SINDROMA METABOLIK
Oleh : dr. Ariadri Hafian Wulandaru Hakim
Pembimbing: dr. Arprillia Maya Putri, Mars
PROGRAM DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS KECAMATAN CILINCING DESEMBER 2017
1
Daftar Isi BAB I ......................................................................................................................................1 ILUSTRASI KASUS 1.1.
IDENTITAS PASIEN ........................................................................................................1
1.2.
ANAMNESIS ..................................................................................................................1
1.3.
ANAMNESIS SISTEM .....................................................................................................3
1.4.
DENAH RUMAH ............................................................................................................6
1.5.
GENOGRAM ..................................................................................................................7
1.6.
PEMERIKSAAN FISIK .....................................................................................................7
1.7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG ..........................................................................................9
TABEL 1. HASIL LABORATORIUM DARAH ..............................................................................9 1.8.
RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................9
1.9.
TATALAKSANA ...........................................................................................................10
1.10.
PROGNOSIS ...............................................................................................................10
1.11.
RESUME ....................................................................................................................11
1.12.
FOLLOW-UP ..............................................................................................................11
BAB II ..................................................................................................................................13 TINJAUAN PUSTAKA BAB III .................................................................................................................................25 PENGKAJIAN DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................28
BAB I ILUSTRASI KASUS
1.1. Identitas Pasien No.MR
: 3679
Inisial Pasien
: Ny. R
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 41 tahun
Tanggal Lahir
: 26 November 1976
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
: Jl. Kebantenan V, 09/02, Semper Timur, Cilincing
Agama
: Islam
Nama Suami
: Tn. W (46 tahun)
Jumlah Anak
: 2 (1 laki-laki dan 1 perempuan)
Suku Bangsa
: Betawi
Pendidikan Formal
: Tamat SMP
1.2. Anamnesis Anamnesis dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2017 secara autoanamnesis Keluhan Utama Sakit kepala sejak 2 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh pusing (sakit kepala) sejak 2 hari yang lalu. Sakit kepala pasien dirasakan hilang timbul tidak menentu. Pasien tidak mengetahui penyebab hilang dan timbulnya sakit kepala pasien. Sakit kepala pasien timbul sekitar 15 menit lalu hilang dengan sendirinya. Sakit kepala dirasakan seperti terikat diseluruh kepala. Sakit kepala dirasa menjalar sampai ke leher bagian belakang sehingga pasien mengeluh leher belakang pasien terasa berat. Mata pasien tidak merah atau berair ketika sakit kepala pasien timbul. Bagian jidad dan pipi pasien tidak nyeri. Sebelumnya pasien pernah mengeluh sakit kepala dengan keluhan yang sama yang terjadi sekitar 3 bulan yang lalu. Pada saat itu
1
pasien hanya berobat menggunakan obat warung dan sakit kepala hilang. Sejak saat itu sakit kepala pasien tidak pernah timbul sampai satu hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, terakhir diperiksa tekanan darah mencapai 150/90 satu bulan yang lalu. Pasien mengaku tidak pernah mengeluhkan nyeri kepala setiap tekanan darahnya tinggi. Pasien sebelumnya sempat mendapatkan obat kaptopril 12,5 mg sehari satu kali, namun tidak rutin dikonsumsi sampai sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengeluh sakit kepala 3 bulan yang lalu namun hilang dengan obat warung. Pasien menyangkal pernah menderita stroke, sakit jantung, sakit paru, pasien pernah didiagnosa darah tinggi 1 tahun yang lalu namun tidak rutin minum obat.
Riwayat Keluarga Orang tua pasien sudah meninggal. Pasien tidak ingat penyebab meninggalnya orang tua pasien. Ayah dan ibu dari pasien meninggal diatas usia 60. Ibu dari pasien dikatakan tampak gemuk.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sehari-hari pasien membersihkan rumah dan memasak untuk kebutuhan keluarga. Pasien tidak bekerja secara formal. Pasien tinggal bersama seorang suami dan dua orang anak pasien di sebuah kamar kontrakan. Suami pasien berumur 46 tahun. Beliau bekerja sebagai kenek truk kontainer di daerah Marunda. Anak-anak pasien berusia 6 dan 14 tahun yang bersekolah di PAUD dan SMP kelas 2. Pasien makan 4x/hari termasuk makanan riang pada malam hari. Pagi hari pukul 07.00 pasien sarapan dengan satu gelas kopi, gorengan (bakwan goreng), dan bihun goreng satu piring. Pada pukul 12.00 pasien makan siang dengan dua centong nasi, tumis sayur sawi satu setengah centong, telur satu butir, dan tahu goreng satu sampai dua potong. Pada pukul 15.00 pasien makan sore dengan menu yang kurang lebih sama dengan menu makan siang. Pukul 19.00 pasien
2
biasa mengkonsumsi teh manis satu gelas dan pada pukul 21.00 pasien mengkonsumsi roti manis satu potong. Pasien jarang mengkonsumsi buahbuahan, dan pasien sering nyemil bakwan dan tempe goreng. Pasien tidak memiliki alergi makanan.
