Sekilas Memaknai Kecerdasan Jamak Arfan La Angka*
Saya coba mengingat lagi pengalaman saya ketika bersekolah di sekolah dasar. Saya tidak termasuk anak yang tergolong pintar ketika itu. Saya tak suka mengerjakan tugas-tugas sekolah, sulit memahami pelajaran matematika, dan kerap ditegur saat pelajaran karena tak mendengarkan guru yang sedang bicara di kelas. Yang saya sukai pada masa itu hanya satu hal, yaitu membaca. Bukan membaca buku-buku sekolah, tapi membaca buku cerita: mulai dari yang bergambar penuh warna hingga yang hanya berisi teks mulai dari awal sampai akhir buku. Bagi saya semua proses belajar mengajar saat sekolah dasar itu membosankan, tidak menarik. Tak ada materi pelajaran yang memancing saya ingin tahu lebih jauh dan tak ada guru yang membuat saya menyimak apa yang ia katakan. Hanya ada satu guru yang menarik perhatian saya. Namanya: Heru. Yang membuat saya mendengarkannya adalah cara ia mengawali pelajaran. Ia selalu memulai dengan menceritakan pengalaman yang dialaminya hari kemarin. Berikut penggalan kisah cara Pak Heru bercerita yang masih saya ingat: “Selamat siang, anak-anak. Kemarin saya bertemu dengan teman SMA saya. Namanya, Pak Urip. Ia baru saja pulang dari Madura. Katanya, di sana masih banyak anak-anak umur 15 tahun yang masih buta huruf, tidak bisa membaca. Ketika Pak Urip bertemu dengan sekolompok anak itu, ia menanyakan apa cita-cita mereka, mereka terdiam lama. Terus, ada yang menjawab kalau mereka tidak bisa baca, jadi untuk apa sekolah, lebih baik kerja saja. Pak Urip kemudian berkomentar: kalau kalian tidak sekolah, tidak bisa membaca, kalian mau kerja apa? Nah, anak-anak, dari cerita ini, kalian tahu kenapa membaca itu penting? Kalau kalian bisa baca, kalian punya pengetahuan. Dengan pengetahuan, kalian bisa mendapat pekerjaan yang kalian inginkan.” Pengalaman saya yang lain adalah ketika ikut dalam program pendampingan untuk pembelajaran anak-anak di suatu wilayah di Surabaya. Saat itu, saya memberikan materi belajar untuk anak-anak mulai usia 9 sampai 16 tahun. Kebanyakan dari mereka putus sekolah, bahkan tak pernah sekolah. Di lapangan, yang mengikuti proses belajar bukan hanya anak-anak, tetapi juga ibu-ibu mereka. Bahkan ibu-ibu itu meminta saya mengajarkan satu hal kepada mereka, yakni membaca. Ya, sama denganpengalaman Pak Urip pada cerita saya di atas.
http://www.visiwaskita.com e-mail:
[email protected]
Saya menggunakan berbagai aktivitas untuk memberikan materi belajar kepada anak-anak dan ibu-ibu tersebut. Mulai dari penyampaian satu arah, bermain, menggambar, merangkai sesuatu, dan masih banyak lagi. Alatnya pun bermacam-macam, beberapa di antaranya: kertas, majalah, koran, kayu, pensil warna. Dari pengalaman saya membantu ibu-ibu belajar membaca, salah satu cara yang paling efektif adalah meminta mereka menyebutkan beberapa kata yang menurut mereka penting, yang berkaitan dengan persoalan keseharian mereka. Lalu, mereka menceritakan pengalaman mereka terkait kata-kata tersebut. Kata yang sering muncul adalah kebutuhan pokok dan arisan. Mulai dari kata-kata itu saya mulai memandu mereka mengenali huruf dan mengejanya. Beranjak dari pengalaman itu, saya belajar bahwa masalah-masalah yang ditemui ketika belajar dan mengajar tak bisa diselesaikan dengan cara-cara yang konvensional. Seiring waktu saya mulai mengenal teori kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang membuat saya jadi lebih mengerti apa yang sudah pernah saya alami. Teori ini dikembangkan oleh Howard Gardner, profesor di bidang kognitif dan pendidikan di Harvard University. Secara singkat, berikut paparan kesembilan kecerdasan: 1.
Kecerdasan Logika Bahasa (Logical-linguistic Intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan kata dan bahasa.
2.
Kecerdasan Logika Matematika (Logical-mathematical Intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan angka dan pemecahan masalah.
3.
Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan gambar dan citra visual.
4.
Kecerdasan Musik (Musical Intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan kepekaan terhadap tinggi rendah nada dan suara.
5.
Kecerdasan Kinestetik (Bodily-Kinesthetic Intelligence): kecerdasan yang berkaitan dengan gerak tubuh.
6.
Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence): interaksi sosial.
7.
Kecerdasan Intrapersonal (Interapersonal Intelligence): kecerdasan yang berkaitan pemahaman diri.
8.
Kecerdasan Naturalistik (Naturalistic Intelligence): kecerdasan perhatian/kepekaan terhadap alam dan lingkungan.
9.
Kecerdasan Eksistensial (Existensial Intelligence): kecerdasan yang berkaitan kepekaan menghubungkan antara keberadaan diri (eksistensi diri) dengan alam semesta.
kecerdasan yang berkaitan dengan
yang berkaitan
dengan
Menurut Gardner, sembilan kecerdasan tersebut ada pada diri setiap orang tetapi dengan derajat yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki cara unik untuk menyerap dan mengaktualisasikan informasi dan pengetahuan. Bila saya menghubungkan teori kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) dengan pengalaman saya, cerita saya yang pertama menggambarkan bagaimana Pak Heru menarik perhatian saya melalui cerita. Ini berkaitan dengan kecerdasan Spasial. Sedangkan, pengalaman kedua menunjukkan pintu masuk yang saya gunakan kepada ibu-ibu adalah melalui kecerdasan Logika Bahasa dan Intrapersonal.
http://www.visiwaskita.com e-mail:
[email protected]
Di dunia pendidikan, terutama di sekolah dengan metode belajar-mengajarnya yang formal, umumnya hanya tersedia ruang bagi kecerdasan Logika Matematika dan Logika Bahasa. Anak-anak yang baik di kemampuan kata-kata, logika, dan olah angka adalah anak pandai, dan seringkali, merekalah yang mendapatkan perhatian dari guru. Namun, anak-anak yang memperlihatkan kemampuan seperti menggambar, musik, tari, hubungan antarpribadi, bermain drama, olah raga, aktivitas di alam, dan bidang lainnya cenderung tak menerima pengakuan. Teori ini membantu saya lebih memahami mengapa gaya belajar pada masing-masing orang berbeda. Dan, kita pun bisa membayangkan kenapa respon atau ekspresi terhadap suatu hal tak ada yang serupa antara satu orang dengan orang yang lain. Cakrawala pikiran saya pun makin terbentang bahwa ada spektrum yang sangat luas dari sisi metode, media, strategi, dan lingkungan belajar yang dapat dikembangkan bagi siapa pun, terutama anak-anak. Sadarkah kita bahwa semua anak itu cerdas dan ada banyak cara untuk mengembangkan keunikan talentanya? Arfan La Angka Network Builder IISA Assessment, Consultancy & Research Centre
http://www.visiwaskita.com e-mail:
[email protected]