Sgd 1.docx

  • Uploaded by: Anis Nurun
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sgd 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,087
  • Pages: 25
BAB I SKENARIO I NYERI PERUT

Pak Adi, 45 tahun mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, nyeri awalnya dirasakan di ulu hati semakin lama semakin hebat.

1

BAB II KATA KUNCI

1. Nyeri perut kanan bawah 2. Nyeri ulu hati

2

BAB III PROBLEM

1. Apa yang mengakibatkan nyeri perut kanan bawah? Bagaimana prosesnya? 2. Penyakit apa saja yang ada di perut kana bawah? 3. Bagaimana prinsip penatalaksana pada kasus tersebut? 4. Komplikasi apa saja yang timbul dan bagaimana cara mencegahnya? 5. Edukasi apa yang kita lakukan untuk pasien?

3

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. BATASAN  Nyeri Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang umumnya disebabkan oleh rangsangan yang kuat atau merusak. The International Association for the Study of Pain's secara luas mendefinisikan nyeri sebagai "suatu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan sebagai kerusakan tersebut"; namun, karena menjadi kompleks, fenomena subjektif , mendefinisikan nyeri telah menjadi tantangan. Dalam diagnosis medis, nyeri dianggap sebagai gejala dari kondisi yang lain.  Perut Abdomen adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bagian dari tubuh yang berada di antara thorax atau dada dan pelvis di hewan mamalia dan vertebrata lainnya. Pada arthropoda, abdomen adalah bagian paling posterior tubuh, yang berada di belakang thorax atau cephalothorax (sefalotoraks). Dalam bahasa Indonesia umum, sering pula disebut dengan perut. Bagian yang ditutupi atau dilingkupi oleh abdomen disebut cavitas abdominalis atau rongga perut.

4.2. ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI/PATOMEKANISME 

ANATOMI

4

Apendiks memiliki panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15cm. Pangkal apendiks keluar dari aspek posteromedial sekum; akan tetapi arahapendiks sendiri sangat bervariasi.

Pada

sebagian

besar

orang

apendiks

terletak

pada posisi retrosekal namun sering juga ditemukan pada posisi lain. Apendiks memilikigam baran karakteristik berikut :  Memiliki mesentrium kecil yang menurun di belakang ileum terminalis. Satu-satunya pasokan darah apendiks, arteri apendikularis (salah satu cabangileokoka) , berjalan dalam mesenterium. Pada kasus apendisitis, terjadithrombosis arteri apendikularis. Bila terjadi hal ini, komplikasi gangren dan perforasi apendiks tidak terelakkan.  Apendiks memiliki lumen yang reatif lebar pada bayi dan perlahan-lahanmenyempit dengan bertambahnya usia, seringkali menghilang pada manula.  Teniae koli sekum mencapai pangkal apendiks 

Histologi

Apendiks merupakan tonjolan kecil langsing dan buntu, berasal dari ujungsekum. Dinding apendiks terdiri dari atas lapisan-lapisan yang sama dengan usus besar, tetapi ada penebalan karena jaringan limfoid berbentuk nodulus limfatikus yangmelingkari dinding. Pada potongan melintang tampak lumennya bersudut dan seringterisi dengan sel-sel yang mati dan detritus aseluler. Sulit untuk membedakan antara

struktur yang normal dan yang patologis. Jaringan limfoid pada apendiks seperti padatonsil sering mengalami peradangan akut dan kronis.Tunika mukosa sama seperti bagian usus lainya, dengan epitel selapis torakmempunyai sel goblet sangat banyak, tidak mempunyai vilus. Kriptus Lieberkuhn/kelenjar Lieberkuhn jumlahnya sedikit, bentuknya tidak teratur, 5

panjangnya bervariasi, terbenam dalam jaringan limfoid. Terdapat banyak noduli limfatisi solitariidalam lamina propria memenuhi sekeliling dindingnya. Tunika muskularis mukosakurang berkembang.Tunika submukosa tebal, berisi jaringan ikat jarang dengan pembuluh darahdan serat saraf, tanpa kelenjar dan terdapat banyak sebukan limfosit dari lamina propria.Tunika

muskularis

tidak begitu

teba, meskipun

masih

dapat

dibedakan tunikamuskularis sirkularis dan tunika muskularis longitudinalis. Disini tidak ditemukanadanya taenia coli. Lapis paling luar adalah tunika serosa. Penggantung apendiksdisebut mesenteriolum. 

