Sekuritisasi Pangan - Winda Dwi Yuliyanti.docx

  • Uploaded by: Winda Dwi Yulianti
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sekuritisasi Pangan - Winda Dwi Yuliyanti.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,844
  • Pages: 9
UPAYA SEKURITISASI ASEAN DALAM MENGATASI KRISIS PANGAN PADA TAHUN 2007-2008 SEBAGAI SALAH SATU ISU KETAHANAN PANGAN Oleh : Winda Dwi Yuliyanti Jurnal ini ditujukan untuk memenuhi tugas Kajian Keamanan Non-Tradisional Hubungan Internasional - Ilmu Sosial dan Politik UIN Sunan Ampel Surabaya Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketahanan pangan sebagai isu non-traditional security yang penting bagi individu manusia. Ketahanan pangan menjadi isu strategis bagi negara-negara ASEAN karena sebagian besar negaranya tergolong negara pertanian yang mampu memproduksi pangan di dalam negeri. Namun, angka kelaparan masih cukup tinggi di kawasan ini, hal ini diperparah karena terjadinya krisis pangan pada tahun 2007-2008. Fokus penelitian ini terletak pada upaya ASEAN dalam mengatasi masalah krisis pangan global pada kurun waktu 2007-2008 yang disebabkan oleh naiknya harga pangan secara tajam hingga mengakibatkan kenaikan angka kelaparan di dunia. Peneliti menggunakan perspektif human security dan sekuritisasi sebagai alat analisis data untuk mengidentifikasi ancaman, aktor, serta tindakan nya. Dalam penelitian ini, kelaparan sebagai isu yang mengancam manusia. ASEAN sebagai aktor yang melakukan sekuritisasi dalam mengatasi krisis pangan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan pentingnya peran organisasi regionalisme seperti ASEAN untuk memberikan persediaan dan aksesibilitas makanan bagi seluruh individu manusia agar dapat mewujudkan integrasi ketahanan pangan. Kata Kunci : Kelaparan, Sekuritisasi, ASEAN, Krisis Pangan, Ketahanan Pangan Abstract Background of this research is food security as one of non-traditional issues which is important for human individual. Food security becomes strategic issue for member states of ASEAN because the most of the members are agriculture country which able to produce food domestically. But, the number of hunger is still high in this region, this case became more serious because of food crisis problem in 2007-2008. The focus of this research placed on the effort of ASEAN in overcoming global food crisis in 2007-2008 which is caused by the increasing of food prices sharply to cause rising hunger in the world. Researcher use human security and securitization perspective as tool of data analysis to identify the threat, actor, and action. In this research, hunger as threat for the survival of human life, ASEAN as an actor who do securitization to overcome this food crisis. The aim of this research is explaining the important of regionalism organization role such as ASEAN to give food availability and accessibility for all of human in order to reach integration food security. Keywords : Hunger, Securitization, ASEAN, Food Crisis, Food Security

1. Pendahuluan Paska Perang Dingin, Keamanan Tradisional yang menekankan pada kedaulatan negara telah bergeser ke Keamanan Non-Tradisonal yang lebih menyoroti keamanan individu manusia. Kajian Keamanan Non-Tradisional meluas pada seluruh aspek yang dibutuhkan oleh manusia, seperti makanan (Food Security), kesehatan (Health Security), dan lain-lain. Ketahanan pangan sendiri menjadi isu strategis bagi negara-negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dimana angka kelaparan dan gizi buruk masih cukup memprihatinkan. Pangan sebagai kebutuhan pokok sangat dibutuhkan bagi seluruh manusia di dunia, baik perempuan maupun laki-laki, baik tua maupun muda, baik anak-anak maupun dewasa. Oleh karena itu, persediaan dan akses terhadap pangan harus lah memadai dan mudah agar terhindar dari bahaya kelaparan dan gizi buruk yang akan berdampak pada kematian. ASEAN sebagai organisasi regional diharapkan dapat membuat perubahan yang lebih baik bagi negara-negara anggotanya. Angka kelaparan yang cukup tinggi di beberapa negara berkembang di ASEAN menjadi permasalahan yang krusial bagi kawasan. Kebutuhan pangan merupakan bagian dari salah satu aspek “Freedom from Want” dalam kajian Keamanan Non-Tradisional. Jika pangan tidak tercukupi, maka akan terjadi bencana kelaparan yang menjadi momok menakutkan dan ancaman bagi setiap manusia. Sebab, kelaparan bisa menyebabkan kurangnya gizi seseorang hingga mengakibatkan kematian. Data-data statistik dari organisasi-organisasi di dunia menunjukkan parahnya angka kelaparan dan gizi buruk di Asia Tenggara, sebab Asia Tenggara menjadi kawasan kedua di dunia, setelah Sub-Sahara Afrika yang mayoritas penduduknya hidup dalam kemiskinan.1 Angka kelaparan dan gizi buruk di dunia

