GEOLOGI STRUKTUR INDONESIA
Oleh Jamjam Mursyidin Garliska (1015006)
Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia Bandung 2018
Siklus Wilson (Wilson Cycle) mengacu pada hipotesis siklus terbentuknya lempeng samudra, hingga kembali menujamnya lempeng tersebut ke lapisan astenosfer. Siklus Wilson sendiri dinamakan berdasarkan nama pengaju teori ini, yakni Tuzo Wilson.[1] Siklus ini terbagi menjadi delapan fase. 4 fase pertama disebut fase bukaan (Opening phase) sedang 4 fase selanjutnya disebut fase tutupan (Closing phase).[2] Jumlah fase di setiap versi berbeda namun memiliki inti proses yang sama.
Diagram Siklus Wilson mengenai pembukaan dan penutupan cekungan samudra. Permukaan samudra tidak diperlihatkan. Tahap 1: Tahap continental rifting dimulai, membentuk rift valley yang merupakan embrio samudra. Tahap 2: Tahap awal; terbentuk teluk sempit. Tahap 3: Tahap akhir, samudra luas dengan passive continental margin di kedua sisi. Tahap 4a: penutupan samudra dimulai dengan pembentukan batas subduksi baru pada lempeng samudra. Tahap 4b: terbentuk busur kepulauan gunungapi di dekat batas subduksi. Tahap 5: tumbukan busur kepulauan. Batassubduksi baru di dekat batas benua mengakibatkan busur kepulauan gunungapi bertumbukan dengan benua, menghasilkan orogen. Tahap 6: tumbukan benua menghasilkan orogen di atas suture, mengakhiri siklus. Digambar kembali oleh A.N. Strahler. Ditafsirkan dari deskripsi dalam J.A. Jacobs, R.D. Russell, dan J.T. Wilson, Physics and Geology, 2nd ed., 1974, bab 15, The life cycle of ocean basin, McGraw‐Hill, New York, hal. 387 – 470..
Siklus Wilson (Wilson Cycle) mengacu pada hipotesis siklus terbentuknya lempeng samudra, hingga kembali menujamnya lempeng tersebut ke lapisan astenosfer. Siklus Wilson sendiri dinamakan berdasarkan nama pengaju teori ini, yakni Tuzo Wilson.[1] Siklus ini terbagi menjadi delapan fase. 4 fase pertama disebut fase bukaan (Opening phase) sedang 4 fase selanjutnya disebut fase tutupan (Closing phase).[2] Jumlah fase di setiap versi berbeda namun memiliki inti proses yang sama. Fase Bukaan
Fase A : Sebuah lempeng benua tunggal Fase B : Munculnya titik panas (hotspot) dan spreading (pemekaran lantai samudera) di tengah-tengah yang membelah lempeng tersebut menjadi dua, Laut merah dan dataran afar adalah salah satu contoh tempat terjadinya fase B. Fase C : Pembuatan Lempeng Samudera baru di antara kedua lempeng benua yang telah terbentuk sebelumnya. Fase D : Terjadinya divergen di salah satu lempeng benua yang tadi terpisah dengan kerak samudera, kerak samudra melebar, namun continental margin tetap (passive margin). Samudera atlantik merupakan contoh tempat terjadinya fase C dan D.
Fase Tutupan
Fase E : Divergen terhenti, dan kedua lempeng benua yang tadinya menjauh berbalik mendekat, terbentuk Busur vulkanik karena pergerakan lempeng benua yang menelan lempeng samudera ke bawah seperti yang terjadi di samudera pasifik. Fase f : Terjadinya kolisi antara lempeng benua dengan busur vulkanik.dimana busur vulkanik (hinterland) naik ke atas lempeng benua (foreland). Seiring berjalannya waktu, hinterland tererosi dan meninggalkan dataran peneplain (datar) pada lempeng benua yang dinaikinya. Fase G : Pembentukan pegunungan coldilleran, dimana merupakan pegunungan yang terbentuk akibat terjadinya penujaman kedua, yakni ketika dataran peneplain dan lempeng benua pasangannya semakin mendekat. Fase H : Pembentukan pegunungan kolisi benua - benua,yakni ketika kedua lempeng benua telah bertabrakan satu sama lain seperti yang terjadi di Pegunungan himalaya
Berbagai tempat di bumi yang memiliki salah satu dari fase pada siklus wilson
Resume S Suparka Proses kompleks yang menghasilkan pembentukan cekungan dan inversi selama evolusi tektonik tersier di Indonesia dengan interaksi antara lempeng India, eurasia australia, dan pasifik. Dalam kerangka lempeng-lempeng utama ini dan gerakan relatifnya, beberapa lempeng mikro dapat dikenali yang perkembangan tektoniknya dibatasi oleh gerakan lempeng-lempeng besar. Diperlakukan sebagai lempeng mikro kecil, batas mereka menentukan lokasi pembentukan cekungan. Perkembangan dinamis mereka menghasilkan formasi dan inversi cekungan ke seluruh wilayah. Papper ini menguraikan kerangka tektonik Indonesia sepanjang waktu tersier dalam serangkaian rekonstruksi dan mempertimbangkan kendala-kendala yang diimplikasikannya dan sejarah cekungan
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda. Di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Australia mengkontruksikan busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman antara propinsi Jawa dan propinsi Sumatera Selatan busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat (gambar 2.6) menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan pembangingan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, strukturstruktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga