Saya Punya.docx

  • Uploaded by: Amri Nakono
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Saya Punya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,187
  • Pages: 24
DAFTAR ISI I.

PENDAHULUAN ................................................................................................................. 3 A.

Latar Belakang............................................................................................................... 3

B.

Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4

C.

Tujuan Dan Sasaran....................................................................................................... 4

II.

1.

Tujuan ....................................................................................................................... 4

2.

Tujuan ....................................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 5 A. Ketika Pelabuhan Berpindah............................................................................................. 5 B. Ketika Pelabuhan Berpindah .......................................................................................... 12 C. Arsitektur Kawasan Pelabuhan Donggala ....................................................................... 14 D. Arsitektur Kawasan Pelabuhan Donggala ....................................................................... 20

III.

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 23

A.

Kesimpulan .................................................................................................................. 23

B.

Saran ........................................................................................................................... 23

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.Basa Nan Kuning di Gudang 1 Pelabuhan Donggala ................................................ 6 Gambar 2.Kunjungan Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Gelar Datuk Maja Basa Nan Kuning (berada di tengah) di Pelabuhan Donggala............................................................................... 6 Gambar 3. Pincara, sejenis perahu tongkang kayu yang digunakan untuk bongkar muat di Pelabuhan Donggala ................................................................................................................. 8 Gambar 4. Peresmian Pelabuhan Pantoloan oleh Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin .. 9 Gambar 5. Lanskap Donggala 1901......................................................................................... 11 Gambar 6. Lanskap Donggala tahun 1911 .............................................................................. 11 Gambar 7. Pesisir Donggala .................................................................................................... 12 Gambar 8. Sumarni bintang film yang berjudul Putri Solo (1953) .......................................... 13 Gambar 9. P. Ramlee dan Kasma Booty dalam film Malaya (Malaysia) yang berjudul Bakti (1950) ...................................................................................................................................... 13 Gambar 10. Perahu layar di Pelabuhan Donggala 1930 ......................................................... 15 Gambar 11. Kantor Asisten Residen di Donggala tahun 1930 ................................................ 17 Gambar 12. Jajaran toko kelontong di jalan Mutiara Donggala ............................................. 18 Gambar 13. Kantor Pusat Koperasi Kopra Daerah (PKKD) Donggala ..................................... 19 Gambar 14. Kantor Pusat Koperasi Kopra Daerah (PKKD) Donggala ...................................... 19

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang DONGGALA bukanlah sekadar nama tempat di pesisir barat Pulau Sulawesi, tapi juga merupakan penanda dalam sejarah nusantara. Wacana-wacana historiografi tentang Donggala sebagaimana kota-kota tua di nusantara yang berada di pesisir, adalah wacana kemaritiman. Sebagai kota pantai, letaknya berada di jalur perdagangan penting selain Selat Malaka dan Laut Banda. Donggala berada di Selat Makassar yang menghubungkan Laut Jawa di selatan dan Laut Sulawesi di utara. Jalur di Selat Makassar adalah jalur sibuk tempat aktifitas perdagangan komoditi hasil bumi dan ternak, juga misionaris, petualangan –ekspedisi, penyelundupan candu, dan aktifitas bajak laut, yang menghubungkan banyak kotakota pantai di pesisir barat Sulawesi dan pesisir timur Kalimantan yang berada di jalur itu dengan kawasan di utara melalui Laut Sulawesi dan Laut Sulu,sebelum akhirnya menuju bentang laut lepas yang lebih luas yang menghubungkan Nusantara ke negeri-negeri jauh

melalui Laut Cina Selatan atau melalui Samudera Pasifik.

Interaksi Donggala dan kota-kota pantai lainnya di Selat Makassar telah terjadi sebelum Spanyol dan Portugis membagi dunia dalam duopoli nusantara menjadi koloni Eropa sejak Selat Malakah dikuasai Portugis pada tahun 15114. Catatan

tertua tentang

Donggala ditemukan dalam sumber-sumber Cina sebelum abad 15 yang ditulis oleh J. V. Mills dan disunting Marcell Bonet di buku Chinese Navigation (1965). Sejak tahun 1430 Donggala sudah dikenal sebagai pelabuhan yang memperdagangkan hasil bumi kopra, damar, dan kemiri, juga ternak sapi.