masih tergolong tinggi, terutama

bencana kelaparan yang terjadi di Afrika dan Asia. Menurut PBB (Perserikatan BangsaBangsa), 1 dari 8 orang di dunia menderita kelaparan pada tahun 2013. FAO (Food Agricultural Organization) sebagai organisasi pangan di bawah naungan PBB mengemukakan bahwa sejak 25 tahun yang lalu, angka kelaparan di dunia untuk pertama kalinya mengalami penurunan. Dunia telah menurunkan angka kelaparan yang pada periode 1990-1992 mencapai 1.011 juta orang turun sekitar 13% menjadi 795 juta orang dalam kurun waktu 1992-2015. 2 Namun, FAO sebagai organisasi Pangan dan

1 2

Dinna Wisnu, “ASEAN dan Ketahanan Pangan”. Politica, Vol 4, No.1, Mei 2013, 26 Nationalgeographicindonesia.co.id edisi 28 Mei 2015 “Angka Kelaparan di Dunia Menurun”

Pertanian Dunia tetap ingin menurunkan angka kelaparan di dunia tiap tahunnya agar seluruh manusia dapat hidup dengan gizi yang baik. Angka kelaparan yang dapat menyebabkan kematian ini ditunjukkan dengan adanya data dari FAO bahwa ada 6 juta dari 11 juta anak yang meninggal setiap tahunnya berumur dibawah lima tahun dan menderita kelaparan dan kurang gizi pada tahun 2015.3 Angka ini menjadikan kelaparan dan gizi buruk akan menurunkan tingkat harapan hidup anak-anak. Sedangkan, pada kurun waktu 1990-2003, anak-anak dibawah lima tahun dengan berat badan yang sangat ringan di Asia Tenggara mencapai angka 6%-9%.4 Data-data tersebut mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk mengurangi tingkat kelaparan dan gizi buruk yang banyak dialami oleh anak-anak. Namun, krisis pangan pada tahun 2007-2008 membuat kondisi masyarakat di kawasan Asia Tenggara semakin memprihatinkan. 2. Pembahasan 2.1 Konsep Human Security dan Pendekatan Sekuritisasi Konsep Human Security atau keamanan manusia dimunculkan oleh pakarpakar yang melihat bahwa tidak hanya terdapat permasalahan security yang bersifat tradisional (perang dan damai), namun juga ada kecenderungan permasalahan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, pada mulanya banyak negara yang lebih mementingkan aspek militer dalam mempertahankan kedaulatan

negara

(state-centered)

telah

bergeser

pada

keamanan

individu

masyarakatnya (people-centered). Hingga saat ini, belum ada definisi human security yang dijadikan sebagai acuan dalam mendeskripsikan pentingnya konsep ini bagi manusia. UNDP (United Nations Development Programme) mendefinisikan human security sebagai, “First, safety from such chronic threats such as hunger, disease, and repression. And, second,…protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life…whether in homes, in jobs or in communities”5 Pada dasarnya, konsep human security ingin mencoba menjawab ‘Security For Whom’ yang mencakup dua point yakni freedom from fear dan freedom from want. m.dw.com edisi 24 November 2015 “FAO: Enam Juta Anak Meninggal Setiap Tahunnya Karena Kelaparan” 4 Merdeka.com edisi 22 Agustus 2005 “WHO: Kelaparan di Asia dan Pasifik Makin Memburuk” 5 Human Security in Theory and Practice, Application of the Human Security Concept and the United Nations Trust Fund for Human Security.pdf 3

