Sifilis.docx

  • Uploaded by: Soller Thelavyztha
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sifilis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,478
  • Pages: 10
SIFILIS Definisi Silis adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum; sangat kronik dan bersifat sitemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.

Etiologi Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hofman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo spirochaetales, bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 µm, lebar 0,15 µm, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidupntujuh puluh dua jam. Klasifikasi Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita ( didapat ).

Sifilis

kongenital dibagi menjadi ; dini ( sebelum dua tahun ), lanjut ( sesudah dua tahun ). Sifilis akuisita dapat dibagi menurut dua cara, secara klinis dan epidemiologik. Menurut cara pertama sifilis dibagi menjadi tiga stadium: stadium I ( S I ), stadium II ( S II ) dan stadium III ( S III ). Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi : 1. Stadium dini menular ( dalam satu tahun sejak infeksi ), terdiri atas S I, SII, stadium rekuren dan stadium laten dini. 2. Stadium lanjut tak menular ( setelah satu tahun sejak infeksi ), terdiri dari stadium laten lanjut dan S III.

Patogenesis

Stadium dini Pada sifilis yang didapat, T. pallidum masuk kedalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah keci menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen. Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman ditempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlaha-lahan dan lalu menghilang. Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejalah, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital. Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T. pallidum membiak lagi pada tempat S I dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tesebut tersebar melalui jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren S II. Lesi menular tersebut dapat timbul berulang-ulang, tetapi umumnya tidak melebihi dua tahun. Stadium lanjut Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun. Meskipun demikian antibodi tetap dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyongkonyong berubah, sebabnya belum jelas. Pada saat itu munculah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa leten yang bervariasi guma tersebut timbul ditempat-tempat lain. Gejalah Klinis

Sifilis Akuisita A. Sifilis Dini A. Sifilis Primer ( S I ) Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu. T. pallidum masuk kedalam selaput lendir atau kulit yang telah mengalami lesi/ mikrolesi secara langsung, biasanya melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak, kemudian terjadi penyebaran secara limfogen dan hematogen. Kelainan kulit dimulai sebagai papul lentikular yang permukaannya segera menjadi erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, solitar, dasarnya ialah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, di atasnya hanya tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit disekitanya tidak menunjukan tandatanda radang akut. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. Kelaian tersebut dinamakan afek primer dan umumnya berlokasi pada genitalia eksterna. Pada pria tempat yang sering dikenal ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil dan anus. Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besarnya biasanya retikuler, tidak supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukan tanda-tanda radang akut. II.

Sifilis Sekunder ( S II ) Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejalah konstitusi, pada S II dapat disertai gejalah tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalahnya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan atralgia. Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut disebut the great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, S II dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang dan saraf.

Kelainan kulit yang membasah ( eksudatif ) pada S II sangat menular, kelainan yang kering kurang menular. Kandilomata lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat menular. Gejalah yang penting untuk membedakannya dengan berbagai penyakit kulit yang lain ialah: kelainan kulit pada S II umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada S II dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki. Antara S II dini dan S II lanjutan terdapat perbedaan. Pada S II dini kelainan kulit generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang ( beberapa hari hingga beberapa minggu ). Pada S II lanjutan tidak generalisata lagi, melainkan setempat-setempat, tidak simetrik dan lebih lama bertahan ( beberapa minggu hingga beberapa bulan ). Bentuk Lesi Lesi dapat berbentuk roseola, papul dan pustul atau bentuk lain. 1. Roseola Roseola ialah eritema makular, berbintik-bintik atau bercak-bercak, warnanya merah tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Roseola biasanya merupakan kelainan kulit yang pertama terlihat pada S II, dan disebut roseola sifilitika. Roseola akan menghilang dalam beberapa hari/minggu, dapat pula bertahan hingga beberapa bulan. 2. Papul Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada S II. Bentuknya bulat, ada kalanya terdapat bersama-sama dengan roseola. Papul tersebut dapat berskuama yang terdapat dipinggir dan disebut papulo – skuamosa. 3. Pustul Bentuk ini jarang terdapat. Mula-mula berbentuk banyak papulyang segera menjadi vesikel dan kemudian berbentuk pustul, sehingga disamping pustul masih juga terlihat papul. 4. Bentuk lain Kelainan lain yang dapat terlihat pada S II ialah banyak papul,pustul, dan krusta yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo, karena itu disebut sifilis impertiginosa. Dapat pula timbul berbagai ulkus yang ditutupi oleh krusta disebut ektima sifilitikum. Bila krustanya tebal disebut rupia sifililitika. III.

Sifilis laten dini Laten berarti tidak ada gejalahklinis dan kelainan,termasuk alat-alat dalam, tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA.

IV.