Analisa Keuangan a. Riwayat pekerjaan
: IRT
b. Sumber dan jenis penghasilan : Suami (gaji per bulan) c. Jumlah pengeluaran perbulan : Rp 800.000,00 – Rp1.000.000,00 1.3. Anamnesis Sistem Tabel 1. Anamnesis sistem Anamnesis Sistem Organ
Hasil
Jantung dan pembuluh darah
a. Nyeri/rasa berat di dada
a. Tidak
b. Sesak nafas pada waktu kerja, naik tangga
b. Tidak
c. Terbangun tengah malam karena sesak
c. Tidak
d. Sesak saat berbaring tanpa bantal
d. Tidak
e. Bengkak pada kaki/tungkai
e. Tidak
Paru
a. Tidak
a. Sesak napas
b. Tidak
b. Demam
c. Tidak
c. Batuk, dahak Saluran lambung usus
a. Nafsu makan menurun
a. Tidak
b. Gangguan menelan
b. Tidak
c. Gangguan mengunyah
c. Tidak
d. Sakit perut
d. Ya
e. Perut terasa kembung
e. Tidak
f. Mencret
f. Tidak
3
g. Tinja berdarah
g. Tidak
h. Pembuangan tinja tiap hari
h. Ya
Saluran kemih
a. Gangguan berkemih (termasuk IU)
a. Tidak
b. Nyeri waktu berkemih
b. Tidak
c. Pancaran air kemih kurang
c. Tidak
d. Air kemih menetes
d. Tidak
e. Bangun malam untuk berkemih
e. Ya, sekali
Darah
a. Mudah timbul lebam di kulit
a. Tidak
b. Bila luka, perdarahan lambat berhenti
b. Tidak
c. Kelenjar getah bening bengkak
c. Tidak
Sendi-otot
a. Kekakuan sendi
a. Tidak
b. Bengkak sendi
b. Tidak
c. Nyeri otot
c. Tidak
Endokrin
a. Benjolan di leher (depan/samping)
a. Tidak
b. Gemetaran
b. Tidak
c. Lebih suka udara dingin
c. Tidak
d. Banyak keringat
d. Tidak
e. Lekas lelah/lemas
e. Tidak
f. Berat badan turun
f. Tidak
g. Operasi gondok
g. Tidak
h. Rasa haus bertambah
h. Tidak
i.
Mudah mengantuk
i.
Tidak
j.
Tidak tahan dingin
j.
Tidak
k. Sering lupa, sulit konsentrasi, lambat
k. Tidak
berpikir l.
l.
Mudah tersinggung
Saraf
a. Pusing/sakit kepala (rasa berputar, tanpa rasa berputar)
Tidak
a. Ya b. Tidak
4
b. Kesulitan mengingat sesuatu, konsentrasi
c. Tidak
c. Pingsan sesaat
d. Tidak
d. Gangguan penglihatan
e. Tidak
e. Gangguan pendengaran
f. Tidak
f. Rasa baal/kesemutan anggota badan
g. Tidak
g. Kesulitan tidur
h. Tidak
h. Kelemahan anggota tubuh
i.
Tidak
i.
Lumpuh
j.
Tidak
j.
Kejang-kejang
Jiwa
a. Sering lupa
a. Tidak
b. Kelakuan aneh
b. Tidak
c. Mengembara
c. Tidak
d. Murung
d. Tidak
e. Sering menangis
e. Tidak
5
1.4. Denah Rumah Kamar Kontrakan 2,5 m
a b
5 m2
2 m
c
d
Orientasi: a
: Rak (TV, kompor, dan peralatan masak)
b
: Dispenser dan penanak nasi
c
: Lemari baju
d
: Bantal, guling, selimut, keranjang baju Kamar Mandi/Toilet
e
Orientasi: e
: Bak air 6
f
f
: Kloset jongkok
1.5. Genogram
1.6. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum Keadaan umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
:
Tekanan darah
: 160/100 mmHg
Nadi
: 82/menit, regular, teraba kuat, isi cukup, dan equal
Suhu
: 36,10 C
Pernapasan
: 12x/menit, reguler
Saturasi
: 99%
Pemeriksaan Antopometri
Keadaan gizi
: baik
Tinggi badan
: 163 cm
Berat Badan
: 80 kg
7
Indeks Massa Tubuh
: 30,1 kg/m2
Status Generalis Kulit
: warna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ada ikterus
Kepala
: normosefal, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan
Rambut
: rambut hitam, persebaran merata dan tidak mudah tercabut
Mata
: konjungtiva pucat tidak ada; sklera ikterik tidak ada, diameter pupil 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung positif
Telinga
: normotia, tidak tampak sekret, tidak hiperemis, dan tidak edema
Hidung
: tidak ada deviasi septum, tidak tampak sekret, tidak hiperemis, tidak hipertrofi/edema
Tenggorok
: arkus faring simetris, uvula di tengah, tidak hiperemis dan tidak edema; tonsil T1/T1, tidak ada detritus
Gigi dan mulut : mulut tampak basah, tak ada karies gigi, tak ada gigi berlubang, tak tampak oral trush Leher
: tak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid normal; trakea di tengah, tidak ada deviasi, bruit karotis negatif, tidak ada kaku kuduk.
Jantung
: bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak terdapat murmur, tidak ada gallop
Paru Inspeksi
: tidak tampak sesak, tidak tampak penggunaan otot bantu napas, bentuk dada normal, tidak terdengar serak, mengi, dan stridor, tidak ada retraksi interkostal, diameter AP dan lateral 1:2, tidak ada penyempitan dan pelebaran sela iga, pergerakan dada statis dan dinamis simetris; RR 12/menit, reguler, torakoabdominal.
