Sawit Baru

  • Uploaded by: Deni Ramadoni
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sawit Baru as PDF for free.

More details

  • Words: 5,083
  • Pages: 26
1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan salah satu komoditi dari tiga komoditi (karet, kakao, dan kelapa sawit) pada sub sektor perkebunan yang mendapat prioritas utama pemerintah dalam revitalisasi perkebunan seluas 2 juta ha yang dimulai tahun 2007-2009 (Dirjen Perkebunan 2007) Provinsi Lampung merupakan daerah pengembangan kelapa sawit rakyat dengan program sawitisasi sejuta hektar, pada tahun 2001 luas kebun sawit rakyat baru mencapai 66.516 ha dan pada tahun 2005 menjadi 77.114 ha, rata-rata pertumbuhan 29,29 %/tahun dengan produktivitas TBS 15 – 18 ton/ha/tahun serta tingkat kepemilikan lahan rata-rata 1 – 1,5 ha dan jumlah petani yang terlibat 51.409 kepala keluarga (Badan Pusat Statistik, 2001; Syofuah, 2001; Pemda Lampung, 2007). Syahbana (2007) mengemukakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,6 juta ha, melibatkan 2,7 juta KK petani, dengan produksi tandan buah segar (TBS) rata-rata nasional baru dapat mencapai 14 – 16 ton/ha/tahun, sedangkan Malaysia telah mencapai 30 ton/ha/tahun. Rendahnya produksi TBS yang dicapai sebagai akibat rendahnya produksi tandan bunga betina, yaitu 8 -12/pohon/tahun, sedangkan produksi tersebut dapat mencapai 16 – 24 tandan/pohon/tahun (Hardon dan Corley, 1982; Tahir, 2003). Produksi tanaman ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan, rendahnya produksi tandan bunga betina kelapa sawit salah satunya dipengaruhi oleh tingkat

2

radiasi matahari yang diterima, jumlah daun (pelepah), kerapatan pelepah, dan serapan hara, terutama unsur nitrogen, khusus daerah tropis seperti Indonesia radiasi matahari bukan merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit (Iopri, 2008). Gardner dkk., (1985) mengemukakan bahwa berat kering tanaman yang dipanen ditentukan oleh radiasi matahari yang diabsorpsi dan efisiensi translokasi energi matahari untuk fiksasi karbondioksida melalui daun sebagai organ utama dalam menyerap radiasi matahari dan merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Ada dua faktor yang mempengaruhi fotosintesis, yaitu (a) faktor tanaman, meliputi struktur daun, kedudukan daun, kandungan klorofil, dan translokasinya dari daun serta, (b) faktor lingkungan seperti tersedianya karbondioksida, air, hara (terutama nitrogen), dan cahaya (Fitter dan Hay, 1981). Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman golongan C4, yaitu memiliki titik kompensasi cahaya tinggi sampai cahaya terik, tidak dibatasi oleh fotorespirasi, besaran yang menggambarkan banyak sedikit radiasi matahari yang mampu diserap tanaman tergantung pada indeks luas daun (ILD). Selain itu, dalam daunnya terdapat dua klroplast, yaitu sel mesopil dan seludang berkas, pada kloroplast terdapat klorofil yang berfungsi untuk (a) panen cahaya, (b) mengubah energi cahaya menjadi energi kimia, (c) penyumbang elktron utama (P 680 dan P 700), (d) penerima elektron utama dan eflouresensinya, keadaan inilah bila optimal yang diikuti dengan serapan N optimal, maka produksi tanaman meningkat, yaitu terbentuknya bunga dan buah maksimal (Sallisbury dan Ross, 1992).

3

Sallisbury dan Ross (1992) melaporkan bahwa suatu tanaman budidaya seyogianya mempunyai indeks luas daun (ILD) yang memungkinkan untuk fotosintesis optimum, jika ILD rendah artinya cukup rendah cahaya yang diserap dan bila yang terjadi sebaliknya daun pada bagian bawah tidak mendapat cukup cahaya atau saling menaungi. Fisher, 1992 menelaah hubungan kemampuan suatu tanaman untuk fotosintetik dengan indeks luas daun, yaitu bila ILD 3 – 5 untuk tanaman pangan dan 9 - 14 pada tanaman tahunan, laju assimilasi tanaman maksimum dan penyerapan radiasi matahari dapat mencapai 95%. Selanjutnya Badron dan Tius, 2008 mengemukakan bahwa unsur N juga berperan dalam merangsang pertumbuhan vegetatif, penyusun klorofil, dan pertambahan luas daun. Bila unsur N yang diserap tanaman juga rendah maka menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan jumlah akar berkurang. Dengan demikian, akan mempengaruhi pertumbuhan dan berat kering tanaman. Selain itu, sudut datangnya sinar matahari dan sudut daun mempengaruhi produk fotosintesis, yaitu bila sudut daun 0 – 35 derajat, dari bidang datar akan diperoleh fotosintesis 33 mg C02/dm2/jam dengan laju penyerapan cahaya tampak 90 – 95 persen dengan panjang gelombang 400 – 700 nm (Fisher, 1992; Iopri, 2008). Schaffer, 1996 mengemukakan bawa pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan hara yang diserap dari dalam tanah, terutama unsur N, karena unsur tersebut terfokus pada sintesis klorofil dan sintesa protein maupun enzim, yaitu enzim rubisco (Ribulosa bifosfat carboksilase)yang berperan sebagai katalisator dalam fiksasi karbondioksida yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Selanjutnya penurunan kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan

4

klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah.

