Sgd Lbm 4 Cynth Respi.docx

  • Uploaded by: MamanHermawan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sgd Lbm 4 Cynth Respi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,257
  • Pages: 23
1. Mengapa pada pasien didapatkan batuk berdahak bercampur darah ? 2. Mengapa pasien demam, berkeringat pada malamhari, dan nafsu makan turun , bb turun ?







Sistem saraf berperan besar dalam fisiologi selera makan.Ada banyak daerah pada otak yang merupakan pusat-pusat selera makan, serta saraf-saraf tepi yang merupakan jaras untuk menyampaikan sinyal dari jaringan ke sistem saraf pusat dan sebaliknya. Hipotalamus adalah pusat pengendali selera makan terbesar. Ada dua daerah pada hipotalamus yang merupakan pusat penting: nukleus lateralis dan nukleus ventromedial. Nukleus lateralis terletak di setiap sisi lateral hipotalamus dan berperan sebagai pusat lapar. Nukleus ini bekerja dengan cara mendorong sel saraf motorik untuk mencari makanan. Stimulasi di daerah ini akan menyebabkan makan dalam jumlah banyak (hiperfagia), sedangkan destruksi di daerah ini menyebabkan kehilangan selera makan, yang dapat berujung pada kehilangan berat badan, massa otot, dan penurunan metabolisme tubuh. Sedangkan nukleus ventromedial adalah pusat kenyang. Stimulasi di daerah ini akan menyebabkan perasaan kenyang sehingga tidak mau makan (afagia), sebaliknya





destruksi di daerah ini akan menyebabkan hasrat untuk makan yang berlebih dan dapat berakibat obesitas. Neuron yang menghambat selera makan adalah neuronproopiomelanocortin (POMC), di mana substansi yang diproduksinya adalah α-melanocyte-stimulating hormone (αMSH) bersama dengancocaine-and-amphetamine-related transcript (CART). Keduanya bersifat anorexigenic.Sedangkan substansi yang mencetuskan rasa lapar adalah neuropeptide Y (NPY) dan agouti-related protein (AGRP).Keduanya bersifar orexigenic. Neuron POMC bekerja dengan cara melepas α-MSH yang akan berikatan dengan reseptor melanocortin (MCR) pada nukleus paraventrikular. Aktivasi pada MCR akan mengurangi pengambilan makanan dan meningkatkan pemakaian energi, sebaliknya inhibisi (defek) akan meningkatkan pengambilan makanan dan mengurangi pemakaian energi sehingga dapat menyebabkan obesitas. Khusus untuk peningkatan pemakaian energi, MCR bekerja diperantarai oleh nucleus tractus solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11 th ed. Pennsylvania: Elsevier Inc; 2006. p. 867-72. Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 593-5.

Demam

1. Kenapa pasien berkeringat banyak pada malam hari Keringat malam mungkin merupakan gejala klinis TB penting pada dewasa dan bukan gejala utama pada anak. Pada orang dewasa yang sehat pada malam hari istirahat atau tidur, metabolisme (BMR) menurun, sedangkan pada keadaan sakit TB yang merupakan proses infeksi atau sakit TB metabolisme meningkat sehingga akan berkeringat pada malam hari. Pada anak, yang masih fase tumbuh, growth hormon malam hari, metabolisme meningkat, sehingga akan timbul keringat pada malam hari.

Sumber : Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia 2005) Guyton & hall. 2008. Fisiologi kedokteran. Edisi 11. jakarta : EGC

Keringat malam sebenarnya merupakan gejala klinis yang penting pada pasien TB dewasa. Produksi keringat pada malam hari pada saat tidur nyenyak biasanya disebabkan oleh peningkatan metabolisme basal tubuh (basal metabolic rate). Pada infeksi TB dewasa terjadi peningkatan tersebut sehingga keluhan keringat malam pasti sering dijumpai Ada pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). Monosit yang merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan kuman M.tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi.

Walaupun makrofag ini tidak dapat mengeradikasi bakteri secara keseluruhan, tetapi pada orang imunokompeten makrofag dan sel-sel sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks bakteri tersebut untuk mencegah penyebaran bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya.TNF-α yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam, keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat badan di mana semua ini merupakan karakteristik dari tuberkulosis (Tramontana et al, 1995). Demam timbul sebagai akibat respon sinyal kimia yang bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke temperatur yang lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Untuk lebih jelasnya berikut adalah fase demam. Pertama yaitu fase inisiasi dimana vasokonstriksi kutaneus akan menyebabkan retensi panas dan menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Ketika set point baru tercapai maka menggigil akan berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi normal, vasodilatasi kutaneus menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat (Young, 1988; Boulant, 1991, Dinarello and Bunn, 1997) •

Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis akibat inflamasi.