Palpasi
: trakea di tengah, perabaan seluruh dada normal, ekspansi dada normal, fremitus simetris kanan-kiri pada dada depan dan dada belakang
8
Perkusi
: Dada depan: sonor di kedua lapang paru. Dada belakang: sonor di kedua lapang paru.
Auskulasi
: dada depan dan belakang vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Abdomen Inspeksi
: tampak buncit, supel, tak tampak jaringan parut maupun venektasi, tampak striae
Palpasi
: tidak terdapat nyeri tekan, hati, limpa, dan ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA negatif
Perkusi
: tidak ada asites
Auskultasi
: terdapat bising usus normal 8x/menit
Ekstremitas
: akral hangat, tidak terdapat edema, CRT <2 detik.
1.7. Pemeriksaan Penunjang Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Gula Darah Puasa
92
70 – 115 mg/dL
Gula Darah 2 Jam PP
127
<140 mg/dL
Kolesterol Total
263
< 200 mg/dL
Trigliserida
261
< 150 mg/dL
LDL-C
169
135 – 155 mg/dL
HDL-c
34
35 – 55 mg/dL
1.8. Rumusan Masalah 1. Sefalgia ec. tension-type headache 2. Hipertensi tidak terkontrol 3. Dislipidemia 4. Obesitas derajat I
9
1.9. Tatalaksana 1.9.1. Non-farmakologis Penurunan berat badan yang dilakukan melalui: •
Aktifitas fisik berupa jalan cepat/sepeda statis/melakukan pekerjaan rumah dengan total durasi minimal 30 menit/hari selama 5 hari/minggu.
•
Diet dengan jumlah asupan kalori berdasarkan berat badan ideal pasien yaitu 1400-1500 kkal.
•
Restriksi asupan garam sebanyak 6 g/hari dan meningkatkan asupan potasium dan kalsium.
•
Restriksi asupan lemak.
1.9.2. Farmakologis Penggunaan terapi farmakologi dalam menurunkan tekanan darah, kadar trigliserida, LDL-c, meningkatkan HDL-c, dan mengatasi keluhan nyeri kepala dan nyeri ulu hati menggunakan: •
Amlodipine 1x5 mg
•
Paracetamol 3x500 mg
1.10. Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: ad bonam
Ad sanactionam
: dubia ad bonam
10
1.11. Resume Ny. R, perempuan, usia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala pada seluruh kepala terasa terikat sampai menjalar ke leher belakang sejak satu hari yag lalu, Sejak satu tahun yang lalu pasien pernah didiagnosa darah tinggi namun tidak melanjutkan mengkonsumsi pengobatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100, nadi 82x/menit, pernapasan 12x/menit, dan suhu 36,1oc. Berat badan pasien 80 kg dengan tinggi badan 163 cm dan indeks massa tubuh pasien 30,1 kg/m2. 1.12. Follow-Up 20/10/2017 S: Nyeri kepala berkurang, pasien datang untuk membaca hasil lab. O: TD 160/100 A: Obese I + Hipertensi tidak terkontrol + dislipidemia + sefalgia ec. tension type headache P: Lanjutkan terapi 20/11/2017 S: Pasien merasa pusing disertai dengan tengkuk terasa berat, pasien membeli obat darah tinggi diluar O: TD : 140/70 A: Obese I + Hipertensi terkontrol obat + dislipidemia + sefalgia ec. tension type headache P: Parasetamol 3x500 mg, amlodipine 1x5 mg 31/11/2017 S: Nyeri pinggang belakang sejak 2 hari, hilang timbul, BAK tidak nyeri, keringat dingin, nyeri tidak menjalar. O: TD : 131/80 A: Kolik renal ec susp urolitiasis dd/ myalgia ec. susp spasme otot + hipertensi terkontrol dengan obat + dislipidemia P: Meloxicam 1x15 mg, amlodipin 1x5 mg, Pro Urinalisa
11
15/12/2017 (Kunjungan Rumah) S: Pasien tidak ada keluhan, nyeri pinggang sudah hilang O: TD : 140/90 A: Hipertensi terkontrol dengan obat + dislipidemia P: Lanjutkan terapi
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Tension-Type Headache Tension-type headache atau sakit kepala terikat adalah salah satu dari jenis sakit kepala primer yang tersering. Patofisiologi dari sakit kepala terikat meliputi eksitasi dari sistem saraf pusat yang disebabkan oleh peningkatan nitric oxide sehingga terjadi spasme otot perikranial.1 Gejala dari sakit kepala terikat berupa nyeri pada seluruh kepala yang terkadang menjalar ke leher belakang sehingga menyebabkan kekakuan pada leher. Berbeda dengan jenis sakit kepala primer lainnya seperti sakit kepala migraine dan cluster yang memiliki tanda gejala lainnya, nyeri kepala terikat tidak memiliki tanda atau gejala yang menjadi ciri khas.1 Berikut perbedaan tanda dan gejala dari tiga sakit kepala primer:
Lokasi
Migraine
TTH
Cluster
Unilateral 60%-70%
Bilateral
Unilateral (periorbital/temporal)
Karakteristik
Gradual
kresendo,
Tertekan / Terikat
berdenyut
Nyeri meningkat secara cepat dan sangat nyeri
Durasi
1 jam sampai 72 jam
Tidak menentu
Gejala penyerta
Mual/muntah,
Tidak
fotofobia,
umunya
fonofobia
(aura)
ada
15 menit sampai 72 jam pada
Lakrimasi sesisi, hidung tersumbat,
sindroma
horner
Untuk menegakan diagnosis TTH (tension-type headache), terlebih dulu harus digali secara menyeluruh penyebab dari nyeri kepala tersebut melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan penunjang. Penyebab yang dapat mengakibatkan nyeri kepala pada pasien antara lain tumor (onset kronik progresif), sinusitis, penyakit infeksi tropis, nyeri kepala pasca trauma. Jika salah satu penyebab tersebut ditemukan, maka diagnosa TTH tidak dapat ditegakan.Tata laksana pada TTH pada
13
onset akut berupa analgesik seperti acetaminophen (paracetamol) maupun NSAIDs (ibuprofen, asam mefenamat, sodium diklofenak, meloxicam).1 Pada pasien Ny. R, gejala dikeluhakan berupa nyeri pada seluruh kepala dan terasa diikat. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan penyebab dari nyeri kepala yang pasien keluhkan sehingga diagnosa tension-type headche dapat ditegakan.
