Sari Pustaka Terakhir.docx

  • Uploaded by: Lowelly napitupulu
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sari Pustaka Terakhir.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,245
  • Pages: 18
Sari Pustaka

Kepada Yth :

Divisi Neurologi Anak

Penilaian Antropometri Pada Anak dengan Palsi Serebral Presenter

: dr. Lowelly Bonar Alexander Napitupulu

Hari/Tanggal : Pembimbing : dr. Johannes H. Saing, M. Ked (Ped), Sp A(K) Supervisor

: dr. Johannes H. Saing, M. Ked (Ped), Sp A(K) dr. Yazid Dimyati, M. Ked (Ped), Sp.A (K) dr. Fereza Amelia, M. Ked (Ped), Sp.A (K) dr. Hariadi Edi S, M. Ked (Ped), Sp.A dr. Cynthea Prima D, M. Ked (Ped), Sp.A

Pendahuluan Palsi serebral (PS) merupakan kelainan motorik yang banyak dijumpai dengan beberapa masalah nutrisi pada anak-anak. Hal ini banyak disebabkan oleh beberapa faktor dikarenakan gangguan motorik, masalah pencernaan, pengobatan yang digunakan, gangguan hormonal dan lingkungan social.1 Studi berbasis populasi dari seluruh dunia melaporkan bahwa perkiraan prevalensi PS berkisar dari 1.5 hingga lebih dari 4 per 1000 kelahiran hidup atau anak-anak dari rentang usia yang ditentukan. Sebuah studi berbasis populasi dari Amerika Serikat melaporkan tingkat spastik PS yang relatif stabil, dari 1.86 / 1000 pada tahun 1985 menjadi 1.76 / 1000 pada tahun 2002.2,3 Tipe klinis PS yang paling umum adalah variasi spastik (58%), dimana tipe kuadriplegik paling dominan. Berdasarkan penelitian oleh Adekoje TO, et al. di Lagos (Nigeria) menyatakan bahwa sekitar dua puluh (21.5%) dari 93 subjek dalam penelitiannya mengalami gangguan motorik ringan (I dan II), sedangkan 78.5% mengalami gangguan sedang hingga berat (III-V).5 Anak-anak dengan PS cenderung lebih kecil dan tumbuh lebih lambat daripada anakanak yang berkembang secara tipikal. Kelainan nutrisi bersifat umum di seluruh spektrum PS. Anak dengan semua tingkat kerusakan motorik berisiko untuk terjadinya kekurangan gizi. Salah satu gangguan perkembangan pada anak PS yang berakibat pada kesulitan makan, mempengaruhi tumbuh kembang anak. Faktor- faktor ini yang menyebabkan anak-anak penderita palsi serebral mengalami kekurangan gizi bahkan menderita gizi buruk yang pada akhirnya membuat anak rentan terhadap infeksi, dan menyebabkan gagal tumbuh. Pada individu dengan PS, berat badan tidak mencerminkan distribusi lemak tubuh dan otot tubuh; Oleh karena itu, menghitung indeks massa tubuh (IMT) tidak berguna untuk memperkirakan berat badan yang sesuai menurut tinggi badan.6,7 Gangguan yang ditimbulkan oleh PS dapat mengakibatkan spastisitas, distonia, kontraktur otot, kelemahan dan kesulitan dalam koordinasi yang pada akhirnya mempengaruhi 1

kemampuan untuk mengontrol gerakan. Keterbatasan aktivitas yang dihasilkan dapat mempengaruhi gerakan motorik kasar, gerakan motorik halus, ucapan dan komunikasi, serta makan dan minum. Gangguan motorik tersebut mengakibatkan gangguan pemberian makanan, gangguan mengunyah, tidak dapat menelan, refleks menjadi hiperaktif, dan ketidakmampuan untuk mengontrol saat makan. Gangguan ini memiliki efek yang signifikan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan status gizi. 1,2

Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah mengetahui penilaian antropometri anak dengan palsi serebral.

Definisi Palsi Serebral Palsi serebral adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan menghambat perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam postur dan pergerakan, disertai kelainan kronologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum serta kelainan mental. Oleh karena itu, definisi PS memiliki 4 komponen inti, yaitu: (1) gangguan gerakan dan postur, (2) kelainan di otak, (3) awal kehidupan; dan (4) kondisi yang bersifat tidak progresif. Kriteria ini tidak memasukkan kriteria keparahan kecacatan motorik. 8,9 Gangguan motorik PS sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, dan perilaku akibat epilepsi dan akibat masalah muskuloskeletal sekunder. Definisi konsensus ini tidak hanya mengatakan kelainan ini berawal akibat cedera statis atau nonprogresif pada otak yang imature tetapi juga akibat adanya kelainan medis lain, kelainan dalam perkembangan dan sosial yang menyebabkan gangguan sepanjang kehidupan dalam perkembangan otak normal.10,11 Prevalensi PS berdasarkan survei populasi dari seluruh dunia melaporkan bahwa sebesar 1.5 sampai 2.7 per 1000 kelahiran hidup anak. Terdapat perbedaan ras dalam perubahan prevalensi PS sepanjang periode. Pada populasi non-Hispanik prevalensi keseluruhan menurun dari 1.65/1000 pada tahun 1985 menjadi 1.34/1000 pada tahun 2002, sedangkan prevalensi PS pada populasi non-Hispanik meningkat dari 2.29 / 1000 pada tahun 1985 menjadi 2.34 / 1000 pada tahun 2002. 12,13,14 Survei National Center for Health Statistics (NSCH) 2012 sampai 2013 dan Survei National Health Interview Survey (NHIS) 2011 sampai 2013 menentukan prevalensi PS melalui laporan orang tua di antara anak berusia 2 sampai 17 tahun. Survei ini menemukan prevalensi PS per 1000 kelahiran hidup yang berkisar dari 2.6 di NSCH hingga 2.9 di NHIS. Dalam studi berbasis populasi dari Islandia, prevalensi PS per 1000 kelahiran hidup tidak berubah secara signifikan dari 1990 hingga 2003, yang tetap antara 2.2 dan 2.3. Namun, terjadi penurunan dari 1.5 menjadi 0.9/1000 kelahiran hidup untuk anak-anak yang lahir aterm, kelahiran prematur yang 2