1.2 Tujuan Penelitian 1. Membandingkan dosis pupuk N yang diaplikasikan terhadap pertumbuhan daun, yang meliputi jumlah daun/pelepah, luas daun, kandungan klorofil, dan sudut daun (pelepah) kelapa sawit, 2. Untuk mengetahui seberapa besar dosis N yang diaplikasikan mempengaruhi pembentukan tandan bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit, 3. Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara karakter daun dengan jumlah tandan bunga betina dan bunga jantan yang terbentuk,

1.3 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama rendahnya produktivitas pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan laju pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur hara yang cukup di dalam tanah, diantaranya 105 unsur yang ada di atas permukaan bumi, ternyata baru 16 unsur yang mutlak diperlukan oleh suatu tanaman untuk dapat menyelesaikan siklus hidupnya dengan sempurna. Ke 16 unsur tersebut terdiri dari 9 unsur makro dan 7 unsur mikro. 9 unsur makro dan 7 unsur mikro inilah yang disebut sebagai unsur esensial (Suwandi dan Tobing, 1982).

5

Kriteria yang harus dipenuhi sehingga suatu unsur dapat disebut sebagai unsur esensial adalah (a). Unsur tersebut diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus hidup tanaman secara normal (dari biji kebiji), (b). Unsur tersebut memegang peran penting dalam proses biokhemis tertentu dalam tubuh tanaman dan peranannya tidak dapat digantikan atau disubtitusi secara keseluruhan oleh unsur lain, (c). Peranan dari unsur tersebut dalam proses biokimia tanaman adalah secara langsung dan bukan secara tidak langsung (Iopri, 2008). Fisher, 1992 mengemukakan ketersediaan unsur-unsur esensial di dalam tanah sangat ditentukan oleh pH, unsur N tersedia pada pH 5.5 - 8.5, P pada pH 5.5 - 7.5 sedangkan K pada pH 5.5 - 10 sebaliknya unsur mikro relatif tersedia pada pH rendah. Pelajaran penting yang perlu diingat dari ketersediaan unsur esensial dalam hubungannya dengan pH, yaitu bahwa untuk melakukan percobaan lapang disarankan agar dilakukan pada area dengan pH tanah kurang lebih 7. Hal ini disebabkan karena pada pH tersebut semua unsur hara esensial baik makro maupun mikro berbeda dalam keadaan yang siap untuk diserap oleh akar tanaman sehingga dapat menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman. Winarno, dkk., 2000 mengemukakan bahwa pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea lebih cepat tersedia dibanding dengan pupuk majemuk dan reaksinya sudah dapat diamati pada hari ke 15 setelah aplikasi. Selain itu, pengaruh tunggal pupuk urea pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan berat tandan buah dari 21,74 ton/ha/tahun menjadi 27,60 ton/ha/tahun pada dosis 1,0 - 4,5 kg/pohon.

6

Selanjutnya persentase bunga yang terbentuk juga tinggi, walaupun dalam penelitian tersebut tidak disebutkan jumlah bunga/tandan betina yang terbentuk. Tingginya produksi tandan buah pada tanaman kelapa sawit erat kaitannya dengan aktivitas fotosintesis, yaitu bila cahaya penuh hasil assimilat diperoleh pada produk bahan kering tanaman 0,6 – 1,0 kg/pohon/hari pada pengamatan daun ke 9 bagian atas dan 17 bagian tengah serta daun ke 25 bagian bawah (Iopri, 2008). Faktor cahaya pada daerah tropis seperti di Indonesia tidak menjadi hambatan, artinya sepanjang tahun panjang hari sekitar 11 – 12 jam/hari (Iman, dkk., 1998). Penelitian pemberian unsur N pada tanaman dengan dosis tertentu akan diperoleh hasil maksimal pada tanaman golongan C4, tingginya hasil tersebut akibat adanya korelasi antar karakter daun dengan hasil, yaitu fotosintesis yang dihasilkan 33 mg C02/dm2/jam (Iopri, 2008). Tanaman yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah kelapa sawit yang berumur 8 tahun (PTPN VII Kebun Rejosari) dengan pH tanah 5,96 . Dengan demikian, ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro bukan merupakan faktor pembatas, sehingga pengaruh pemberian unsur nitrogen dengan pupuk urea pada tanaman dapat terdeteksi hasilnya. Untuk itu, dalam penelitian ini akan ditelaah apakah pemberian pupuk N pada tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi karakter daun, terutama kandungan klorofil, jumlah daun/pelepah, sudut daun/kerapatan pelepah, luas daun, dan jumlah tandan bunga betina yang terbentuk optimum.