Fisiologi

Apendiks Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sekretorik di saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks tidak menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000).



Patofisiologi

6

Secara klinis, apendisitis ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) Apendisitis akut Apendisitis yang terjadi dengan diawali oleh nyeri periumbilikal yang diikuti dengan rasa mual dan muntah sehingga bisa menyebabkan anoreksia, dan peningkatan nyeri lokal pada perut bagian kanan bawah. Lamanya rasa nyeri ini berlangsung selama 24 sampai 36 jam. Penyebab apendisitis akut ini adalah adanya obstruksi apendiks dan infeksi hematogen (Craig, 2005). Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mengalami sumbatan, sehingga semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan di mana akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen (Anonim, 2000) . 2) Apendisitis Kronis Apendisitis kronis terjadi apabila ada rasa nyeri di perut bagian kanan bawah yang tidak berat, tetapi bisa menyebabkan aktivitas penderita terganggu dan lebih dari dua minggu. Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung secara terus-menerus dan bisa bertambah berat parah kemudian mereda lagi (Sjamsuhidajat et al., 2003).



Patogenesis

Apendisitis diinisiasi oleh obstruksi lumen yang disebabkan oleh tinja atau fekalith. Hal ini menjelaskan tentang epidemiologi yang mengatakan apendisitis berasosiasi dengan asupan serat makanan yang rendah (Philip, 2007). Penyebab ulkus masih tidak diketahui meskipun etiologi virus telah dipostulatkan. Infeksi organisme Yersinia dapat menyebabkan penyakit, karena merupakan komplemen tinggi titer antibodi fiksasi yang ditemukan pada 30% kasus positif usus buntu. Reaksi inflamasi yang disertai dengan ulserasi cukup untuk menghalangi lumen usus buntu kecil bahkan kelihatan tidak jelas. Obstruksi paling sering disebabkan oleh fekalith, yang dihasilkan dari akumulasi dan penebalan logam tinja sekitar serat sayuran (Felson, 2008). Kasus usus buntu dari obstruksi lumen apendiks menyebabkan infeksi dan peradangan. Sebuah fekalith yang menghambat, sering terlihat setelah dilakukan operasi. Awalnya, usus buntu menyebabkan nyeri peri-pusar, mual dan muntah. Hal ini karena saraf visceral dari struktur pertengahan usus menyebabkan nyeri ke daerah peri-pusar dan merangsang pusat muntah. Ketika peradangan berkembang bisa mencapai luar usus buntu, dari serabut saraf peritoneum parietal membawa informasi spasial yang tepat ke korteks somatosensori dan nyeri terlokalisasi pada fosa iliak kanan, melapisi usus buntu inflam. Setelah diobati, usus buntu dapat berkembang membentuk abses apendiks atau pecah ke dalam rongga peritoneum, menyebabkan peritonitis (Satish, 2004).

7

Nyeri dapat berbeda untuk setiap orang, karena usus buntu bisa terjadi pada organ yang berbeda. Hal ini dapat membingungkan dan sulit untuk mendiagnosa apendisitis. Paling sering sakit dimulai di sekitar pusar dan kemudian pindah ke perut bagian bawah kanan. Nyeri yang dirasakan bisa lebih terasa sakitnya apabila berjalan atau berbicara. Selama kehamilan letak usus buntu lebih tinggi pada bagian perut, sehingga rasa sakit mungkin bisa datang dari perut bagian atas. Pada orang tua, gejala sering tidak terlihat karena ada sedikit pembengkakan (Stewart, 2014). Bedah apendisitis sering disebut juga dengan apendektomi. Apendektomi merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara barat. Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan banyak pada dekade kedua (10 - 19 tahun) atau ketiga (20 - 29 tahun), akan tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace et al., 2006).