Kedua nya harus terpenuhi untuk mencapai kebutuhan manusia. Laporan UNDP 1994 menekankan pemaknaan human security sebagai sesuatu yang universal dan relevan dengan manusia dimanapun dan kapanpun serta tidak memandang batas negara. UNDP memaknai keamanan pada tujuh aspek, yakni keamanan ekonomi (economic security), makanan (food security), kesehatan (health security), lingkungan (environmental security), pribadi atau individu (personal security), komunitas (community security), dan politik (political security). Konsep berikutnya, yakni sekuritisasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam mengagendakan sebuah isu menjadi suatu isu keamanan. Agenda ini dilatarbelakangi oleh suatu isu yang dianggap telah menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Food security atau ketahanan pangan sebagai salah satu isu keamanan non-tradisional telah menjadi perhatian dunia. Sebab, pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting untuk memenuhi gizi nya. Pendekatan sekuritisasi dijelaskan oleh Barry Buzan bersama Ole Waever dan Jaap De Wilde dalam buku mereka yang berjudul “Security a New Framework for Analysis”. Mereka menjelaskan tentang konsep keamanan baru yang tidak hanya melibatkan negara dan militer, namun juga melibatkan berbagai sektor, aktor, dan level analisis. Sekuritisasi (Securitization) membuat kerangka analisis tentang pertanyaan mengapa dan bagaimana sekuritisasi dan desekuritisasi terjadi melalui beberapa proses yang telah di kemukakan nya. Identifikasi proses tersebut terdiri dari ancaman yang ada (An Existential Threat), objek yang terancam (Referent Object), aktor yang melakukan sekuritisasi yang memainkan peran sebagai suatu pemerintahan atau institusi internasional (Securitizing Actors), dan tindakan oleh aktor yang menganggap suatu isu menjadi ancaman nyata yang dapat berbentuk kebijakan atau pernyataan (Speech Act). Sementara itu, desekuritisasi biasanya muncul setelah adanya speech act dari securitizing actor sebagai bentuk penolakan terhadap regulasi yang telah dibuat. 2.2 Upaya ASEAN dalam Isu Ketahanan Pangan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) merupakan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara dengan motto “One Vision, One Identity, One Community”. ASEAN memiliki tiga sektor kerja sama yang disebut “ASEAN PoliticalSecurity Community, ASEAN Economic Community,

dan

ASEAN Socio-Cultural

Community”. Ketahanan pangan masuk ke dalam lingkup ASEAN Economic Community

yang disebut ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF). AMAF dibentuk pada tahun 1968 yang berfungsi untuk mewadahi kerjasama negara-negara ASEAN dalam bidang pertanian dan kehutanan. Kerjasama ini juga mencakup keamanan atau ketahanan pangan, yang meliputi persediaan, panen, penawaran, dan permintaan. Tujuan

