BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker menurut World Health Organization (WHO) adalah pertumbuhan dan penyebaran sel yang tidak terkendali serta dapat bermetastasis ke jaringan disekitarnya. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari epitel permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring biasanya berkembang di sekitar ostium tuba Eustachius di dinding lateral nasofaring (WHO, 2015). Kanker Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di Fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF adalah tumor yang berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang sering dijumpai dibagian telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher (THTKL). Kanker nasofaring di Indonesia menduduki urutan keempat dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit (Nasir, 2009). Kanker nasofaring merupakan salah satu jenis kanker ganas yang sering ditemukan di Indonesia. Kanker nasofaring berada pada urutan ke-4 kanker terbanyak di Indonesia setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Kanker nasofaring adalah kanker kepala leher tersering (28.4%), dengan rasio pria-wanita adalah 2:4, dan endemis pada populasi Jawa (Adam et al., 2012). Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) terdapat sekitar 86.691 kasus baru yang terdiagnosis di seluruh dunia pada tahun 2012. Di Amerika Utara dan Eropa, insidens KNF kurang dari 1 kasus per 100.000 penduduk/ tahun pada tahun 2007. Insidens yang tinggi dijumpai di Cina bagian selatan (termasuk Hongkong). Pada tahun 2007, kota Zhongshan di provinsi Guangdong, Cina Selatan, memiliki prevalensi tertinggi di dunia, yaitu sebesar 28,3 kasus per 100.000 penduduk laki-laki per tahun. Pada tahun 2012, karsinoma nasofaring berada di urutan pertama, yaitu 28%, dari seluruh kanker kepala leher di bagian THT-KL Indonesia.4 Insidens KNF di Indonesia berdasarkan GLOBOCAN (Global Burden of Cancer Study) tahun 2012 mencapai 5,6 per 100.000 penduduk/ tahun, di mana prevalensi tertinggi pada dekade 4-5 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2,3:1 (Wijaya, 2017).
1
Penyebab kanker nasofaring bersifat multifaktor, seperti virus, pola hidup yang tidak sehat, pajanan okupasi, alkohol dan tembakau. Penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika memperkirakan 4% disebabkan oleh alkohol, 33% disebabkan oleh tembakau, dan 35% disebabkan oleh alkohol dan tembakau.8 Kanker nasofaring dapat menyerang disegala usia, di China sekitar 75–90% terjadi pada usia 30–60 tahun. Sedangkan di Indonesia, insiden tertinggi pada usia 41-50 tahun (32,4%) dan insiden terendah pada usia >70 tahun (1,9%). Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 8:1. Penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad pada tahun 2012, didapatkan angka kejadian kanker nasofaring mengalami peningkatan, dengan penderita terbanyak terdapat pada pasien dengan pekerjaan sebagai petani (31,37%) (Diniati, 2016). Sementara itu, angka kejadian Ca.Nasofaring di ruangan Dahlia RSUD Arifin Achmad 3 bulan terakhir hanya 3 kasus yang tercatat di ruangan tersebut (Rekam medik Dahlia RSUD Arifin Achmad, 2018). Berdasarkan latar belakang di atas, kelompok tertarik mengambil kasus pada Tn. N dengan diagnosa Ca. Nasofaring di Ruang Dahlia RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah kasus seminar ini adalah “bagaimanakah asuhan keperawatan pasien dengan Ca. Nasofaring?”. C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah seminar kasus ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu: 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah seminar kasus ini adalah untuk mengetahui, memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Ca. Nasofaring khususnya pada Tn. N. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penulisan makalah seminar kasus ini adalah: a.
Mengetahui konsep dasar dari Ca. Nasofaring.
b.
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pasien Tn. N dengan Ca. Nasofaring
2
c.
Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Tn. N dengan Ca. Nasofaring
d.
Mahasiswa mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pasien Tn. N dengan Ca. Nasofaring
e.
Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan (implementasi) pasien Tn. N dengan Ca. Nasofaring
f.
Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pasien Tn. N dengan Ca. Nasofaring
D. Manfaat Penulisan 1. Pelayanan Kesehatan Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Arifin Achmad Pekanbaru, khususnya ruang Dahlia dalam menyusun rencana perawatan dan melakukan asuhan keperawatan yang sistematis dan komprehensif pada pasien dengan Ca. Nasofaring. 2. Keluarga Bagi masyarakat khususnya keluarga yang memiliki anggota keluarganya dengan Ca. Nasofaring, makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai perawatan pasien dengan Ca. Nasofaring. 3. Perkembangan ilmu keperawatan Hasil makalah ini dapat digunakan sebagai informasi untuk mahasiswa keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Ca. Nasofaring.
