BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diafragma. Sebagian besar hati terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra (Snell, 2006 ). Hati mempunyai beberapa fungsi yaitu metabolisme karbohidrat, lemak, protein dan merupakan tempat penyimpanan vitamin (Guyton & Hall, 2008). Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan penyakit dalam. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang jelas. Apabila diperhatikan, laporan dinegara maju maka kasus sirosis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat, sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003) Penyakit sirosis hepatis merupakan penyakit menular yang penyebabnya adalah virus hepatitis, bakteri, proses autoimun, obat-obatan, pengaruh alkohol dan toksik (Padila, 2013). Pemerintah telah berupaya melakukan pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi di Indonesia secara rutin dan kontinue sejak tahun 1997 hingga sekarang, namun angka kejadian penderita hepatitis terus mengalami peningkatan (Pusat data dan informasi Kemenkes RI, 2014). Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang di antarannya menjadi pengidap hepatitis B kronik, sedangkan untuk penderita hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 orang. Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena penyakit hepatitis (Infodatin, 2014). Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi sirosis hepatitis terbesar kedua di negara South East Aian Region (SEAR) setelah Myanmar. Menurut hasil dari Riskesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosis sirosis hati di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada, menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data 2007 dan 2013, hal ini dapat menunjukkan petunjuk awal tentang upaya pengendalian akan penyakit ini harus ditingktakan. Pada tahun 2007, Nusa Tenggara 1
Timur (4,3%) merupakan provinsi urutan pertama dari lima provinsi dengan prevelensi sirosis hepatitis tertinggi. Sirosis hepatis ditularkan secara parenteral melalui transfusi darah atau produk darah yang terinfeksi atau melalui peralatan yang terinfeksi seperti jarum suntik, bisa juga ditularkan melalui fekal oral, kemudian hepatosit (sel epitel hati) dirusak secara langsung oleh virus atau oleh respon imun tubuh terhadap virus, dan hal ini terjadi perubahan seluler yang menimbulkan peradangan pada hati sehingga menyebabkan adanya peregangan pada kapsula hati yang mengakibatkan pembesaran hati, yang akan menggangu proses metabolisme nutrisi, pengeluaran zat sisa, dan penyimpanan nutrisi yang ditandai dengan anoreksia (mual dan muntah) yang dapat mengakibatkan kurangnya kandungan zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh, sehingga pasien mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ( Nurarif & Kusuma, 2013). Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien sirosis hepatis yang tidak tertangani dengan efektif antara lain hipertensi portal, asites dan varises gastroesofagus, oleh sebab itu penderita penyakit ini perlu mendapatkan perawatan secara optimal secara perawatan medis. Pasien yang telah dirawat di rumah sakit akan mendapatkan perawatan secara optimal oleh pemberi perawatan. Perawat dalam memberikan perawatan berdasarkan pendekatan asuhan keperawatan secara sistematis. Diawali dengan melakukan pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan tindakan , pelaksanaan serta evaluasi dari setiap tindakan keperawatan. Saat melakukan pengkajian keperawatan, perawat akan mengumpulkan data-data pasien sirosis hepatis diantaranya identitas, keluhan utama yang biasanya didapat pada pasien sirosis hepatis berupa pasien mengeluh mual muntah, kesadaran menurun, pasien pusing. Riwayat kesehatan baik sekarang, dahulu maupun keluarga. Pasien yang mengalami sirosis biasanya memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol, atau ada dari anggota keluarga yang pernah menderita penyakit sirosis atau hepatitis. Perawat juga akan melakukan pemeriksaan fisik pada tahap ini, hasil pemeriksaan yang biasanya didapat pada pasien sirosis hepatis adalah sklera tampak kuning, hati teraba, asites dan edema. Selanjutnya penegakkan diagnosa Pasien sirosis hepatis sesuai dengan hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik yang didapatkan, perawat perlu melakukan analisa data berdasarkan data dari pasien (sukjektif) dan data hasil pengamatan (objektif) untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan. Masalah yang dapat ditegakkan pada pasien sirosis hepatis antara lain ketidakefektifan pola napas, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi 2
aktivitas, kerusakan integritas kulit. Setelah perawat mengetahui masalah keperawatan yang didapat pasien pasien sirosis hepatis selanjutnya perawatan akan menetapkan perencanaan keperawatan dan rasionalnya. Perencanaan tindakan pasien pasien sirosis hepatis antara lain manejeman posisi, napas dalam dan pemberian oksigen untuk masalah pola napas , lakukan perawatan luka untuk mengatasi masalah kerusakan integritas kulit, minimalkan masukan agar dapat seimbang dengan haluaran yang dilihat dari balance cairan pasien untuk masalah kelebihan volume cairan. Kolaborasi terapi dan transfusi juga dapat dilakukan. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat melaksanakan setiap tindakan yang telah direncanakan agar dapat memberikan hasil atau evaluasi sesuai dengan harapan pasien antara lain pela napas efektif, volume cairan yang seimbang antara masukan dan haluaran, integritas kulit baik, serta tidak terjadi komplikasi pada pasien dengan sirosis hepatis.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Apa itu Sirosis Hepatis? 1.2.2 Apa Etiologi Sirosis Hepatis? 1.2.3 Apa Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis? 1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien Sirosis Hepatis?