utama

didirikannya

AMAF

adalah

untuk

memformulasi

dan

mengimplementasikan aktivitas kerjasama regional dalam rangka meningkatkan daya saing produk pangan, pertanian, dan kehutanan di lingkungan internasional seperti halnya memperkuat rencana ketahanan pangan di kawasan.6 Istilah ketahanan pangan sendiri menurut KTT Pangan Dunia tahun 1996 dapat didefinisikan sebagai berikut : “Food Security exists when all people, at all times, have physical and economic access to sufficient, safe, and nutritious food that meets their dietary needs and food preferences for an active and healthy life”7 Definisi tersebut memiliki perluasan bahwa dimensi ketahanan pangan meliputi ketersediaan pangan (Food Availability) dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang tepat, Aksesibilitas makanan (Food Accessibility) dimana individu dapat menjangkau dan memperoleh makanan yang bergizi, Pemanfaatan (Utilization) dimana makanan dapat bermanfaat bagi tubuh manusia melalui diet yang memadai, air bersih, sanitasi, dan perawatan kesehatan untuk mencapai gizi yang baik dan kesejahteraan agar semua kebutuhan fisiologis dapat terpenuhi, Stabilitas (Stability) penyediaan dan akses makanan memadai setiap saat meskipun terjadi krisis ekonomi maupun iklim. Ke-empat definisi ketahanan pangan diatas berusaha di capai oleh ASEAN melalui ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF). Sebagian besar negara-negara anggota ASEAN yang merupakan negara berkembang masih berusaha meningkatkan food security melalui integrasi regionalisme ini. Oleh karena itu, ASEAN selalu meningkatkan kerjasamanya dalam bidang pangan untuk mencapai ketahanan pangan sehingga bisa mengurangi angka kelaparan dan gizi buruk. Sebab, meskipun negara-negara di ASEAN tergolong negara-negara agraris namun seringkali pasokan makanan bagi masyarakatnya masih kurang. Integrasi dalam menangani masalah pangan dalam keadaan krisis maupun tidak diperlukan bagi ASEAN agar stabilitas ketahanan pangan tetap terjaga. Hal ini juga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan

6 7

Asean.org/asean-economic-community/ yang diakses pada 25 Desember 2017 World Food Summit, 1996

masyarakat yang akan menggiring negara-negara anggota ASEAN menjadi negara yang lebih maju. 2.3 Sekuritisasi ASEAN dalam Mengatasi Krisis Pangan Pada Tahun 2007-2008 Ide utama dari konsep sekuritisasi adalah adanya aktor yang menganggap suatu isu menjadi sebuah ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Dalam penelitian ini, ASEAN sebagai organisasi regionalisme bertindak sebagai aktor yang berusaha melakukan sekuritisasi untuk mengatasi krisis pangan yang dianggap sebagai ancaman pada tahun 2007-2008. Secara umum, kondisi pangan di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2005-2006 cukup stabil dimana ASEAN telah mencapai swasembada, terutama komoditas beras dan gula yang melebihi kebutuhan. Namun, untuk komoditas jagung dan kedelai ASEAN masih mengimpor dari negara lain. Krisis pangan yang terjadi pada kurun waktu 2007-2008 membuat stabilitas pangan dunia menurun karena harga pangan mengalami peningkatan yang cukup tajam. Menurut FAO (Food and Agricultural Organizations) melaporkan indeks peningkatan harga mencapai 9% pada tahun 2006, 23% tahun 2007, dan lebih dari 50% antar Mei 2007 dan Mei 2008.8 Tingkat rata-rata harga makanan pokok seperti beras, jagung, dan gandum memiliki kecenderungan meningkat secara stabil sejak tahun 2003 hingga tahun 2006 dimana peningkatan nya tidak mencapai US$ 200 per ton nya, lalu pada bulan Januari 2008, peningkatan harga cukup drastis terjadi dimana rata-rata harga jagung, gandum, dan beras mencapai US$ 400 per ton nya.

9

Kenaikan harga pangan

tersebut mengakibatkan sekitar 40 juta orang kelaparan pada tahun 2008 serta meningkatkan angka kekurangan gizi menjadi 963 jiwa, meningkat 40 juta jiwa dari tahun 2007.10 Krisis pangan global pada tahun 2007-2008 yang ditandai dengan semakin menipisnya cadangan persediaan pangan ini diduga disebabkan oleh kegagalan panen di sejumlah negara produsen, peningkatan harga bahan bakar dan perubahan iklim yang ekstrim. Meskipun, Vietnam dan Thailand sebagai negara penghasil beras terbesar di kawasan Asia Tenggara juga belum mampu mengatasi masalah krisis pangan ini. Klaus Von Grember, dkk. Global Hunger Index : The Challenge of Hunger 2008, Washington, October 2008 9 Niko Aditya Sasintha, “Pengaruh Krisis Pangan Global 2008 Terhadap Ketahanan Pangan Negara Haiti” diakses di http://journal .unair.ac.id/skripsi.pdf 10 Ibid,. 8