4.3. JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN  Gastritis Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Hal 492). Gastritis adalah segala radang mukosa lambung (Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisihal749) Gastritis merupakan keadaan peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difusi atau local (Patofisiologi Sylvia A Price hal 422). Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas. Klasifikasi gastritis :  Gastritis Akut Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung padasebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna.Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah: a) Gastritis akut erosif Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung). b) Gastritis akut hemoragic.

8

Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapatempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut.( Hirlan, 2001).  Gastritis Kronis Menurut Muttaqin, (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut : a) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta perdarahan dan erosi mukosa. b) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dankanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakankarakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan selchief. c) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, danhemoragik. Penyebab dari gastritis antara lain (Menurut Muttaqin(2011) a. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin, ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agenkemoterapi (mitomisin, 5-fluora 2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalisbersifat mengiritasi mukosa lambung. b. Minuman beralkohol ; seperti :whisky,vodka, dan gin. c. Infeksi bakteri ; seperti H. Pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci, staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan secondary syphilis. d. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus e. Infeksi jamur ;candidiasis, histoplasmosis,danphycomycosis. f. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung. g. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen iritasi mukosa lambung. h. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respon peradangan mukosa. i. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah kelambung. 9

j. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antaraagresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.  Urolitiasis Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu(kalkuli)pada traktus urinarius. Kalkuli yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus ini paling sering ditemukan. Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica urinaria sebagian besar berasal dari ginjal. Urolitiasis adalah penyebab umum adanya keluhan ditemukan darah dalam urin dan nyeri di abdomen, pelvis, atau inguinal. Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20 orang pada suatu waktu dalam kehidupan mereka.

4.4. GEJALA KLINIS 

Gejala Klinis Gastritis a. Gastritis Akut yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia. b. Gastritis Kronik, Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.



Gejala dan Tanda Urolitiasis Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli dalam traktus urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan gejala. Namun perlahan keluhanakan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran kalkuli seperti:  Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar ke perut bagian depan, dan lipatan paha hingga sampai ke kemaluan.  Hematuria:buang air kecil berdarah.  Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau  Nyeri saat buang air kecil  Infeksi saluran kencing-Demam. Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala yang signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan perkembangan di saluran

10

kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis)di punggung, atau perut bagian bawah(kolik renalis).  Nyeri klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar keanterior dan inferior. Hampir 50% dari pasien merakan keluhan mual dan mutah. Kolik ginjal biasanya nyeri berat, pasien tidak bisa istirahat (posisi irrespektif).  Nyeri klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar keanterior dan inferior. Hampir 50% dari pasien merakan keluhan mual dan mutah.5 Kolik ginjal biasanya nyeri berat, pasien tidak bisa istirahat (posisi irrespektif). Berbeda dengan pasien peritonitis yang cenderung berbaring saja dan tidak mau bergerak. Gejala lain adalah lemas, berkeringat, dan nyeri ringan saat palpasi abdominal ginjal. 

Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:  Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak dalam dalam regio flank tanpa penyebaran ke regio inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk berkemih disertai dengan kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih), frekuensi(sering berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria(pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan kandung kemih).  Di ureter: nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral dari abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mualyang terus menerus tanpa muntah  Di ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area lumbar  Di ureter di bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal  Di uterer di bagian distal: menyebar ke inguinal atau testes atau labia majoraWaktu melewati vesica urinaria: paling sering asimptomatis, retensio urinposisional