3
BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Nasional Cancer Institute, 2009). Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang timbul di daerah nasofaring area di atas tenggorok dan dibelakang hidung (POI,2010). Jenis tumor ganas di nasofaring, antara lain : 1. Jenis karsinoma epidermoid. Tumor yang berasal dari sel yang melapisi organ-organ internal biasanya timbul dari jaringan epitel kulit atau epidermis kulit dan kebanyakan berasal dari kelenjar sebasea atau kelenjar yang mengeluarkan minyak dari dalam kulit. 2. Jenis adenokarsinoma. Tumor yang berasal dari bagian dalam kulit seperti endodermis, eksodermis dan mesodermis. 3. Jenis karsinoma adenoid kistik. Benjolan kecil yang berkembang dibawah kulit pada batang leher wajah tumbuh lambat dan sering menyakitkan yang mudah digerakan, serta berbagai jenis sarkoma dan limfoma maligna B. Anatomi Nasofaring Anatomi letak nasofaring dapat dilihat pada Gambar 1.
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang dilapisi mukosa dan disebelah lateral dibatasi oleh lamina medialis processus pterygoidei, di superior oleh os sphenoideum, di anterior oleh choanae dan vomer tengah, di posterior oleh clivus dan di inferior oleh palatum molle. Tuba eustachii bermuara ke arah posterolateral dan dikelilingi oleh suatu 4
struktur kartilago. Dibelakang tuba eustachii adalah lekuk-lekuk mukosa yang disebut sebagai fossae rosenmulleri. Adenoid (tonsilla pharyngealis) menggantung dari fassae tersebut dan dinding posterosuperior kubah nasofaring. Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku yang berada pada atas, belakang dan lateral. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Estachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Metastasis jauh dapat terjadi di daerah kepala serta dapat menimbulkan ganggu pada saraf otak. C. Etiologi Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah: 1. Kerentanan Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring. 2. Infeksi Virus Eipstein-Barr Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasienpasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma. 3. Faktor Lingkungan Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat. 4. Faktor kebudayaan. Kebiasaan hidup dari pasien, cara memasak makanan serta pemakaian berbagai macam bumbu masak mempengaruhi tumbuhnya tumor ini dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Ikan asin dan makanan yang diawetkan menggunakan larutan garam akan mengubah senyawa yang terkandung dalam ikan yakni senyawa nitrat menjadi senyawa nitrosamin. Tubuh mengkonsumsi makanan tinggi garam dapat menurunkan kadar keasaman lambung, sehingga dapat memicu perubahan nitrat pada ikan asin atau makanan yang mengandung tinggi garam menjadi nitrit dan nitrosamine yang bersifat karsinogenik pemicu kanker. Rendahnya kadar vitamin C
5
sewaktu muda dan kekurangan vitamin A dapat merubah nitrat menjadi nitrit dan senyawa nitrosamin menjadi zat karsinogen pemicu kanker. 5. Letak geografis. Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena penduduknya sering mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian kanker nasofaring 6. Jenis kelamin Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan disebabkan kemungkinan ada hubungannya dengan faktor kebiasaan hidup laki-laki seperti merokok, bekerja pada industri kimia cenderung lebih sering menghirup uap kimia dan lain-lain. 7. Faktor lingkungan Faktor yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu yang dihasilkan dari memasak menggunakan kayu bakar, terutama apabila pembakaran kayu tersebut tidak sempurna dapat menyebarkan partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang dalam segi kesehatan dapat tersangkut di hidung dan nasofaring, kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit hidung, maka partikel ini akan menetap lebih lama di daerah nasofaring dan dapat merangsang tumbuhnya tumor.
6
Riwayat Keluarga
Konsumsi Ikan Asin D. WOC Mengaktifkan EBV WOC CA NASOFARING Menstimulasi pertumbuhan sel abnormal yg tak terkontrol Diferensiasi dan polferasi protein laten (EBNA -1) Pertumbuhan sel kanker pd nasofaring Penekanan pada tuba eustacius Penyumbatan area tuba
Metastase sel kanker ke kelenjar getah bening melalui aliran limfe Pertumbuhan dan perkembangan sel kanker pd kelenjar getah bening Benjolan massa pd leher bagian samping
Kelenjar melekat pada otot dan sulit digerakkan
Kerusakan DNA pada sel dimana pola kromosomnya abnormal Terbentuk sel-sel muatan
Pola kromosom abnormal
Kromosom ekstra terlalu sedikit translokasi kromosom
MK :Gangguan persepsi sensori (Pendengaran)
Sifat kanker diturunkan pd anak
Indikasi kemoterapi Peransangan zona pencetus kemoreseptor
Merusak sel-sel epitel kulit
Menembus kelenjar Iritasi mukosa mulut MK : NYERI
anoreksia
Mual dan muntah MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Kerusakan intregitas kulit Kerusakan pd kulit kepala MK : gangguan harga diri rendah.