Tingginya

harga

pangan

dunia

membuat

negara-negara

anggota

ASEAN

mengkhawatirkan terjadinya peningkatan kerawanan pangan dunia. Pada saat itu juga bersamaan dengan terjadinya krisis keuangan dan ekonomi yang dikhawatirkan dapat menambah jumlah penduduk dunia yang mengalami kelaparan dan kemiskinan. Hal ini terbukti dengan indeks kelaparan di negara-negara ASEAN yang tercatat oleh Global Hunger Index dimana sebagian negara di kawasan Asia Tenggara mengalami tingkat kelaparan yang tinggi. Pada tahun 2007 dan 2008 hanya dua negara anggota ASEAN yang memiliki indeks kelaparan kurang dari 5, yaitu Singapura dan Brunei. Sedangkan delapan negara lainnya memiliki indeks lebih dari 5 hingga 20. Berikut data yang diperoleh dari GHI (Global Hunger Index) :11 60 50 40 30 20 10

2008 2007

0

Meskipun negara-negara diatas memiliki kecenderungan dalam peningkatan, namun menurut FAO dan GHI, indeks kelaparan yang berada di angka lebih dari 10 merupakan tingkat kelaparan yang serius. Sementara itu, menurut WHO (World Health Organization) angka kematian ibu di Asia Tenggara masih tergolong tinggi dimana menyumbangkan hampir sepertiga jumlah kematian ibu dan anak global. Hal ini diakibatkan kurangnya gizi ibu saat masa mengandung bayi nya. Oleh karena itu, angka harapan hidup masyarakat di negara-negara anggota ASEAN sangat kecil yakni mulai dari 60 sampai 70 tahun. Ancaman kelaparan dan gizi buruk sebagai akibat dari krisis pangan pada tahun 2007-2008 mendorong pemimpin-pemimpin negara ASEAN untuk membentuk integrasi ketahanan pangan kawasan. Realisasi ini terjadi di Pertemuan Khusus ke-29 yang diselenggarakan oleh Para Pejabat Senior dan diikuti oleh para Menteri ASEAN Bidang 11

Global Hunger Index 2007 dan 2008 yang diakses melalui http://www.ghi.ifpri.org

Pertanian dan Kehutanan (Special On Meeting - AMAF) pada tanggal 5-7 Agustus 2008 di Chiang Mai, Thailand.12 Pertemuan ini bertujuan untuk membahas rumusan konsep kerangka ASEAN Integrated Food Security (AIFS) dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. AIFS ini memiliki rencana kerja yang disebut Strategic Plan of Action on Food Security (SPA-FS) yang mencakup empat komponen, yakni Ketahanan Pangan dan Bantuan Darurat, Pengembangan Perdagangan Makanan yang Berkelanjutan, Sistem Informasi Integrated Food Security, dan Inovasi Pertanian.13 AIFS ini diharapkan dapat mewujudkan ketahanan pangan dalam jangka panjang dan meningkatkan mata pencaharian petani di wilayah ASEAN. Pedoman pembentukan AIFS dan SPA-FS diadopsi dari Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia pada tahun 1996 untuk mengatasi kelaparan di seluruh negara sebagai bagian dari Millennium Development Goals (MDGs) yang memiliki rentang waktu 2000-2015. Komoditas beras, jagung, kedelai, gula, dan singkong menjadi komoditas prioritas awal untuk keamanan pangan kawasan. Menurut data statistik Asian Development Bank (ADB), persentase kejadian kelaparan di wilayah ASEAN berkurang dari 24% pada 1990 menjadi 17% pada 2008.