4.5. PEMERIKSAAN FISIK Pasien appendisitis jarang memperlihatkan toksisitas sistemik. Bisa berjalan dengan cara aga kmembungkuk dan cenderung tidak bergerak saar di ranjang dan sering dengan tungkai kananyang agak fleksi. Pemeriksaan fisik berupa inspeksi, auskultasi maupun perkusi bisa 11

dikatakantidak terlalu membantu. Pemeriksaan yang dapat membantu adalah palpasi abdomen.Palpasi abdomen di mulai dari quadran kiri bawah ke quadran kiri atas, quadran kanan

atas

dan berakhir

di quadran

kanan

bawah. Kadang-kadang pada appendisitis

lanjut dapat dideteksi suatumasa. Apabila dari hasil palpasi ditemui nyeri tekan dan spasme otot quadran kanan bawah haltersebut perlu diindikasikan untuk pembedahan Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan pada semua pasien appendisitis. Padaappendisitis

atipik,

nyeri

mungkin

tidak

terlokalisasi

dari

daerah

periumbilikal pemeriksaan fisik khusus untuk mendiagnosis appendisitis adalah :  McBurney sign Letak titik mcburney adalah 2.5-5 cm di atas medialis spina iliaka anterior superior yang arahnya oblique.

 Rovsing sign Nyeri timbul pada kuadran kanan bawah apabila yang di palpasi adalah quadran kiri bawah. Menandakan positif appendicitis.

 Psoas sign Jika musculus psoas di tekan maka akan menimbulkan sakit pada titik McBurney. Haltersebut berarti positif appendisitis karena merangkasang peritoneum di sekitar appendiks yang juga meradang.

12

 Blumber sign Dilakukan setelah penekan yang dalam dan kemudian dilepas. Positif jika terasa sakit.  Obturator sign Tes ini dilakukan dengan cara pasien di letakkan dalam posisi terlentang, lututdifleksikan, dan articulation coxae ditempatkan dalam rotasi interna dan kemudianeksterna. Jika tes ini positif maka rotasi eksternal akan menyebabkan nyeri hypogastrium.Tanda positif menyertai appendix vermiformis perforata, abses lokalisata, dan herniaobturator.

4.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT  Pemeriksaan Laboratorium a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis. b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.  Pemeriksaan Radiologi a. Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.

13

b. Ultrasonografi (USG) dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura (Penfold, 2008).

14

BAB V HIPOSTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS) Berdasarkan gejala klinis pasien didapat hipotesis awal yang terdiri dari beberapa kemungkinan penyakit pada pasien yaitu : 

Gastritis



Urolitiasis



Radang usus buntu (appendisitis akut)

15

BAB VI ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS 6.1. ANAMNESIS Nama

: Pak Adi

Umur

: 45 tahun

Alamat

: Dukuh Kupang Barat 10 No. 10 Surabaya

Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah

6.2. GEJALA KLINIS Pak Adi merasa nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, nyeri awalnya dirasakan di ulu hati semakin lama semakin hebat. Beliau tidak pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya dan tidak ada riwayat penyakit dahulu, serta tidak ada keluarga yang sakit seperti beliau. Pak Adi sering makan yang banyak mengandung lemak dan tidak pernah berolahraga.

6.3. PEMERIKSAAN FISIK Tekanan darah : 130/90 mmhg Denyut nadi

: 128x per menit

Suhu

: 38,6 C

RR

: 29x per menit

Kepala leher

: normal

A/I/C/D

: -/-/-/-

Thorax

: normal

Pulmo

: normal

16

Abdomen  Inspeksi

: perut tampak datar

 Palpasi

: nyeri tekan dan lepas

 Perkusi

: timpani, nyeri ketok kuadran kanan bawah

 Auskultasi

: bising usus normal

Eks. Inf.

: kesan normal

Pemeriksaan khusus  Psoas sign

:+

 Obturator sign

:+

 Lukosit dalam darah

: 11.000/ml

 Rectal toucher

: anus tenang, musculus spinchter ani baik, mucosa licin,

ampula berisi, nyeri tekan bertambah dari arah jam 9 ke 11, tidak teraba massa, pada handscoon feses normal berwarna kuning.

17

BAB VII DIAGNOSA AKHIR

Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka Pak Adi dapat didiagnosa sebagai penyakit radang usus buntu (Appendisitis Akut).