7

1.4 Hipotesis Dari uraian di atas, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan karakter daun kelapa sawit, 2. Terdapat pengaruh pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda terhadap pembentukan bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit, 3. Terdapat korelasi antara karakter daun dengan tandan bunga betina dan bunga jantan yang terbentuk akibat pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda. 1.5 Kontribusi Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dalam pengembangan budidaya kelapa sawit serta peningkatan kualitas pengabdian kepada masyarakat dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan, 2. Hasil penelitian diharapkan sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Budidaya Tanaman Kelapa Sawit, Teknik Pembibitan, dan Perbanyakan tanaman pada program studi Produksi Tanaman Perkebunan Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembentuk Jaringan Tanaman Carbon, Oksigen, dan Hidrogen merupakan bahan baku dalam pembentukan jaringan tubuh tanaman, berada dalam bentuk H2O (air), H2CO3 ( asam karbonat) dan CO2 (gas karbondioksida). Karbon adalah unsur penting sebagai pembangun bahan organik, karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik. Unsur Karbon ( C ) diserap tanaman dalam bentuk gas CO2 yang selanjutnya digunakan dalam proses yang sangat penting, yaitu fotosintesis CO2 + H2O --C6H

O6, tanpa gas CO2 proses tersebut akan terhambat sehingga pertumbuhan dan

12

produksi tanamanpun akan terhambat (Sallisbury dan Ross, 1992; Schaffer, 1996). Landegrardh (1924) dalam Iopri, (2008) menyatakan bahwa CO2 pada permukaan tanah sekitar 0.053 - 0.28 %, di atas daun 0.04 - 0.06 %, dan satu meter di atas tanah + 0.07 % serta sama halnya dengan karbon, ternyata Hydrogen (H) merupakan elemen pokok pembangunan bahan organik dan unsur H ini diserap oleh tanaman dalam bentuk H2O. Esensi unsur ini bagi tanaman adalah pada proses fotosintesis ( CO2 + H2O ----- C6H12O6 ) di sini jelas terlihat bahwa, unsur H sama pentingnya dengan unsur C. Sedangkan Oksigen ( O ) juga terdapat dalam bahan organik sebagai atom dan termasuk pembangun bahan organik, diambil oleh tanaman dalam bentuk gas O2 esensi utama dari unsur Oksigen ini adalah pada proses respirasi.

9

Proses respirasi tanaman adalah proses perombakan gula (karbohidrat) hasil fotosintesis dan hasil akhir dari dari proses respirasi yaitu terbentuknya ATP yang merupakan sumber energi utama bagi tanaman untuk melakukan semua kegiatan seperti absorbsi, transpirasi, transportasi, pembelahan sel, pembungaan maupun fotosintesis Aerobrespirasi C6H12O6------ CO2 + H2O (Gardner, dkk., 1985). 2.2 Peranan Unsur Nitrogen (N) Gardner dkk., 1985; Sallisbury dan Ross, 1992 mengemukakan bahwa tanaman menyerap unsur N dalam bentuk ion NO3 dan (NH4 ). Ion mana yang akan lebih dahulu diserap tergantung pada keadaan pH. Pada pH di atas 7 ( keadaan basa) maka ion NH4 ( amonium) yang akan lebih cepat diserap sedangkan pada pH dibawah 7 ( keadaan asam ) maka ion NO3 ( nitrat) yang lebih besar peluangnya untuk diserap. Hal ini disebabkan karena pada pH di atas 7 ( keadaan basa ) banyak terdapat ion (OH ) sehingga ion NH3 yang sama-sama bervalensi satu dan bermuatan negatif akan saling bersaing akibatnya ion NH4 yang berpeluang lebih besar untuk diserap dan sebaliknya pada pH rendah banyak tersedia ion H berarti ion NH4 yang sama-sama valensi satu dan bermuatan positif akan berkompetisi sehingga peluang ion NO3 untuk diserap akan jauh lebih besar kalau diberikan dalam bentuk pupuk urea, yaitu CO(NH2)2=O2--->2HNO2+2H2O+Energi 2HNO2+O2---->2HNO3-------H+-------NO3- ( Diserap ), sebaliknya kalau diberikan pupuk ZA (Amonium sulfat ) (NH4)2 SO4---->2NH4 +(Diserap )SO4 (Diserap). Bentuk pupuk urea disajikan pada Gambar 1.

