SATUAN ACARA PENYULUHAN PADA ANAK DENGAN DEMAM THYPOID DI BTN. MAPPATUNRU BLOK J NO.4 Pokok bahasan :Demam pada Anak Sub pokok Bahasan: cara mengatasi demam pada anak Sasaran :Ibu pasien An.A Hari/Tanggal : Senin,01 april 2019 Tempat: Btn mappatunru blok J no 4 Waktu : 30menit Pelaksana: Astri Astuti A. TUJUAN 1. Tujuan Umum Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan ini diharapkan orang tua mengetahui dan memahami tentang penyakit thypoid dan mengetahui hal yang harus dilakukan jika terkena thypoid serta cara mengatasi masalah. 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, orang tua dapat menjelaskan kembali tentang : a. Menyebutkan Pengertian Demam Thypoid b. Menyebutkan Penyebab Demam Thypoid c. Menyebutkan Tanda Demam Thypoid d. Menyebutkan cara pencegahan Demam Thypoid e. Menjelaskan perawatan dan pengobatan Demam Thypoid B. Materi 1. Pengertian Demam Thypoid 2. Penyebab Demam Thypoid 3. Tanda dan Gejala Demam Thypoid 4. Pencegahan dan Pengobatan Demam Thypoid
C. Media
Leaflet
Infokus
D. MetodePenyuluh
Ceramah
Diskusi
Tanya jawab
E. KegiatanPenyuluhan No
Kegiatan Materi
1
Pembukaan
Penyuluhan
Keluarga Ny.A
1. Mengucap salam dan perkenalan 2. Menyampaikan pokok
Menjawab
Waktu
Media
5 menit
salam Menyimak
bahasan
dan tujuan 3. Memberikan pertanyaan: apersepsi
2
Penyampaian materi
1. Menjelaskan
Menjawab
pengertian
Mendengarkan
Demam Typoid.
Memperhatikan
20 menit Leaflet
2. Menjelaskan faktor penyebab . 3. Menjelaskan tanda gejala. 4. Menjelaskan cara pencegahan
dan
pengobatannya
3
Penutup
1. Menanyakan tentang
Mendengarkan
materi Memperhatikan
5 menit
yang
telah Menjawab
disampaikan 2. Mengucap salam
Menjawab salam
LampiranMateri; A. Definisi Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardiasi dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limfa, kelenjar limfe, usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Huda dan Kusuma, 2016). Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonellla tipe A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan, dan minuman yang terkontaminasi (Padila 2013 dalam Dewi & Meira 2016).
B. Etiologi Menurut Arifianto (2012) menyebutkan bahwa penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen V (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan biasa disebut agglutinin.
tiga macam antibodi yang
C. Manifestasi klinis Menurut Huda dan Kusuma (2016), adapun manifestasi dari demam typoid antara lain: 1. Gelaja pada anak, inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari. 2. Demam menggigil sampai akhir minggu pertama. 3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani lagi akan menyebabkan syok, stupor dan koma. 4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. 5. Nyeri kepala dan perut. 6. Kembung, mual, muntah, diare dan konstipasi 7. Pusing, bradikardi, nyeri otot 8. Batuk 9. Epistaksis 10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi, dan ujung merah serta tremor). 11. Gangguan mental berupa samnolen 12. Delirium atau psikosis 13. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dak hipotermia.
D. Pencegahan Menurut Librianty (2015) menyatakan bahwa pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi demam tifoid yaitu dengan meningkatkan higiene dan sanitasi seperti penyediaan air bersih, pembuangan sampah atau kotoran memadai. Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin suntikan (antigen Vi Polysaccharida capular) telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoidparatifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
E.
Komplikasi Arifianto (2012) menyebutkan bahwa komplikasi yang dapat terjadi pada anak yang mengalami demam tifoid yaitu: a.
Disfungsi pada otak (kejang atau gangguang kesadaran)
b. Syok c.
Perforasi usus
d. Perdarahan
F.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk demam typoid menurut Huda dan Kusuma (2016), antara lain: 1.
Pemeriksaan darah perifer lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3.
Pemeriksaan uji widal Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella typi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita dema typoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typi maka penderita membuat antibody (agglutinin).
4.
Kultur Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama Kutur urin: bisa positif pada akhir minggu kedua Kultur feses: bisa positif dari akhir minggu kedua hingga minggu ketiga
5.
Anti salmonella typi IgM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella typi, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3 dan 4 terjadinya demam.
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan demam typoid menurut WHO (2009), antara lain: 1. Farmakologi a. Kloramfenikol, dosis (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis peroral atau intravena) selama 10-14 hari. b. Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksilin 100mg/kgBb/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kortikomoksasol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosis) peroral selama 10 menit. c. Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti ceftriaxone (80 mg/kg IM atau IV, sekali dalam sehari, selama 5-7 hari atau cefixime oral 20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari). d. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran e. Dexsametasol 1-3mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik. 2. Non farmakologi a. Diet: diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien, dan diet berupa makanan yang rendah serat. b. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4 -6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang – kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu. c. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan d. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan e. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak. f. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya. Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau
air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya. g. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang h. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.