BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya. Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013). Stroke adalah terjadi perubahan sistem neurologis yang disebabkan karena adanya gangguan suplai darah ke otak (Black & Hawks, 2009). Alfa (2010) mengatakan bahwa stroke merupakan suatu kondisi gangguan fungsi otak yang timbul mendadak akibat tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah yang berlangsung lebih dari 24 jam. Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Di Jawa Timur yaitu sebesar 25.713 jiwa yang menyebar di Sembilan puskesmas yang berada di kota Kediri setelah kota Pasuruan, Probolinggo, dan madiun yang mana hipertensi merupakan faktor dominan terhadap kejadian stroke. Hal ini diketahui berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur yang menunjukkan jumlah angka hipertensi di Jawa Timur mencapai 275.000 jiwa yang mana memiliki faktor resiko stroke (Dinkes Jatim, 2010). Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan stres. Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang memerlukan
1
perawatan dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita. Desain yang dianjurkan di IGD dalam menangani pasien stroke akut adalah menggunakan tool Recognition of stroke in emergency room (ROSIER), yang merupakan bagian dari metode SAMURAI dengan menilai awal dengan 7 item yakni riwayat penurunan kesadaran dan kejang, tanda gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan maupun kaki, gangguan bicara, visual yang menurun. Selain klinis penilaian dengan mengumpulkan data demografi, riwayat stroke sebelumnya, onset serangan, faktor risiko, NIHSSS skor, tekanan darah, kadar glukosa darah, hasil pencitraan atau ct scan. Rosier merupakan skala yang efektif dalam mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA yang datang ke IGD. Dari hasil sesuai kejadian stroke dalam 1 tahun terakhir di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi didapatkan hasil 500 pasien MRS, 2 pasien yg meninggal dunia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke, khususnya pada Ny. S dengan stroke trombosis di IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien stroke trombosis dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standart keperawatan secara professional. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke thrombosis. b. Menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan pada pasien dengan stroke thrombosis. c. Menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi pada pasien dengan stroke thrombosis. d. Melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke thrombosis.
2
e. Mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan stroke thrombosis. D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke trombosis serta membuktikan kebenaran antara teori dan kenyataan praktik dilapangan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien tersebut. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Instansi Rumah Sakit
Sebagai
bahan
meningkatkan
masukan
dan
acuan
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada
pasien dengan stroke trombosis. b. Bagi Instansi Akademik Sebagai bahan masukan dan referensi dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pasien dengan stroke trombosis yang dapat digunakan sebagai acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan. c. Bagi Penulis Melatih penulis untuk menyusun hasil pemikiran, asuhan keperawatan, dan penelitian yang telah dilakukan yang selanjutnya dituangkan ke dalam Karya Tulis Ilmiah dengan cara-cara yang lazim digunakan oleh para ilmuan dalam dunia ilmu pengetahuan. d. Bagi Keluarga Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang stroke trombosis beserta penatalaksanaannya. e. Bagi Pembaca Sebagai sarana untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang stroke trombosis.
3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. KLASIFIKASI 1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008) a. Stroke Hemoragi, Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: 1) Perdarahan intraserebra Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
4
2) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabangcabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll) b. Stroke Non Hemoragi Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu: a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. ETIOLOGI Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008): 1. Thrombosis Cerebral Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
5
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak: a. Aterosklerosi Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: 1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. 2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis. 3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). 4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hyperkoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c. Arteritis( radang pada arteri ) d. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli: 1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD). 2) Myokard infark 3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. 4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 1. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
6
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan
darah
kedalam
parenkim
otak
yang
dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. 2. Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah: a. Hipertensi yang parah b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 3. Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. PATOFISIOLOGI Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
7
karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
8
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
9
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. 1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
10
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak. 3. Tonus otot lemah atau kaku 4. Menurun atau hilangnya rasa 5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia” 6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan) 7. Disartria (bicara pelo atau cadel) 8. Gangguan persepsi 9. Gangguan status mental 10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
F. KOMPLIKASI Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan: 1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis. 2. Berhubungan dengan paralisis
nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh 3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala. 4. Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. 2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT). 3. CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
11
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 5. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak. 6. Pemeriksaan laboratorium a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin) c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia. d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali. e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut: 1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. 2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. 3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung. 4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. 5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, Pengobatan Konservatif 1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
12
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. 2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. 3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2. Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. 4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
13
5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat 2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak 3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan neurovaskuler 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler 5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran. 6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik. 7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran. 8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
K.
RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Keperawatan 1.
Ketidakefektif
Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor tekanan perfusi
an
tindakan
Perfusi
jaringan serebral
selama b.d
keperawatan 3
diharapkan
x
24
suplai
serebral
jam, 2. Catat respon pasien aliran
terhadap stimuli
aliran darah ke
darah keotak lancar dengan 3. Monitor tekanan
otak
kriteria hasil:
terhambat.
1. mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan a. Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan b. Tidak ada
intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas 4. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal 5. Monitor intake dan output cairan 6. Restrain pasien jika perlu
14
ortostatikhipertensi
7. Monitor suhu dan angka
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan
8. Kolaborasi pemberian
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
antibiotik 9. Posisikan pasien pada
2. mendemonstrasikan
posisi semifowler
kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
WBC
10. Minimalkan stimuli dari lingkungan
berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi memproses informasi membuat keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter 2
Kerusakan
Tupen : Setelah dilakukan 1. Dengarkan setiap ucapan
komunikasi
tindakan
verbal
b.d
penurunan sirkulasi otak
selama
keperawatan 3
x
24
jam,
klien dengan penuh perhatian
diharapkan klien mampu 2. Gunakan kata-kata ke
untuk berkomunikasi lagi
sederhana dan pendek
dengan kriteria hasil:
dalam komunikasi dengan
1. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat 2. dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar 3. dapat mengekspresikan
klien 3. Dorong klien untuk mengulang kata-kata 4. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
15
perasaannya secara verbal
6
maupun nonverbal 3
Defisit
Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor kemempuan klien
perawatan
tindakan
diri;
selama
mandi,berpaka
diharapkan
kebutuhan 2. Monitor kebutuhan klien
ian,
mandiri
terpenuhi,
makan,
toileting
b.d
kerusakan
keperawatan 3x
klien
24
jam,
dengan kriteria hasil: 1. Klien terbebas dari bau
neurovaskuler
badan 2. Menyatakan kenyamanan
mandiri.
untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan makan. 3. Sediakan bantuan sampai
terhadap kemampuan untuk
klien mampu secara utuh
melakukan ADLs
untuk
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan -
untuk perawatan diri yang
melakukan
self-
klien
untuk
care. 4. Dorong melakukan
aktivitas
sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
hanya jika pasien tidak mampu
untuk
melakukannya. 7. Berikan sehari-
aktivitas hari
rutin sesuai
kemampuan.
16
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari. 4
Kerusakan
Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign
mobilitas fisik
tindakan
b.d kerusakan
selama
neurovaskuler
diharapkan
keperawatan 3x24 klien
jam, dapat
sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
melakukan pergerakan fisik 2. Konsultasikan dengan dengan kriteria hasil : 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan perasaan dalam
terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
meningkatkan kekuatan dan 4. Ajarkan pasien atau kemampuan berpindah 4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. 8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
17
berikan bantuan jika diperlukan 5
Pola
nafas
tidak
efektif
Tupen : Setelah dilakukan 1. Buka
jalan
nafas,
tindakan perawatan selama
guanakan teknik chin lift
berhubungan
3 x 24 jam, diharapkan
atau jaw thrust bila perlu
dengan
pola nafas pasien efektif 2. Posisikan
penurunan
dengan kriteria hasil :
kesadaran
1. Menujukkan jalan nafas
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi
pasien
paten ( tidak merasa
perlunya pemasangan alat
tercekik, irama nafas
jalan nafas buatan
normal, frekuensi nafas
4. Pasang mayo bila perlu
normal,tidak ada suara
5. Lakukan fisioterapi dada
nafas tambahan 2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi
dan dyspneu (mampu
catat
mengeluarkan sputum,
tambahan
mampu bernafas dengan
8. Lakukan
mudah, tidak ada pursed
mayo
lips). 3. Menunjukkan jalan nafas
suara