1.3 TUJUAN 1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui apa itu sirosis hepatis 1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui apa etiologi sirosis hepatis 1.3.3 Agar mahasiswa megetahu apa manifestasi klinis sirosis hepatis 1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien sirosis hepatis
3
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KONSEP SIROSIS HEPATIS 2.1.1 Definisi Sirosis Hepatis Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001). Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati dermal dengan fibrosis yang menyebar dan mengganggu struktur dan fungsi hati. Sirosis atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis yaitu alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholik kronis, jenis sirosis yang paling umum; pasca nekrotik, akibat hepatis virus akut sebelumnya; dan biliter, akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (Smeltzer & Bare, 2013) Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi susunan hati nomal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidaj berhubungan dengan susunan normal (Anderson, 2001). 2.1.2 Etiologi Sirosis Hepatis Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang ditimbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt). Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu: 1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat 4
melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. 2. Sirosis
kriptogenik,
disebabkan
oleh
(penyebab-penyebab
yang
tidak
teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati. 3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. 4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsurunsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). 5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksiinfeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. 6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
5
7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin). 8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
2.1.3 Manifestasi Klinis Sirosis ditahap awal tidak menimbulkan gejala, pasien sirosis ringan dan moderet mungkin menderita untuk waktu yang lama tanpa menyadari penyakitnya. Pada tahap ini tes fungsi hati dapat mendeteksi perubaahan yang mengarah pada disfungsi hati seperti kegagalan membuat cukup protein berupa albumin yang membantu untuk mengatur komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh, kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah, ketidakefektifan pengelolahan limbah kimia dalam tubuh seperti bilirubin sehingga akan menumpuk di dalam tubuh, ketidakmampuan memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa menumpuk di dalam tubuh. Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan fungsi hati. Gejala yang dapat timbul pada fase ini antara lain kelelahan, kelemahan, cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (asites), kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah, kecenderungan lebih mudah berdarah dan memar, penyakit kuning karena penumpukan bilirubin, gatal-gatal karena penumpukan racun, gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat karena pengaruh racun di dalam aliran darah yang memengaruhi otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan perilaku, kebingungan, pelupa, dan sulit berkonsentrasi. Selain itu jaringan parut membatasi aliran darah melalui vena portal sehingga terjadi tekanan baik (dikenal dengan hipertensi portal). Vena portal adalah vena yang 6
membawa darah berisi nutrisi dari usus dan limpa ke hati. Normalnya, darah dari usus dan limpa dipompa ke hati melalui vena portal. Namun, sirosis menghalangi aliran normal darah melalui hati sehingga darah terpaksa mencari pembuluh darah baru disekitar hati. Pembuluh-pembuluh darah baru yang disebut “varises” ini terutama muncul di tenggorokan (esophagus) dan lambung sehingga membuat usus mudah berdarah. 1. Pembesaran Hati ( hepatomegali ): Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati. 2. Obstruksi Portal dan Asites: Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organorgan digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh. 3. Varises Gastroinstestinal: Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan
pembuluh
darah
kolateral
dalam
sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah. 4. Edema: Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. 5. Defisiensi Vitamin dan Anemia: 7
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. 6. Kemunduran mental: Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu: 1.
Mual-mual dan nafsu makan menurun
2.
Cepat lelah
3.
