Sejarah Perkembangan Ips.docx

  • Uploaded by: ermanurhanifah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sejarah Perkembangan Ips.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,330
  • Pages: 9
RANGKUMAN MODUL KONSEP DASAR IPS

SEJARAH PERKEMBANGAN IPS KEGIATAN BELAJAR 1 & 2

Sejarah Perkembangan IPS secara Umum IPS adalah terjemahan dari social studies. Perkembangan social studies sejak tahun 1500 sampai sekarang dan berkembang secara evolusioner. Perkembangan social studies yang berkembang di AS dipublikasikan oleh National Council for the social studies (NCSS) sejak pertemuan organisasi tersebut pada tahun 1935 sampai sekarang. Definisi “social studies” menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 (Barr, Barth dan Shermis, 1977:12) bahwa social studies adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidkan. Dan dapat disimpulkan : 1. Social studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial.

1

2. Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan/pembelajaran baik pada tingkat persekolahan/tingkat pendidikan tinggi. 3. Aspek-aspek dari masing-masing ilmu/tingkat pendidikan tinggi. Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) yaitu terjadinya tarik menarik antara 2 visi social studies. Di satu pihak adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education, yang terus bergulir sampai mencapai tahap yang lebih canggil. Di lain pihak terus bergulir gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education.

1940-1960 Ditegaskan oleh Barr, terjadinya tarik menarik antara dua visi social studies yaitu : 1. Gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial. 2. Gerakan pemisahan disiplin ilmu sosial Hal ini disebabkan oleh : 1. Perang dunia ke II 2. Perang dingin 3. Perang korea 4. Kritik publik tentang gagasan John Dewey tentang kemampuan berpikir kritis dalam pendidikan persekolahan.

1955 Terjadi perubahan besar yang dikemukakan oleh Barr. Perubahan besar ini berupa inovasi Maurice Hunt dan Lawrence Metcalf yang isinya : 1. Cara baru dalam pengintegrasikan pengetahuan 2. Ketrampilan ilmu sosial Hal ini bertujuan untuk citizenship education. Dikemukakan bahwa program social studies sebaiknya tidak dikemukakan secara terpisah tetapi closed areas (masalah-masalah yang tabu di masyarakat). Dengan perubahan besar ini diharapkan siswa dapat mengatasi masalah-masalah publik dan memutuskannya. Dalam pengambilan keputusan, social studies berperan sebagai pelatihan ketrampilan reflecting thinking. Hal ini dikemukakan oleh Barr, diperkuat oleh gagasan Shirley Engle yang menerbitkan buku “The Heart of Social Science Instruction” yang merefleksikan gagasan John Dewey tentang pendidikan berpikir kritis. 1957 Terjadi tekanan dalam bentuk komperhensif untuk mereformasi social studies.

2

Penyebabnya adalah : 1. Kepanikan AS atas keberhasilan Rusia meluncurkan pesawat ruang angkasa “Sputnik” 2. Penelitian dosen Purdue University (H.H. Remmers dan D.H. Radler) atau Purdue Opinion Poll. Penelitian ini mengambil sampel anak usia sekolah, dan kesimpulannya adalah 1. 35% pemuda menganggap surat kabar perlu mendapat ijin untuk menerbitkan semua keinginannya. 2. 34% pemerintah perlu melarang orang berbicara. 3. 26% polisi perlu diizinkan menggeledah rumah tanpa jaminan. 4. 25% beberapa kelompok dilarang mengadakan pertemuan. Ini membuktikan social studies gagal, perlu dirubah menjadi pembelajaran dengan orientasi. 1. The integrated 2. Reflective inquiry 3. Problem centered Hal tersebut menyebabkan munculnya “the new social studies”. Pada akhir dasawarsa 1960an tercatat (barr, dkk 45) adanya perubahan dari orientasi pada displin akedemik yang terpisah-pisah ke suatu upya untuk mencari hubungan interdisipliner. Pada masa itu Paul R. hanna merintis pengembangan kurikulum yang bertolak dari Basic human activities dan berhasil menghimpun lebih dri 3.000 generalisasi yang relefan, yang digali dari berbagai disiplin ilmu sosial. Jika dilihat dari visi misi dan straginya barr dkk social studies telah dan dapat ikembangkan dalam 3 tradisi yakni; a. Sosial studies taught as citizenship transmission b. Sosial studies taught as social science c. Sosial studies taught as reflective inquiry Beberapa definisi mengenai social studies: a. Sosial studies merupakan pengetahuan terpadu b. Misi utama social studies adalah pendidikan kwarganegaraan dalam suatu mayarakat yang demokratis c. Sumber utama konten social studits adalah social science dan humanities d. Dalam upaya penyiapan warga negara yang demokrati terbuka kemungkinan perbedaan dalam orientasi, visi, tujuan dan metode pembelajaran Tradisi citizenship Transmission bertujuan untuk mengembangkan warga negara yang baik sesuai dengan norma yang telah diterima secara baku dalam negaranya.