adanya
suction
nafas, suara
pada
9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak
10. Berikan pelembab udara
merasa tercekik, irama
11. Kassa
nafas, frekuensi pernafasan
basah
NaCl
Lembab
dalam rentang normal, tidak 12. Atur intake untuk cairan ada suara nafas abnormal 4. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan
mengoptimalkan keseimbangan. 13. Monitor
respirasi
dan
status O2 Oxygen Therapy 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
18
2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7. Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi 6
Resiko
Tupen : Setelah dilakukan 1. Anjurkan
kerusakan
tindakan perawatan selama
menggunakan
integritas kulit
3 x 24 jam, diharapkan
yang longgar
b.d
pasien mampu mengetahui 2. Hindari
immobilisasi
dan
fisik
dengan kriteria hasil :
mengontrol
resiko
pasien
untuk pakaian
kerutan
padaa
tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang baik
tetap bersih dan kering
bisa dipertahankan (sensasi, 4. Mobilisasi pasien (ubah elastisitas,
temperatur,
hidrasi, pigmentasi)
posisi pasien) setiap dua jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada 5. Monitor kulit akan adanya kulit
kemerahan
3. Perfusi jaringan baik
6. Oleskan
4. Menunjukkan pemahaman
minyak/baby
dalam
proses
perbaikan
kulit
dan
mencegah 7. Monitor
terjadinya sedera berulang
mempertahankan
kelembaban
kulit
perawatan alami
atau
oil
pada
derah yang tertekan aktivitas
dan
mobilisasi pasien
5. Mampu melindungi kulit 8. Monitor dan
lotion
status
nutrisi
pasien
dan 9. Memandikan dengan
sabun
pasien dan
air
hangat
19
7
Resiko
Tupen : Setelah dilakukan 1. Aspiration precaution
Aspirasi
tindakan perawatan selama 2. Monitor tingkat
berhubungan
3 x 24 jam, diharapkan
kesadaran, reflek batuk
dengan
tidak terjadi aspirasi pada
dan kemampuan menelan
penurunan
pasien dengan kriteria hasil 3. Monitor status paru
tingkat
:
kesadaran
4. Pelihara jalan nafas
1. Klien dapat bernafas
5. Lakukan suction jika
dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan
diperlukan 6. Cek nasogastrik sebelum
normal
makan
2. Pasien mampu menelan,
7. Hindari makan kalau
mengunyah tanpa terjadi
residu masih banyak
aspirasi, dan
8. Potong makanan kecil
mampumelakukan oral hygien
kecil 9. Haluskan obat
3. Jalan nafas paten, mudah
sebelumpemberian
bernafas, tidak merasa
10. Naikkan kepala 30-45
tercekik dan tidak ada suara
derajat setelah makan
nafas abnormal 8
Resiko Injury
Tupen : Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang
berhubungan
tindakan perawatan selama
dengan
3 x 24 jam, diharapkan 2. Identifikasi
penurunan
tidak terjadi trauma pada
keamanan pasien, sesuai
tingkat
pasien
dengan kondisi fisik dan
kesadaran
hasil:
dengan
kriteria
aman untuk pasien kebutuhan
fungsi kognitif pasien dan
1. Klien terbebas dari cedera
riwayat penyakit terdahulu
2. Klien mampu menjelaskan
pasien
cara/metode
3. Menghindarkan
untukmencegah
lingkungan
injury/cedera
berbahaya
3. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku
yang (misalnya
memindahkan perabotan) 4. Memasang
side
rail
tempat tidur
20
personal 4. Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6. Menempatkan lampu
saklar
ditempat
yang
mudah dijangkau pasien. 7. Membatasi pengunjung 8. Memberikan
penerangan
yang cukup 9. Menganjurkan
keluarga
untuk menemani pasien. 10. Mengontrol
lingkungan
dari kebisingan 11. Memindahkan barang
yang
barangdapat
membahayakan 12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan penyebab penyakit.
21
BAB III STUDI KASUS (Terlampir)
ANALISA DATA
Nama Pasien : Ny. S Umur
: 44 tahun
No. Register : 213xxx NO
HARI/TGL/
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
JAM 1.
Selasa/
DS : -
Stroke non
Perfusi jaringan
12 Maret 2019
DO :
hemoragic
serebral tidak efektif
16.35
Keadaan umum lemah GCS
:
4X6
(verbal:
Trombus / emboli di serebral
afasia) Kekuatan otot
35 3 5
Suplai darah ke serebral tidak
Hemiparase
bagian
adekuat
dextra Capillary refill > 2detik Pupil
bulat
anisokor
Perfusi jaringan serebral tidak efektif
3mm/3mm Pelo (+) Sesak (-) Kaku kuduk (-) Mual muntah (-) Akral hangat odema -/ TTV : TD : 197/128 mmHg 22
N : 100x/mnt S : 36 ºC RR : 26x/mnt 2.