18

BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS Adapun mekanisme diagnosis sehingga Pak Adi didiagnosa terkena Appendisitis akut ialah

Nyeri perut kanan bawah

Gastritis

Nyeri ulu hati

Urolitiasis

19

Appendisitis akut

BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1. PENATALAKSANA Terapi apendisitis adalah apendektomi yaitu operasi bedah yang dilakukan untuk memindahkan apendiks yang terinfeksi (Santacroce et al., 2006). Penatalaksanaan apendisitis meliputi tiga tahap: 1. Persiapan sebelum operasi Setelah timbulnnya keluhan, dilakukan observasi apendisitis dalam waktu 8 hingga 12 jam, apabila tanda dan gejala apendisitis yang dialami masih belum jelas (Anonim, 2000). Jika diagnosis masih belum pasti, maka pasien harus diamati dan diperiksa abdomen serta pelvis pada interval waktu tertentu karena tidak ada gunanya memperpanjang waktu observasi dan tidak ada yang boleh diberikan lewat mulut. Jika diperkirakan ada perforasi atau plebilitis maka diberikan antibiotik intravena. Demam tinggi, terutama yang terjadi pada anakanak, harus diturunkan terlebih dahulu sebelum anak tersebut diberi anestesi. Selang nasogastrik dimasukkan jika abdomen kembung atau pasien mengalami keracunan (Theodore, 1993). 2. Apendektomi (Operasi Apendisitis) Apendektomi

merupakan

satu-satunya

pengobatan

apendisitis

sederhana atau apendisitis perforasi yang disertai peritonis kalau tersedia fasilitas serta personalitas yang adekuat. Kalau tidak sebagai gantinya diberikan antibiotik intravena dosis tinggi. Abses pada apendiks diobati dengan antibiotik intravena (Theodore, 1993). Apendektomi terbagi kepada dua tipe (Santacroseet al., 2006) : a. Apendektomi terbuka (Open Appendectomy) Satu sayatan akan dibuat (sekitar 5 cm) di bagian bawah kanan perut, melewati kulit, dinding usus, dan peitonium. Setelah ditemukan, apendiks dipisahkan dari organ-organ dengan hati-hati dan dikeluarkan. Sayatan akan lebih besar, sebesar 7 sampai 8 cm (Sabiston, 2001) jika usus buntu telah mengalami perforasi (Santacrose et al., 2006).

20

b. Apendektomi Laparoskopi Apendektomi laparoskopi telah menjadi prosedur standar yang secara selektif digunakan untuk mengalihkan apendiks. Rongga peritonium akan dipompa dengan gas karbon dioksida untuk menggelembungkan dinding perut supaya kelihatan. Laparoskop dilewatkan melalui sayatan kecil pada dinding perut anterolateral (misalkan, yang berdekatan dengan umbilikus) (John et al., 2011). 3. Pasca Operasi Observasi tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui perdarahan di dalam abdomen, syok, hipertemia atau gangguan pernafasan. Sekiranya setelah 12 jam tidak terjadi gangguan, maka pasien dikatakan baik dan selama waktu itu, pasien dipuasakan. Selama 4 sampai dengan 5 jam, pasien diberikan minum mulai 15ml/jam, lalu baru dinaikkan menjadi 30ml/jam (Anonim, 2000a ). Apabila tidak terdapat komplikasi pada apendisitis, maka pemberian diet harus segera disarankan untuk pasien setelah operasi dan pasien dapat keluar dari rumah sakit setelah dietnya dapat ditoleransi (Santacrose et al., 2006).

9.2. PRINSIP TINDAKAN MEDIS Skor Alvarado Skor Alvarado adalah 10 butir skoring untuk diagnosis apendisitis berdasarkan simptom dan tanda klinis laboratorium Pada penelitian yang dilakukan oleh Douglas dan MacPherson,