10

Gambar 1. Pupuk Urea Schaffer, 1996 menyatakan bahwa protein dan asam nukleat yang diperoleh dalam fotosintesis dipakai untuk pengisian inti sel yang terus membelah dari satu menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya sehingga tanaman dapat tumbuh dan membesar. Suatu hal yang perlu diingat bahwa apabila pemberian N yang berlebihan akan menyebabkan rasa pahit seperti yang terjadi pada timun, sedang untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit daun menjadi lemah dan mudah terserang hama penyakit. Bila pemberian N melalui pemupukan daun terlalu sering, maka NH3 akan tertimbun dalam tubuh tanaman, dilain pihak ada hambatan pembentukan protein dan asam nukleat menyebabkan tanaman mencari alternatif lain yaitu pembentukan amida yaitu senyawa sekunder yang rasanya pahit. Sebab bila NH3 ini tertimbun dalam jumlah banyak justru akan berbalik meracuni tanaman (Sukarji, dkk., 2000). Gejala sehubungan dengan kekurangan unsur hara ini dapat terlihat dimulai dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan selanjutnya berubah menjadi

11

kuning. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan. Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang terhambat ini akan berpengaruh pada pertumbuhan, yang dalam hal ini perkembangan buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang (Winarno, dkk., 2000). Kandungan unsur N yang rendah dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil. Nilai kritis unsur nitrogen pada daun kelapa sawit adalah 2,50 persen dan terdapat pada daun ke 17 dihitung dari daun yang mulai mekar sempurna dari atas (Sukarji dan Tobing, 1982). Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung nitrogen (N) berkadar tinggi atau sekitar 46 persen, pupuk tersebut merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk urea berbentuk butir kristal berwarna putih dengan rumus kimia NH2CONH2 mudah larut dalam air dan bersifat higroskopis, sehingga dalam aplikasinya di lapangan ditaburkan di sekitar bokoran/batang tanaman . Kegunaan pupuk tersebut adalah daun tanaman berwarna hijau dan meningkatkan kandungan klorofil daun, mempercepat pertumbuhan tanaman terutama organ vegetatif dan perakaran serta menambah kandungan protein tanaman (Iopri, 2008). 2.3 Hubungan Karakter Daun dengan Pertumbuhan Tanaman (Fotosintesis) Pertumbuhan daun tanaman kelapa sawit setiap tahun menghasilkan 18 – 30 pelepah, dengan daun minimal setiap pohon adalah 40 pelepah, keadaan ini

12

menyebabkan adanya penaungan antar daun dalam setiap pohon (Suwandi dan Tobing, 1982). Sallisbury dan Ros (1992), mengemukakan bahwa penaungan antar daun berklorofil menyebabkan berkurangnya secara kuantitas dan kualitas yang diterima oleh daun yang ternaungi, pada kondisi tersebut, energi cahaya yang digunakan untuk mengeksitasi klorofil pada daun yang ternaungi menjadi berkurang. Selain itu, penaungan daun berklorofil juga menyebabkan terpantulkannya cahaya hijau pada daun yang ternaungi. Cahaya hijau dan kuning dengan panjang gelombang 500 – 600 nm merupakan cahaya dengan energi eksitasi yang kecil dalam proses fotosintesis. Terbatasnya cahaya yang diterima daun yang ternaungi juga menyebabkan tidak teraktivasinya sejumlah enzim yang berperan dalam fotosintesis, enzim tersebut adalah rubisko, 3-fosfogliseraldehid dehidrogenase, fruktosa 1-6 bifosfat fosfatse, sedoheptulosa 1-7 bifosfat fosfatase, dan ribulosa 5 fosfatase kinase. Oleh karena itu, berkurangnya cahaya yang diterima daun yang saling ternaungi mengurangi fotosintesa, yaitu ukuran daun lebar, daun tipis, kandungan grana pada kloroplas dan tilakoid banyak, dan kandungan protein stroma pada kloroplas, rubisko dan pengangkut elektron juga rendah menyebabkan pertumbuhan karakter daun tidak maksimal (Fitter dan Hay, 1981). Fisher, 1992 mengemukakan bahwa indeks luas daun yang diperoleh tinggi pada setiap tanaman menunjukkan bahwa tanaman tersebut daunnya saling menaungi, akibatnya produk fotosintesis menurun dan hasil ekonomis seperti daun, bunga, dan

13

buah rendah. Efek lanjutnya adalah terjadi pertumbuhan meninggi atau efek etiolasi pada tanaman dan rentang terhadap kerebahan. Fenomena pertumbuhan daun kelapa sawit pada umur 8 tahun dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2 . Pertumbuhan Daun Kelapa Sawit Umur 8 tahun. Selanjutnya tekanan cahaya dapat menimbulkan respon fisiologis, yaitu fotosintesis dan respon morfologi, yaitu berubahnya ukuran, ketebalan, dan kandungan klorofil daun. Besar kecilnya fotosintesis tergantung pada suplai air, unsur hara, dan sifat morfologi tanaman. Puncak fotosintesis terkait dengan besarnya sinar matahari dan temperatur. Kandungan klorofil lebih tinggi pada daun yang menerima cahaya penuh (tanpa naungan), sedangkan pada daun yang tebal dan sudut daun lebar terjadi pada tanaman yang menerima cahaya lebih rendah (ternaungi). Bandron dan Tius, 2008 mengemukakan bahwa pembentukan klorofil daun rendah bila drainase tanah jelek akibat serapan hara terutama nitrogen rendah, walaupun diketahui bahwa unsur N merupakan penyusun utama berat kering tanaman (Hakim,