Di rentang waktu yang panjang itu, Donggala adalah suatu kesatuan sebagai wilayah Kerajaan Banawa, yang bersamaan dengan masuknya Belanda dan kongsi dagang milik kerajaan, Vereenigde Oost-Indische

B. Rumusan Masalah Mengidentifikasi kota tua donggala baik dari pelabuhan,permukiman etnis tionghoa,arab,dan belanda serta perkembangan kota tua Donggala dari dulu hingga sekarang.

C. Tujuan Dan Sasaran 1. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses partisipatif di kota tua donggala berlangsung serta tingkat partisipasi masyarakat terhadap kota tua dari dulu hingga sekarang. 2. Tujuan Membantu mahasiswa dalam hal pembuatan tulisan karya tulis ilmiah dalam hal Metode Penelitian.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketika Pelabuhan Berpindah Sepih menjadi kata yang paling tepat untuk menggambarkan suasana Pelabuhan Donggala hari ini jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya ketika Pelabuhan Pantoloan belum ada dan bahkan jauh sebelum itu, ketika pusat perdagangan bergeliat di sana. Pelabuhan

Donggala

perlahan

sunyi

ketika

pelabuhan

Pantoloan

dioperasikan menjadi pelabuhan baru di Sulawesi Tengah yang melayani kapal-kapal penumpang dan barang. Inisiasi pembangunan pelabuhan baru di Pantoloan yang terletak di seberang Pelabuhan Donggala dimulakan pada tahun 1975 dan diresmikan

pada

tahun

1978,

dan

pada

tahun

1985

diserahterimakan

operasionalnya. Selanjutnya, Pelabuhan Donggala menjadi pelabuhan kawasan yang diarahkan untuk melayani kegiatan pelayaran rakyat dan berada di bawah pengawasan Pelabuhan Pantoloan. Bangunan-bangunan berupa gudang, sekalipun terlihat masih beraktifitas oleh tumpukan barang, masih ada satu-dua kapal bersandar, termasuk di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di sebelah barat pelabuhan, dan aktifitas kota masih berjalan –bangunan tinggalannya masih ada sebagai saksi bisu sibuk kota itu di masa silam, namun dalam pandangan umum terlihat sepi. Pelabuhan Donggala adalah pelabuhan yang tak bisa melepaskan kisahnya dari sejarah panjang tata kelola kepelabuhanan dari sejak zaman perdagangan VOC, pendudukan Belanda, dan setelah Indonesia merdeka.

Gambar 1.Basa Nan Kuning di Gudang 1 Pelabuhan Donggala (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti. (Mohammad isnaeni Desember 2013)

Gambar 2.Kunjungan Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Gelar Datuk Maja Basa Nan Kuning (berada di tengah) di Pelabuhan Donggala (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Pelindo membagi fase sejarahnya sebagai perusahaan negara yang mengelola pelabuhan dalam enam tahap24. Tahun 1957 - 1960 adalah fase awal sebagai cikal bakal perusahaan itu. Di fase itu, pengelolaan pelabuhan berada di bawah koordinasi Djawatan Pelabuhan. Nasionalisasi yang dilakukan atas