skor tersebut efektif dalam mengklasifikasi penatalaksanaan pasien

apendisitis, dimana pasien dengan skor Alvarado kurang dari 4 tidak membutuhkan apendiktomi. serta pemeriksaan. Penelitian yang dilakukan oleh Khan dan Rehman pada tahun 2003 membagi sampel pasien menjadi tiga grup berdasarkan skor Alvarado: dimana pasien dengan skor 7-10 dipersiapkan untuk apendiktomi cito, skor 5-6 dilakukan observasi dan pemberian antibiotik, skor 1-4 diberikan pengobatan simptomatik dan dipulangkan. Hasil yang didapat sebanyak 83,5% pasien menunjukkan hasi prediksi positif terhadap diagnosis dari apendistis berdasar skor Alado. Beberapa studi juga mengatakan bahwa skor Alvarado lebih bermanfaat pada pasien laki-laki dibanding pasien perempuan dimana sebanyak 17,9% pada penelitian dan Rehman menunjukan apendiktomi negatif pada perempuan, dan 16,8% pada penelitian Shirastava dan Gupta. Pada perempuan, investigasi lanjutan diperlukan untuk

21

konfirmasi diagnosis, hal ini terkait dengan adanya penyak pada organ reproduksi perempuan yang menimbulkan gejala yang sama. Di antaranya yaitu pelvic inflammatory disease. kista ovarium terpuntir, endometriosis, dankehamin ektopik terganggu. Studi yang dilakukan oleh Flum dan Koepsell mempelajari secara luas bahwa sebanyak 45% apendiktomi yang dilakukan pada wanita usia 15-45 tahun menunjukkan hasil patologi anatomi yang normal. Beberapa penelitian telah menunjukkan efektivitas pemberian antibiotik pre-operatif dalam menurunkan resiko komplikasi apendisitis. Kebanyakan ahli bedah secara rutin memberikan antibiotic kepada pasien yang diduga apendisitis Pada kasus simple acute appendicitis, tidak ada manfaat memberikan antibiotik terus-menerus melebihi 24 jm Jika terjadi perforasi atau appendistis gangrenosa, antibiotik tetap diteruskan sampai pasien afebril dan memiliki leukosit normal.Untuk infeksi intra abdominal dari salurala cerna yang ringan sampai sedang, Surgical Infection Society merekomendasikan terapi tunggal dengan cefox, cefotetan atau asam ticarcillin-clavulanic. Pada kasus infeksi berat, dipakai kombinasi antara single agent theraphy dengan caraenems atau cephalosporin generasi ketiga, aminoglikosida ditambah antibiotik anaerob seperti metronidazole

22

monobactam,

atau

BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI 10.1.

CARA

MENYAMPAIKAN

PROGNOSIS

PENYAKIT

KEPADA

PASIEN/

KELUARGA Cara menyampaikan kepada pasien dan keluarganya harus dengan hati-hati dan menjelaskan dengan bahasa awan, Bahwa pak Adi mengalami penyakit yang disebut appendicitis, yaitu keadaan dimana kondisi peradangan yang terjadi pada usu buntu atau apendiks. Usus buntu merupakan organ berbentuk kantong kecil dan tipis berukuran sepanjang 5 hingga 10 cm yang terhubung pada usus besar yang menyebabkan nyeri perut dibagian kanan dan diulu hati. 10.2. TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN  Nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat  Timpani, nyeri ketok kanan dibagian bawah  Penurunan nafsu makan  Peningkatan suhu tubuh  Mual/ muntah  Nyeri perut kuadran kanan bawah  Leukositosis lebih dari 10.000  Neutrofilia  Migrasi nyeri (bhatt,2008) 10.3. PERAN PASIEN/KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN  Keluarga diharapakan dapat Memastikan pasien mendapatkan istirahat yang cukup.  Keluarga diharapkan dapat mengontrol Pola makan pasien.  Keluarga diharapkan dapat melarang pasien untuk melakukan aktivitas yang berlebihan.  Keluarga diharapkan memantau obat-obatannya dengan memperhatikan jadwal pemberian obat,dosis dan lainnya.  Keluarga

diharapkan

mendampingi

pasien,memberikan

perhatian

kepada

pasien,mendengarkan keluhan pasien sehingga pasien merasa diperhatikan agar pasien tidak merasa sendiri dan keluarga dapat melakukan 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu mengenal ganguan perkembangan, mengambil keputusan untuk