Kelemahan otot
4.
Penurunan berat badan
5.
Air kencing berwarna gelap
6.
Kadang-kadang hati teraba keras
7.
Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8.
Hematemesis, melena
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.2.1 PENGKAJIAN Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. 1. IDENTITAS - Nama
:
- No rekam medis
:
- Usia
: 8
- Jenis kelamin
:
- Alamat
:
- Status perkawinan
:
- Agama
:
- Pendidikan
:
- Pekerjaan
:
- Diagnosa medis
:
- Tgl masuk
:
- Tgl pengkajian
:
PENANGGUNG - Nama penanggung jawab
:
- Hubungan dgn pasien
:
2. RIWAYAT KELUARGA • Genogram (kalau perlu)
3. STATUS KESEHATAN a. Keluhan Utama Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini atau saat pengkajian. Biasanya klien dengan sirosis hepatis mengalami nyeri pada abdomen, sesak napas, gangguan BAB dan BAK b. Riwayat Penyakit (Keluhan) Sekarang Biasanya pasien datang dengan mengeluh lemah/ letih, otot lemah, anoreksia (susah makan ), nausea, kembung,pasien merasa perut tidak enak , berat badan menurun, mengeluh perut semakin membesar, perdarahan pada gusi, ganguan BAK (inkotenensia urin), ganguan BAB (konstipasi/ diare), juga sesak napas c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien dengan sirosis hepatis memiliki riwayat penggunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat gagal jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, dan merokok. d. Riwayat Penyakit Keluarga
9
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua. Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis.
4. PENGKAJIAN POLA GORDON a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Sebelum sakit Bagaimana klien memelihara kesehatannya selama kurun waktu sebelum mengalami sakit, kepatuhan dalam memeriksakan kondisinya setiap bulannya, sejauh mana pengetahuan klien tentang siklus menstruasinya. Saat sakit Apakah klien tahu tetang masalah yang sedang dialami sekarang. b. Pola nutrisi metabolic Sebelum sakit Bagaimana klien menjaga asupan nutrisi sebelum sakit, dan frekuensi makan/minum dalam sehari. Apakah asupan nutrisinya mencukupi ataukah kurang. Saat sakit Bagaimana pilihan nutrisi yang dikonsumsi klien selama sakit, adakah keluhan mual ataupun muntah berkenan dengan penyakit yang dialami. c. Pola eliminasi Sebelum sakit Bagaimana kebiasaan BAB/BAK klien sebelum sakit, baik itu frekuensi, karakteristik dan waktu normal klien BAB/BAK Saat sakit Adakah keluaran darah saat BAB/BAK klien berkenaan dengan kemungkinan penyebaran penyakitnya. Adakah keluhan diare atau konstipasi yang dialami klien. d. Pola istirahat tidur Sebelum sakit Bagaimana kualitas tidur, waktu tidur klien sebelum sakit. Adakah gangguan untuk istirahatnya. Saat sakit
10
Jam berapa klien biasa tidur, bagaimana kualitas tidur klien saat sakit, adakah gangguan tidur berkenaan dengan penyakit yang sedang diderita, misalnya nyeri supra pubic, dismenorhae. e. Pola aktifitas dan latihan Sebelum sakit Bagaimana aktivitas klien sebelum megalami sakit dan adakah gangguan yang biasa dirasakan sebelum klien sakit. Saat sakit Bagaimana aktivitas klien selama klien sakit, adakah kesulitan-kesulitan yang dialami klien berhubungan dengan sakitnya. f. Pola kognitif dan persepsi sensori Sebelum sakit Adakah gangguan yang dialami klien sebelum dia sakit sehubungan dengan sakitnya misalnya kebiasaan disminorhea saat haid. Saat sakit Apakah klien mengalami nyeri pelvis, disminorhea. Kaji