasi kesehatan nasional cenderung semakin meningkat. Keberadaan penyakit koinfeksi yang menyertai membuat program HIV-AIDS akan bersinggungan dengan program kesehatan lainnya, antara lain dengan TB pada kolaborasi TB-HIV (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV). Selain itu penerapan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan membutuhkan pemantauan terhadap hak yang seharusnya diterima oleh populasi kunci. Kondisi ini akan berdampak pada sistem informasi yang mendukungnya. Integrasi SIHA, SITT (Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis), SIKDA Generik, Surveilans Epidemiologi dan P-Care menjadi kegiatan yang semakin kompleks.

Mengingat upaya penanggulangan HIV-AIDS merupakan salah satu tujuan MDGs dan menjadi prioritas pada masalah kesehatan maka integrasi sistem informasi HIV-AIDS dalam sistem informasi kesehatan nasional merupakan hal yang mutlak. Integrasi berbagai aplikasi sistem informasi, termasuk SIHA dan sistem informasi terkait lainnya merupakan bentuk koordinasi lintas program sebagai upaya nyata amanat undang-undang dalam penanganan masalah kesehatan secara multi sektor.

C.SISTEM INFORMASI MALARIA (E-SISMAL) E-Sismal (Elektronik Sistem Informasi Surveilans Malaria) Elekronik Sistem Informasi Surveilans Malaria (E-Sismal) • E-Sismal adalah sistem pencatatan dan pelaporan surveilans malaria berdasarkan elektronik. Sistem ini menggunakan MS Excel yang sudah diperkaya dengan visual basic • Input data dilakukan di tingkat puskesmas atau rumah sakit dan pada tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan pusat dilakukan rekapitulasi • Manajamen data malaria adalah bagian dari manajemen sumber daya informasi mengenai malaria yang mencakup semua kegiatan pengendalian malaria untuk memastikan bahwa data tersebut adalah akurat, mutakhir, aman dan tersedia untuk pengguna/provider, pemerintah, stakeholder dan masyarakat. • Sistem pencatatan dan perekaman data penyakit malaria meliputi penemuan secara rutin dan khusus, Sumber data rutin adalah hasil kegiatan penemuan penderita pasif case detection (PCD) dan penemuan penderita secara aktif (ACD). •

Form-form yang digunakan dalam kegiatan pencatatan dan pelaporan adalah :

Form Kartu Pasien Form Pencatatan Bulanan •

Aplikasi berbasis Windows



Tampilan dalam bentuk Grid / Tabel, sehingga user friendly

• Dibuat dengan Visual Basic Application (VBA) dan Microsoft Excel (disarankan menggunakan Excel 2007 atau versi lebih baru) •

Terdapat berbagai fasilitas menu untuk memudahkan pengguna. (dropdown, Filter, dll)



Tampilan Grafik secara otomatis

Petunjuk Umum 1. Spesifikasi PC/Laptop a. OS : winxp atau lebih tinggi b. MS Excel 2. Setting Regional Format Start àexplore à control panel àregional and language optionsà costumize à tab date à pada baris date ganti menjadi : dd/MMM/yyyy à OK 3. Setting macros a. Pada MS excel klik symbol MS excel 2007 à ekcel option à popular à centang pada Show the developer in the ribbon à Ok b. Pada MS Excel pilih tab Developer à Macro Security à pilih Enable all Macros dan centang Trust access to the VBA project object model. à OK 4. Setting extensi file (khusus Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat) Startà Explore à Tools à Folder Option à tab View à centang hide extensions for known file type 5. Penempatan dan Penamaan File/Folder Buat folder pada drive c dengan nama e-sismal a. Format Penamaan file/Folder Laporan tahunan: NamaPuskesmas[spasi]tahun[spasi]BL[spasi] Bulan (dengan angka) Contoh: PasarMinggu 2011 BL 1 à berarti : puskesmas Pasar Minggu tahun 2011 bulan Januari b. Format Penamaan folder laporan tahunan: NamaPuskesmas[spasi]Tahun Contoh : PasarMinggu 2011 melakukan konsep sistem surveilance malaria yaitu dengan pendekatan menyediakan sumberdaya kesehatan berupa tenaga kesehatan surveilance masyarakat untuk melakukan pengamatan dini (SKD) malaria di puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka mencegah KLB malaria, dengan adanya tenaga kesehatan surveilance ini diharapkan menghasilkan informasi yang cepat dan akurat sebagai dukungan terhadap sistem informasi kesehatan (SIK) sehingga dapat disebarluaskan dan dapat digunakan sebagai bahan manajemen untuk penanggulangan malaria secara cepat dan tepat sebagai dasar menyusun perencanaan