perusahaan-

perusahaan

milik Belanda

dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor: 19 tahun 1960 yang menjadikan status pengelolaan pelabuhan dialihkan dari Djawatan Pelabuhan ke Perusahaan Negara (PN). Tahun 1960 - 1963 adalah fase kedua yang membagi ranah Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan dalam delapan wilayah kerja. Di Kawasan Timur Indonesia masa itu ada PN Pelabuhan Banjarmasin, PN Pelabuhan Makassar, PN Pelabuhan Bitung, dan PN Pelabuhan Ambon. Tahun 1983 - 1992 adalah fase lanjutan yang ditandai dengan diterbitkannya PP No. 11 tahun 1983 dan PP No.17 tahun 1983 yang menetapkan bahwa pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Fase terakhir adalah tahun 1992, ketika pemerintah menetapkan PP Nomor 59 tahun 1991 yang menetapkan pengelolaan pelabuhan dialihkan bentuknya dari Perum menjadi (Persero) dan selanjutnya beralih menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV yang berkantor pusat di jalan Soekarno nomor 1 di Makassar. Sebelumnya Pelindo berada di bawah kementerian Keuangan lalu dialihkan ke Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perjalanan sejarah dalam tata kelola pelabuhan itu memiliki relevansi kuat dengan inisiasi pembangunan pelabuhan-pelabuhan baru sebagai kebutuhan peningkatan layanan kepelabuhanan, yang mana relevansi itu terkait dengan berpindahnya pelabuhan utama dari Donggala ke Pantoloan. Pertimbangan geografis dan keterbatasan lahan untuk sarana dan prasarana yang memadai untuk kelancaran arus kapal, penumpang, barang, dan hewan ternak menjadi pertimbangan utama berpindahnya pelabuhan. Pertimbangan sebagai solusi alternatif itu akhirnya menabalkan satu hal: pelabuhan utama adalah

Pantoloan dan pelabuhan Donggala adalah pelabuhan kawasan yang diarahkan untuk melayani pelayaran rakyat.

Gambar 3. Pincara, sejenis perahu tongkang kayu yang digunakan untuk bongkar muat di Pelabuhan Donggala (Sumber Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti. (Mohammad isnaeni Desember 2013) Pelabuhan Pantoloan dibangun sejak tahun 1975. Namun sebelumnya, pada tahun 1971, studi kelayakan pembangunannya telah dimulakan oleh PT. Asa Enginering Jakarta melalui Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut

Departemen

Perhubungan2 5 . Pelabuhan yang berada dalam wilayah administrasi Kota Palu itu terletak di arah utara 23 km dari Kota Palu dan sebagai penanda batas wilayah administrasi antara Kota Palu dan wilayah di pantai barat Kabupaten Donggala. Tepat pada tanggal 2 Mei 1978 pembangunan pelabuhan Pantoloan selesai dilaksanakan dan diresmikan oleh Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin.

Di hari peresmian Pelabuhan Pantoloan itu, selanjutnya segera terlihat secara kasat mata perubahan drastis yang terjadi di Kota Donggala. Berangsurangsur pelabuhan sepi26, sekalipun kapal-kapal penumpang dan barang masih tetap beraktifitas di sana hingga dasawarsa awal memasuki tahun 1980. Perekonomian kota perlahan-lahan surut dan lalu hilang, ditandai oleh pasar dan banyak toko-toko kelontong yang tutup. Sebagian besar pemuda yang dahulunya bekerja di Pelabuhan Donggala hijrah mengadu nasib ke kota-kota pelabuhan

lainnya di Pulau

Kalimantan, Kota Makassar, dan Surabaya27.

Gambar 4. Peresmian Pelabuhan Pantoloan oleh Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Segera terlihat secara kasat mata perubahan drastis yang terjadi di Kota Donggala. Berangsur-angsur pelabuhan sepi26, sekalipun kapal-kapal penumpang dan barang masih tetap beraktifitas di sana hingga dasawarsa awal memasuki tahun 1980. Perekonomian kota perlahan-lahan surut dan lalu hilang, ditandai oleh pasar dan banyak toko-toko kelontong yang tutup. Sebagian besar pemuda yang dahulunya bekerja di Pelabuhan

Donggala hijrah mengadu nasib ke kota-kota

pelabuhan lainnya di Pulau Kalimantan, Kota Makassar, dan Surabaya27.