2. Sindroma Metabolik Sindroma metabolik merupakan kumpulan tanda dan gejala yang meliputi obesitas (abdominal obesity), peningkatan tekanan darah, dislipidemia, dan intoleransi glukosa (peningkatan glukosa plasma), yang secara keseluruhan merubah metabolisme tubuh dan memiliki resiko untuk terbentuknya aterosklerosis.2 2.1. Kriteria Diagnostik Sebanyak lebih dari 50 juta individu memiliki sindroma metabolik di dunia, yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya proses aterosklerotik sebagai penyebab dari penyakit jantung koroner. Upaya untuk meningkatkan kesadaran terhadap sindroma metabolik diantara praktisi kesehatan sudah dilakukan oleh satuan tugas dari WHO (World
Health
Organization),
AACE
(American
Association
of
Clinical
Endocrinologists), dan ATP III (National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel III).3 Badan-badan kesehatan yang telah disebutkan diatas sudah membuat kriteria diagnosis dari sindroma metabolik sejak lebih dari 20 tahun silam, dan menjalani proses modifikasi pada kriteria diagnostik setiap periodenya. Secara garis besar kriteria diagnosis yang di rancang oleh tiap badan tersebut memiliki banyak kesamaan, namun memiliki perbedaan yang bertujuan untuk memudahkan penerapan kriteria tersebut terhadap pasien.3 WHO menjadi badan pendahulu yang membuat kriteria tersebut yang berisi tekanan darah diatas 140/90 mmHg, plsama triglycerides diatas 150 mg/dL, HDL dibawah 35 mg/dL pada pria dan 39 mg/dL pada wanita, rasio albumin-kreatin diatas 30 mg/g, dan adanya insulin resisten. Pengkajian terhadap insulin resisten inilah yang menjadi salah satu perbedaan terhadap kriteria diagnostik yang dibuat oleh badan lainnya.
14
Kriteria diagnostik yang dicanangkan oleh ATP III meliputi lingkar pinggang (abdominal obesity), peningkatan triglycerides, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah dan gula darah puasa yang tersaji dalam tabel berikut.3 Kriteria-kriteria yang telah diajukan tersebut tentunya didasari oleh proses patofisiologi yang terjadi pada sindrome metabolik. Pada prinsipnya proses patogenesis sindroma metabolik disebabkan oleh obesitas (abdominal obesity) dan resistensi insulin. Kedua faktor tersebut sangatlah berhubungan, olah karena itu sulit untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian sindroma metabolik dari ke dua faktor tersebut.2 Tabel 2. Kriteria diagnostik sindroma metabolik berdasarkan ATP III
Faktor Resiko
Level
Lingkar pinggang Pria
> 102 cm
Wanita
> 88 cm
Triglycerides
> 150 mg/dL
HDL-c Pria
< 40 mg/dL
Wanita
< 50 mg/dL
Tekanan Darah
> 130/85 mmHg
Gula Darah Puasa
> 110 mg/dL
2.2. Patofisiologi Prevalensi obesitas sendiri memperlihatkan peningkatan dua kali lipat dalam dua dekade. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas seperti genetik dan lingkungan (pola hidup). Namun faktor lingkunganlah yang berperan banyak dalam peningkatan prevelansi obesitas seperti pola hidup pasif (sedentary) dan asupan kalori yang berlebih sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh H.L Blum.