7
E. Stadium Karsinoma Nasofaring T = Tumor Tumor Primer (T) TX - tumor primer tidak dapat dinilai T0 - Tidak ada bukti tumor primer Tis - Karsinoma in situ T1 - Tumor terbatas pada nasofaring yang T2 - Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan / atau hidung fosa • T2a - Tanpa ekstensi parafaring • T2b - Dengan perpanjangan parafaring T3 - Tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal Universitas Sumatera Utara T4 - Tumor dengan ekstensi intrakranial dan atau keterlibatan SSP, fosa infratemporal, hypopharynx, atau orbit N = Nodule N – Pembesaran kelenjar getah bening regional (KGB). N0 - Tidak ada pembesaran. N1 - Terdapat metastesis unilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular N2 - Terdapat metastesis bilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular N3 - Terdapat metastesis N3.a- KGB dengan ukuran kurang dari 6cm N3.b- KGB diatas fossa supraklavikular M = Metastasis Mx = Adanya Metastesis jauh yang tidak ditentukan. M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh Stadium 1. Sadium 0 = Tumor terbatas di nasofaring, tidak ada pembesaran, tidak ada metastasis jauh. 2. Stadium II = Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh. Terjadi perluasan tumor ke rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring, metastasis kelenjar getah bening unilateral. Disertai perluasan ke parafaring, tidak ada pembesaran dan metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh. 3. Stadium III = Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, dan tidak adametastasis jauh. 4. Stadium IVA = Tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Tidak ada pembesaran dan metastasis kelenjar getah bening unilateral
serta metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula. Tidak ada metastasis jauh. 5. Stadium IVB = Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di nasofaring, tumor meluas ke jaringan lunak, perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring, disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula. Tidak ada pembesaran. 6. Stadium IVC = Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di nasofaring, tumor meluas ke jaringan lunak, perluasan tumor ke rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring. Bisa jadi disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Selain itu dapat juga pembesaran kelenjar getah bening regional, pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai, tidak ada pembesaran, metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula, ukuran lebih dari 6 cm, di dalam supraklavikula, dan terdapat metastasis jauh. F. Gejala dan Tanda Klinis Karsinoma Nasofaring 1. Gejala Dini KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting: a. Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (National Cancer Institute, 2009). b. Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadangkadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang (National Cancer Institute, 2009). 2. Gejala Lanjut a. Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. b. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. c. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh. d. Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk. e. Gangguan penglihatan sehingga penglihatan menjadi diplopia (penglihatan ganda) (Soepardi et al, 2012). Gejala dimata terjadi karena tumor berinfiltrasi ke rongga tengkorak, dan yang pertama terkena ialah saraf otak ke 3, 4 dan 6, yaitu yang mempersarafi otot-otot mata, sehingga menimbulkan gejala diplopia. Gejala yang lebih lanjut ialah gejala neurologik, karena infiltrasi tumor ke intrakranial melalui foramen laserum, dapat mengenai saraf otak ke 3, sehingga mengenai saraf otak ke 9, 10, 11 dan 12, dan bila keadaan ini terjadi prognosisnya buruk. G. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan metode pengobatan pada penderita kanker nasofaring dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Penatalaksanaan Metode Pengobatan Pada Kanker Nasofaring Stadium Penatalaksanaan Stadium I Radioterapi
Stadium II & III Kemoradiasi Stadium IV dengan N < 6 cm Kemoradiasi Stadium IV dengan N > 6 cm Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan dengan kemoradiasi 2. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Kanker Nasofaring a. Jenis Diet Diet yang diberikan bagi penderita kanker adalah Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Pada pasien kanker nasofaring selama pengobatan, seringkali kehilangan nafsu makan, mual, muntah, diare, pembengkakan pada mulut, kesulitan menelan dan lain sebagainya yang menyebabkan pasien perlu asupan makanan tinggi kalori dan tinggi protein untuk meningkatkan kekebalan tubuh penderita dan mengurangi efekyang lebih parah dari pengobatan kanker. b. Tujuan Diet Tujuan diet penyakit kanker adalah untuk mencapai danmempertahankan status gizi optimal dengan cara : 1) Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima pasien. 2) Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secaraberlebihan. 3) Mengurangi rasa mual, muntah dan diare. 4) Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya. c. Syarat Diet Syarat-syarat diet penyakit kanker adalah sebagai berikut : 1) Energi tinggi, yaitu 36 Kcal/kg BB untuk laki-laki dan 32 Kcal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 Kcal/kg BB untuk laki-laki dan 36 Kcal/kg BB untuk perempuan. 2) Protein tinggi yaitu 1-1,5 g/kg BB. 3) Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. 4) Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total. 5) Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen. 6) Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal. 7) Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani kemoterapi agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril. 8) Porsi makan diberikan dalam porsi kecil dan sering. H. Komplikasi Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko
untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat. I. Pencegahan Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini.
BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS Nama pasien
: Tn. N
Diagnosa medis
: Carsinoma Nasofaring
No. RM
: 998894
Umur pasien
: 65 Tahun
Tanggal masuk RS : 19 Oktober 2018 Tanggal pengkajian : 29 Oktober 2018 Alasan masuk RS
: Terdapat benjolan dan terasa nyeri pada daerah sekitar hidung dan leher
2. KeluhanUtama Pasien mengatakan dua bulan sebelum masuk rumah sakit muncul benjolan di leher sebelah kanan bawah. Awalnya benjolan sebesar telur ayam dan dirasakan keras. pasien mengatakan benjolan nyeri skala 1-2. Pasien tidak mengalami sulit menelan dan makan selalu habis. Benjolan pada leher menyebar ke bagian hidung, sehingga pasien sulit bernapas dari hidung dan teraba benjolan di daerah sekitar hidung. 3. Riwayat kesehatan sebelumnya Pasien mengatakan belum pernah mengalami benjolan-benjolan pada bagian tubuh. Pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus. 4. Riwayat Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada yang memiliki riwayat penyakit kronik seperti hipertensi dan diabetes mellitus. 5. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: lemah ,Kesadaran composmentis, GCS 15, E : 4, V : 5, M : 6 Vital Sign NIBP
: 120/80 mmHg
Heart Rate
: 84x/menit
Suhu
: 36,8oc
RR
: 24 x/ menit
Atropometri BB sekarang : 70 kg TB
: 169 cm
IMT
: 24
a. Kepala Rambut
: Rambut pasien pendek beruban, tidak ada rontok, tidak kotor dan kulit kepala kering
Mata
: Konjungtiva anemis, ikterik (-), refleks cahaya (+/+), pupil (2/2), pembengkakan di bagian pipi sudah membesar hingga menyebabkan mata tertutup dan tidak bisa di buka
Hidung
: Terdapat sumbatan pada hidung oleh pembengkakan, pasien sulit bernapas, tidak terpasang NGT.
Mulut
: Tidak kotor, tidak berbau, mukosa kering, tidak ada Pedarahan
Gigi
: Gigi bersih, tidak ada gigi palsu, tidak ada gangguan menguyah
Telinga b. Leher
: Tidak ada perdarahan, tidak ada gangguan pendengaran : Terdapat benjolan padat, berbatas tegas pada leher (abses) bagian kanan, nyeri (+), ukuran sebesar telur ayam, konsistensi kenyal
c. Dada Inspeksi
: Pergerakan dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot bantu pernafasan (-), Lesi (-), ictus cordis, precordium simetris, tidak terlihat masa, nafas cepat
Palpasi
: Kulit teraba dingin, nyeri tekan (-), ictus cordis teraba,
Perkusi
: Paru: sonor, Jantung: pekak
Auskultasi : Paru: vesikular Jantung: murmur d. Tangan
:Pasien erpasang IVFD NaCL 0.9% di tanggan kanan.Sianosis (-), akral teraba hangat, CRT< 2 detik, tidak ada infeksi, edema derajat II (kedalaman 5 mm dan kembali dalam 5 detik), kekuatan otot 4/4
e. Abdomen Inspeksi
: Terlihat simetris kiri dan kanan, keadaan kulit baik, asites (-), kembung (-), letak umbilicus normal
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa
Perkusi
: Bunyi perkusi Timpani
Auskultasi : Bising usus 10x/menit f. Genitalia
: Tidak ada peradarahan, tidak terpasang kateter urine
g. Kaki
: Teraba dingin, CRT < 2 detik, edema derajat II (kedalaman 5 mm dan kembali dalam 5 detik), kekuatan otot 4/4
h. Punggung 6. Gambar
: bersih, tidak ada luka dekubitus.
7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Pemeriksaan Darah Lengkap Tgl : 20 Oktober 2018 Hasil LAB RSUD ARIFIN AHMAD PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
Hemoglobin
11,6 (L)
gr/dl
14.0 – 18.0
Leukosit
8,54
/uL
5.00 - 10.00
Eritrosit
4.58 (L)
/uL
4.70 – 6.10
Trombosit
257
/uL
150 – 450
Hematokrit
36.2 (L)
%
RNF
MCV
79.0
fL
82.0 – 92.0
MCH
25.3 (L)
Pg
27.0 – 31.0
MCHC
32.0 (L)
%
32.0 – 36.0
Glukosa sewaktu
224 (H)
mg/dL
< 69-125
Ureum
23
mg/dL
15-41
Kreatinin
0.81
mg/dL
0.55-1.3
HEMATOLOGI
KIMIA KLINIK
Pemeriksaan Radiologi Tgl : 20 Oktober 2018 Hasil X-foto thorax
Kesan: Cor
: dalam batas normal
Pulmo : bronchitis senilis
Pemeriksaan Darah Lengkap Tgl : 26 Oktober 2018 Hasil Mikrobiologi uji sensitivitas Jenis specimen
: pus (dalam spuit)
Pewarnaan Gram
: leukosit >20/lp Epitel 0-1/lp Tidak ditemukan bakteri
Hasil Kultur
: tidak ada pertumbuhan kuman (Negatif)
8. MEDIKASI/OBAT-OBATAN YANG DI BERIKAN o
Infus
o
Injeksi dan Oral:
: Nacl 12 tpm
Inj.Ranitidin 2x1amp : mengatasi berbagai macam penyakit perut disebabkan terlalu banyak asam lambung.