Apa yang terjadi pada Pelabuhan Donggala juga tak bisa lepas dari perjalanan Palu di sisi yang lain, yang bertumbuh, awalnya menjadi bagian dari Donggala yang kemudian menjadi kotamadya, ibukota Propinsi Sulawesi Tengah. Pelabuhan Donggala hingga saat ini tetap beroperasi dan sedang dalam persiapan untuk menjadi pelabuhan pendukung bagi semakin intensifnya kegiatan kepelabuhanan di Pantoloan. Saat ini Pelabuhan Donggala sedang dalam tahap pengembangan dan direncanakan akan selesai pengerjaannya pada tahun 2014. Pelabuhan Donggala yang secara geografis memiliki arti strategis, mendukung pula secara ekologis, prasyarat utama pelabuhan3. Sebagai pelabuhan kecil yang pada akhirnya menjadi penopang perekonomian lokal, Belanda menyebut Pelabuhan Donggala sebagai Reede4 atau pangkalan, pelabuhan tradisional. Penamaan itu tidak terlepas dari posisi Pelabuhan Donggala sebagai pelabuhan penyangga di masa kolonial Hindia Belanda, bagi Makassar sebagai pusat perdagangan, pelabuhan di kawasan timur nusantara. Posisi pusat - pinggiran (periphery) dalam pelabuhan itu adalah orientasi dagang pemerintahan kolonial Hindia Belanda5

yang menempatkan Donggala sebagai tempat penumpukan

komoditi alam, khususnya kopra, dari Sulawesi Tengah sebagai komoditi utama yang ramai diperdagangkan sejak akhir abad 19, yang akan dikirimkan ke Makassar. Dalam perjalanannya, pelabuhan-pelabuhan di nusantara bermetamorfosa dari pelabuhan-pelabuhan terbuka sebagai muasal akulturasi bangsa-bangsa dalam banyak motif interaksi dan ekspedisi –perdagangan, siar agama, dan penaklukanpenaklukan. Interaksi yang terjadi oleh pelabuhan sebagai ruang publik penunjang moda transportasi awal peradaban itu menjadikan bertemunya beragam kultur yang membentuk kultur baru, secara konvensional seringkali menjadi cikal-bakal lahirnya ciri urban pada kawasan di sekitar pelabuhan.

Pada Donggala, pelabuhan menjadi semacam pintu masuk (entry point) yang dapat menjelaskan banyak hal bagi terbentuknya situasi urban tersebut. Sejak menjadi pelabuhan terbuka interaksi-interaksi awal terjadi antar kerajaan, abad 15

Gambar 5. Lanskap Donggala 1901 (Foto: De Goeje - www.tropenmuseum.nl)

Gambar 6. Lanskap Donggala tahun 1911 (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013)

B. Ketika Pelabuhan Berpindah

Gambar 7. Pesisir Donggala (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Dinamika sosial di Donggala tidak saja mempengaruhi Hamka dalam seni sastra, tapi juga cabang seni lainnya yang hadir kemudian di era pasca kemerdekaan. Teater atau yang kala itu lebih akrab disebut sebagai sandiwara, adalah seni pertunjukan yang digemari warga kota. Sebuah gedung serbaguna yang difungsikan sebagai bioskop untuk pemutaran film juga difungsikan sebagai panggung sandiwara. Di era 1960an, tercatat grup sandiwara terkenal dari Banjarmasin, Nusantara, yang dipimpin oleh Syukri Amin pernah pentas di sana. Gedung pementasan sandiwara itu adalah bioskop yang dalam perjalanannya telah berganti-ganti nama. Sebelum menjadi Megaria yang tinggalannya masih dapat ditemukan sekarang, gedung bioskop itu bernama Empress32. Film-film Malaya (Malaysia) menjadi film-film favorit kala itu.Film berjudul Bakti yang rilis pada tahun 1950 dan diproduksi di Singapura adalah satu dari film terkenal yang pernah mempengaruhi dinamika sosial masa itu. Bintang-bintang film seperti Kasma Booty dan P. Ramlee yang membintangi Bakti, menjadi tren masa itu. Juga tercatat film berjudul Putri Solo (1953) yang dibintangi Titien Sumarni pernah menjadi memori kolektif yang mempengaruhi

fesyen (pakaian, gaya rambut, dan persepsi). Film kemudian telah ikut mewarnai urban history Donggala.Tak hanya seni, modernitas baru dari hasil interaksi beragam kebudayaan yang telah terjadi begitu lama itu juga mempengaruhi kuliner.