15
Figur 1. Teori Blum
Obesitas berhubungan erat dengan perubahan profil lipid seperti triglycerides, LDL-c, HDL-c, VLDL, IDL-c, tekanan darah, gula darah puasa, dan juga terjadinya resistensi insulin yang berujung mempercepat proses aterosklerosis. Profil lipid pada pasien dengan sindroma metabolik ditandai dengan peningkatan kadar triglycerides, LDL-c, VLDL, dan IDL-c dan penurunan kadar HDL-c. Secara patofisiologi, visceral adiposit yang berlebih pada pasien dengan sindroma metabolik mengakibatkan proses lipolitik oleh glukokortikoid dan katekolamin dimana asam lemak bebas dapat berakhir di sistem portal sehingga triglycerides dan VLDL dapat disintesis di hepar dari asam lemak bebas tersebut. VLDL dan triglycerides melalui proses hidrolisis oleh lipoprotein lipase untuk menjadi IDL dan LDL di jaringan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis. Tingginya kadar asam lemak bebas pada pasien obese dari proses lipolisis yang berlebih dapat menginhibisi sekresi insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa plasma. Jika proses tersebut berlangsung kronik dapat mengakibatkan gangguan makrovaskular dan mikrovaskular.2,4 Sebagian besar pasien obesitas (abdominal obesity) memiliki diabetes mellitus tipe 2 atau setidaknya memiliki deficiency insulin atau kerusakan pada sekresi insulin terhadap glukosa. Jika tidak diatasi, kadar gula yang tinggi dalam rentan waktu yang kronik dapat berakibat pada inhibisi dari gen penghasil insulin dan memperburuk sekresi insulin terhadap glukosa. Peningkatan asam lemak bebas dari hasil proses lipolisis pada pasien dengan obesitas (abdominal obesity) dapat memperburuk sekresi insulin. Sebaliknya, resistensi insulin berpengaruh terhadap peningkatan proses
16
lipolisis pada jaringan adiposa yang meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah.2,4 Pada sisi sebaliknya resistensi insulin menyebabkan peningkatan kadar triglycerides, LDL-c, dan penurunan kadar HDL-c karena visceral adiposit pada pasien dengan resistensi insulin lebih sensitif terhadap proses lipolisis. Selain itu resistensi insulin mengurangi uptake glukosa dalam otot dan lemak sehingga meningkatkan produksi glukosa di hepar (glukoneogenesis). Selain berpengaruh terhadap profil lipd, resistensi insulin meningkatkan aktifitas pada susunan saraf simpatetik secara berlebihan sehingga meningkatkan reabsorbsi sodium pada ginjal dan meningkatkan proses vasokonstriksi yang berujung pada meningkatnya tekanan darah.2,4 Dapat dikatakan obesitas merupakan kondisi inflamasi dengan onset kronik. Jaringan adiposa menyimpan adipocytokines (inflammatory cytokines) yang berisi TNF-alfaa, IL-6, dan adiponectin. Fungsi yang sudah diketahui dari TNF-alfa adalah merubah profil lipid, membantu dalam kerusakan sel beta beta pada pankreas sehingga sekresi insulin berkurang, dan merusak sel endotel pada pembuluh darah. Sebaliknya adiponectin merupakan protein dengan fungsi anti-trombotik ditemukan lebih rendah pada pasien obese. Pada pasien dengan lingkar pinggang yang lebar, akan semakin tinggi pula kadar CRP (C-reactive protein) yang memacu proses inflamasi terutama pada dinding pembuluh darah.4
Figur 2. Patofisiologi terbentuknya aterosklerosis yang disebabkan oleh sindroma metabolik
17
2.3. Faktor Resiko Tujuan tatalaksana pasien dengan sindroma metabolik adalah menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Terdapat kumpulan resiko yang perlu diketahui dan instrumen penilaian resiko. ATP III menstratifikasi resiko terhadap penyakit jantung koroner dari perhitungan faktor resiko dan resiko 10 tahun menggunakan perhitungan resiko Framingham. Berikut adalah kumpulan faktor resiko dari penyakit jantung koroner yang dibagi menjadi 3 strata yaitu major risk factors, additional risk factors, dan traditional risk factors.2
Figur 3. Stratifikasi faktor resiko terhadap aterosklerosis
Studi yang dilakukan oleh The Framingham Heart Study mempunyai hasil bahwa 85% kasus penyakit jantung koroner memiliki setidaknya faktor rasiko dari strata mayor. Sementara penelitian yang dilakukan the INTERHEART menyatakan 5 dari faktor resiko major memprediksi 80% kemungkinan kejadian penyakit jnatung koroner.2 Hubungan antara tingginya kadar LDL-c dengan kejadian penyakit jantung koroner yang dilakukan oleh the CARE TRIAL menyatakan hubungan yang tidak linear namun meningkat progresif. Kemungkinan kejadian penyakit jantung koroner akan meningkat drastis seiring meningkatnya kadar LDL-c.2
18
Kadar HDL-c yang rendah berhubungan dengan hipertriglyceridemia, DM tipe 2, obesitas, pola hidup pasif, asupan karbohidrat yang tinggi, dan genetik. Interaksi antara HDL-c dan kolesterol total, LDL-c, atau triglecyride dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Ratio terhadap ke dua jenis lipid tersebut berguna untuk memprediksi resiko. Sebagai contoh rasio HDL-c terhadap triglyceride 2,4 atau diatasnya sangat berhubungan dengan adanya resistensi insulin. Sebagai pengecualian kadar HDL-c yang rendah terkadang dan profil lipid lain yang tinggi bukan menjadi sebuah prediktor terhadap penyakit jantung koroner jika hal tersebut terjadi karena pengaruh genetik bukan lingkungan.2 Hipertensi merupakan faktor resiko tersendiri terhadap kejadian penyakit jantung koroner, dimana resiko tersebut berbanding lurus terhadap setiap peningkatan tekanan darah. Selain dari itu hubungan akan darah tinggi sangat erat terhadap dislipidemia.