Pada malam hari juga kuman TBC aktif jadi biasanya serangan untuk kasus TBC kebanyakan malam hari.

Sumber : Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi II. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

3. Mengapa saat di perkusi apex terdengar suara redup ? redup atau gangguan resonansi di akibatkan oleh setiap keadaan yang menganggu getaran resonan normal dalam paru-paru atau keadaan yang menggangu pengahtaran dari getaran tersebut dari luar. Oleh karen itu konsilidasi parenkim paruparu mengakibatkan suara perkusis redup contoh penyakit seperti penumonia, neoplasma, atelektasis, fibrosis pleura, efusi pleura. Suara resonansi skodaik bagian bawah paru mengalami kompresi oleh setiap efusi pleuritik dan volume bagian atasnya berkurang , suara bagian atas toraks akan bersifat timpani (pneumonia lobaris) di atas daerah konsolidasi.

perkusi: redup (infiltrat luas, schwarte), hipersonor (kavitas yang besar) , pekak (efusi pleura). Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, FK UI E-Book Horison CommonViralRespiratoryInfections.pdf Sumber: DELF, Mohlan. H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Ed 9. Jakarta :EGC

4. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan ulang BTA kepada pasien dan cara memperoleh specimen ? 5. Gambaran Rontgent TB ? TB Primer :

TB Sekunder/ Post Primer ;

\

6. Apa diagnosis dan dd, dan dd keperawatannya ? Dx : TB Paru Kriteria Diagnosis 7. Bagaimana alur diagnosis pada scenario ?

8. Bagaimana Patofisiologi dari diagnosis berikut ? A. TUBERKULOSIS PRIMER Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya

atau tertelan c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : - Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau - Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1.

Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: - meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas - memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi - bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya

PERJALANAN ALAMIAH

 Ciri ciri dan SIfat :  Cara Penularan :

9. Etiologi dari diagnosis ?  Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis 10. Bagaimana etika batuk yang benar ? + Bagaimana membuang dahak yang benar

11. Apa tatalaksana yang dibeirkan kepada pasien ?

PRINSIP PENGOBATAN Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah : 1. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. 2. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap Intensif  Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.  Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu  Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan  Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama  Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuha

Tabel 4. Ringkasan paduan obat Kategori

Kasus

I

- TB paru BTA +, BTA - , lesi luas

II

II

- Kambuh - Gagal pengobatan

- TB paru berobat

putus

Paduan obat yang diajurkan 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE *2RHZE / 4R3H3

Keterangan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE -3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi

Bila streptomisin diganti kanamisin

alergi,

dapat Catatan : * Obat yang disediaka n oleh Program Nasional TB

III

-TB paru BTA neg. lesi minimal

IV

- Kronik

IV

- MDR TB

dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau *2RHZE /4 R3H3 RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan) Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Kanamisin · Amikasin · Kuinolon · Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat ·

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : o o o o o

Kapreomisin Sikloserino PAS (dulu tersedia) Derivat rifampisin dan INH Thioamides (ethionamide dan prothionamide)



 12. Apa saja kategori pengobatan sesuai diagnosis ?

Paduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia :  Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.  Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.  Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3.  Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. 1 paket untuk 1 penderita dalam 1 masa pengobatan. Obat Paket Tuberkulosis ini disediakan secara gratis melalui Institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah, terutama melalui Puskesmas, Balai Pengobatan TB paru, Rumah Sakit Umum dan Dokter Praktek Swasta yang telah bekerja sama dengan Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular Langsung, Depkes RI. KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TB Paru BTA Positif Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat” Penderita TB Ekstra Paru berat

KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu: Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan.

OAT SISIPAN (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

13. Efek samping obat pada scenario ?

Related Documents

Sgd Lbm 4 Cynth Respi.docx
December 2019 41
Sgd 1 Lbm 4.docx
December 2019 39
Sgd 4 Lbm 1 Hema.docx
June 2020 30
Lbm 4 Sgd 10.docx
October 2019 21
Sgd 4 Lbm 1.docx
November 2019 29

More Documents from "Bomber E"

Prozect5eh.docx
April 2020 15
Tmpaa6e.tmp.docx
April 2020 14
Cynthiandrina_sgd7_lbm4.docx
December 2019 12
Project Lbm 6.docx
April 2020 21
Sgd Lbm 4 Cynth Respi.docx
December 2019 41