Gambar 8. Sumarni bintang film yang berjudul Putri Solo (1953) (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013)

Gambar 9. P. Ramlee dan Kasma Booty dalam film Malaya (Malaysia) yang berjudul Bakti (1950) (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Sebuah warung kopi terkenal yang berada tak begitu jauh dari kawasan pelabuhan telah bertahan dalam hampir lima dasawarsa. Kie Lung (Kurniawan

Tanusra, 55 tahun) adalah generasi ketiga yang masih menjalankan usaha warung kopi Nagaya yang telah berjualan sejak tahun 1950. Kie Lung33 berkisah masa jaya pelabuhan Donggala dan efeknya pada usaha yang mulai dilakoninya sejak duduk di bangku SMP pada tahun 1973.Di satu dasawarsa sejak 1970 sebelum akhirnya pelabuhan berpindah ke Pantoloan di dasawarsa berikutnya, warung kopi Nagaya adalah tempat ramai, tempat singgah para anak buah kapal, penumpang, dan buruh pelabuhan, karena tak hanya kapal barang, kapal penumpang Pelni juga merapat di pelabuhan itu. Di dunia olahraga, dinamika sosial Donggala termanifestasikan dalam sepakbola, olahraga massal paling populer di zamannya. Sebuah lapangan sepakbola yang sekarang telah jadi taman kota adalah saksi bagi olahraga itu dan sebuah tim sepakbola, Persido.Sepakbola, bahkan telah jadi alat legitimasi lain yang digunakan untuk menegaskan sebuah sikap politik kewilayahan. Donggala sebagai wilayah di Sulawesi Tengah harus memisahkan diri dari Sulawesi Utara. Jelang perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) keempat yang diselenggarakan di Makassar pada 27 September sampai dengan 6 Oktober 1957 menjadi momen penegasan sikap itu melalui sepakbola. Kala itu Sulawesi Tengah diwakili oleh Tim Persatuan Pemuda Donggala.

C. Arsitektur Kawasan Pelabuhan Donggala Berawal dari tambatan bagi perahu nelayan dan tempat persinggahan kapalkapal tradisional untuk mengisi perbekalan air tawar, pelabuhan Donggala kemudian tumbuh dan berkembang menjadi salah satu pelabuhan penting di bagian timur nusantara. Kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru nusantara dan belahan dunia lainnya, melabuhkan sauh dan membongkar muatannya di pelabuhan ini. Aktifitas

perdagangan dan interaksi sosial yang menyertainya lalu membentuk kultur urban Kota Donggala, kota di mana pelabuhan itu berada. Persinggungan kultural kota ini dengan kota-kota lain di nusantara yang pernah menjalin perniagaan laut memberi pengaruh besar terhadap kehidupan sosial masyarakatnya. Intensitas yang tinggi dari persinggungan kultural kota ini dengan kota-kota pelabuhan lainnya di Selat Makassar dan kota lainnya di nusantara dan Asia, telah berlangsung jauh sebelum Spanyol dan Portugis tiba dan membangun koloni mereka di nusantara abad 15. Bentuk awal bangunan di pesisir pantai Donggala banyak dipengaruhi oleh bentukan arsitektur bangunan etnis Bugis dan Mandar yang berpanggung dan berdiri di atas tiang-tiang kayu panjang dengan atap berbentuk pelana.