Stadium rekurent

Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip S II, maupun serologik yang telah negatif menjadi positif. Hal ini terjadi terutama pada sifilis yang tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Relaps dapat memberi kelainan pada mata, tulang, alat dalam dan susunan saraf. Juga dapat terlahir bayi dengan sifilis kongenital. B. Sifilis Lanjut i. Sifilis laten lanjut Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Perluh diperiksa pula, apakah ada sikatriks bekas S I pada alat genital atau leukoderma pada leher yang menunjukan bekas S II. Kadangkadang terdapat pula banyak kulit hipotrofi lentikular pada badan bekas papulpapul S II. ii.

Sifilis tersier ( S III ) Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I. kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltratsirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan destruktif. Besar guma bervariasi dari letikular sampai sebesar telur ayam. Kulit diatasnya mula-mula tidak menunjukan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinole; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik. Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik.

Sifilis Kongenital Sifilis kongenital pada bayi, terjadi jika ibunya terkena sifilis. Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, dan sifilis kongenital lanjutan I.

Sifilis kongenital dini

Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit berkeriput. Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum sehingga terjadi fibrosisyang difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik. Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu. II.

Sifilis kongenital lanjut Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan alat dalam. Yang khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bisa meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan deformitas. Guma pada palatum mole dan durum juga sering terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum. Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang nyeri disertai efusi dan di sebut Clutton’s joints. Keratitis interstisial merupakan gejalah yang paling umum biasanya terjadi antara umur tiga sampai tiga puluh tahun.

Diagnosis banding SI Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui masa inkubasi; gejalah konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejalah setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar, bulat/lonjong , teratur, indolen dan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologi beberapa minggu bereaksi positif lemah. Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit: 1. Herpes simpleks

Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal/ nyeri, lesi berupa vesikel diatas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika pecah tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi, dan polisiklik. 2. Ulkus piogenik Akibat trauma misalnya garukandapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. 3. Skabies Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna, terasa gatal pada malam hari. 4. Balanitis pada balanitis, kelainan berupa erosi superfisial pada glans penis disertai eritema, tanpa indurasi. 5. Limfogranuloma venereum Tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. 6. Karsinoma sel skuamosa Umumnya terjadi pada orang usia lanjutyang tidak di sirkumsisi. Kelainan kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. 7. Ulkus mole Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus ducreyi positif. S II Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu sesudah S I. klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan dan kaki juga dikenai. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes serologi positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut. Sifilis dapat menyerupai penyakit lain, sehingga diagnosis bandingnya sangat banyak: 1) Erupsi obat alergik Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, diantaranya berbentuk eritema sehingga berbentuk roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal. 2) Morbili

Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedaanya: pada morbili disertai gejalah konstitusi ( tampak sakit, demam ), kelenjar getah bening tidak membesar. 3) Pitiriasis rosea Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama dipinggir dengan skuama halus, berbentuk lonjong, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II. 4) Psoriasis Persamaanya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak didapati limfadenitis generalisata. 5) Dermatitis seboroik Persamaannya dengan S II ialah terdapat eritema dan skuama. Perbedaanya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis genenralisata. 6) Kandiloma akuminatum Penyakit ini mirip kandiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul. Perbedaanya : pada kandiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing, sedangkan pada kandiloma lata permukaanya datar serta eksudatif.

S III Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Tes serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah penderita tersebut menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik. Guma S III bersifat kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik.

Pemeriksaan T. palidum secara serologik Metode definitif untuk mendiagnosis sifilis dilakukan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap terhadap eksudat dari chancre pada sifilis primer dan lesi mukokutis pada sifilis sekunder serta uji antibodi fluoresens langsung. Terdapat dua jenis uji serologi yaitu : a. Uji nontreponemal, yang paling sering dilakukan adalah:  Uji Veneral Disease Research Laboratory ( VDRL ) dan  Rapid Plasma Reagin ( RPR )

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen yang terdiri dari kardiolipin, kolesterol dan lesitin. b. Uji treponemal, terdiri dari :  Treponema Pallidum Haem Aglutination ( TPHA )  Treponema Pallidum Particle Aglutination ( TP- PA )  Flourescent Treponemal Antibody Absorption ( FTA- ABS ) Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi terhadap antigen treponemal dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi.

Penatalaksanaan 1. Penisilin Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi. Menurut lama kerjanya, terdapat tiga penisilin: a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja singkat. b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat ( PAM ), lama kerjja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertambah dalam serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama. d. 2. Antibiotik lain Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin. Yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 X 500 mg/hari atau doksisiklin 2 X 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi Stadium laten. Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 X 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr selama 15 hari. Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S II, dosis 500 mg sehari, sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari.

Prognosis Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hiduptidak menular ke orang lain. Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7 – 14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu. Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik. Prognosis sifilis kongenita dini baik. Pada yang lanjut prognosisnya bergantung pada kerusakan yang telah ada.

Daftar Pustaka Natahusada, E.C. 2008. Sifilis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisis kelima hal. 393-412. FK UI, Jakarta

More Documents from "Soller Thelavyztha"

Materi.docx
May 2020 5
6829_rabies.docx
May 2020 4
Sifilis.docx
May 2020 4
Abasto Parte 1.docx
June 2020 6