Sejarah Perkembangan Ilmu Tajwid.docx

  • Uploaded by: Muhammad Nuril Husna
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sejarah Perkembangan Ilmu Tajwid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 734
  • Pages: 3
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Tajwid Jika kita telisik secara historis kemunculan ilmu tajwid tidak terlepas dari berkembangnya ilmu qira’ah. Para ulama ahli Qurra’ dalam sebagian karangan-karangannya tentang ilmu qira’ahjugamelampirkankaidah-kaidahtentang ilmu tajwid. Ketika agama Islam melebarkan sayap ke seluruh dunia, lalu orang-orang non-Arab masuk Islam berbondongbondong, mulailah timbul problem dalam membaca al-Qur’an. Lidah mereka sulit sekali mengucapkan huruf-huruf yang ada di dalam al-Qur’an. Misalnya huruf ḍad yang ternyata tidak pernah ada di dalam semua bahasa manusia. Sehingga bahasa arab dikenal juga dengan sebutan bahasa ḍad. Maka dibutuhkan sebuah disiplin ilmu tersendiri tentang bagaimana cara membaca al-Qur’an yang baik dan benar, sesuai dengan makhraj masing-masing huruf dan sifatsifatnya. Juga bagaimana cara me-lafaẓ-kannya, membacanya dari muṣḥaf dan seterusnya. Sebab di masa Rasulullah Saw, muṣḥaf yang ada masih terlalu sederhana tulisannya. Kalau bukan orang arab, mustahil ada yang bisa membacanya. Ilmu itu dinamakan ilmu tajwid yang berfungsi menjelaskan bagaimana cara membaca dan membaguskan bacaan al-Qur’an. Berdasarkan faktainilah,parasejarawanmerumuskansebuah asumsi bahwa tujuan pokok mempelajari ilmu tajwid ini adalah menjaga lidah dari kekeliruan dalam mempelajari alQur’an. Cara membaca al-Qur’an dengan benar telah ada sejak awal diajarkan oleh Rasulullah Saw, sehingga jika dilihat dari sisi ‘amaliyah (praktik), peletak dasar ilmu ini adalah Rasulullah Saw. Selain itu, ada beberapa hal yang menegaskan hal tersebut, seperti pembacaan

al-Qur’an secara perlahan-lahan (QS. Al-Isra: 106) dan perintah untuk

membaca al-Qur’an secara tartīl (QS. Al-Muzammil: 4). Kemudian, tuntunan bacaan alQur’an tersebut dilanjutkan kepada ṣaḥabat, tabi’īn, hingga sekarang. Sedangkan dari sisi naẓariyah (teori), peletak dasar ilmu tajwid adalah para imam qira’ah. Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang pertama kali meletakkan dasardasar ilmu tajwid. Ada yang mengatakan Abul Aswad ad-Du’ali, sebab dalam sejarah Islam nama Abul Aswad Ad-Du’ali yang berjasa dalam membuat harakat (tanda baris) pada muṣḥaf al- Qur’an. Juga membuat tanda-tanda berhenti dalam membacanya (waqaf). Beliau masih termasuk dalam jajaran tabi’īn, yaitu satu lapis generasi setelah ṣaḥabat Rasulullah. Ada yang berpendapat Abu Ubaid al-Qasim bin Salam pada abad ke-3 hijriyah didalam kitabnya yang berjudul “al-Qira’ah”. Tetapi ada yang mengatakan apa yang telah disusun oleh Abu ‘Umar Hafs Ad-Dūrī dalam ilmu Qira’ah adalah lebih awal. Sedangkan pendapat yang kuat untuk peletak dasar ilmu tajwid adalah Abu Muzaḥim Musa bin ‘Ubaydillah al-Khaqani, dengan

karyanya

yang

dikenal

dengan

nama al-Qaṣidah al-Ḥaqaniyah.26 Pendapat ini salah satunya dipegang oleh ad-Dani (376 444 H) dalam kitabnya yang berjudul Sharḥ Qaṣidah Abī Muzaḥim al-Ḥaqaniyah

dan

sejalan dengan pendapat ini adalah Ibn al-Jazari yang mengatakan: “Dia (Abu Muzahim alKhaqani)

adalah

orang yang pertama kali menulis tentang tajwid.” Tulisan

Abū

Muzahim tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu tajwid. Pada masa-masa selanjutnya. Hal ini dibuktikan dengan munculnya ulama-ulama yang menulis karya tentang ilmu tajwid, seperti: 1. Kitab at-Tanbīh ‘ala al-Laḥni al-Jalli wa al- Laḥni al-Khafī, karya Abul Hasan Ali bin

Ja’far bin Muhammad as-Sa’idi ar-Razi (w. 410 H). 2. Kitab ar-Ri’ayah li Tajwid al-Qiraah wa Taḥqīqi Lafẓi

at-Tilawah,

karya

Abu Muhammad Makki bin Abu Thalib al-Qaisi (w. 437 H). 3. Kitab at-Taḥdīd fī al-Itqan wa at-Tajwid, karya Abu Amr Utsman bin Sa’id ad-Dani

(w. 444 H). Seiring dengan perkembangan zaman, pencetakan al-Qur’an semakin banyak memiliki inovasi-inovasi baru. Salah satu inovasi dalam pencetakan al-Qur’an juga menyentuh ranah ilmu tajwid. Menurut Ingrid Mattson, pada awal 1990-an, inovasi penting dalam bidang pencetakan mushaf menyebar cepat di seluruh dunia Islam. Inovasi itu adalah penemuan sistem penulisan huruf dalam warna yang berbeda untuk

menandakan

bunyi

yang

dikehendaki ilmu tajwid. Sistem ini dikembangkan oleh seorang insinyur Syiria yang belajar tajwid kepada seorang ulama di Damaskus. Buku tajwid Qur’an telah disahkan secara resmi oleh para ulama al-Azhar di Kairo dan diterbitkan oleh Dar al-Ma’rifah. Tajwid Qur’an ini lebih mudah diakses dan digunakan dibandingkan dengan teks-teks abad pertengahan seperti karya al-Dani, al-Syatibi dan ibn al-Jazari. Di Indonesia, perkembangan produksi muṣḥaf muncul sejak awal dasawarsa 2000-an, ketika teknologi komputer semakin maju dan dimanfaatkan oleh para penerbit. Perubahan itu sangat mencolok dalam hal kaligrafi teks mushaf. Salah satunya adalah pewarnaan pada teks al-Qur’an berkaitan dengan tajwid. Hal ini bertujuan untuk menuntun para pembaca alQur’an yang masih awam dalam ilmu tajwid, dengan memberi warna tertentu terkait hukum bacaan dalam ilmu tajwid. Selain

itu,

dalam

dunia

modern,

kajian ilmu tajwid juga sering dihubungkan

dengan fonetik dan fonologi al-Qur’an. Fonetik adalah ilmu

yang

membicarakan masalah

bunyi tanpa memperhatikan fungsi dan makna yang dikandung oleh bunyi itu. Bunyi dipelajari sebagai suatu gejala alami, contoh kajiannya adalah membahas organ bicara, makhraj dan ṣifat bunyi. Sedangkan fonologi adalah ilmu bunyi yang membahas tentang bunyi bahasa tertentu dengan mempertimbangkan fungsi dan makna yang dikandungnya.

Related Documents


More Documents from "Agnes Dwi Muthia Ningsih"