PQRSTnya. g. Pola peran dan hubungan Sebelum sakit Apa peran klien dikeluarga, masyarakat dan lingkungan lain dimana klien biasa bersosialisasi. Apakah ada gangguan atau tidak. Saat sakit Apakah ada perubahan peran atau tidak berhubungan dengan penyakit yang sekarang klien alami, bagaimana hubungan klien dengan team kesehatan yang merawatnya selama sakit. h. Pola reproduksi dan seksualitas Sebelum sakit Adakah masalah reproduksi klien berkenan dengan menstruasinya, apakah sering nyeri, lama siklusnya pendek atau panjang. Karakteristik keluaran saat menstruasi apakah mengalami ketidaknormalan seperti adanya gumpalan serta warnanya yang cenderung gelap. Apakah ada gangguan dalam berhubungan suami istri bagi yang sudah berumah tangga. Klien menggunakan jenis kontrasepsi apa Saat sakit
11
Adakah keluhan saat mestruasi baik dari lama menstruasi, siklus, karakteristik darah dan sensasi nyeri yang dirasakan. Adakah masalah klien dalam melakukan koitus. i. Pola persepsi dan konsep diri Sebelum sakit Bagaimana pandangan klien terhadap dirinya diri terhadap dirinya sebelum mengalami sakit. Saat sakit Adakah perasaan malu atau tidak percaya diri terhadap dirinya sehubungan dengan sakit yang diderita klien. j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress Sebelum sakit dan saat sakit Adakah perasaan cemas atau takut pada diri klien sehubungan dengan penyakit yang diderita sekarang maupun riwayat kesehatan sebelumnya. k. Pola system nilai dan kepercayaan Sebelum sakit dan saat sakit Bagaimana ketaatan klien terhadap ajaran agama yang di yakini. Bagaimana klien memandang suatu masalah yang terjadi pada dirinya jika dihubungkan dengan penyakitnya sekarang.
5. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum
: Baik/Lemah
Tingkat kesadaran : Komposmentis/Apatis/Somnolen/Delirium/Koma GCS
: eye: 1/2/3/4 verbal :1/2/3/4/5 motorik :1/2/3/4/5/6
Tanda-tanda vital : TD Temp :
:
mmHg, Nadi:
o
C, RR :
x/menit,
x/menit
Keadaan fisik (IPPA) a. Kepala Kaji adanya keluhan pusing atau sakit kepala, warna rambut, keadaan, distribusi rambut, dan kebersihan rambut. b. Mata Kaji kesimetrisan mata, warna, konjungtiva, skera, kornea, dan fungsi penglihatan. Biasanya konjungtiva tampak anemis/ pucat, sclera ikterik 12
c. Hidung Kaji kesimetrisan, keadaa kebersihan hidung, dan fungsi penciuman. Biasanya terdapat pernapasan cuping hidung d. Mulut Kaji kelembaban mukosa mulut dan bibir, keadaan gigi, fungsi pengecapan, keadaan mulut danfungsi menelan. Biasanya bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat, membran mukosa kering dan ikterik, bibir tampak pucat e. Telinga Kaji adanya kelainan bentuk, keadaan, dan fungsi pendengaran. f. Leher Kaji adakah pembengkakan, pembesaran kelenjar tiroid, distensi vea jugularis, pembesaran kelenjar getah bening. g. Thorax a) Jantung Inpeksi
: biasanya pergerakan apeks kordis tak terlihat
Paslpasi
: biasanya apeks kordis tak teraba
Perkusi
: biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara jantung ketiga b) Paru-paru Inspeksi
: biasanya pasien menggunakan otot bantu
Palpasi
: biasanya vocal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi
: biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya
redup Auskultsi
: biasanya vesikuler
h. Abdomen Inpeksi
: umbilicus menonjol, asites
Palpasi
: sebagian besar penderita hati muda teraba dan terasa keras. Nyeri tumpul atau berasaan berat pada epigrastrium atau kuadran kanan atas.