Figur 4. Kalkulator untuk penilaian resiko terjadinya penyakit jantung koroner dalam 10 tahun
19
2.4. Pemeriksaan Diagnostik Salah satu kriteria diagnostik pada sindroma metabolik adalah profil lipid. Pemeriksaan yang disarankan adalah profil lipid puasa yang terdiri dari kolesterol total, LDL-c, HDL-c, dan triglyceride untuk meminimalisir efek makanan terhadap kadar lipid. LDL-c sendiri bukan menjadi salah satu kriteria diagnostik sindroma metabolik tetapi berguna untuk memprediksi resiko yang ada dan follow up terapi. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengukur kadar LDL-c jika tidak dapat dikerjakan melalui pemeriksaan laboratorium adalah melalui perhitungan seperti: 𝐿𝐷𝐿𝑐 = 𝐾𝑜𝑙𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟𝑜𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝐻𝐷𝐿𝑐 −
𝑇𝐴𝐺 5
Akan tetapi rumus perhitungan tersebut tidak akurat jika kadar triglyceride mencapai 200 mg/dL dan tidak valid jika diatas 400 mg/dL. Oleh karena itu pemeriksaan LDL-c menjadi sangat disarankan jika kadar triglyceride mencapai diatas 200 mg/dL.2 Triglyceride disarankan untuk diperiksa mengingat korelasinya terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Selain itu rasio triglyceride dan HDL-c menjadi prediktor terhadap resistensi insulin. Sangat tinggi kemungkinan peningkatan kadar LDL-c diatas normal jika kadar triglyceride diatas 150 mg/dL. Oleh karena itu pemeriksaan triglyceride dan HDL-c menjadi sangat penting.2 Pemeriksaan profil lipid terutama kadar triglyceride pada keadaan tidak puasa tidak direkomendasikan walaupun peningkatan post-prandial triglycerides (>150 mg/dL) dan lipoprotein merupakan aterogenik dan memprediksi adanya resistensi insulin. Pemeriksaan kadar lipid post-prandial belum terstandardisasi sehingga tidak dapat menjadi pemeriksaan yang rutin.2
2.5. Tatalaksana Tujuan tata laksana sindroma metabolik adalah menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Resiko tersebut diditurunkan melalui aktifitas fisik, asupan nutrisi, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula darah, dan menurunkan kadar lipid.
20
Profil Lipid Dalam praktiknya acuan yang dapat dipakai dalam menurunkan kadar lipid berupa penurunan kadar triglyceride, LDL-c, dan total kolesterol dan peningkatan kadar HDL-c secara keseluruhan. HDL-c sendiri tidak dijadikan target terapi karena belum ada bukti ilmiah yang menyatakan peningkatan kadar HDL-c sendiri dapat menurunkan resiko kejadian penyakit jantung koroner.2 Sebaliknya kadar LDL-c menjadi salah satu target utama tata laksana dislipidemia, namun tidak menjadi target satu-satunya dalam tata laksana. Triglyceride sebagai target utama dalam terapi dislipidemia pada sindroma metabolik masih kontroversial, namun beberapa studi (kohort prospektif 18 tahun) seperti yang dilakukan oleh HELSINKI HEART STUDI (HHS) menemukan bahwa penurunan triglyceride dengan menggunakan obat golongan fibrat menurunkan angka mortalitas dari penyakit jantung koroner. Selain dari itu kombinasi fibrat dan statin dapat digunakan jika ditemukan kadar HDL-c yang rendah.2
Figur 5. Target terapi
Jika kadar triglyceride jatuh diantara 150 – 199 mg/dL dikatakan borderline hypertriglyceridemia dan disarankan untuk melakukan pencegahan primer. Namun jika disertai dengan penurunan kadar HDL-c, dapat menggunakan farmakoterapi.2
21
Aktivitas fisik terbukti berguna untuk merubah profil lipid seperti menurunkan VLDL-c, LDL-c, dan meningkatkan HDL-c. AACE merekomendasikan olah raga selama 30 menit dengan intensitas sedang empat sampai enam hari per minggu. Contoh olah raga seperti jalan cepat, berenang, sepeda statis, atau melakukan pekerjaan rumah. Durasi aktifitas fisik berbanding lurus dengan penurunan kadar profil lipid. Jenis olah raga aerobik atau anaerobik memiliki efektifitas yang sama terhadap profil lipid.2
Figur 6.Profil golongan obat anti dislipidemia
Terapi farmakologi bermanfaat untuk menurunkan resiko penyakit jantung koroner. Terapi kombinasi dapat diganakan secara berhati-hati mengingat kemungkinan efek samping yang meningkat. Namun pada kondisi tertentu dapat digunakan terapi kombinasi. Sebagai contoh pada kondisi mixed dislipidaemia yaitu kondisi dimana kadar triglyceride dan LDL-c tinggi dan kadar HDL-c rendah. Jika monoterapi tidak dapat membantu merubah profil lipid tersebut, terapi kombinasi dapat digunakan
22
untuk menurunkan triglyceride dan meningkatkan HDL-c seperti pada kombinasi antara golongan statin dan fibrat.2