14

dkk, 1986). Selanjutnya Gardner dkk., 1985 mengemukakan, selain karakter daun, yaitu kandungan klorofil, jumlah daun, luas daun, dan sudut daun yang mempengaruhi produksi tanaman, juga dipengaruhi oleh ketersediaan dan serapan nitrogen oleh tanaman. Siahaan, 1990 melaporkan bahwa jumlah unsur N yang diangkut kelapa sawit setiap tahun adalah 418,5 kg/tahun dan sekitar 75 – 80 persen diperuntukan untuk pertumbuhan daun dan buah. 2.4 Pembentukan Tandan Bunga Betina Kelapa Sawit Hardon dan Corley, 1982 mengemukakan bahwa setiap pelepah daun kelapa sawit yang terbentuk diikuti dengan bakal bunga, bunga kelapa sawit yang terbentuk hingga anthesis memerlukan waktu hingga dua bulan. Hal tersebut terjadi bila keadaan menguntungkan. Terhambatnya pembentukan bunga pada tanaman kelapa sawit akibat faktor lingkungan, seperti serapan hara terutama unsur N. Bila unsur N pada daun nomor 17 yang dihitung dari pucuk kurang dari 2,5 persen, maka bunga yang terbentuk rendah atau 1- 2 bunga setiap dua bulan. Pembentukan bunga secara optimal terjadi bila serapan N tinggi diikuti dengan sudut daun yang menangkap radiasi matahari juga maksimal, keadaan tersebut dapat menyebabkan bunga tandan bunga pada kelapa sawit terbentuk sekitar dua buah setiap bulan (Iopri, 2008). Selanjutnya penurunan kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah.

15

III. METODE PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan yang berlangsung di kebun PTPN VII Rejosari, penelitian dimulai pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Umur tanaman yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah 8 tahun dengan jenis tanah Ultisol, dengan pH 6,3 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan: pupuk Urea. Sedangkan alat yang digunakan adalah gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, cawang petri, botol kultur, cangkul, tangga, Klorofil meter type SPAD 502, Meteran, cat, seng, yang dijadikan sebagai simbol perlakuan, tali plastik, ember, timbangan, dan alat tulis menulis. 3.3 Metode Penelitian. Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok, yaitu dua belas perlakuan dosis pupuk urea dengan tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari tiga tanaman/pohon kelapa sawit dan perlakuan dosis pemupukan/tanaman adalah : 1. 0 g

5.1.250 g

9. 2.250 g

2. 500 g

6. 1.500 g

10. 2.500 g

3. 750 g

7. 1.750 g

11. 2.750 g

4. 1.000 g

8. 2.000 g

12. 3.000 g

dengan model linier (Steel dan Torrie, 1991) sebagai berikut:

16

Yij = u + gi + rj + Eij Yij = Hasil pengamatan pada petak percobaan ke-i dan

ulangan ke-j

u = Rata-rata umum gi = Pengaruh perlakuan ke-i rj = Pengaruh ulangan ke-j Eij = Faktor acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. Analisis varians untuk model linier mengikuti Baihaki (1982), disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis Varians Rancangan Acak Kelompok (RAK) SK Ulangan Perlakuan Galat Total

DB r–1 g-1 (r-1)(g-1) rg – 1

MS M3 M2 M1

E(MS) σ e + gσ2r σ2e + rσ2g σ2e 2

Uji F M3/M1 M2/M1

Dari hasil uji F, pada analisis varians menunjukkan perbedaan yang bermakna pada taraf 0.01%, maka dilanjutkan pengujiannya dengan uji LSI (Least Significant Increase) berikut, LSI = tα

2kt / r

(Petersen, 1994)

tα= nilai pada t tabel 0.01. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dosis pupuk N dengan karakter daun terhadap pembentukan tandan bunga betina, diuji dengan analisis korelasai yang dikemukakan oleh Johnson dkk., (1955 dikutip Daradjat, 1987). r=

σ ij (σ i /(σ 2 j ) 2

17

σij = Kovarians variabel i dan j σi = Varian karakter ke-i σj = Varians karakter ke-j. Uji beda nyata korelasinya dihitung dengan uji t berikut : r

t =

1− r2 n− 2

n-2 = derajat bebas 3.4 Pelaksanaan Percobaan Tanaman yang dijadikan sebagai objek penelitian diatur berdasarkan jarak tanam dan blok, yaitu setiap perlakuan terdiri dari tiga tanaman dan diulang tiga kali, jadi setiap perlakuan terdapat sembilan tanaman, jumlah tanaman yang digunakan untuk duabelas perlakuan adalah 108 tanaman. Sebelum aplikasi pemupukan terlebih dahulu dilakukan pembersihan bokoran sepanjang 1,5 m yang melingkar dari pohon, pupuk disebarkan di sekitar bokoran dan dibenamkan sedalam 10 cm. Pupuk diberikan pada awal percobaan. Analisis klorofil daun dilakukan dengan menggunakan klorofil meter SPAD 502 pada daun ke 9 ; 17 dan daun ke 25 yang dihitung dari atas dan mekar sempurna. Sedangkan analisis luas daun, sudut daun, berat kering daun, dan jumlah daun dilakukan dengan metode grafimetri (Sitompul dan Guritno, 1995). Pelaksanaan analisis tersebut di atas dilakukan setelah aplikasi dengan memperhatikan kondisi lingkungan, yaitu bila waktu pengamatan dilakukan dan turun huujan, maka pengamatan ditunda hingga satu hari untuk kesempurnaan pengamatan, terutama pada pengamatan klorofil daun.