Perkusi
: dulness
Auskultasi : Biasanya bising usus cepat i. Genitalia Eksternal
13
Kaji adanya pengeluaran secret dan perdarahan, warna, bau, keluhan gatal dan kebersihan. j. Anus Kaji adanya keluhan konstipasi, dan inspeksi adanya hemoroid eksterna. k. Ekstremitas Pada ektermitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare). Pada ektremitas bawah ditemukan edema, capillary refill time > 2 detik.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Uji faal Hepar - Bilirubin meningkat (> 1.3 mg/dL) - SGOT meningkat (> 3-45 u/L) - SGPT meningkat (> 0-35 u/L) - Protein total menurun (< 6.1- 8.2 gr %) - Albumin menurun (< 3.5-5.2 mg/L) b. USG Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular tepi hati tumpul . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaout tempak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas normal. c. CT (chomputed tomography) dan MRI Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta obstruksi aliran tersebut. d. Analisa Gas Darah Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi dan Hipoksia
14
2.2.2 ANALISA DATA NO. 1
TGL
DATA DS : Klien mengatakan sesak
PENYEBAB
MASALAH
Sindrom
Ketidakefekifan
Hipoventilisasi
pola nafas
Merokok
Ketidakefektifan
DO : -
Pola napas abnormal
-
Dipsnea
-
Pernafasan
cuping
hidung -
Penggunaan
otot
bantu pernapasan -
2
Hasil AGD abnormal
DS : Klien mengatakan bengkak
perfusi jaringan
pada kaki dan perutnya
perifer
DO : -
Terdapat edema pada kaki dan perut
-
Perubahan
tekanan
darah -
Warna kulit pucat
-
Kelambatan penyembuhan
luka
perifer -
Waktu
pengisian
kapiler >3 detik
3
DS : Klien mengatakan bengkak dikaki dan perutnya DO : - Klien tampak gelisah
15
Kelebihan asupan
Kelebihan volume
cairan
cairan
- Penurunan hematocrit - Penurunan hemoglobin - Hasil USG adanya Hepatomegali - Gangguan pola nafas - Perubahan
status
mental
4
DS : Klien
mengatakan
tidak
Ketidakmampuan
Ketidakseimbangan
mengabsorpsi nutrien
nutrisi kurang dari
nafsu makan, mual, muntah,
kebutuhan tubuh
nyeri pada perut, mengalami penurunan berat badan DO : - Klien tampak lemah - Membran
mukosa
pucat - Albumin menurun (< 3.5-5.2 mg/L) - Bising usus hiperaktif
16
1.2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefekifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilisasi ditandai dengan klien mengatakan sesak, pola napas abnormal, dipsnea, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan, dan hasil AGD abnormal. 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan merokok ditandai dengan klien mengatakan bengkak pada kaki dan perutnya, terdapat edema pada kaki dan perut, perubahan tekanan darah, warna kulit pucat, kelambatan penyembuhan luka perifer, waktu pengisian kapiler >3 detik 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai dengan klien mengatakan bengkak dikaki dan perutnya, klien tampak gelisah, penurunan hematocrit, penurunan hemoglobin, hasil USG terdapat Hepatomegali, gangguan pola nafas, perubahan status mental. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient ditandai dengan klien mengatakan tidak nafsu makan, mual, muntah, nyeri pada perut, mengalami penurunan berat badan, klien tampak lemah, membran mukosa pucat, albumin menurun (< 3.5-5.2 mg/L) , bising usus hiperaktif.
2.2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN NO 1
DIAGNOSA Ketidakefekifan pola
INTERVENSI
KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan asuhan Label NIC : Airway
nafas keperawatan selama 3 x Management
berhubungan dengan
24 jam diharapkan pola 1. Monitor TTV
sindrom nafas
hipoventilisasi ditandai klien
TUJUAN DAN
klien
normal 2. Monitor respirasi
dengan kriteria hasil :
dengan Label
mengatakan Respiratory
NOC Status
dan status O2 : 3. Lakukan :
sesak, pola napas Ventilation
fisioterapi dada jika perlu
abnormal, dipsnea,
1. Mendemonstrasikan
pernafasan cuping
batuk efektif, suara
hidung,
nafas yang bersih,
17
4. Posisikan pasien untuk
RASIONAL
penggunaan
otot
bantu pernapasan, dan
hasil
AGD
abnormal.
