BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20 tahun World Health Organitation (WHO) dengan negaranegara yang tergabung di dalamnya mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh
infeksi
menular
tuberkulosis. Sumber penularan yaitu
oleh
bakteri Mycobacterium
pasien TB BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak
tuntas
dapat
menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015). Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
global.
Dengan
berbagai
upaya
pengendalian
yang
dilakukan, insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015). Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat peningkatan kasus tuberkulosis dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi 330.910 kasus tuberkulosis lebih banyak dibandingkan tahun 2014 yang hanya 324.539 2 kasus. Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa tengah (Kemenkes RI, 2016). Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau data pasien TB Paru mulai 3 bulan terakhir ditahun 2018 berkisar 69 orang pasien.
Gambaran mekanisme gangguan oksigen pada penyakit tuberkulosis paru itu disebabkan karena bakteri penyebab tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis masuk dalam saluran pernafasan. Kebanyakan infeksi tuberkulosis paru terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Setelah mycobacterium tuberkulosis berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini menimbulkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan pada kasus tuberkulosis paru. Mekanisme gangguan yang paling utama dirasakan oleh penderita kasus tuberkulosis paru adalah pada gangguan oksigenasinya (Prince & Standridge, 2006 dikutip Tri, 2012). 1.2. Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu mengetahui dan konsep TB serta memahami konsep TB serta asuhan keperawatan 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi TB 2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Klasifikasi TB 3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Etiologi TB 4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Patofisiologi TB 5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai manifestasi klinis TB 6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai komplikasi TB
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai pemeriksaan diagnostik TB 8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai asuhan keperawatan TB
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Defenisi Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
2.2 Etiologi Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat aerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
2.3 Manifestasi klinis Tanda dan gejala tuberculosis dapat bermacam-macam antara lain : 2.3,1 Demam Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. 2.3,2 Batuk Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus 2.3,3 Sesak nafas Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru. 2.3,4 Nyeri dada Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan. 2.3,5 Malaise Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur (Anas, 2008)
2.4 Patofisiologi Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux (Trabani, 2010) Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu : 1. Percabangan bronkus Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan. 2. Sistem saluran limfe Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier. 3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen. 4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer) Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman (tidur). Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks paru. a) Tuberkulosis Primer Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel. Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati
bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis. b) Tuberculosis Sekunder Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa, pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas). TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan, terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal. Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).
2.5 Komplikasi Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :\ a) Meningitis b) Spondilitis
c) Pleuritis d) Bronkopneumoni e) Atelektasi
2.6 Penatalaksanaan a) Pencegahan a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. b) Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat. Cara ini diharapkan masyarkat tertarik untuk mengethaui cara penularan dan pencegahan dari penyakit TB sehingga angka kejadian TB mengalami penurunan. b) Penanganan TB Adapun penanganan
TB
yang dilakukan pada saat keluarga
mendampingi pasien TB di rumah adalah: a)
Membuka jendela untuk pencegahan penularan TB dalam keluarga
b) Menjemur kasur pasien TB paru untuk pencegahan penularan TB paru dalam Keluarga c) Mengingatkan pasie untuk menutup mulut saat batuk d) Menyediakan tempat khusus untuk membuang dahak saat batuk e) Memberikan imunisasi balita dirumah untuk pencegahan TB (Jaji, 2015). 3. Pengobatan Tuberkulosis Paru Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT). a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat b) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S). c) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH). d) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
e) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH). f) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z). g) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri terhadap asam. h) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino salisilik (PAS), dan sikloserine. i) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder. j) Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai
rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004). Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu : 1) Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. 2) Diagnosis
TB
melalui
pemeriksaan
sputum
secara
