SEPTIC CONDITION
A. DEFINISI Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan septik syok sebagai usahauntuk meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis, mengobati, danmembuat formulasi untuk prognosa dari infeksi ini. Dalam terminologi yangbaru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Hudak,2015). Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif, fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik syok (Norwitz,2010).
B. ETIOLOGI Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Hudak,2015). Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-)
yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu
untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis. Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu: a. Infeksi paru-paru (pneumonia) b. Flu (influenza) c. Appendisitis d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis) e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus
urinarius) f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus
atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit g. Infeksi pasca operasi h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
C. FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut: 1. Umur -
Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive -
Venous catheter
-
Arterial lines
-
Pulmonary artery catheters
-
Endotracheal tube
-
Tracheostomy tubes
-
Intracranial monitoring catheters
-
Urinary catheter
3. Prosedur invasive -
Cystoscopic
-
Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens -
Terapi radiasi
-
Corticosteroids
-
Oncologic chemotherapy
-
Immunosuppressive drugs
-
Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions -
Poor state of health
-
Malnutrition
-
Chronic Alcoholism
-
Pregnancy
-
Diabetes Melitus
-
Cancer
-
Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction
D. MANIFESTASI KLINIS 1. Manifestasi Kardiovaskular a. Perubahan sirkulasi Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut juga
dapat
menyebabkan
meningkatnya
permeabelitas
kapiler,
mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus membrane
yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat. Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih. b. Perubahan miokardial Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin. Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.
2. Manifestasi Hematologi Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang melindungi. Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini
selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema interstisial. Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi
yang
bersirkulasi
telah
diidentifikasi
pada
mikrovaskular,
menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya metabolism selular. Selain itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.
3. Manifestasi Metabolik Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah. Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat. Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Hudak,2015).
Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ akanmeningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak (Hudak,2015).Tetapi defisit neurologik fokal dapat terjadi akibatmeningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.
4. Manifestasi Pulmonal Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung. Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan
hipertensi
pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air ekstravaskular
paru-paru
(edema
pulmonal).
Neutrofil
yang
teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling efektif. Ujung jalur kateterintravaskuler mungkin diperlukan untuk memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya. b. SDP:
Ht
mungkinmeningkat
pada
status
hipovolemik
karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar. c. Elektrolit serum; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal. d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati atau sirkulasi toksin atau status syok. e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok. f.
Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneogenesis dan
glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam metabolisme.
g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan /
gagalan hati. h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap
lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena kegagalan
mekanismekompensasi. i.
Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan SDM.
j.
Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara bebas
didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang
menyerupai infark miokard.
F. PENATALAKSANAAN Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis: 1. Stabilisasi pasien langsung Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin. 2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas.
Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007). Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase— resistant penicillin dengan gentamisin. a. Golongan penicillin - Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis - Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari b. Golongan penicillinase—resistant penicillin - Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masingmasing dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv). - Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari. c. Gentamycin Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya. Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan: Bakteri Escherichia coli Klebsiella, Enterobacter Proteus mirabilis
Antibiotik Ampisilin/sefalotin Gentamisin
- Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml cairan,
Ampisilin/sefalotin
diberikan per drip dalam 20-30
menit
untuk
menghindari flebitis.
Pr. rettgeri, Pr. morgagni, Pr.
Dosis
Gentamisin - Kloramfenikol: 6 x 0,5
vulgaris Mima-Herellea
Gentamisin
Pseudomonas
Gentamisin
g/hari iv
Kloramfenikol/klindami
Bacteroides
sin
- Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv
(Purwadianto dan Sampurna, 2000).
Penatalaksanaan Syok Septik Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. 1. Oksigenasi Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen
di
darah,
meningkatkan
transpor
oksigen
dan
memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan. 2. Terapi cairan Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen. Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl. 3. Vasopresor dan inotropik Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon). 4. Bikarbonat Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik. 5. Disfungsi renal Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi
kontinu
(continuous
hemofiltration).
Pada
hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis. 6. Nutrisi Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral. 7. Kortikosteroid Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol (Chen dan Pohan, 2007)
G. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pendekatan ABCDE Airway
yakinkan kepatenan jalan napas
berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
kaji saturasi oksigen
periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak
Circulation
kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
pasang kateter
lakukan pemeriksaan darah lengkap
siapkan untuk pemeriksaan kultur
catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
siapkan pemeriksaan urin dan sputum
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU. Exposure Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.
B. Pengkajian
Umum 1. Aktifitas: Gejala : Malaise 2. Sirkulasi Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak seimbangan
elektrolit. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik (vasokontriksi). 3. Eliminasi Gejala : Diare 4. Makanan/Cairan Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria. 5. Nyeri/Kenyamanan : Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau ketidak nyamanan, urtikaria,pruritus. 6. Pernafasan Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan,pengguna-an kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral. Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal. Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema. Ruam eritema macular 7. Seksualitas Gejala : Pruritus perineal Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen. 8. Pendidikan kesehatan Gejala
:
Masalah
kesehatan
kronis
atau
melemah,
misalnya
hati,ginjal,sakitjantung, kanker,DM, kecanduan alcohol. Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive, luka traumatic.
Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang).