18

3.5 Pengamatan Pengamatan dilakukan pada umur tiga bulan setelah aplikasi pemupukan pada setiap variabel, adapun variabel yang diamati adalah sebagai berikut, 1. Kandungan klorofil daun, yaitu diperoleh dengan menggunakan alat kloropil meter SPAD 502, 2. Luas daun, dihitung berdasarkan jumlah daun pada pelepah ke 9, 17, dan 25 dengan metode grafimetri, 3. Sudut pelepah, dihitung dengan menggunakan busur 4. Pelepah yang terbentuk, dihitung dari jumlah pelepah yang terbentuk, 5. Pelepah total yang terbentuk, dihitung dari seluruh pelepah yang ada pada tanaman, 6. Jumlah tandan bunga betina yang terbentuk, dihitung setiap bulan, setelah tiga bulan aplikasi perlakuan pemupukan, hal tersebut dilakukan karena bunga yang terbentuk hingga mekar/anthesis memerlukan waktu 2 – 2,5 bulan, 7. Bunga jantan yang terbentuk, jumlah bunga jantan yang mekar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

19

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian PT. Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari berdasarkan data hasil analisis tanah PPKS Marihat yang diperoleh pada bulan Agustus, 2008 secara geologis tergolong dalam formasi tertier dengan bahan induk batuan liat/batuan pasir, fisiografi sebagian besar areal adalah lipatan dengan bentuk wilayah datar samapai berombak. Jenis tanah typic palendult (Podsolik kuning), kesuburan sedang, tekstur lempung liat berpasir dengan struktur tanah gumpal-remah dan konsistensi tergolong agak tegak, kedalaman efektif cukup dalam > 100 cm, pH 5,47 – 5,97 rendah-sedang, C organik (0,34 – 0,97 %) rendah, N tergolong rendah-agak rendah (0,07 - 0,17 %), C/N tergolong rendah-agak rendah = 4,86 – 6,80, P tersedia rendah-agak rendah (5 – 8 ppm), kation-kation yang dapat dipertukarkan (-dd) seperti K-dd tergolong agak rendah 0,29 – 0,38 me/100 g, Ca-dd tergolong rendah-agak rendah (1,55 – 4,99 me/100 g), Mg-dd tergolong rendah-tinggi 0,34 – 1,115 me/100 g, kejenuhan basah rendah-agak rendah (16 – 25 %), KTK agak rendah-sedang (9,83 – 13,50 me/100 g.

4.2. Karakter Daun dan Produksi Bunga Hasil analisis sidik ragam, menunjukan bahwa nilai rata-rata karakter daun dan produksi, yang terdiri dari kandungan klorofil daun, sudut pelepah, luas daun, pelepah yang terbentuk, pelepah total dan bunga jantan yang terbentuk tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara perlakuan. Sedangkan jumlah bunga betina yang terbentuk menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan, data rata-rata variabel karakter daun dan produksi bunga disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Karakter Daun dan Produksi Bunga

20

No

Perlakuan Klorofil Sudut

Luas Daun

Plp

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 gr 500 gr 750 gr 1000 gr 1250 gr 1500 gr 1750 gr 2000 gr 2250 gr 2500 gr 2750 gr 3000 gr Rata-rata LSI

Plp

Pelepah Bunga Bunga

Tbtk

Total

Jantan

Betina

67,4 68,7 74,4 71,3 69,8 73,4 73,7 67,9 69,3 73,1 70,8 71,7

73,3 80,0 86,6 80,0 76,6 75,0 73,3 78,3 76,6 86,6 73,3 76,6

8.864,9 10.382,0 11.784,6 12.013,3 10.005,6 11.742,1 9.230,7 10.954,3 10.465,2 14.745,4 15.977.7 17.144,7