3

Tradisi sosial science mengembangkan karakter warga negara yang baik dengan ditandai penguasaan tradisi ini memusatkan perhatian pada upaya pengmbangan karakter warga negara yang baik. Tradisi reflektive inguiry bertujuan memusatkan perhatin pada pengembangan karakter warga negara yangbaik dengan ciri pokoknya mampu mengambil keputusan. A. Gerakan “the new social studies” merupakan pilar perkembangan social studies. Karena tidak keefektifan social studies, para ilmuwan sepakat meningkatkannya menjadi “higher level of intellectual pursuit” dengan mempelajari ilmu social secara mendasar. Dikenal dengan era “social science education”. Menurut Bruner, kenapa harus mengembangkan social studies yang akhirnya :

1) Konsep generalisasi 2) Teori

diajarkan berbagai

3) Prosedur

tingkat usia sekolah

4) Model disiplin akademik B. Atau dasar itulah dicetuskan reformasi social studies dengan cara : 1. Pengembangan kurikulum sekelompok pendidik, ahli psikologi dan ahli ilmu sosial dengan cara penelitian dan teori belajar. 2. Ujicoba lapangan 3. Direvisi 4. Diperluas dan disebarluaskan

Tujuan dari social studies education adalah mengembangkan : 1. Civil responsibility and active participation 2. Perspective on their own life so they see themselves as part of the larger human adventure in time and place. 3. A crittical understanding of the history, geigraphy, economic, political istitution, eraditions and values of united states as expressed in both their unity and diversity. 4. An understanding of other people and the unity diversity of word history, geography, institutions traditions and values. 5. Critical attitudes and analyfical perspectivies appropriate to analysis of the human condition. Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi dan strategi baru social studies (NCSS, 1994) menggariskan hal-hal berikut:

4

Pertama, program social studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan bahwa civic competence itu bukanlah hanya menjadi tanggung jawab dari social studies. Kedua, program social studies dalam dunia pendidikan mulai dari pendidikan taman kanakkanak sampai dengan pendidikan menengah ditandai oleh keterpaduan “knowledge, skills, and attitudes within and accros discipliness (NCSS, 1994:3). Hal ini memberi dasar bahwa pendidikan social studies memiliki dua alternatif yakni bersifat monodisipliner dan interdisipliner. Pada kelas rendah ditekankan pada social studies mengintegrasikan beberapa disiplin yang bertolak dari suatu tema tertentu misalnya tema time, continuity and change. Pada kelaskelas lanjutan dan menengah program social studies dapat diteruskan dengan mengintegrasikan secara interdisipliner yang sering disebut interdisilinery dengan menempatkan suatu disiplin sebagai titik tolak, yang dikaitkan dengan lintas disipliner. Ketiga, program social studies dititikberatkan pada upaya membantu siswa dalam construct a knowledge base and attitude draws from academic disciplines as specialized ways of viewring reality (NCSS, 1994:4). Disini siswa diperankan bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif tetapi sikap yang akatif melalui cara pandang secara akademik terhadap realita. Keempat, program social studies mencerminkan “the charging nature of knowledge, fastering entirely new and highly integrated approacher to resolving issues of signifiace to humanity”

Pendekatan monodisipliner yaitu pembelajaran suatu disiplin sosial secara soliter, misal hanya sejarah/geografi dapat dipahami karena fenomena dan masalah sosial dalam kenyataan tidak dapat dipisahkan misal antara pemanasan global, timbulnya elnino, dan lainnya. Perubahan musim (dimensi geografi), produktifitas pertanian, tingkat pendapatan petani, dan tingkat kesejahteraan (dimensi ekonomi) serta perlindungan hukum (dimensi politik).