14

AIFS memiliki tujuan sebagai berikut; meningkatkan

produksi pangan, mengurangi kerugian pasca panen, mempromosikan pasar dan perdagangan kondusif untuk pasokan komoditas pertanian, menjamin ketahanan pangan, meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas bagi input pertanian, dan operasionalisasi pengaturan darurat bantuan pangan daerah.15 3. Penutup Konsep sekuritisasi menjadi alat analisis ketahanan pangan di wilayah ASEAN dalam rangka mengatasi krisis pangan pada tahun 2007-2008. Pangan sebagai hal penting dan pokok yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup manusia sangat perlu didukung oleh suatu sistem dari pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan. Angka kelaparan dan gizi buruk yang masih tinggi di sebagian besar negaranegara anggota ASEAN menjadi suatu isu yang dianggap menjadi ancaman bagi individu masyarakatnya. Hal ini diperparah dengan terjadinya krisis pangan global dalam kurun waktu 2007-2008. Oleh karena itu, isu ini diagendakan oleh pemimpin-pemimpin Thesis.umy.ac.id yang diakses pada 20 Desember 2017 www.cil.nus.edu.sg yang diakses pada 20 Desember 2017 14 www.adb.org yang diakses pada 20 Desember 2017 15 www.pdfcoke.com/doc/kerjasama-ekonomi-asean yang diakses pada 21 Desember 2017 12 13

ASEAN sebagai isu keamanan yang harus diatasi dengan kerjasama integrasi ketahanan pangan. ASEAN Integrated Food Security (AIFS) yang didukung oleh Strategic Plan of Action on Food Security (SPA-FS) menjadi langkah dalam mengatasi krisis pangan pada tahun 2007-2008. Konsep tersebut bertujuan untuk mencapai ketahanan pangan di ASEAN dalam jangka waktu yang panjang agar “zero hunger” bisa tercapai atau setidaknya angka kelaparan dapat berkurang. Dengan mengadopsi rencana kerja dalam SPA-FS diharapkan negara-negara anggota ASEAN bisa membangun komitmen dalam mencapai food security dengan meningkatkan kerjasama dan produktivitas dalam kawasan. Hal ini akan bisa membantu terciptanya stabilitas pangan di Asia Tenggara sehingga jika terjadi krisis pangan global, dampaknya tidak terlalu berakibat pada stabilitas kawasan. DAFTAR REFERENSI Caballero, Mely dan Anthony, 2016 , An Introduction to Non-Traditional Security Studies A Transnational Approach, Los Angeles: SAGE. Sasintha, Niko Aditya. Pengaruh Krisis Pangan Global 2008 Terhadap Ketahanan Pangan Negara Haiti. diakses melalui http://www.journal.unair.ac.id. Wisnu, Dinna, ASEAN dan Ketahanan Pangan. Politica, Vol. 4, No. 1, Mei 2013. Mahendra, Yustika Citra. Regionalisme Menjawab Human Security (Studi Kasus ASEAN dalam permasalahan Human Security). Jurnal Transformasi Global, Vol. 3, No. 1, 65-80. Hermanto. Ketahanan Pangan Indonesia di Kawasan ASEAN. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 33, No.1, 19-31. Patria, Affan Baskara. Peran ASEAN Integrated Food Security (AIFS) dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Regional ASEAN. Skripsi. 2013 diakses melalui http://www.thesis.umy.ac.id. http://www.asean-agrifood.org yang diakses pada 19 Desember 2017. http://www.asean.org yang diakses pada 19 Desember 2017. http://www.ghi.ifpri.org yang diakses pada 18 Desember 2017. http://cidesindonesia.org/eng/indonesia/indonesia-dan-rapor-ghi/ yang diakses pada 18 Desember 2017. http://m.merdeka.com/who-kelaparan-di-asia-dan-pasifik-makin-memburuk.html yang diakses pada 18 Desember 2017

Related Documents

Winda Gituhhh
December 2019 20
Dwi
July 2020 46
Winda Filsafat.docx
July 2020 20
Dwi
June 2020 30

More Documents from "Albuquerque Journal"