Inj. Meropenem 2x1 gr : mengatasi penyebab berbagai varian bakteri.
Inj. Novorapid 3x6 u/ml : mengurangi tingkat gula darah tinggi pada orang dewasa.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pola napas berhubungan dengan obstruksi dan pembengkakan pada hidung 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema pada kaki 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan abses pada leher C. ANALISA DATA No 1.
Data
Etiologi Abses colli
Data Subjektif : Pasien
mengatakan
Masalah Keperawatan Gangguan pola napas
ada
pembengkakan pada hidungnya,
Pembengkakan pada hidung
sehingga bernapas hanya bisa Obstruksi jalan napas
lewat mulut. DataObjektif : Pasien terlihat bernapas melalui mulut karena ada pembengkakan
Tidak bisa bernapas melalui hidung
pada hidunnya Pergerakan dinding dada simetris
Sesak
Irama nafas iregular Suara pasien terdengar sengau
Resiko gangguan pola napas
Bunyi nafas fesikular TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit 2.
Albumin menurun
DataSubjektif : Pasien
mengatakan
cairan
kakinya
bengkak.
Peningkatan absorbs cairan
DataObjektif : Tampak ekstremitas bawah kanan
Cairan berpindah ke interstinal
dan kiri bengkak Edema grade 2
Kelebihan
Edema
volume
Hematokrit Low : 36,2 % Hemoglobin : 11,6 g/dl
Kelebihan volume cairan
Protein urine (-) TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86x/menit RR : 24 x/menit 3.
Abses Colli
DataSubjektif : Pasien
mengatakan
Gangguan integritas kulit
ada Kemerahan
pembengkakan berisi nanah pada leher kanan bawah.
Meneluarkan pus dan bengkak
DataObjektif : Terlihat abses pada leher kanan
Gangguan integritas kulit
bawah, abses terlihat bengkak dan mengeluarkan pus. Klien tampak lemah TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86x/menit RR : 24 x/menit
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN No
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan 1.
Gangguan Pola
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NIC :
Nafas
NOC :
Airway Management
Respiratory status : Ventilation
o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
Respiratory status : Airway patency Vital sign Status Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
lift atau jaw thrust bila perlu o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
sianosis dan dyspneu (mampu
o Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas
o Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
o Keluarkan sekret dengan batuk atau
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
suction o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan o Lakukan suction pada mayo
abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
o Berikan bronkodilator bila perlu o Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. o Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen o Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea o Pertahankan jalan nafas yang paten o Atur peralatan oksigenasi o Monitor aliran oksigen o Pertahankan posisi pasien o Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi o Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi o Vital sign Monitoring o Monitor TD, nadi, suhu, dan RR o Catat adanya fluktuasi tekanan darah o Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri o Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan o Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas o Monitor kualitas dari nadi o Monitor frekuensi dan irama pernapasan o Monitor suara paru o Monitor pola pernapasan abnormal o Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit o Monitor sianosis perifer o Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) o Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2.
Kelebihan
NOC
o Monitor input dan output
volume cairan
Elektrolit and acid base balance
o Hitung balance cairan
Fluid balance
o Pasang kateter
hydration
o Monitor hasil HB yang sesuai retensi cairan (BUN<Mnt)
KriteriaHasil : Terbebas dari edema, efusi, anasarka
o Monotor TTV
Bunyi
o Kaji lokasi dan luas edema
nafas
bersih,
tidak
ada
o Kolaborasi pemberian diuresis
dyspnue/orthopnea Terbebas dari distensi vena jugularis,
o Monitor serum dan elektrolit o Tinggikan
reflek hepatojugular (+) Memelihara tekanan vena sentral,
posisi
kaki,
hindari
tekanan pada kakibawah lutut
tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan Menjelaskan cairan
indikator
kelebihan
Mendemonstrasikan
status
sirkulasi ditandai dengan: TD dalam rentang normal, tidak ada ortostatik hipertensi Mendemonstrasikan
kemampuan
kognitif Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter. 3.