yang sesuai dengan permasalahan, disamping itu juga diharapkan mendapatkan informasi kesehatan berupa distribusi penyakit malaria menurut orang, tempat dan waktu. Disamping penyediaan tenaga survelance kesehatan juga dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dengan membentuk Juru Malaria Desa (JMD) sebagai salah satu tenaga yang dapat membantu terlaksananya SKD malaria. Komponen Mekanisme Sistem Informasi Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di , manejemn kesehatan yang dilaksanakan selama kurang waktu tertentu membutuhkan informasi kesehatan yang tersusun dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dan merupakan sub sistem Sistem Kesehatan. Sistem surveilance epidemiologi kesehatan merupakan sub sistem dari Sistem Informasi Kesehatan (SIK), yang mempunyai fungsi strategis sebagai intelijen penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang mampu berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi epidemiologi untuk mewujudkan Indonesia Sehat dalam rangka ketahanan nasional. Agar sistem surveilance epidemiologi berhasil guna dibutuhkan hubungan antara sub sistem dan susb sistem serta komponen yang ada. sistem surveilance yang dilaksanakan telah digunakan secara bersama jadi bukan hanya sistem survelaince malaria saja yang dikembangkan tetapi juga sistem surveilance lainnya seperti sistem surveilance Gizi, KIA, imunisasi, dll telah dilaksanakan dalam upaya mendukung Sistem Informasi Kesehatan (SIK).Dalam upaya mendukung sistem surveialnce yang baik maka diperlukan manajemen sistem informasi kesehatan yang baik antara lain: 1.Aspek Manajemen Data, yaitu sumber data, pengumpulan data tepat waktu, kelengkapan waktu, akurasi data, pengolahan data, analisis dan interprestasi data malaria. 2.Aspek Manajemen Anggaran, yaitu sumber dana, kecukupan anggaran dalam penanggulangan malaria. 3.Aspek Perencanaan, yaitu rapat bulanan, triwulan, semesteran dan tahunan serta Rencana Tindak Lanjut (RTL). 4.Aspek Manajemen Hasil, yaitu rekomendasi dan diseminiasi informasi kesehatan yang dihasilkan yaitu informasi tentang malaria. 5.Aspek Tindak Lanjut, yaitu Identifikasi masalah, indentifikasi faktor resiko serta upaya intervensi. Manajemen Mendukung Sistem Surveillance

Dari konsep tersebut diatas, kemudian dibuat konsep operasional sistem surveilance dalam komponen mekanisme sistem informasi kesehatan, serta upaya manajemen mendukung sistem surveilance, sebagai berikut: 1.Fungsi Perencanaan Perancanaan sesuai database yang ada sehingga tepat sasaran. P2KT (Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu). 2.Fungsi Pelaksanaan Pemasaran Sosial, yaitu melakukan sosialisasi penanggulangan penyakit malaria secara terpadu dengan lintas sektor terkait. Pengembangan kemitraan, yaitu bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) dan Tokoh Masyarakat. Pemberdayaan keluarga, yaitu bekerjasama dengan keluarga untuk menjaga dirinya sendiri sehingga terhindar dari penyakit malaria dengan menerapkan program kebersihan lingkungan. 3.Fungsi Monitoring dan Evaluasi. Evaluasi kasus yaitu melakukan evaluasi data penderita malaria, untuk memastikan keberadaan penderita sehingga tidak menularkan kepada orang lain. Evaluasi kesehatan masyarakat, yaitu evaluasi sumberdayakesehatan termasuk tenaga, sarana kesehatan serta pembiayaan kesehatan malaria.

D.SISTEM INFORMASI HEPATITIS DAN SALURAN PERNAPASAN (SIHEPI) SKM telah mengambil langkah awal dengan memperkuat layanan kesehatan yaitu melaksanakan kegiatan Training SIHEPI (Sistem Informasi Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan) yang diselenggarakan oleh Subdit Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Dirjen P2P Kementerian RI pada tanggal 12 s/d 14 April 2018 lalu. Kegiatan tersebut merupakan training pencatatan dan pelaporan secara terpadu bagi petugas puskesmas khususnya pengelola/pemegang program hepatitis, pengelola program HIV dan pengelola program KIA Puskesmas se-Kabupaten Badung. Tidak hanya itu saja, petugas kesehatan di Puskesmas se-Kabupaten Badung juga diberikan imunisasi Hepatitis B karena berisiko tertular penyakit ini. Selain itu pemerintah juga melakukan penanggulangan Hepatitis Virus dengan melakukan pemeriksaan Hepatits B pada Ibu hamil untuk memutus penularan kepada bayinya, melakukan promosi kesehatan, perlindungan khusus, pemberian imunisasi Hepatitis B kepada

bayi yang baru lahir segera setelah kelahirannya, skrining darah donor, skrining organ untuk transplantasi dan penggunaan alat-alat medis yang berpotensi terkontaminasi virus hepatitis

Related Documents


More Documents from "nasirul umam"

Kasus Ppm.docx
October 2019 39
Sistem Informasi Klp 7
October 2019 24
685148106.pdf
December 2019 28
Modul Kelompok 4.doc
April 2020 33
Meso.docx
June 2020 10
Distribusi.docx
April 2020 28