Gambar 10. Perahu layar di Pelabuhan Donggala 1930 (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Bentukan arsitektur vernakular khas masyarakat pesisir ini masih bisa dijumpai di beberapa sudut kota Donggala. Seperti halnya dengan kota-kota pesisir di Asia Tenggara dan nusantara, pengaruh besar lainnya terhadap kawasan pelabuhan Donggala juga berasal dari kebudayaan Arab dan Cina.

Ketika memasuki awal abad ke 20, kolonial Hindia Belanda memberikan pengaruh besar pula terhadap bentuk arsitektur, khususnya di kawasan pesisir nusantara dan banyak kota-kota pelabuhan tua di nusantara. Ketika seluruh kendali aktifitas ekonomi maritim di kawasan pelabuhan Donggala telah dikuasai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, bangunan dan gudang-gudang bentuk arsitektur kolonial Hindia Belanda mulai dibangun. Bentuk dan gaya arsitektur Hindia Belanda tersebut kemudian diadaptasi dan mempengaruhi bentuk bangunan rumah dan gudang-gudang yang berada di sekitar kawasan pelabuhan Donggala. Ketika gerakan modernisme arsitektur bergerak di Eropa, di awal abad 20, nusantara menjadi semacam lahan (laboratorium) eksperimen munculnya arsitektur baru (Niuwe Bouwen). Pada tahun 1920 – 1940an, para arsitek Belanda yang bekerja di Indonesia mencoba melakukan inovasi-inovasi dalam seni bangunan, yang berbeda dari apa yang lazimnya dilakukan di negeri asal mereka yang beriklim subtropis.3 Secara garis besar, arsitektur bangunan di nusantara di masa Hindia Belanda tersebut terbagi dalam dua langgam arsitektur, yaitu Ekletisme Eropa abad 19 dan Indo Eropa, langgam arsitektur yang mempertimbangkan kondisi sosial politik dan peka terhadap arsitektur lokal. Handinoto (1996:163) menyebutkan bahwa, bentuk arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sesudah tahun 1900 merupakan bentuk yang spesifik. Bentuk tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda pada waktu yang bersamaan dengan penyesuaian iklim tropis basah Indonesia. Ada juga beberapa bangunan arsitektur kolonial Belanda yang mengambil elemen-elemen tradisional setempat yang kemudian diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya. Hasil keseluruhan dari arsitektur kolonial Belanda di Indonesia tersebut adalah bentuk khas yang berlainan dengan arsitektur modern yang ada di Belanda sendiri.

Gambar 11. Kantor Asisten Residen di Donggala tahun 1930 (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Ketika A.J.N. Engelenberg ditempatkan sebagai Asisten Residen Belanda pertama di Donggala, sebuah rumah dan kantor baginya dibangun di Gunung Bale. Rumah Asisten Residen tersebut adalah salah satu bentuk langgam arsitektur Indo Eropa. Bangunan yang terletak di atas bukit dengan pemandangan langsung ke arah kawasan pelabuhan dan Teluk Palu tersebut dipenuhi oleh elemen-elemen bangunan bercorak Belanda. Elemen arsitektur yang menjadi ciri dalam arsitektur kolonial Hindia Belanda (Handinoto, 1996:165-178) tersebut antara lain: a.

Gevel (gable), dinding berbentuk segitiga pada tampak depan bangunan

b. Tower, sebuah menara pada bagian bangunan c.

Dormer, jendela pada atap

d. Windwijzer, penunjuk arah angin e. Nok acroterie, hiasan pada puncak atap f.

Geveltoppen, (hiasan kemuncak atap depan)

g.

Ragam hias pada tubuh bangunan; dan h. Balustrade, birai atau langkan.

h. Bangunan toko kelontong milik masyarakat Tionghoa yang bergaya Cina Selatan dan campuran dengan gaya kolonial Eropa yang berjajar di Jalan Mutiara. i.

Bangunan masyarakat pribumi (Colonial Indische) yang berupa bangunan rumah panggung dengan tiang- tiang kayu penyangga yang sebagian berada di permukaan laut.

j.

