Sifa

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sifa as PDF for free.

More details

  • Words: 2,255
  • Pages: 12
B. Perkembangan Islam Pada Abad Pertengahan Sejarah Islam dibagi menjadi tiga periode, yaitu: 1. Periode Klasik (650-1250 M), merupakan zaman kemajuan. Periode ini dibagi dua fase: • Fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650-1000 M). • Fase disintegrasi (1000-1250 M). 2. Periode Pertengahan (1250-1800 M), terdiri dari dua fase: • Fase kemunduran (1250-1500 M). • Fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M). 3. Periode Modern (1800-sekarang), merupakan periode kebangkitan umat Islam.

A. Kesultanan Usmani Didirikan oleh Usman, putra Artogol dari kabilah Oghuz di Mongol. Awalnya datang ke Turki untuk meminta suaka politik kepada penguasa Seljuk dari serangan tentara Mongol. Usman dipercaya menjadi panglima perang Dinasti Seljuk menggantikan ayahnya. Setelah Sultan Alauddin wafat, Usman mengambil alih kekuasaan, sejak itu berdirilah Dinasti Usmani. Dinasti Usmani berbentuk kesultanan yang beribukota di Istanbul, Turki. Berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia Tengah, salah satunya suku Kayi. Usman bergelar “Pedisyah Al-Usman”, dibawah kepemimpinannya wilayah kesultanan semakin luas dengan menaklukan beberapa wilayah, seperti Azmir (1327 M), Tharasyanli (1356 M), Iskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Galipoli (1356 M). Pada masa pemerintahan Muhammad Al-Fatih Kesultanan Usmani mengalami puncak kejayaan, dan dapat menaklukan wilayah Byzantum serta Konstantinopel (1453 M).

1. Pemerintahan dan Militer Tingkatan paling tinggi dipegang oleh Sultan, tingkat kedua perdana menteri atau Sadrazan, tingkat ketiga gubernur atau Pasya, tingkat keempat bupati atau As-sawaziq atau Al-alawiyah. Sistem pemerintahan dan kekuasaan militernya berjalan baik. Muncul kelompok elite militer yang disebut janissary atau inkrisyriyah pada masa Orkhan bin Usman, kelompok ini merupakan kelompok penghancur negeri non-muslim. 2. Pengetahuan dan Budaya Terjadi akulturasi dari beberapa negara seiring dengan meluasnya wilayah, yaitu kebudayaan Persia, Byzantium, dan Arab. Rakyat Usmani mengambil ajaran tentang etika dan tat krama dari kebudayaan Persia, organisasi dan kemiliteran dari Byzantum, dan ilmu arsitektur dari Arab. Dari ilmu arsitektur tersebut, berdirilah berbagai masjid yang bagus serta kaligrafi indah. 3. Agama Muncul dua aliran tarekat, yaitu Bektsyi yang banyak pengaruhnya dibidang militer, dan Maulawiyah yang banyak pengaruhnya di lingkungan pejabat pemerintahan.

B. Kerajaan Safawi Didirikan oleh Syah Ismail pada 907 H/1500 M di Tabriz, Persia (Iran). Awalnya sebuah gerakan tarekat yang bernama Safawiyah yang menjadi gerakan politik, dipimpin oleh Syekh Safifuddin Ishaq. Gerakan ini memasuki wilayah politik dan pemerintahan karena merupakan tarekat militer yang para pengikutnya berkeinginan memainkan peran politik untuk memperkokoh kekuasaannya. Kegiatan politik dipertajam pada pemerintahan Ismail, sehingga Ismail dianggap sebagai pendiri Kerajaan Safawi. Dibentuk semacam kesatuan tentara agama atau Qizilbasy (si kepala merah) pada pemerintahan Haidar. Ismal menerapkan Syiah Isra Asyariah sebagai agama negara. Sebelumnya Persia berada di bawah kekuaaan Suni, maka ia mendatangkan ulama Syiah dari Iraq, Bahrein, dan Libanon untuk tujuannya. Program ini mengalami pertentangan yang berat, karena tidak mudah mengubah ideologi rakyat dari Suni ke Syiah. Banyak pula sastrawan dan ulama Suni yang dibunuh demi penerapan Syiah ini. Syah Ismail terus melanjutkan penaklukan sampai ke seluruh Iran, Heart maupun Diyarbakr (Turki), dan Baghdad dengan dukungan pasukan Qizilbasy.