5

Sejarah perkembangan IPS di Indonesia Perkembangan pemikiran/konsep IPS di Indonesia secara historis epistemologis sangat sukar karena ada 2 alasan : Pertama, di Indonesia belum ada lembaga profesional seperti NCSS. Pengaruh lembaga serupa yang dimiliki Indonesia yakni Hispisi (Himpunan Sarjana Pendidikan IPS Indonesia). Kedua, perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai entologi ilmu pendidikan (disiplin). Untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui pusat pengembangan kurikulum dan sarjana pendidikan badan penelitian dan pengembangan (balitbang diknas) dan pusat kurikulum (puskus) pengaruh Hispisi secara instutisional terhadap IPS sangat terbatas kegiatan tersebut jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi sosial studies curriculum task force-nya NCSS di Amerika Serikat. Istilah IPS (ilmu pengetahuan sosial) pertama kali muncul dalam seminar nasional tentang civic education tahun 1972 di Tawangmangu Solo. Bidang pengetahuan yang bersifat ilmiah dikenal sebagai suatu disiplin ilmu ciri tambahan, Dufy (1967 dalam Soemantri 1993:1998) menyebutkan adanya community of scholars/komunitas/ masyarakat ilmiah yang menjadi pendukung, pemelihara, pengembang. g. anonim dalam Soemantri, 1998:7) menambahkan 4 syarat lain yaitu the social goals the heritage and value, the dimension of interrelationship of today world and a specific process of national inquiry and tonets of good scholarship. Maksudnya disiplin selain harus memiliki logika internal juga harus memiliki logika eksternal seperti yang dikemukakan goldmark dalam Banks (1977) logika eksternal memberi kontribusi terhadap masyarakat mengusung peradaban dan nilai, berkaitan dengan kehidupan dunia saat ini mencerminkan adanya pemikiran nasional dan kepakaran yang baik. Logika internal seperti yang dikemukakan oleh Goldmark pada dasarnya mencerminkan apa yang menjadi bidang telaah dikembangkan dengan mengikuti prinsip dan produsen yang baku dalam filsafat pengetahuan (Ruriasumantri, 1984:1986) kerangka tersebut dikenal sebagai “landasan ontologi dan epistemologi” sedangkan logika eksternal sepertiy ang dikemukakan Dufy (1967) dan Soemantri (1998) mencerminkan bagaimana pengetahuan itu digunakan sehingga memberikan manfaat pada masyarakat negara dan dunia dalam filsafat tersebut dikenal sebagai “landasan aksiologi”.

Perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di Indonesia ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia persekolahan dikaitkan dengan beberapa konten

6

pertemuan ilmiah dan penelitian yang relevan. Istilah IPS muncul dalam seminar nasional dalam seminar tersebut ada 3 istilah : 1. Pengetahun sosial 2. Studi sosial dan 3. Ilmu pengetahuan sosial Konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul dalam seminar tersebut. Berbeda dengan pemunculan pengertian sosial studies dari Edar Bruce Wesley dalam pertemuan pertama NCSS tahun 1937 yang segera mendapat respons akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik pemunculan pengertian IPS dengan mudah diterima dengan sedikit komentar. Konsep IPS untuk pertama kali masuk dalam dunia persekolahan pada tahun 19721973 yakni dalam kuriklum proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewarganegaraan yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, Imu Bumi Indonesia dan Civics yang diartikan sebagai pengetahuan kewarganegaraan negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD IPSP tersebut konsep IPS diartikan sama dengan pendidikan kewarganegaraan negara. Sedang dalam kurikulum sekolah menengah 4 tahun digunakan istilah studi sosial, pendidikan kewarganegaraan negara dan civics dan hukum. Kurikulum IPS tersebut dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Pada tahap ini konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk yakni : 1. Pendidikan IPS terintegrasi dengan nama pendidikan kewarganegaraan negara / studi sosial. 2. Pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai konsep payung untuk mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi. 3. Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus, yang dalam konsep tradisi sosial studies termasuk “citizenship transmission). Konsep pendidikan IPS tersebut kemudian memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975, dalam kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profit sebagai berikut : 1. Pendidikan moral Pancasila mengantikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi citizenship transmission. 2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD. 3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungi mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi koperasi. 4. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA atau sejarah dan geografi untuk SPG.