Bangunan modern Indonesia (International Style) seperti bangunan kantor Douane dan Kantor PT. Aduma Sayang sekali, bangunan ini ikut hancur tak bersisa ketika kota Donggala di

bombardir saat terjadinya peristiwa Permesta, 28 April 1958. Intensitas bongkar muat yang semakin tinggi di pelabuhan Donggala seiring dengan booming Kopra di tahun 1920 - 1939 yang mendorong pesatnya pertumbuhan ekonomi kala itu.

Gambar 12. Jajaran toko kelontong di jalan Mutiara Donggala (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Pelabuhan ini dan kota Donggala secara menyeluruh. Kopra yang menjadi komoditi utama perdagangan ekspor impor di pelabuhan Donggala menjadikan

kawasan ini tumbuh dengan pesat. Gudang, toko-toko kelontong, warung makan, jalan, dan berbagai fasilitas publik mulai dibangun. Pasca booming kopra, kolonial Belanda kemudian mendirikan Stichting Het Coprafonds dan kemudian membangun gudang-gudang penimbunan kopra untuk mengantisipasi lesunya harga kopra saat itu. Gudang penimbunan kopra yang dibangun pada kawasan pelabuhan Donggala adalah tiga unit bangunan berbentuk setengah silinder dengan seluruh konstruksinya terbuat dari besi dengan penutup seng. Bangunan ini masih dapat dijumpai walau kondisinya sudah dalam keadaan rusak dan sebagian telah dirubuhkan.

Gambar 13. Kantor Pusat Koperasi Kopra Daerah (PKKD) Donggala (Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013)

Gambar 14. Kantor Pusat Koperasi Kopra Daerah (PKKD) Donggala

(Sumber : Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013) Bangunan dengan bentuk tipologi arsitektur International Style ini adalah salah satu bentuk bangunan tropis yang unik dan khas. Bangunan dua lantai yang memiliki bukaan jendela yang cukup besar dan pintu depan dengan lengkungan pada bagian atas, adalah desain indah dari bangunan kolonial Eropa yang mengadaptasi kondisi tropis wilayah pesisir pantai Donggala. Keunikan dari bangunan ini adalah bukaan ventilasi menyeluruh pada lantai atas bangunan yang seakan memisahkan atap dengan dinding bangunannya.

D. Perkembangan Kota Tua Dulu Dan Sekarang Kawasan pelabuhan Donggala yang tersisa saat ini sebagian besar dalam keadaan tidak terawat dan lapuk dimakan usia. Sebagian besar toko-toko kelontong dan gudang-gudang telah kosong ditinggalkan

penghuninya. Penanda-penanda

sejarah keemasan kota pelabuhan ini satu persatu mulai menjadi puing, menghilang atau digantikan oleh bangunan-bangunan baru.

kantor pusat koprasi kopra daerah (PKKD) Donggala

Rumah asisten resisten donggala

Rumah peninggalan Koninklijk Paketvaart Maatscappij (KPM) di tengah kota Donggala

Kantor Perumahan P N Budi Bhakti kota Donggala

III.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian Kota Tua Donggala dapat di simpulkan bahwa kota tua itu sendiri masi banyak peninggalan bangunan belanda,arab dan cina baik yang masih terbangun ataupun yang suda rata tanah dan hanya meninggalkan jejak pikiran di kalangan orang – orang tua yang tau persis seluk beluk kota tua itu sendiri.

B. Saran Untuk membantu mahasiswa dalam melakukan proses Metode Penelitian baik dari kualitatif maupun kuantitatif.

SUMBER 

Pelabuhan donggala dulu,kini dan nanti.(Mohammad isnaeni Desember 2013)



(Foto: De Goeje - www.tropenmuseum.nl)

Related Documents

Saya
November 2019 65
Rakan Saya
May 2020 20
Saya Punya.docx
June 2020 15
Peribadi Saya
June 2020 25
Proposal Saya
May 2020 24

More Documents from ""