Pada masa pemerintahan Syah Abbas (1588-1629) Kerajaan Safawi mengalami puncak keemasaan. Tidak hanya meredam konflik internal dan merebut wilayah yang melepaskan diri, tetapi Syah Abbas juga mampu melebarkan wilayahnya ke Tabriz, Sirwan, dan kep.Harmuz, bahkan pelabuhan Bandar Abbas. Syah Abbas ingin melepaskan diri dari ketergantungan dukungan kekuatan militer Qizilbasy, maka ia membentuk kekuatan militer yang terdiri dari budak Kaukakus dan Georgia. Strategi ini berhasil mengusir kekuatan Uzbek di Khirazan pada tahun 1598. 1. Pemerintahan dan Politik Terbagi secara horozontal, yaitu didasarkan pada garis kesukuan atau kedaerahan, dan pembagian secara vertikal, yaitu mencakup dua jenis, istana (dargah) dan sekretariat negara (divan atau mamalik). Penyelenggaraan negara dipercayakan kepada para amir (kepala suku) tingkat atas dan wazir (menteri) yang tergabung dalam suatu dewan (jangi). Terdapat lembaga yang tercakup dalam dewan tersebut (majelis nivis) yang terdiri dari sejarawan istana, sekretaris pribadi Syah, dan kepala intelejen. 2. Ekonomi Ekonomi dikendalikan langsung oleh pusat. Banyak memperkuat di bidang pertanian dengan memperbanyak pengalihan tanah negara menjadi tanah raja. Pertumbuhan ekonominya semakin baik karena stabilitas keamanan yang dinamis dan situasi dalam negeri yang terkendali. Pelabuhan Bandar Abbas menjadi jalur perdagangan antara Timur dan Barat sehingga sektor perdagangan semakin maju. Di bidang pertanian mengalami kemajuan terutama di daerah Bulan Sabit yang subur. 3. Ilmu Pengetahuan Didirikan lembaga pendidikan Syiah oleh Syah Abbas, yaitu sekolah teologi untuk lebih memantapkan akan aliran Syiah. Beberapa nama ilmuwan, sastrawan, dan sejarawan Safawi antara lain, Muhammad bin Husain Al-Amili AlJuba’i, Muhammad Baqir Astarabadi, Sarudin Muhammad bin Ibrahim Syirazi, dan Muhammad Baqir Majlisi.

4. Bangunan dan Seni Kantor, masjid, rumah sakit, dan jembatan raksasa dibangun dengan gaya arsitektur yang indah. Di bidang seni, terlihat dalam kegiatan dan hasil dari kerajinan tangan, keramik, karpet, dan seni lukis.

C. Kerajaan Mogul Didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M) di India. Babur diwarisi daerah Ferghana dari ayahnya ketika berusia 11 tahun. Berdirinya Kerajaan Mogul di India menimbulkan serangan dari Kerajaan Hindu, serangan ini dapat dikalahkan oleh Babur. Babur memerintah selama 30 tahun, setelah wafat digantikan putranya, Humayun yang hanya memerintah selama 9 tahun karena kondisi dalam negeri tidak aman dengan munculnya pemberontakan. Humayun meninggal dan digantikan oleh anaknya yang berusia 14 tahun, Akbar. Urusan pemerintahan diserahkan kepada Bairam Khan. Ketika Akbar dewasa, ia memperluas wilayah dengan menaklukan daerah Chundar, Ghond, Orisa, dan Asingah. Pemerintahan dijalankan secara militeristik, pemimpin daerah dipimpin ileh seorang komandan (sipah saleh). Terjadi kemajuan di berbagai bidang, misalnya ekonomi dan pertanian, yang dipacu oleh stabilitas politik yang aman dan pemerintahan yang stabil. Karya Malik Muhammad Jayadi yang berjudul “Padmayat” menjadi karya sastra yang paling menonjol. Demikian juga pembangunan masjid indah dan megah yang berlapis mutiara yang disebut “Taj Mahal”.

D. Manfaat Sejarah Perkembangan Islam Abad Pertengahan Beberapa manfaat dari sejarah perkembangan Islam abad pertengahan diantaranya: 1. Jiwa dan semangat persatuan serta kesatuan yang dibina oleh tiga kerajaan besar dapat membangun kerajaan pada zamannya. 2. Kerja keras dan pantang menyerah yang dilakukan oleh rakyat dan pemimpin pada masa pertengahan telah membuahkan hasil yang gemilang. 3. Kreativitas dan ketekunan yang dimiliki para ilmuwan pada masa pertengahan telah melahirkan berbagai ilmu pengetahuan dan perkembangan kebudayaan.

E. Pengaruh Perkembangan Islam Abad Pertengahan Terhadap Umat Islam di Indonesia Pengaruh perkembangan Islam abad pertengahan terhadap umat Islam di Indonesia antara lain: 1.

Muncul pemahaman dari metode berpikir tradisional menjadi rasional.

2. Berkembang pendekatan teologi Asy’ariyah. 3.

Muncul madzab yang sangat besar yaitu Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi.

4.