makroskopik langsung, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur. 3) Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari 4) Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup. 5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
2 6 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian keperawatan 1. Biodata Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996) 2. Keluhan Utama a) Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada . b) Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam. 3. Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut. 4. Riwayat Penyakit dahulu Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor predisposisi penularan di dalam rumah
6. Pemeriksaan a) Pemeriksaan Umum Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi. b) Pemeriksaan Fisik 1) B1 (Breathing) Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernapasan. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi. 2) B2 (Blood)\ Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik. Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan. 3) B3 (Brain) Kesadaran compos mentis. 4) B4 (Bladder) Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT. 5) B5 (Bowel) Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
6) B6 (Bone) Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung nanah, Fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring 2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura. C. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
NOC
NIC
1
Dx 1
Respiratory status : Ventilation
Airway Management
Respiratory status : Airway a) patency
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
Vital sign Status
thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
b)
Mendemonstrasikan
batuk
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
efektif dan suara nafas yang c)
Identifikasi pasien perlunya
bersih, tidak ada sianosis
pemasangan alat jalan nafas
dan
(mampu
buatan
sputum, d)
Pasang mayo bila perlu
dyspneu
mengeluarkan mampu
bernafas
dengan e)
mudah, tidak ada pursed lips)
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f)
Menunjukkan jalan nafas
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
yang paten (klien tidak g)
Auskultasi
merasa
catat
tercekik,
irama
nafas, frekuensi pernafasan
tambahan
suara
adanya
nafas, suara
dalam rentang normal, tidak h)
Lakukan
ada suara nafas abnormal)
mayo
Tanda Tanda vital dalam i) rentang
normal
pada
Berikan bronkodilator bila
(tekanan
darah, nadi, pernafasan)
suction
perlu j)
Berikan
pelembab
udara
Kassa basah NaCl Lembab k)
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
l)
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen 1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 2) Pertahankan jalan nafas yang paten 3) Atur peralatan oksigenasi 4) Monitor aliran oksigen 5) Pertahankan posisi pasien 6) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR b) Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah c) Monitor VS saat pasien
berbaring,
duduk,
atau
berdiri d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan e) Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas f)
Monitor kualitas dari nadi
g) Monitor
frekuensi
dan
irama pernapasan h) Monitor suara paru i)
Monitor pola pernapasan abnormal
j)
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k) Monitor sianosis perifer l)
Monitor
adanya
cushing
triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik) m) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 2
Dx 2
Respiratory status : Ventilation Airway suction v Respiratory status : Airway patency
a) Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
v Aspiration Control
b) Auskultasi sebelum
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan
suara dan
nafas sesudah
suctioning. batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
c) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning d) Minta klien nafas
dalam
dan
dyspneu
mengeluarkan mampu
(mampu sputum,
bernafas
sebelum suction dilakukan. e) Berikan
O2
dengan
menggunakan
mudah, tidak ada pursed
memfasilitasi
lips)
nasotrakeal
Menunjukkan jalan nafas
merasa
tercekik,
irama
nasal
untuk suksion
f) Gunakan alat
yang paten (klien tidak
dengan
yang steril
sitiap melakukan tindakan g) Anjurkan
pasien
untuk
nafas, frekuensi pernafasan
istirahat dan napas dalam
dalam rentang normal, tidak
setelah kateter dikeluarkan
ada suara nafas abnormal)
dari nasotrakeal
Mampu mengidentifikasikan
h) Monitor dan
mencegah factor yang dapat
status
oksigen
pasien i) Ajarkan keluarga bagaimana
menghambat jalan nafas
cara melakukan suksion j) Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila
menunjukkan
pasien
bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi 3)
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada
jika perlu 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi catat
suara
adanya
nafas, suara
tambahan 8)
Lakukan
suction
pada
mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berikan
pelembab
udara
Kassa basah NaCl Lembab 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12) Monitor respirasi dan status O2
BAB III GAMBARAN KASUS
3.1 Kasus Seorang laki-laki bernisial Tn. Nw masuk ke ruang IGD RSUD arifin achmad oleh keluarganya dengan keluhan sesak nafas. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan batuk berdahak bercampur darah sejak beberapa hari terakhir, pasien juga mengeluhkan sulit menelan, tenggorokan terasa sempit dan terdapat pembengkakan disekitar leher. Sebelumnya pasien memiliki riwayat DM tipe 2. Saat dilakukan pemeriksaan CRT > 3 detik, konjungtiva anemis, mulut kering dan bibir pucat, GCS E: 4 V: 5 M: 6 kesadaran komposmentis, kekuatan otot ekstremitas atas 4/4, ekstremitas bawah 3/3, pupil 2/2, pergerakan dinding dada tidak simetris,ekspansi dada tidak simetris, suara nafas terdengar ronkhi. Hasil TTV td : 141/80mmhg, n : 93x/m, rr : 32x/m, s:36,5 c, hasil pemeriksaan laboratorium leukosit :15.460 ml (H), GDS : 369 mg/dl (H), eritrosit : 6.26000000/ul (H), LED : 55 mm/jam (H), PcO2 :33 mmol (L), HCO3 : 29 mmol (H).