5,3 6,6 6.3 6,3 6,0 6,0 5,6 6,0 6,0 6,3 5,6 6,3

45,0 51,0 48,0 51,0 44,0 46,5 46,5 49,5 49,5 52,5 43,5 46,5

3.0 0,7 1,6 1,6 1,0 1,0 1,0 0,3 0,6 1,3 1,0 4,3

2,7 7,3 4,6 6,7 7,3 5,6 8,6 6,6 7,0 8,0 7,0 6,6

-

-

-

-

-

-

1.5

Hasil rata-rata bunga betina yang terbentuk (Tabel 2) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol, tingginya bunga betina yang diperoleh pada perlakuan dengan dosis pupuk urea 1750 g/pohon, yaitu 8.6 buah. Walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan (2), (5), (9), (10), dan (11), Tingginya bunga betina yang terbentuk diduga adanya kontribusi sudut pelepah daun, karena dengan sudut pelepah 70 - 75 derajat akan menghasilkan fotosintesis pada tanaman kelapa sawit sekitar 26 mg/C02/dm2/jam(Iopri, 2008). Nilai N daun yang di peroleh sebelum penelitian di lakukan adalah 55,1, sedang angka kritisnya adalah 51. Dengan demikian, kandungan N daun yang di atas kritis menunjukkan bahwa dengan penambahan sekitar 1750 g/tanaman dapat meningkatkan pembentukan bunga betina. Adanya peningkatan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gardner, dkk., 1985, bahwa meningkatnya serapan nitrogen pada tanaman dapat meningkatkan kandungan klorofil daun dan enzim fotosintesisi dalam menghasilkan pati. Hal inilah, yang yang

21

memungkinkan adanya peningkatan pembentukan bunga betina lebih tinggi. Walaupun karakter seperti luas daun dan sudut daun juga tidak kala pentingnya. Faktor lain yang mendukung tingginya bunga betina yang terbentuk adalah pH tanah lokasi percobaan adalah 5,47 – 5,97, dengan pH tanah tersebut memungkinkan terserapnya N maksimal (pH 5,5)

4.3 Pola Korelasi Antar Karakter Daun dan Bunga Korelasi antar karakter daun dengan bunga pada tanaman kelapa sawit, dimaksudkan untuk mengukur derajat keeratan antar dua peubah, akan tetapi keeratan pada ke dua peubah tersebut tidak memberikan implikasi bahwa peubah yang satu memberikan pengaruh terhadap peubah lainnya. Pola korelasi antar karakter daun dengan bunga disajikan pada Tabel 3. Korelasi dua peubah yang dihitung tersebut, merupakan korelasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan tanaman bukan merupakan korelasi akibat faktor genetik, karena tanaman yang ditelaah dari varietas yang sama, yaitu Tenera. Korelasi antar karakter pada sudut pelepah dengan kandungan klorofil daun (r = 0.355*) berimplikasi bahwa sudut pelepah yang rapat meningkatkan kandungan klorofil daun, hal tersebut terjadi akibat penaungan antar pelepah daun relatif kecil.

Tabel 3. Korelasi Karakter Daun dan Bunga Kelapa Sawit NO

Variabel

1

X1

sudut pelepah (X1) -

kloropil (X2)

LD (X3)

Pelepah terbentuk (X4)

Pelepa h Total (X5)

Bunga Betina (X6)

Bunga Jantan (X7)

22

2 3 4 5 6 7

X2 X3 X4 X5 X6 X7

0,355* 0,192 0,711* 0,697* - 0,047

0,328 0,228 0,041 0,072

0,296 - 0,010 - 0,422*

0,688 * - 0,414*

0,087

-0,126

0,052

0,768 *

0,076

- 0,361*

- 0,427*

-

0.1 = 0.34

Sedangkan pada karakter sudut pelepah dengan pelepah yang terbentuk (r = 0.711*) dan pelepah total (r = 0.697*) juga menunjukkan korelasi yang nyata.

Dengan

demikian, bila sudut pelepah sempit, maka jumlah pelepah terbentuk juga tinggi (r = 0.688*) dan selanjutnya berimplikasi pada pelepah total. Akan tetapi, bila bunga betina yang terbentik tinggi, maka akan mempengaruhi jumlah daun yang terbentuk, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya korelasi negatif antar karakter pelepah yang terbentuk dengan bunga betina yang terbentuk ( r = - 0.414*), hal yang sama juga terjadi pada korelasi antar karakter luas daun dengan bunga yang terbentuk ( r = -0.422*) keadaan tersebut menunjukkan bahwa luas daun juga tidak bertambah bila bunga betina yang terbentuk tinggi. Hal sebaliknya terjadi bila luas daun meningkat, maka diikuti dengan terbentuknya bunga jantan yang tinggi ( r = 0.768*). Korelasi karakter bunga betina dengan bunga jantan terjadi korelasi yang negatif ( r = -0.427*), keadaan tersebut terjadi bila bunga betina yang terbentuk tinggi, maka bunga jantan yang terbentuk terjadi sebaliknya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

23

1. Pemberian unsur N dengan pupuk urea berbagai dosis pada tanaman kelapa sawit tidak memberikan pengaruh terhadap luas daun, kandungan klorofil, jumlah daun terbentuk, jumlah daun total, sudut pelepah dan bunga jantan, 2. Bunga betina yang terbentuk tertinggi diperoleh pada dosis 1750 g/pohon, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan (500 g/pohon), (1250 g/pohon), (2250 g/pohon), (2500 g/pohon), dan (2750 g/pohon), 3. Bunga betina yang terbentuk tinggi akan diikuti dengan pembentukan bunga jantan , luas daun, dan pelepah daun yang rendah.