Hipertensi Tujuan menurunkan tekanan darah pada pasien dengan sindroma metabolik adalah untuk mencegah komplikasi berupa komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular khususnya penyakit jantung koroner. Khusus pasien dengan komorbiditas lain seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit ginjal, target terapi tekanan darah adalah dibawah 130/80 mmHg.6,7 Pencegahan primer seperti menurunkan berat badan melalui aktifitas fisik, diet DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension), dan pencegahan sekunder memakai golongan anti-hipertensi dilakukan untuk menurunkan tekanan darah sesuai target.6,7 Menurunkan berat badan dilakukan berdasarkan perhitungan kalori basal yang dihitung dari berat badan ideal dikali 25 kg/kkal untuk perempuan atau 30 kg/kkal untuk pria. Kalori basal tersebut kemudian di sesuaikan sesuai usia, tingkatan aktifitas fisik, dan stres metabolik.8 Direkomendasikan aktifitas fisik dengan akumulasi 150 – 300 menit intensitas sedang dalam satu minggu, disertai latian penguatan otot setidaknya dua hari per minggu. Pembatasan asupan garam sebesar kurang dari 6 g/hari pada pencegahan primer atau 4 g/hari pada pencegahan sekunder. Untuk pasien dengan fungsi ginjal yang baik, meningkatkan asupan potassium dapat menurunkan tekanan darah sebesar 4 – 8 mmHg dengan menambahkan buah, sayur, dan kacang-kacangan ke dalam menu diet.6,7 Upaya menurunkan tekanan darah menggunakan obat anti-hipertensi terbukti efektif. Golongan tersebut berupa ACE inhibitor, ARBs, CCBs, BBs, dan diuretik tipe thiazide. Walaupun memiliki mekanisme yang berbeda, pada pengobatan monoterapi tiap golongan anti-hipertensi memiliki efektifitas yang sama. Pada umumnya golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor dan Angiotensin Receptor. Blocker adalah dua golongan obat anti-hipertensi yang sering digunakan. Keduanya tidak memiliki perbedaan dalam efikasi untuk menurunkan tekanan darah. Perbedaan efikasi diantara keduanya terletak pada kondisi klinis pasien. ACEi lebih efektif
23
digunakan untuk mencegah penyakit jantung koroner pada pasien dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner. Sementara ARBs lebih efektif digunakan untuk mencegah kerusakan ginjal pada pasien dengan nefropati diabetikum. Menurut JNC 9, thiazide dieretics, calcium chanel blockers, ACE inhibitors atau ARBs dapat digunakan sebagai lini pertama dalam monoterapi ataupun kombinasi. Namun pada pengobatan kombinasi, ACE inhibitor dan CCB lebih superior dibanding kombinasi lainnya dalam mencegah komplikasi kardiovaskular.7
Figur 7. Kombinasi terapi obat darah tinggi
Tidak semua golongan obat anti-hipertensi direkomendasikan pada segala kondisi pasien. Pada kondisi tertentu beberapa pilihan golongan anti-hipertensi menjadi pilihan obat utama. Sebagai contoh pasien dengan resiko tinggi akan penyakit jantung koroner dapat diberikan semua golongan anti-hipertensi kecuali antagonis aldosteron dan angiotensin receptor blocker. Begitu juga dengan pasien gagal ginjal kronik, hanya ACE inhibitor dan Angiotensin Receptor Blocker yang menjadi pilihan utama.7
24
BAB III PENGKAJIAN
Pasien Ny. R, usia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala sejak dua hari yang lalu. Penegakan diagnosis tension-type headache pada pasien didapatkan berdasarkan anamnesis. Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri kepala hilang timbul sejak dua hari yang lalu. Durasi nyeri kepala sekitar 15 menit dan membaik dengan sendirinya. Nyeri kepala dirasa seperti terikat di seluruh kepala dan menjalar ke bagian belakang leher. Pasien tidak mengeluh nyeri pada muka, tidak demam, dan tidak ada riwayat trauma. Tiga bulan yang lalu pasien mengeluhkan keluhan serupa yang membaik setelah pasien mengkonsumsi obat warung. Pada pasien ini dapat dipikirkan diagnosis sakit kepala primer yang berupa tension-type headache karena sesuai dengan tanda dan gejala TTH pada umumnya, dan penyebab lain dari sakit kepala pasien dapat disingkirkan. Tatalaksana pada pasien ini berupa terapi simtomatis dengan pemberian analgesik (paracetamol). Sindroma metabolik pada pasien ini dapat ditegakan berdasarkan adanya hipertensi, obesitas, dan dislipidemia yang didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan tekanan darah 150/90 satu bulan yang lalu. Pasien sempat mendapatkan captopril 12,5 mg namun tidak rutin dikonsumsi sampai sekarang. Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan tekanan darah 160/100. Dengan adanya peningkatan tekanan darah lebih dari 120/80 dalam dua kali pengecekan dan riwayat pengobatan darah tinggi, diagnosis hipertensi tidak terkontrol dapat ditegakan. Pada pasien ini didapatkan obesitas derajat I atas dasar pemeriksaan antropometri indeks massa tubuh (IMT). Pasien memiliki berat badan 80 kg dan tinggi badan 163 cm, dan IMT 30,1 kg/m2. Dari perhitungan IMT tersebut pasien dikategorikan ke dalam obesitas derajat I. Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan mixeddyslipidemia pada pasien ini. Hasil pemeriksaan profil lipid pasien menunjukan adanya peningkatan pada kadar kolesterol total (263), triglyceride (261), LDL-c (169), dan penurunan kadar HDL-c (34).