Kerusakan
NOC
Pressure Management
integritas kulit
o Anjurkan pasien untuk menggunakan
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Hemodyalis akses
pakaian yang longgar o Hindari kerutan pada tempat tidur o Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
dan kering o Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
o Monitor kulit akan adanya kemerahan
Tidak ada luka/lesi pada kulit
o Oleskan lotion atau minyak/baby oil
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
pada daerah yang tertekan o Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien o Monitor status nutrisi pasien
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
o Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat o Insision site care o Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples o Monitor proses kesembuhan area insisi o Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi o Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril o Gunakan preparat antiseptic, sesuai program o Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program o Dialysis Acces Maintenance
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tanggal/ Jam Senin, 29/10/2018 15.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 90 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi - Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Pasien tampak bernafas lewat mulut - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 90 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: memberikan terapi o2, observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 90 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output, kaji edema, monitor posisi pasien S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 90 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi daerah benjolan
Reshalia
Kelebihan volume cairan
o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
Gangguan integritas kulit
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Kulit sekitar benjolan tampak bersisik post cairan keluar dari benjolan, sehingga dibersihkan dengan kassa basah o Mengobservasi benjolan: - Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Reshalia
Reshalia
Tanggal/ Jam Senin, 29/10/2018 23.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 100/70 mmHg S : 36,70C N : 72 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi - Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - BB: 70 Kg - Intek: 2400 (makan 300x3, minum, 200x3, infuse 900) - Output: 800 - IWL:1050 - Balace cairan: +550 o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Pasien tampak bernafas lewat mulut - TD : 100/70 mmHg S : 36,70C N : 72 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: memberikan terapi o2, observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas.
Vicky
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 100/70 mmHg S : 36,70C N : 72 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output, kaji edema.
Vicky
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Kulit sekitar benjolan tampak bersisik post cairan keluar dari benjolan, sehingga dibersihkan dengan kassa basah o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 100/70 mmHg S : 36,70C N : 72 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan:TTV, observasi daerah yang mengalami pembengkakan
Vicky
Tanggal/ Jam Selasa, 30/10/2018 12.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 110/60 mmHg S : 36,00C N : 82 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi - Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Pasien tampak bernafas lewat mulut - sih terlihat sesak - TD : 110/60 mmHg S : 36,00C N : 82 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 110/60 mmHg S : 36,00C N : 82 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 110/60 mmHg S : 36,00C N : 82 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan:TTV, observasi benjolan
Vicky
Kelebihan volume cairan
o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
Gangguan integritas kulit
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Kulit sekitar benjolan tampak bersisik post cairan keluar dari benjolan, sehingga dibersihkan dengan kassa basah o Mengobservasi benjolan: - Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Vicky
Tanggal/ Jam Selasa, 30/10/2018 16.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi - Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Mira
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema kolaborasi pemberian diuretic S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi benjolan
Mira
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Kulit sekitar benjolan tampak bersisik post cairan keluar dari benjolan, sehingga dibersihkan dengan kassa basah o Mengobservasi benjolan: - Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Mira
Tanggal/ Jam Selasa, 29/10/2018 22.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien sedang tidak menggunakan sungkup, pasien mengatakan akan dipakainya saat merasa sesak o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi - Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - BB: 70 Kg - Intek: 2300 (makan 300x3, minum, 200x3, infuse 800) - Output: 750 - IWL:1050 - Balace cairan: +500 o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2 o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Kulit sekitar benjolan tampak bersisik post cairan keluar dari benjolan, sehingga dibersihkan dengan kassa basah o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Resalia
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema kolaborasi
Resalia
S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 110/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi benjolam
Reshal ia
Tanggal/ Jam Rabu, 1/11/2018 11.00
Diagnosa Keperawatan Resiko gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien sedang tidak menggunakan sungkup, pasien mengatakan akan dipakainya saat merasa sesak o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 100/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi - Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 100/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Vicky
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 100/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 100/70 mmHg S : 36,40C N : 80 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi luka
Vicky
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: - Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Vicky
Tanggal/ Jam Rabu, 1/11/2018 15.30
Diagnosa Keperawatan Resiko gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien sedang tidak menggunakan sungkup, pasien mengatakan akan dipakainya saat merasa sesak o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema - Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Donna
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi benjolan
Donna
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Dona
Tanggal/ Jam Rabu, 01/11/2018 23.30 wib
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien sedang tidak menggunakan sungkup, pasien mengatakan akan dipakainya saat merasa sesak o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - BB: 70 Kg - Intek: 2350 (makan 300x3, minum, 200x3, infuse 850) - Output: 800 - IWL:1050 - Balace cairan: +500 o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2 o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Mira