Memberikan pengaruh positif yang memiliki peradaban bagi masyarakat di Indonesia.

5.

Mengembangkan syiar Islam sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat dianut dan dilaksanakan masyarakat muslim di Indonesia

D. Perkembangan kebudayaan islam pada abad pertengahan Coba perhatikan ornamen yang sangat indah pada dindingdinding bangunan bersejarah di Turki itu. Keindahan yang sama bisa dilihat di Darbi Imam shrine di Isfahan, Iran, juga di Seljuk Mama Hatum Mausoleum di Tercan, Turki. Bangunan-bangunan abad pertengahan Islam tersebut membuktikan perkembangan Islam tak terlepas dari jiwa dan nafas seni. Bahkan, pola yang terlukis di bangunan-bangunan tadi, diakui memiliki tingkat dan nilai seni yang tinggi, melebihi pengetahuan seni dunia barat pada masa itu. Peter J Lu, peneliti dari Harvard University, Amerika Serikat, membuktikannya. Pada kesimpulan penelitian yang dilakukannya, ia mengatakan, ornamen-ornamen itu nyaris membentuk pola quasi-crystalline yang sempurna. Padahal dunia Barat baru mengenal pola yang indah itu setelah 500 tahun kemudian [www.sciencemag.org]. Dunia Barat mengenal pola quasicrystalline setelah Roger Penrose, seorang ahli matematika dan kosmologi berkebangsaan Inggris memperkenalkannya pada tahun 1970. Dan pola semacam itu kemudian disebut dengan quasicrystalline Penrose. Pola quasi-crystalline adalah pola bergaris yang saling bertautan satu sama lain yang membentuk pola yang tidak berulang, bahkan jika diteruskan ke semua arah sekalipun. Pola quasi-crystalline memiliki bentuk yang simetris khusus. Pola semacam itu sudah banyak digunakan arsitek-arsitek muslim abad pertengahan Islam. Lu menyebut sebagai karya yang menakjubkan. “Mereka membuat ubin yang memperlihatkan penguasan matematika yang begitu canggih sehingga kita tak dapat membayangkan sampai 20 atau 30 tahun belakangan ini,” katanya. Dunia juga mengakui, salah satu corak keramik yang paling indah adalah karya tangan-tangan terampil pembuat keramik muslim. Memang pada awalnya mereka meniru corak keramik dari Cina dan Yunani. Namun, dalam perkembangan waktu, mereka menghasilkan corak yang berbeda. Keramikkeramik yang mereka ciptakan membentuk karakter keindahan tersendiri, berbeda dengan karakter keramik dari Cina atau Yunani. Teknik-teknik baru pembuatan keramik pun lahir. Tetapi, bukti-bukti di atas tak mengubah pandangan sebagian orang yang menganggap bahwa Islam menghambat seni dan memusuhinya. Seolah,

setiap perkembangan seni berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Seperti saat dimuatnya karikatur Nabi Muhammad Saw di beberapa media Barat. Saat masyarakat muslim bereaksi keras menentang pemuatan karikatur itu, dikatakan bahwa Islam tidak menghargai kebebasan seseorang untuk menunjukkan ekspresi seninya. Pandangan Islam Tentang Seni Sebenarnya, bagaimana pandangan Islam tentang seni? Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?” [QS 50: 6]. Allah juga mengajak manusia untuk melihat dari perspektif keindahan, bagaimana buah-buahan yang menggantung di pohon dan bagaimana pula buah-buahan itu dimatangkan. Jika manusia memerhatikan dan menikmati dengan pandangan yang indah, saat arak-arakan binatang ternak saat masuk ke kandang, juga saat dilepaskan ke tempat penggembalaan, sesungguhnya pada peristiwa itu ada unsur keindahannya. Ajakan-ajakan kepada manusia tersebut menunjukkan, pada dasarnya manusia dianugerahi Allah potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan. Seni merupakan fitrah dan naluri alami manusia. Kemampuan ini yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Karena itu, mustahil bila Allah melarang manusia untuk melakukan kegiatan berkesenian. Nabi Muhammad Saw sangat menghargai keindahan. Suatu ketika dikisahkan, Nabi menerima hadiah berupa pakaian yang bersulam benang emas, lalu beliau mengenakannya dan kemudian naik ke mimbar. Namun tanpa menyampaikan sesuatu apapun, Beliau turun kembali. Para sahabat sedemikian kagum dengan baju itu, sampai mereka memegang dan merabanya. Nabi Saw bersabda: “Apakah kalian mengagumi baju ini?” Mereka berkata, “Kami sama sekali belum pernah melihat pakaian yang lebih indah dari ini.” Nabi bersabda: “Sesungguhnya saputangan Sa’ad bin Mu’adz di surga jauh lebih indah daripada yang kalian lihat.” [M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an].

Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin juga menuliskan bahwa: “Siapa yang tidak berkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati.” Kehati-hatian dalam Seni Kalau memang demikian pandangan Islam tentang seni, mengapa pada masa awal perkembangan Islam [zaman Nabi Saw dan para sahabatnya], belum tampak jelas ekspresi kaum muslim terhadap kesenian. Bahkan, terasa adanya banyak pembatasan-pembatasan yang menghambat perkembangan seni? Menurut Sayyid Quthb, pada masa itu, kaum muslim masih dalam tahap penghayatan nilai-nilai Islam dan memfokuskan pada pembersihan gagasan-gagasan jahiliyah yang sudah meresap dalam jiwa masyarakat sejak lama. Sedangkan sebuah karya seni lahir dari interaksi seseorang atau masyarakat dengan suatu gagasan, menghayati dengan sempurna sampai menyatu dengan jiwanya. Karena itu, belum banyak karya seni yang tercipta pada masa awal perkembangan Islam itu. Pembatasan-pembatasan terhadap kesenian karena adanya sikap kehatihatian dari kaum Muslim. Kehatihatian itu dimaksudkan agar mereka tidak terjerumus kepada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menjadi titik perhatian pada waktu itu. M Quraish Shihab menjelaskan bahwa Umar Ibnul Khaththab, khalifah kedua, pernah berkata, “Umat Islam meninggalkan dua pertiga dari transaksi ekonomi karena khawatir terjerumus ke dalam haram [riba].” Ucapan ini benar adanya, dan agaknya ia juga dapat menjadi benar jika kalimat transaksi ekonomi diganti dengan kesenian [Wawasan Al-Qur’an]. Atas dasar kehati-hatian ini pulalah hendaknya dipahami hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah menjadi salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian Muhammad Imarah dalam bukunya Ma’âlim AlManhaj Al-Islâmi yang penerbitannya disponsori Dewan Tertinggi Dakwah Islam, Al-Azhar bekerjasama dengan Al-Ma’had Al-’Âlami lil Fikr AlIslâmi [International Institute for Islamic Thought].

Kesenian Islam baru berkembang dan mencapai puncak kejayaan pada saat Islam sampai di daerah-daerah Afrika Utara, Asia Kecil, dan Eropa. Daerahdaerah tersebut didefinisikan sebagai Persia, Mesir, Moor, Spanyol, Bizantium, India, Mongolia, dan Seljuk. Di daerah-daerah tersebut, Islam membaur dengan kebudayaan setempat. Terjadilah pertukaran nilai-nilai Islam dengan budaya dan seni yang menghasilkan ragam seni yang baru, berbeda dengan karakter seni tempat asalnya. Dasar Seni Islam Seni yang didasarkan pada nilai-nilai Islam [agama/ketuhanan] inilah yang menjadi pembeda antara seni Islam dengan ragam seni yang lain. Titus Burckhardt, seorang peneliti berkebangsaan Swiss-Jerman mengatakan, “Seni Islam sepanjang ruang dan waktu, memiliki identitas dan esensi yang satu. Kesatuan ini bisa jelas disaksikan. Seni Islam memperoleh hakekat dan estetikanya dari suatu filosofi yang transendental.” Ia menambahkan, para seniman muslim meyakini bahwa hakekat keindahan bukan bersumber dari sang pencipta seni. Namun, keindahan karya seni diukur dari sejauh mana karya seni tersebut bisa harmonis dan serasi dengan alam semesta. Dengan begitu, para seniman muslim memunyai makna dan tujuan seni yang luhur dan sakral. Apakah seni Islam harus berbicara tentang Islam? Sayyid Quthb dengan tegas menjawab tidak. Kesenian Islam tak harus berbicara tentang Islam. Ia tak harus berupa nasehat langsung atau anjuran berbuat kebajikan, bukan juga penampilan abstrak tentang aqidah. Tetapi seni yang Islami adalah seni yang menggambarkan wujud dengan ‘bahasa’ yang indah serta sesuai dengan fitrah manusia. Kesenian Islam membawa manusia kepada pertemuan yang sempurna antara keindahan dan kebenaran. « [imam]

Disusun oleh : • Dian Assyifa Efendi : • • •

PERKEMBANGAN AJARAN ISLAM

PADA ABAD PERTENGAHAN Harry Prastio : SEKILAS TENTANG AGAMA ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN Muarief : PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN AGAMA ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN Raditya Kholid Aroyo : PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA ABAD PERTENGAHAN

Kelas

: XI IPA 2

Kelas : XI IPS 2

Disusun Oleh :  Dzikrina Siregar  Muflihany  Ratri Andamari  Nabila Hidayati

Related Documents

Sifa
June 2020 2