25
Sindrom metabolik adalah sekumpulan tanda dan gejala yang meliputi obesitas, peningkatan tekanan darah, perubahan profil lipid, dan peningkatan glukosa plasma. Pada pasien ini ditemukan 3 dari sekumpulan tanda tersebut, sehingga pasien ini dapat dikatakan memiliki sindrom metabolik. Tatalaksana pada pasien ini bertujuan untuk mengurangi resiko penyakit jantung koroner (ASCVD) melalui pencegahan primer dan sekunder. Pencegehan primer pada pasien ini meliputi edukasi mengenai perubahan pola hidup seperti aktifitas fisik dan diet. Aktivitas fisik yang diperlukan pada pasien ini berupa aktifitas fisik dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, senam pagi di komunitas, dan melakukan pekerjaan rumah tangga dengan durasi minimal 30 menit/hari selama lima hari setiap minggunya. Jika pasien mengeluh tidak memiliki waktu untuk beraktifitas fisik, durasi aktifitas fisik tiap hari nya dapat dibagi menjadi per 10 menit. Asupan kalori perlu dibatasi mengingat kondisi obesitas pada pasien. Asupan kalori dihitung berdasarkan kalori basal dan berat badan ideal pasien. Dengan berat badan 80 kg dan tinggi badan 163 cm, berat badan ideal pasien adalah 56,7 kg yang dihitung dari: BBI = 90% (Tb -100) x 1 kg Dengan berat badan ideal 56,7 kg, didapatkan kalori basal pasien adalah 1417,5 kal yang dihitung menggunakan rumus: Kalori basal = 25% x berat badan ideal Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori 1. Usia 40-59 tahun
= - 5% dari kalori basal
2. Aktifitas fisik ringan
= + 20% dari kalori basal
3. Berat badan kegemukan
= - 20%-30% dari kalori
basal 4. Stres metabolik (i.e dislipidemia, hipertensi) basal
26
= + 10%-30% dari kalori
Setelah dikurangi faktor-faktor tersebut, kebutuhan kalori pasien per hari berjumlah sekitar 1400 samapi 1500 kalori. Besarnya kalori tersebut dibagi menjadi makan pagi (20%), siang (30%), dan malam (25%). Serta 2 – 3 porsi makanan ringan diantaranya (10 – 15%). Asupan karbohidrat sebaiknya sekitar 45-65% dari asupan energi dan diutamakan dengan serat tinggi. Asupan lemak sekitar 20-25% dari kebutuhan kalori dan menghindari asupan lemak jenuh. Asupan protein berkisar antara 10-20% dari asupan total. Pasien juga perlu membatasi asupan garam sebesar 4-6 g setiap hari dan meningkatkan asupan potasium dan kalsium dengan mengkonsumsi sayur, buah, dan kacang-kacangan (unsalted). Selain dilakukan pencegahan primer, sangat penting untuk melakukan pencegahan sekunder menggunakan terapi farmakolgi. Pasien memiliki hipertensi tidak terkontrol dengan mixed-dislipidaemia, oleh sebab itu diperlukan terapi anti-hipertensi kombinasi berupa ACE inhibitor dan Calcium channel blocker karena terbukti superior dalam kondisi pasien tersebut. Obat yang dipilih dapat berupa kombinasi antara captopril 1x12,5 mg dan amlodipin 1x5 mg. Untuk mengatasi kondisi lipid pasien dimana terjadi kenaikan LDL-c, triglyceride, kolesterol total, dan penurunan HDL-c dapat dipertimbangkan terapi kombinasi dari golongan statin dan fibrate, dan monoterapi menggunakan golongan statin. Prognosis vitam dan functionam pasien ini adalah bonam karena berdasarkan prediksi kejadian penyakit jantung koroner menurut Framingham Risk Model adalah 3,9% yang tergolong dalam resiko rendah. Prognosis sanctionam adalah dubia ad bonam.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Headache Classification committee of the international Headache Society (IHS). The International classification of headache Disorders, 3rd edition (beta version). Cephalgia 2013; 33:629 2. Jellinger PS, Handelsman Y, Rosenblit PD, Bloomgarden ZT, Fonseca VA, Grunberger G, et al. CPG for Managing Dyslipidemia and Prevention of CVD. Endocr Pract. 2017;23. 3. Grundy SM, Cleeman JI, Daniels SR, Donato KA, Eckel RH, Franklin BA, et al. Diagnosis and management of the metabolic syndrome. Circulation. 2005 Oct 18;112:2735-52. 4. Halcox J, Quyyumi AA. Metabolic syndrome: overview and current guidelines. Hospital Physician. 2006:1-12. 5. Aquilante CL, Griend JSP. Metabolic Syndrome. Pharmacotherapy SelfAssessment Program. 6th ed. p. 111-24. 6. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JNC 7 Express. 2003. 7. Guideline for the diagnosis and management of hypertension in adults. Heart Foundation. 2016. 8. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam: panduan praktik klinis. Jakarta: InternalPublishing; 2015.
28
LAMPIRAN
29
30