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema
Mira
S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi luka
Mira
Tanggal/ Jam Kamis, 2/11/2018 10.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi benjolan
Vicky & Reshalia
Kelebihan volume cairan
o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2
Gangguan integritas kulit
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Vicky & Reshalia
Donna
Tanggal/ Jam Kamis, 2/11/2018 23.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - Masih terlihat sesak - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - BB: 70 Kg - Intek: 2350 (makan 300x3, minum, 200x3, infuse 850) - Output: 800 - IWL:1050 - Balace cairan: +500 o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema terjadi di kaki pasien dengan derajat 2 o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Donna
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 2 - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema
Dona
S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi benjolan
Donna
Tanggal/ Jam Jumat, 2/11/2018 13.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema berkurang pada kaki pasien dengan derajat 1
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tandatanda hipertensi
Mira & Reshalia
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 1 - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi luka
Mira & Resalia
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Mira & Reshalia
Tanggal/ Jam Jumat, 2/11/2018 19.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - Masih terlihat sesak - TD : 110/80 mmHg S : 370C N : 80 x/menit RR : 23 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema berkurang pada kaki pasien dengan derajat 1
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 110/80 mmHg S : 370C N : 80 x/menit RR : 23 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Vicky
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 1 - TD : 110/80 mmHg S : 370C N : 80 x/menit RR : 23 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 110/80 mmHg S : 370C N : 80 x/menit RR : 23 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi banjolan
Vicky
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Vicky
Tanggal/ Jam Sabtu, 3/11/2018 12.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
TTD
o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema berkurang pada kaki pasien dengan derajat 1
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi
Donna & Mira
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 1 - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 104/56 mmHg S : 36,40C N : 156 x/menit RR : 22 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi banjolan
Donna & Mira
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Donna & Mira
Tanggal/ Jam Sabtu, 3/11/2018 20.00
Diagnosa Keperawatan Gangguan pola napas
Kelebihan volume cairan
Gangguan integritas kulit
Implementasi o Memberikan terapi o2 simple mask 5L. - Pasien tampak nyaman dan sesak berkurang o Mengobservasi tanda-tanda vital pasien - Masih terlihat sesak - TD : 120/80 mmHg S : 36,80C N : 86 x/menit RR : 24 x/menit o Menguskultasi suara napas - Suara nafas vesikular o Memposisikan pasien semi powler - Pasien tampak nyaman dengan posisi semi powler saat berbaring o Mengobservasi tanda-tanda hipoventilasi o Tidak tampak tanda-tanda hipoventilasi o Menganjurkan pada pasien untuk tidak menggantung kaki nya. - Pasien mengatakan akan mengurangi posisi menggantung pasien di tempat tidur o Mencatat intak dan output yang akurat dan menghitung balace cairan - Balance cairan dihitung per 24 jam o Mengkaji lokasi dan luas edema o Edema berkurang pada kaki pasien dengan derajat 1
o Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Pasien lebih memilih tidak menggunakan baju o Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih - Benjolan tampak bersih dan tampak melenting o Mengobservasi benjolan: o Lokasi bonjolan berapa pada daerah sekitar hidung, dibawah mata, leher kanan, kulit berwarna merah,dan warna cairan bening kekuningan,
Evaluasi (SOAP)
TTD
S: - Pasien mengatakan masih merasakan sesak karena masih ada pembengkakan pada hidung. O: - Masih terlihat sesak - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: observasi TTV, memposisikan semi fowler, mengauskultasi suara napas, mengobservasi tanda-tanda hipertensi
Resalia & Vicky
S: - Pasien mengatakan kakinya masih membengkak O: - Edema derajat 1 - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: catat intek dan output monitor hasil laboraturium, kaji edema S: - Klien mengatakan luka pada lehernya masih belum kering O: - Abses terlihat mengeluarkan pus - TD : 120/90 mmHg S : 36,70C N : 80 x/menit RR : 25 x/menit A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan: terapi obatan, TTV, observasi benjolan
Reshalia & Vicky
Reshalia & Vicky
BAB IV PEMBAHASAN Setelah kelompok menguraikan landasan teoritis kemudian menerapkan asuhan keperawatan pada Tn. N dengan Carsinoma Nasofaring di Ruang Dahlia RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, maka dalam hal ini penulis akan membahas beberapa hal baik yang mendukung, menghambat kelancaran proses keperawatan, dan mencari alternatif pemecahan masalah agar tindakan keperawatan lebih terarah dan mencapai tujuan semaksimal mungkin. Pada proses penerapan asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. N, penulis tidak menemukan kesenjangan antara tinjauan teoritis dan laporan kasus. Proses asuhan keperawatan
yang diberikan
meliputi
tahapan
pengkajian,
merumuskan
diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi tindakan keperawatan. A. Pengkajian Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan kelompok dalam melakakukan asuhan keperawatan pada pasien. Dalam melakukan pengkajian kelompok tidak menemukan kesulitan yang berarti, hal ini disebabkan karena mendapatkan dukungan dari pasien dan keluarga dimana pasien dan keluarga bersedia memberi keterangan dan kooperatif. B. Diagnosa Keperawatan Pada laporan kasus ini, penulis hanya mencantumkan 4 (empat) diagnosa berdasarkan pengkajian yang didapatkan dan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang diperoleh dari Tn. N dengan Carsinoma Nasofaring Diagnosa yang penulis angkat adalah: 1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi pada hidung oleh pembengkakan 2. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan edema pada kaki 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan abses pada leher C. Intervensi Pada perencanaan implementasi dilakukan setiap shift sesuai dengan kebutuhan pasien yang dilakukan sampai pasien pulang kerumah. Intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat. Diagnosa 1 (Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas). Rencana tindakan: 1.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2.
Pasang mayo bila perlu
3.
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4.
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6.
Berikan bronkodilator
7.
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
8.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
9.