5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, perlu disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Perlu penelitian lanjut yang dilakukan pada musim kemarau dengan variasi umur tanaman, 2. Untuk pengamatan variabel karakter daun, sebaiknya diamati jarak antar pelepah pada semua daun untuk mengetahui adanya efek saling menaungi.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2001. Lampung dalam angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, Bandar Lampung

24

Badron,S dan Tius S, 2008. Mobilitas Pupuk an Organik N dan P. http:ww.Unhas.ac.id/lemlit/researches/vieuw/320.htm (26 Juni 2008). Baihaki, A. 1982. Pengertian “Nested and Cross Clasified” Variabel serta Mencari dan Penulisan Varians Dalam suatu Rancangan Percobaan dengan Cara Sederhana (Pengenalan Pendahuluan untuk Estimasi Varians Genetik Total) Bagian Statistik Fakultas Pertanian Unpad. Bandung. Daradjad, A.A. 1987. Variabilitas dan Adaptasi Genotip Terigu (E. aestivum, L ) pada Beberapa Lingkungan Tumbuh di Indonesia. Disertasi Program Pascasarjana Unpad. Tidak dipublikasikan. Direktur Jendral Perkebunan, 2007. Fokus Pembangunan Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. Fisher, N.M, 1992. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman: fase vegetatif. Dalam Goldsworthy, P.R., dan N.M. Fisher (Penyunting). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Fitter, K.H., and R.K.M., Hay, 1981. Environment Physiology of Plant. Academic Press, Inc. London. Gardner, F.P., R.B. Perarce, dan R.L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Alih Bahasa H. Susilo dan Subiyanto, 1991. UI Press. Jakarta. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo, G. N., M. Rusdi,G.D. Hong, H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UniversitasLampung. Lampung 488 hal. Hardon, J.J. and R.H.V. Corley, 1982. Oil Palm Research. Elsevier Scientifie Publishing Company, Johor. Malaysia. Iman, Y., Subronto, W., dan W. Darmosarkoro, 1998. Penghitungan Laju Respirasi Kelapa Sawit (E. guineensi Jacq) Berdasarkan Analisis Keseimbangan Assimilat PPKS Medan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol. 2: 113-120. Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, 2007. Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam Rangka Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit. Lokakarya Industri Pengelolaan Kelapa Sawit. PoliteknikNegeri Lampung. Bandar Lampung. Iopri, 2008. Pengaruh unsur esensial terhadap pertumbuhan dan produksi. www.iopri.org/webned/ioprind.htm. (26 juni 2008).

25

Petersen, R.G. 1994. Agriculture Field Experimentals Design and Analisis. Marcel Dekker. Inc. USA. Saini, H.S., and A.K., Srivastapa, 1981. Osmotic strea and the nitrogen metabolism of two groundnut (Arachis hypogea. L) cultivar. Irrig.Sci.2:185-192. Sallisbury , F.B., and C.W., Ross, 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Diterjemahkan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. Schaffer, AA., 1996. Photoassimilate Distribution in Plant and Crops. New York. Marsel Dekker, Inc. Siahaan, D., 1990. Unsur hara yang diambil tanaman. PPKS Medan. Sitompul, SM dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. University Press. Yogyakarta.

Gadjah Mada

Suharji, R., Sugiono, and W. Darmosarkoro, 2000. The aplication of N,P, K and Mg fertilizer on oil palm on typic Dystropept soil in Nort Sumatera. Jurnal PPKS Vol. 8-1: 31-37. Sukarji, R dan R.L, Tobing, 1982. Jenis Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit. PPM. Pematang Siantar. Medan. Suwandi dan E.L., Tobing, 1982. Pengambilan Contoh Daun Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis. Pusat Penelitian Marihat. Medan. Steel G.D. Robert dan J.H. Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pedekatan Biometrika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syahbana, S. 2007. Palm Oil and Rubber Plantation Business Prospects. Pidato Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis ke 23 Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung. Syofuah, 2001. Program Pengawasan Mutu Benih/Bibit Perkebunan. UPTD BPPMB Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Tahir, M. 2003. Uji Perbandingan Pollen Extractor Motor 3,6 v dan 4,8 V Terhadap Bobot, Kemurnian, dan Kemurnian Pollen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) serta Pengaruhnya Terhadap Pollinasi Buatan dan Hasil Tandan Buah Segar (TBS). Politeknik Negeri Lampung. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.

26

Winarno, E.S., E.S, Sutarto., R. Yuliasari., dan Z Poelongan, 2000. Pelepasan Hara Pupuk Majemuk Kelapa Sawit, Jurnal Penekitian Kelapa Sawit Vol. 9 (23):103-109..

Related Documents

Sawit Baru
May 2020 17
Kebun Sawit
November 2019 32
Stop Sawit
April 2020 23
Sawit Sample
November 2019 29
Baru
June 2020 44
Baru
May 2020 47

More Documents from ""