23

melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, dan mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan bagi kesehatan ( Fietman,1986 dalam setiawan dan Darma 2007). 10.4. PENCEGAHAN PENYAKIT  Memakan makanan yang berserat  Makanan yang tinggi serat adalah makanan yang bisa dikonsumsi untuk mencegah usus buntu. Alasannya, radang yang ada di usus buntu banyak disebabkan oleh penumpukan feses. Bisa dikatakan bahwa orang yang terkena sembelit memiliki risiko untuk terkena radang usus buntu.Oleh sebab itu, orang yang sering sembelit ada baiknya mengonsumsi makanan tinggi serat seperti agar-agar, sayur, dan buah. Serat baik untuk pencernaan karena akan melunakkan feses sehingga buang air besar menjadi lancar. Feses yang keras akan menyumbat usus, terutama usus buntu.  Vitamin A dan D Selain serat, konsumsi vitamin A dan D juga diyakini merupakan salah satu cara mencegah radang usus buntu.Vitamin A membantu sel darah putih melawan infeksi, sementara vitamin D melawan bakteri dan infeksi pada tingkatan yang lebih tinggi. Dua vitamin ini wajib ada dalam asupan makanan jika Anda ingin mencegah radang usus buntu.  Jangan tunda buang air besar (BAB)Menahan BAB mungkin terdengar sepele, namun faktanya orang yang suka menunda BAB akan lebih mungkin mengalami sembelit.

24

DAFTAR PUSTAKA Abdomen. (n.d.). Dictionary.com Unabridged (v 1.1). URL:http://dictionary.reference.com/browse/abdomen Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2010, 202-203, 210- 211, 226-228 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Chapther II. Universitas Sumatra Utara http://repository.usu.ac.id/bitstream/pdf. Diakses tanggal 18 Desember 2014. Faiz O, Moffat D. Anatomy at the glance. Jakarta : Penerbit Erlangga;2004.p.39 Grace PA, Borley NR. At glance ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta :Erlangga;2007.p.106-7. "International Association for the Study of Pain: Pain Definitions". Pain is an unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage, or described in terms of such damage Derived from The need of a taxonomy. Pain.1979;6(3):247–8. doi:10.1016/0304-3959(79)90046-0. Kidney stones in adults. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-diseases/kidneystones/definition-facts. Diakses pada tanggal 20 Maret, 2019. Medical Definition of Urolithiasis. Medicine.Net.com https://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=6649. Di akses pada tanggal 20 maret 201, KeithL., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur.Clinically Mitchel R N. Buku saku dasar patolgis robin dan cotran. Edisi 7. Jakarta :EGC;2008.p.506. Mustaqin A., & Kumala S (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika Rudi H., (2012). Keperawatan Medikal Bedah Ndraha S. buku ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA;2013.p. 1-2. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Penuntun praktikumpatologi anatomi. Jakarta:EGC;2009.p.32. Weiss CR, Teytelboym OM, Aygun N, Eng . Manual of radiology acute problemsand essential procedures. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott-RavenPublishers;2008.p.147. Wiyono, Handoko Mellisa. 2011. “Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan Apendisitis Akut” dalam J. Kedokt Meditek Vol 17 (hlm. 38-39). Jakarta: Jl. Arjuna Utara no.6 UKRIDA Sistem Pencernaan. Yogyakarta : Gosyen Publising.

25

Related Documents

Sgd Kritis.doc
April 2020 19
Sgd Jiwa.docx
May 2020 18
Sgd Insomnia.pptx
May 2020 17
Sgd Perkemihan.docx
June 2020 21
Sgd Ela.pptx
November 2019 21
Slum Demolition Sgd Pak
November 2019 2

More Documents from ""

Sgd 1.docx
June 2020 0
Vinny Cover.docx
December 2019 23
Why Was Sepang Chosen
June 2020 15
Sumatif Modul 1 Tik.docx
December 2019 24
Anis Zainal
May 2020 24
Panduan Triage.docx
April 2020 28