Monitor respirasi dan status O2
10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 11. Pertahankan jalan nafas yang paten 12. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 13. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 14. Monitor vital sign
Diagnosa 2 (Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan edema pada kaki) Rencana tindakan: 1. Monitor input dan output 2. Hitung balance cairan 3. Pasang kateter 4. Monitor hasil HB yang sesuai retensi cairan (BUN<Mnt) 5. Monotor TTV 6. Kaji lokasi dan luas edema 7. Kolaborasi pemberian diuresis 8. Monitor serum dan elektrolit 9. Tinggikan posisi kaki, hindari tekanan pada kaki bawah lutut
Diagnosa 3 (Gangguan integritas kulit berhubungan dengan abses pada leher) Rencana tindakan: 1.
Monitoring vital sign
2.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
3.
Hindari kerutan pada tempat tidur
4.
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
5.
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
6.
Monitor kulit akan adanya kemerahan
7.
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
8.
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
9.
Monitor status nutrisi pasien
10. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Insision site care : o Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples o Monitor proses kesembuhan area insisi o Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi o Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril o Gunakan preparat antiseptic, sesuai program o Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program D. Implementasi Pada tahap pelaksanaan implementasi keperawatan, penulis melakukan tindakan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Implementasi dilakukan setiap hari. E. Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap hari setelah implementasi dilakukan. Berdasarkan implementasi yang sudah dilakukan sebanyak 5 hari, kondisi pasien mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari keadaan umum, tanda vital yang masih dalam batas normal setelah pemberian tindakan keperawatan. Adapun hasil yang diperoleh dari setiap implementasi keperawatan adalah sebagai berikut: Diagnosa 1 Dari intervensi dan implementasi yang diberikan, pola nafas pasien masih belum teratasi karena adanya pembengkakan pada bagian hidung. Pasien masih berusaha bernafas melalui mulut. Diagnosa 2 Dari intervensi dan implementasi yang diberikan, pasien masih mengalami kelebihan volume cairan. Tetapi derjat edemanya sudah turun. Masalah belum teratasi, karena kelebihan volume cairan membutuhkan waktu yang panjang untuk mengatasinya. Diagnosa 3 Dari intervensi dan implementasi yang diberikan, kerusakan integritas kulit masih terjadi karena abses yang ada pada leher bawah dextra masih mengeluarkan nanah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari epitel permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring biasanya berkembang di sekitar ostium tuba Eustachius di dinding lateral nasofaring Pada tahun 2012, karsinoma nasofaring berada di urutan pertama, yaitu 28%, dari seluruh kanker kepala leher di bagian THT-KL Indonesia. Insidens KNF di Indonesia berdasarkan GLOBOCAN (Global Burden of Cancer Study) tahun 2012 mencapai 5,6 per 100.000 penduduk/ tahun, di mana prevalensi tertinggi pada dekade 4-5 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2,3:1. Karsinoma nasofaring merupakan penyakit kompleks yang disebabkan oleh interaksi faktor genetik, lingkungan, dan infeksi kronik VEB (virus Epstein Barr). Risiko tinggi KNF pada populasi Cantonese dan orang dengan riwayat KNF di keluarga menunjukkan pentingnya kecenderungan genetik pada etiologi KNF. Ikan yang diasinkan dan makanan lain yang diawetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), Nnitrospyrrolidene (NPYR), dan N-nitrospiperidine (NPIP) yang menjadi faktor karsinogen KNF. Pajanan ikan asin pada usia dini berisiko tinggi KNF. Merokok dan pajanan terhadap formaldehida dan debu kayu juga merupakan faktor risiko. Beberapa penelitian pada populasi selama beberapa dekade menemukan bahwa nasofaring rentan terhadap rokok/tembakau; perokok memiliki peningkatan risiko KNF 30%–100% dibandingkan bukan perokok. Partikel asap pembakaran yang tidak sempurna dari batu bara, kayu, dan material lain juga dapat terdeposit di nasofaring.
B. Saran 1. Pelayanan Kesehatan Laporan yang dibuat oleh penulis diharapan dapat menjadi sumber informasi dalam mengeakkan, memberikandan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan carsinoma nasofaring sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2. Perawat
Diharapkan dapat melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien dengan Carsinoma nasofaring, sehingga dalam menegakkan diagnose bisa lebih akurat dan penanganan lebih cepat. 3. Pasien Carsinoma nasofaring Diharapkan kepada pasien dengan penyakit Carsinoma nasofaring menerima anjuran selain terapi dan pengobatan serta menjaga keseimbangan aktivitas, diit, dan istirahat selama dirawat.
DAFTAR PUSTAKA Primadina. M.A., & Imanto. M. 2017. Tumor nasofaring dengan diplopia pada pasien usia 44 tahun. Medula, vol.7 no.4 hal:181-186 Rahman. S. 2015. Conference paper: update diagnosis dan tatalaksana karsinoma nasofaring. Researchgate:105-109 National cancer institute. 2009. Breast cancer Perhimpunan onkologi Indonesia (POI). 2010. Pedoman Tatalaksana Kanker. Jakarta