Selasa/
DS : -
12 Maret 2019
DO :
16.35
Hemisfer Kiri
fisik
Keadaan umum lemah GCS
Kerusakan mobilitas
4X6
(verbal
Hemiparese/Plegi :
kanan
afasia) Kekuatan otot
Hemiparase
35
Kerusakan mobilitas
3 5
fisik
bagian
dextra Capillary refill > 2detik 3.
Selasa/
DS : -
Peningkatan tekanan
12 Maret 2019
DO :
sistemik
16.35
Resiko Injuri
Keadaan umum lemah GCS
4X6
(verbal
:
Aneurisma
afasia) Kejang (+)
Penurunan
Kekuatan otot 3 5
Kesadaran
3 5 Hemiparase
bagian
Resiko Injury
dextra Capillary refill > 2detik Skor resiko jatuh: 95
23
INTERVENSI Nama Pasien : Ny. S No.RM No
: 213*** Diagnosa
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Keperawatan 1.
tindakan 1. Berikan posisi head up 30o
Ketidakefektifan
Setelah
Perfusi jaringan
keperawatan selama 24 jam, 2. Monitor ttv
serebral
diharapkan suplai aliran darah 3. Monitor MAP
b.d
dilakukan
aliran darah ke
keotak lancar dengan kriteria 4.
Monitor
tanda-tanda
otak terhambat.
hasil:
kelebihan cairan
1. mendemonstrasikan status
5. Kolaborasi dengan tim
sirkulasi yang ditandai
medis dalam pemberian terapi
dengan
Tekanan
systole
dan
diastole DBN
Tidak
ada
ortostatik
hipertensi
Tidak ada tanda tanda peningkatan
tekanan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) 2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi memproses informasi membuat keputusan dengan benar 24
3. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran
mambaik,
tidak
ada
gerakan gerakan involunter 2.
Kerusakan mobilitas b.d
Tupen : Setelah dilakukan
1. Monitoring
vital
sign
fisik
tindakan keperawatan selama
sebelm/sesudah
kerusakan
24 jam, diharapkan klien dapat
dan lihat respon pasien
melakukan pergerakan fisik
saat latihan
neurovaskuler
dengan kriteria hasil :
2. Konsultasikan terapi
aktivitas fisik
rencana ambulasi sesuai
Mengerti tujuan dari
dengan kebutuhan
fisik
3. Ajarkan
tentang
pasien
atau
kesehatan
lain
Memverbalisasikan
tenaga
perasaan
tentang teknik ambulasi
dalam
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan
dalam mobilisasi dan
Bantu
pasien saat mobilisasi
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk
4. Kaji kemampuan pasien
5. Dampingi
berpindah
dengan
Klien meningkat dalam
peningkatan mobilitas
latihan
mobilisasi
6. Ajarkan bagaimana posisi
(walker)
pasien merubah
dan
berikan
bantuan jika diperlukan 3.
Resiko
Injury Tupen : Setelah dilakukan
1. Sediakan lingkungan
berhubungan
tindakan perawatan selama 24
dengan
jam, diharapkan tidak terjadi
penurunan
trauma pada pasien dengan
keamanan pasien, sesuai
tingkat
kriteria hasil:
dengan kondisi fisik dan
kesadaran
Klien
terbebas
dari
Klien
2. Identifikasi kebutuhan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit
cedera
yang aman untuk pasien
mampu
terdahulu pasien 25
menjelaskan cara/metode
3. Menghindarkan untuk
mencegah injury/cedera
berbahaya (misalnya
Klien
memindahkan
menjelaskan
mampu factor
resiko
dari
lingkungan/perilaku
Mampumemodifikasi gaya
hidup
untukmencegah injury
perabotan) 4. Memasang side rail tempat tidur 5. Memberikan penerangan
personal
lingkungan yang
Menggunakan fasilitas
yang cukup 6. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. 7. Berikan penjelasan pada
kesehatan yang ada
pasien dan keluarga atau
Mampu
pengunjung adanya
perubahan kesehatan
mengenali status
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
26
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama Pasien : Ny. S No.RM
: 213***
Tanggal
Jam
Dx
12-3-‘19
16.35 1.
Implementasi
Jam
Evaluasi
1. Memberikan posisi 19.00 S : head up 30o
O:
16.37
2. Memonitor ttv
16.39
3. Memonitor MAP
Keadaan umum lemah
16.41
4.