tidak ada sianosis
memaksimalkan
dan dypsneu
ventilasi
2. Menunjukkan jalan 5. Pertahankan nafas yang paten 3. Tanda-tanda dalam
vital
jalan nafas yang paten
rentang 6. Kolaborasi
normal
pemberian oksigen
2
Ketidakefektifan perfusi
Setelah dilakukan asuhan Label
:
jaringan keperawatan selama 3 x Peripheral
perifer
24 jam diharapkan klien Sensation
berhubungan
akan
dengan
meningkatkan Management
merokok perfusi jaringan perifer 1. Monitor adanya
ditandai klien
NIC
dengan yang
efektif
dengan
mengatakan kriteria hasil :
daerah
tertentu
yang hanya peka
bengkak pada kaki Label NOC :
terhadap
panas,
dan
dingin,
tahan,
terdapat
perutnya, 1. Mendemonstrasikan edema
status sirkulasi
pada kaki dan perut, 2. Mendemonstrasikan perubahan tekanan
kemampuan kognitif
darah, warna kulit 3. Menunjukkan fungsi pucat, kelambatan
sensori
penyembuhan luka
cranial yang utuh
perifer, pengisian
tumpul 2. Monitor kemampuan BAB
motoric 3. Gunakan sarung tangan
untuk
waktu
proteksi
kapiler
4. Instruksikan
>3 detik
keluarga
untuk
mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi 5. Kolaborasu pemberian analgetik
18
3
Kelebihan volume Setelah dilakukan asuhan Label NIC : Fluid cairan berhubungan keperawatan selama 3 x Management dengan
kelebihan 24 jam diharapkan klien 1. Monitor
asupan
cairan dapat
ditandai
dengan volume
klien
mempertahankan cairan
vital 1. Untuk
sign
mengetahui
yang
tanda
mengatakan adekuat dengan criteria
komplikasi
bengkak dikaki dan hasil : perutnya,
akibat
klien Label
tampak
NOC
:
volume cairan
penurunan
1. Terbebas dari edema
hematocrit,
2. Vital sign dalam batas normal
hemoglobin, USG
terdapat
gangguan
dari
dan luas edema
masukan
kelelahan, kecemasan
makanan/ cairan
atau kebingungan
dan hitung intake
pola 4. Menjelaskan indicator
perubahan
2. Observasi lokasi
3. Monitor
hasil 3. Tebebas
Hepatomegali,
nafas,
kelebihan
Fluid
gelisah, Balance
penurunan
awal
kelebihan cairan
status mental
kalori 4. Pasang
urin
kateter
jika
diperlukan 5. Kolaborasi
Membantu
pemberian diuretic
pengeluaran sesuai garam dan air
instruksi
4
Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan Label
NIC
dalam tubuh
:
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x Nutrition kebutuhan
tubuh 24
jam
diharapkan Management
berhubungan
asupan
dengan
terpenuhi dengan criteria 1. Monitor adanya
ketidakmampuan
hasil:
penurunan berat
mengabsorpsi
Label NOC : Nutrition
badan
nutrient dengan
nutrisi
dan
ditandai Status klien
19
klien Monitoring
2. Monitor
kadar
albumin,
total
mengatakan
tidak 1. Adanya peningkatan
nafsu makan, mual,
berat badan sesuai
muntah, nyeri pada
dengan tujuan
perut,
protein, Hb, dan kadar Ht 3. Berikan makanan
mengalami 2. Mampu
yang terpilih
penurunan
berat
mengidentifikasi
badan,
klien
kebutuhan nutrisi
tampak
4. Berikan informasi tentang
lemah, 3. Tidak ada tanda –
membran
mukosa
tanda malnutrisi
pucat,
albumin 4. Tidak ada penurunan
menurun (< 3.5-5.2
berat
mg/L) , bising usus
berarti
badan
kebutuhan nutrisi 5. Kolaborasi
yang
dengan ahli gizi untuk menentukan
hiperaktif
jumlah kalori dan nutrisi
yang
dibutuhkan klien
2.2.5 IMPLEMENTASI Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap klien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi yaitu keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta di dokumentasi intervensi dan respon klien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara konkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada klien.
2.2.6 EVALUASI Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawta dan anggota tim kesehatan lainnya. 20
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dan rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana S (Subyektif) adalah ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh klien atau keluarga klien setelah diberikan tindakan. O (Obyektif) adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang obyektif. A (Assesment) adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif. P (Planing) adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
21
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001). Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang ditimbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt). Gejala yang dapat timbul pada fase ini antara lain kelelahan, kelemahan, cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (asites), kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah, kecenderungan lebih mudah berdarah dan memar, penyakit kuning karena penumpukan bilirubin, gatal-gatal karena penumpukan racun, gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat karena pengaruh racun di dalam aliran darah yang memengaruhi otak. Lalu dilakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi, dimana muncul diagnosa keperawatan, yaitu Ketidakefekifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilisasi, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan, Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient.
22
DAFTAR PUSTAKA
23