7

Konsep pendidikan IPS seperti ini tetap dipertahankan dalam kurikulum 1984 yang memang

secara

konseptual

merupakan

penyempurnaan

dari

kurikulum

1975.

Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi materi yang disesuaikan dengan perkembangan baru dalam masing-masing disiplin. Dengan berlaku Undang-undangan No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum 1984 diganti dengan kurikulum 1994 dalam kurikulum 1994 Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dilembagakan menjadi satu mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang merupakan bidang pendidikan IPS yang khusus mewadahi tradisi citizenship transmission dengan muatan utama butirbutir Pancasila. Dengan kurikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti oleh semua siswa dalam setiap jenjang pendidikan. Sedang mata pelajaran IPS diwujudkan dalam : 1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas III sampai dengan VI 2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi, sejarah dan ekonomi koperasi. 3. Pendidikan IPS terpisah, yang mirip dengan tradisi “social studies” taught as social science Di SMU bidang pendidikan IPS terdiri atas Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, ekonomi dan geografi, sosiologi dan sejarah budaya. Di lihat dari tujuannya, setiap mata pelajaran sosial memiliki tujuan yang bervariasi. Mata pelajaran sejarah nasional dan sejarah umum bertujuan untuk menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebanggaan dan cinta tanah air serta rasa bangga sebagai warga bangsa Indonesia dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antarbangsa di dunia. Mata pelajaran ekonomi bertujuan untuk memberikan pengetahuan konsep-konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah ekonomi yang dihadapinya secara kritis dan objektif. Tradisi ini juga diterapkan dalam mata pelajaran sosiologi, geografi, tata negara, sejarah budaya, dan antropologi yang dikaji sebagiamana tujuannya masing-masing. Mata pelajaran sosiologi bertujuan untuk memberikan kemampuan memahami secara kritis berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang muncul seiring dengan perubahan masyarakat dan budaya, menanamkan kesadaran perlunya ketentuan masyarakat, dan mampu menempatkan diri dalam berbagai situasi sosial dengan kedudukan, peran, norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

8

Mata pelajaran tata negara bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memahami penyelenggaraan negara sesuai dengan tata kelembagaan negara, tata peradilan, sistem pemerintahan negara RI maupun negara lain. Mata pelajaran sejarah budaya bertujuan untuk menanamkan pengertian adanya keterkaitan perkembangan budaya masyarakat pada masa lampau, masa kini, dan masa mendatang sehingga siswa menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan masa kini. Mata pelajaran antropologi bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai proses terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan mewujudkannya dalam kehidupan seharihari, terutama bangsa sendiri dan pada akhirnya dimaksudkan juga untuk menanamkan kesadaran tentang peranan kebudayaan dalam perkembangan dan pembangunan masyarakat serta dampak kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat. Perkembangan IPS dalam kurikulum sampai dasawarsa 1990an, IPS di Indonesia mempunyai 2 konsep pendidikan IPS. Pertama IPS diajarkan dalam tradisi citizenship transmission dalam bentuk mata pelajaran pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional. Kedua IPS diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah di SMU, terkonfederasi di SLTP, terintegrasi di SD. Ahmad Sanusi pembahasannya mengenai pendidikan IPS di IKIP tentang pengajaran IPS di sekolah IPS di IKIP tentang pengajaran IPS di sekolah. Sanusi menitikberatkan pada penguasaan hafalan yaitu proses pembelajaran yang terpusat pada guru, terjadi banyak miskonsepsi. Dimensi konseptual IPS dibahas dalam pertemuan HISPISI pertama tahun 1989 di Bandung. M. Numan Soemantri selaku pakar dan ketua HISPISI menegaskan dua versi PIPS dalam pertemuan Yogyakarta tahun 1991 sebagai berikut: “Versi PIPS untuk pendidikan dasar dan menengah, PIPS adalah penyederhanaan adaptasi dari disiplin ilmuilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan” Versi PIPS untuk jurusan pendidikan IPS-IKIP.

9

Related Documents


More Documents from "Muhammad Nuril Husna"