Hemiparase
Memonitor
Terpasang O2 NC 4 lpm
tanda-
tanda kelebihan cairan 17.00
bagian
dextra
5. Bekolaborasi dengan
Capillary refill > 2detik
tim
Pelo (+)
medis
pemberian terapi
dalam
Sesak (-) Kaku kuduk (-) Mual muntah (-) Akral hangat odema -/TTV : TD : 185/120 mmHg N : 106x/mnt S : 36,3ºC RR : 28x/mnt Terpasang infus NS 15 tpm Injeksi
Omeprazole 40
mg masuk jam 17.00 Injeksi Diazepam 50 mg masuk jam 17.00 dan 18.00 karena px kejang pukul 16.45 dan 17.15 A : Masalah teratasi sebagian 27
P : Lanjutkan intervensi no. 2, 3, 4, 5 12-3-‘19
16.30 2.
1. Memonitor
vital 18.00 S :
sign 16.31
O : Keadaan umum lemah
2. Mengajarkan pasien atau
tenaga
kesehatan
TTV : TD : 185/120 mmHg
lain
tentang
N : 106x/mnt
teknik
S : 36,3ºC
ambulasi 16.32
RR : 28x/mnt
3. Mengkaji
Tonus otot 3
5
3
5
kemampuan pasien dalam mobilisasi 16.33
4. Melatih dalam
pasien
secara
Capillary refill > 2detik
ADLs mandiri
sesuai kemampuan 5. Mengajarkan pasien
bagian
dextra
pemenuhan
kebutuhan
16.34
Hemiparase
ADL dibantu A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi no. 1, 3
bagaimana merubah posisi
dan
memberikan bantuan
jika
diperlukan 12-3-‘19
16.30 3.
1. Menyediakan lingkungan
16.35 S : yang
aman untuk pasien 16.30
2. Mengidentifikasi kebutuhan
O : : Keadaan umum lemah TTV : TD : 185/120 mmHg N : 106x/mnt
keamanan
pasien,
S : 36,3ºC
sesuai
dengan
RR : 28x/mnt
kondisi fisik dan fungsi
Tonus otot 3
5
3
5 28
kognitif pasien dan riwayat
penyakit
terdahulu pasien 16.30
3. Menghindarkan lingkungan
16.30
yang
Hemiparase
bagian
dextra Capillary refill > 2detik ADL dibantu Pasien terpasang said rail
berbahaya
di tempat tidur
(misalnya
Skala resiko jatuh : 95
memindahkan
A : Masalah teratasi sebagian
perabotan)
P : Lanjutkan intervensi no.
4. Memasang side rail
1, 2, 3, 4
tempat tidur 16.31
5. Memberikan penerangan
yang
cukup 16.31
6. Menganjurkan keluarga
untuk
menemani pasien. 16.31
7. Memberikan penjelasan
pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan
dan
penyebab
penyakit.
29
BAB IV PEMBAHASAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENDERITA DAN HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN STROKE ISKEMIK Relationship Between Characteristic and Hypertension With Incidence of Ischemic Stroke Siti Rohmatul Laily FKM UA,
[email protected] Alamat Koresponden : Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia ABSTRAK Stroke merupakan penyakit yang menjadi masalah di dunia terutama stroke iskemik. Stroke merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah seperti hipertensi, DM, dyslipidemia dan pekerjaan. Upaya yang efektif untuk mengurangi kejadian stroke adalah dengan melakukan pengendalian faktor risiko yang dapat diubah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan hipertensi dengan kejadian stroke iskemik di RSUD Ngimbang Lamongan Tahun 2016. Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancang bangun case control. Sampel kasus adalah penderita stroke iskemik, sedangkan sampel kontrol adalah non stroke iskemik, masing-masing sebanya 44 responden. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling. Pengambilan data melalui data sekunder dengan melihat data rekam medik. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square. Hasil penelitian yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke iskemik adalah usia (p = 0,015; OR = 3,286; 95% CI 1,332-8,107), jenis kelamin (p=0,001; OR= 4,765; 95%; CI=1,912-11,875), status pekerjaan (p=0,001; OR= 4,667; 95% CI 30
1,890-11,526), dan hipertensi (p=0,000; OR= 129,000; 95% CI=15,8481050,034). Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status pekerjaan dan hipertensi dengan kejadian stroke iskemik di RSUD Ngimbang Lamongan tahun 2016. Kata Kunci : usia, jenis kelamin, status pekerjaan, hipertensi dan stroke iskemik
Pembahasan Jurnal : Dari jurnal pertama dengan judul hipertensi pada pasien stroke yang dimana stroke adalah penyakit yang menjadi masalah di dunia terutama stroke iskemik. Stroke merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin.