C. Daftar Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 edema paru. 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang tidak mencukupi. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
D. Rencana Intervensi Keperawatan Perencanaan
Diagnosa No
1
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
(NANDA)
Hasil (NOC)
Ketidakefektifan pola Setelah nafas dengan
dilakukan NIC: Airway Management keperawatan Posisikan
berhubungan tindakan penurunan selama
ekspansi paru, asites.
Intervensi (NIC)
………..pasien
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu
menunjukkan
keefektifan pola nafas, Lakukan fisioterapi dada dibuktikan
dengan
jika perlu Keluarkan sekret dengan
kriteria hasil: - Mendemonstrasikan
batuk atau suction
batuk efektif dan suara Auskultasi suara nafas yang bersih, catat adanya tidak ada sianosis dan tambahan
nafas, suara
dyspneu
(mampu Berikan bronkodilator, jika mengeluarkan sputum, diperlukan mampu bernafas dg Berikan pelembab udara mudah,
tidakada
pursed lips)
Atur intake untuk cairan
- Menunjukkan
jalan
nafas
yang
paten
(klien
tidak
merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Kassa basah NaCl Lembab
mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan yang paten
jalan
nafas
- Tanda
vital Observasi
Tanda
dalam rentang normal
adanya
tanda
tanda hipoventilasi
(tekanan darah, nadi, Monitor adanya kecemasan pernafasan)
pasien terhadap oksigenasi Monitor vital sign Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk
memperbaiki pola nafas. Ajarkan bagaimana batuk efektif Monitor pola nafas 2
Penurunan
curah Setelah
dilakukan NIC : Evaluasi adanya nyeri dada
jantung berhubungan asuhan dengan
perubahan selama………penurunan
afterload dan preload
kardiak
output
klien
teratasi dengan kriteria
Catat
adanya
disritmia
jantung Catat adanya tanda dan
hasil:
gejala penurunan cardiac
Tanda Vital dalam
putput
rentang normal
Monitor status pernafasan
(Tekanan darah,
yang menandakan gagal
Nadi, respirasi)
jantung
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Tidak ada penurunan kesadaran AGD dalam batas normal Tidak ada distensi
Monitor balance cairan Monitor
respon
pasien
terhadap efek pengobatan antiaritmia Atur periode latihan dan istirahat
untuk
menghindari kelelahan Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu
dan
vena leher Warna kulit normal
ortopneu Anjurkan
untuk
menurunkan stress Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk,
atau
berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung Monitor
frekuensi
dan
irama pernapasan Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Jelaskan tujuan
pada dari
pasien
pemberian
oksigen Sediakan informasi untuk mengurangi stress
Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik,
nitrogliserin
dan
vasodilator
untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung Kelola
pemberian
antikoagulan
untuk
mencegah trombus perifer Minimalkan
stress
lingkungan
3
Hipertermi
Setelah dilakukan
NIC :
berhubungan dengan tindakan keperawatan
Monitor
selama………..pasien
mungkin
proses infeksi.
menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: Suhu 36 – 37C Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada
suhu
sesering
Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output
perubahan warna
Berikan anti piretik:
kulit dan tidak ada
Kelola Antibiotik:
pusing, merasa
Selimuti pasien
nyaman
Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara Tingkatkan
intake
cairan
dan nutrisi Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah Monitor turgor
hidrasi kulit,
seperti
kelembaban
membran mukosa) 4
Ketidakefektifan perfusi
Setelah
jaringan tindakan
dilakukan Management
sensasi
keperawatan perifer:
perifer berhubungan selama 3 x 24 jam . Monitor tekanan darah dan dengan output
cardiac pasien akan : yang
tidak
mencukupi.
nadi apikal setiap 4 jam
Tekanan sisitole dan Instruksikan keluarga untuk diastole
dalam
rentang normal
mengobservasi
jika
ada lesi
Menunjukkan tingkat Monitor kesadaran yang baik
kulit
adanya
daerah
tertentu yang hanya peka terhadap panas atau dingin Kolaborasi
obat
antihipertensi. 5
Intoleransi
aktivitas
Setelah dilakukan
NIC : Self-Care Assistance
berhubungan dengan
tindakan keperawatan
Observasi adanya
kelemahan fisik.
selama …. Pasien
pembatasan klien dalam
bertoleransi terhadap
melakukan aktivitas
aktivitas dengan
Kaji adanya faktor yang
Kriteria Hasil :
menyebabkan kelelahan
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
disertai peningkatan
Monitor pasien akan adanya
tekanan darah, nadi
kelelahan fisik dan emosi
dan RR
secara berlebihan
Mampu melakukan
Monitor respon
aktivitas sehari hari
kardivaskuler terhadap
(ADLs) secara
aktivitas (takikardi,
mandiri
disritmia, sesak nafas,
Keseimbangan aktivitas dan istirahat
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Emergency Nurses association, 2010, Manual of emergency care, Mosby, st Louis. Hudak galo, 2015, keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta. Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2015, Critical care nursing diagnosis and management, Mosby, USA. Monahan, Sand, Neighbors, 2014..Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis. Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2016, Buku ajar ilmu penyakit dalam, PDSPDI. Jakarta.