BAB IV PERBANDINGAN
Setelah membaca dan memahami tinjauan teori pada bab II tentang TB, dapat kita simpulkan bahwa pasien dalam kasus mengalami penyakit TB yang ditandai dengan adanya batuk berdahak yang bercampur darah. Pasien yang terserang oleh penyakit TB biasanya ditandai dengan demam, batuk yang tidak kunjung sembuh, sesak nafas, nyeri didada dan malaise, Hal ini dibuktikan dengan pengkajian yang telah dilakukan dan diperoleh sebagai mana tertera pada bab III. Dari pemeriksaan fisik pada pemeriksaan umum keadaan pasien lemah, pasien batuk berdahak bercampur darah, dan sesak nafas, kesadaran composmentis,keadaan fisik ekstremitas teraba dingin dan warna kuku tampak pucat dan menunjukkan tandatanda vital TD: 141/80 mmHg RR: 32x/menit N: 93x/menit dan t: 36,5֯C. Dari segi diagnosa keperawatan, penulis mengangkat diagnose yang sama dengan diagnose pada askep teori. Dari diagnosa teori, diketahui bahwa diagnose yang diangkat adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d secret kental dan mengandung nanah, fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea faring dan pada askep kasus penulis mengangkat diagnosa utama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret sedangkan pada diagnosa kedua antara diagnosa teori dan kasus sama-sama mengangkat ketidakefektifan pola nafas, hal ini didasari oleh data yang didapatkan langsung dari pasien setelah dilakukan
pengkajian.
Menurut
peneliti,
berdasarkan
pengkajian
dalam
keperawatan kegawadaruratan yang utama ditangani adalah masalah airway atau jalan nafas, maka dari itu penulis mengangkat ketidakefektifan bersihan jalan nafas terlebih dahulu karena menurut penulis jika masalah bersihan jalan nafas dapat ditangani maka pola nafas akan teratasi.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri mycobacterium tuberculosa yang tahan asam dan menyerang parenkim paru. Seseorang yang terkena penyakit TB biasanya ditandai dengan sesak napas, batuk dalam waktu yang lama, batuk berdahak yang bercampur darah, demam, nyeri didada dan malaise. Cara penularan TB biasanya melalui udara, terkena percikan droplet penderita TB. Penyakit TB ini dapat menimbulkan komplikasi seperti meningitis, spondilitis, pleuritis, bronkopneumoni, atelektasis. Penatalaksanaan yang dapat diberikan atau dilakukan untuk penderita TB adalah melakukan pencegahan, penanganan dan melakukan pengobatan TB dengan mengkonsumsi obat antituberkulosis(OAT). 5.2 Saran Diharapkan makalah ini dapat berguna sebagai bahan tambahan bacaan dan pengetahuan. Dalam penulisan makalah ini tidak terluput dari kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menjadikan makalah ini lebih sempurna.
Daftar Pustaka Anas, Tamsuri, 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, Anik. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Tuberkulosis dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PKU Muhammadiyah : Surakarta Suriadi, 2006. Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Media Aesculapius Trabani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM WHO, 2006 dikutip Andita, Nomi. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Skripsi. Fakuktas Kedokteran Universitas Sebelas Maret : Surakarta.