Penyakit hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya stroke, yang sering disebut sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 6 kali. Dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Semakin tinggi tekanan darah pasien makan semakin tinggi pula risiko untuk mengalami stroke. Kejadian hipertensi bisa merusak dinding pembuluh darah yang bisa dengan mudah akan menyebabkan penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah di otak
Jika dikaitkan dengan kasus yang diangkat, maka terdapat kesamaan yaitu serangan stroke yang dialami pasien disebabkan karena pasien memiliki riwayat hipertensi yang dimana tekanan darah pasien mencpai 197/128 mmHg dan memunculkan gejala serangan stroke lain seperti penurunan kesadaran, adanya kelemahan pada tubuh bagian kanan. Dengan terjadinya serangan stroke ini dalam keperawatan gawatdarurat harus segera diberikan tindakan keperawatan yaitu diberikan posisi head up yang dimana untuk mengurangi tekanan aliran darah ke otak.
31
PERBANDINGAN POSISI HEAD UP 15o DENGAN 30o TERHADAP TEKANAN DARAH, NADI DAN RESPIRASI PADA PASIEN TEKANAN TINGGI INTRAKRANIAL DI V RSUD TASIKMALAYA
SITI ROHIMAH Departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi D.III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya
ABSTRAK Tekanan Tinggi Intrakranial merupakan kegawatdaruratan neurologi yang utama dengan angka ejadian tiap tahun meningkat. Dan apabila keadaan ini tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian. Kematian pada kasus Tekanan Tinggi Intrakranial prosesnya sangat cepat sehingga emerlukan tindakan gawat darurat, pengobatan yang tepat serta perawatan yang intensif. Penelitian ini dimotivasi oleh semakin bertambahnya jumlah kasus penyakit-penyakIT yang dapat meningkatkan tekanan tinggi intra kranial. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Perbandingan posisi tidur head up 150 dengan posisi tidur head up 300 terhadap tekanan darah, nadi dan respirasi pada pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Metode yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimental dengan rancangan pretest dan posttest two group dengan jumlah sampel 22 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik concecutive sampling first in first out. Pengolahan data langkah awal mengunakan uji normalitas data Saphiro Wilk kemudian dengan uji t, sedangkan data yang tidak berpasanagan menggunakan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney dan Wilcoxon. untuk melihat perbandingan posisi head up 150 dan 300. Hasil analisis dengan uji t berpasangan didapatkan adanya perbedaan bermakna antara tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah diberikan posisi head up 150 dan 300 dengan nilai p=0,001. Tetapi pada variabel respirasi ditemukan hasil yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan respirasi sebelum dan sesudah diberikan posisi head up 150 dengan nilai p=0,019 dan posisi head up 300 dengan nilai p=0,401. Hasil analisis perbedaan antara kelompok didapatkan perbedaan bermakna antara tekanan darah antara kelompok pasien dengan posisi head up 150 dan kelompok penderita dengan posisi head up 300. Sedangkan pada variabel
32
nadi dan respirasi, tidak terdapat perbedaan bermakna antara nadi respirasi pada kelompok pasien dengan posisi head up 150 dan kelompok pasien dengan posisi head up 300. Disimpulkan bahwa pada psien dengan peningkatan tekanan tinggi intracranial sebaiknya diatur posisi tidur head up 150 .
Pembahasan Jurnal:
Dalam jurnal kedua ini adalah pengaruh dari pemberian posisi head up pada tekanan darah yang dimana hasilnya adanya pengaruh yang signifikan terhadap pemberian posisi head up ini Pada kasus diatas tindakan yang dilakukan untuk mengurangi tekanan darah adalah dengan pemberian posisi head 15-30o. selain diberikan posisi head up pasien juga dapat diberikan posisi sesuai dengan keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan untuk pasien.
33
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Stroke adalah terjadi perubahan sistem neurologis yang disebabkan karena adanya gangguan suplai darah ke otak (Black & Hawks, 2009). Alfa (2010) mengatakan bahwa stroke merupakan suatu kondisi gangguan fungsi otak yang timbul mendadak akibat tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah yang berlangsung lebih dari 24 jam. Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.
B. Saran Diharapkan supaya memeriksakan tekanan darah, rutin control dan rutin minum obat supaya dapat dicegah penyebab stroke tersebut.
34
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J.
2003. Rencana
Asuhan
&
Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC. Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo
35