stabil dan meningkat dari 33.7 menjadi 114.6/1.000 kelahiran hidup untuk kelahiran yang sangat prematur.14,15 Tipe klinis PS yang paling umum adalah variasi spastik (58%), dimana tipe kuadriplegik paling dominan (41.9%). Hal ini juga dilaporkan pada penelitian yang dilakukan di Nigeria dan Afrika. Variasi PS paling umum kedua dalam penelitian ini adalah tipe campuran, yang terdiri dari persentase spastisitas yang tinggi dikombinasikan dengan athetosis (50%).5?bukan

di nigeria

Sedangkan penelitian di Turki menyatakan bahwa kerusakan motorik ringan dan berat bernilai 53.5% dan 46.5% secara berurutan.5??

Faktor Resiko Prevalensi kelahiran PS jauh lebih tinggi pada bayi prematur dibandingkan dengan bayi cukup bulan, meningkat dengan usia kehamilan yang rendah saat melahirkan, dan dapat mencapai hingga 15% di antara neonatus prematur yang lahir antara 24 dan 27 minggu kehamilan. Prevalensi pada 1000 kelahiran hidup PS di antara neonatus yang lahir sebelum usia kehamilan 28 minggu adalah 82 kasus dan menurun menjadi 1.4 kasus pada usia kehamilan 36 minggu. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kehamilan lewat usia pada usia kehamilan 42 minggu atau lebih juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi ini.17,18,19 Faktor resiko lainnya adalah: a) Komplikasi Kehamilan yang berhubungan dengan Plasenta Prevalensi penyakit ini di antara neonatus dengan berat <1500gr adalah 59.2/1000 kelahiran hidup, dibandingkan dengan 1.33/1000 kelahiran hidup di antara mereka dengan berat > 2500gr. Penelitian kohort berbasis populasi di? Tahun? menunjukkan bahwa preeklamsia onset dini merupakan faktor risiko independen untuk PS (OR 8.639, 95% CI 4.269-17.480).20,21,22 b) Malformasi Kongenital Terjadi pada 21 hari setelah konsepsi sampai dengan kelahiran. Pada trimester I apa yg terjadi, trimester II apa, trimester III apa? ……...23,24 c) Kehamilan Ganda Kehamilan ganda memiliki frekuensi terjadinya malformasi dan PS yang lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Prevalensi PS pada penelitian di Australia adalah 1.6; 7.3; dan 28 per 1.000 pada masing-masing kelahiran tunggal, kembar, dan kembar tiga.25,26 d) Stroke Perinatal Di antara 100 neonatus dengan diagnosis stroke iskemik arteri neonatal yang lahir di Swiss antara tahun 2000 dan 2010, 39% didiagnosis memiliki PS pada usia dua tahun. Dalam laporan dari California, Amerika Serikat, dari 36 anak-anak dengan stroke iskemik arteri, 58% menjadi PS. Hubungan antara PS dan trombofilia tidak begitu jelas. Hubungan antara stroke perinatal dan PS dapat menunjukkan bahwa kondisi ini dapat terjadi di beberapa kasus, berkembang bersamaan dengan perkembangan penyakit yang terjadi mulai dari rahim. Presentasi neonatal 3

stroke iskemik akut dapat berkembang menjadi PS. Hipotesis ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.27,28 e) Genetik Terdapat keterlibatan genetik pada PS, dan kontribusinya diperkirakan sebesar 48% dari kelahiran aterm dan 24% kasus idiopatik prematur. Studi genetik berbasis populasi telah mengidentifikasi beberapa kandidat gen, yang variasinya sering didapatkan pasien PS pada populasi tertentu, beberapa di antaranya terkait dengan proses peradangan, koagulasi, dan aliran darah. PS bentuk khusus, seperti PS ataksia, PS spastik simetris, dan PS tetraplegik dengan MR, jarang terjadi pada PS tetapi menunjukkan pola pewarisan yang kuat, paling sering adalah autosomal resesif.27,29,30 f) Fetal Inflammatory Response Syndrome (FIRS) Fetal Inflammatory Response Syndrome (FIRS) adalah tahapan Intra-amniotic Infection and/or Inflammation (IAI) yang paling serius. IAI atau proses inflamasi (seperti dalam FIRS tipe 2) dapat mempengaruhi janin. Sindrom ini ditandai oleh aktivasi sistem imun bawaan janin yang mirip dengan Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dewasa. FIRS awalnya didefinisikan pada janin dengan persalinan prematur dan PPROM dengan peningkatan konsentrasi plasma interleukin-6 pada janin. FIRS dapat menyebabkan gangguan multi-organ dalam sistem tubuh berikut; kelainan hematopoietik, kelainan endokrin sebagai akibat dari “stres”, disfungsi jantung terutama diastolik, dan cedera otak dalam berbagai mekanisme seperti tingginya konsentrasi Tumor Necrosis Factor - Alpha (TNF-α) pada bayi PVL.27,31 g) Ensefalopati Prematuritas Terdapat 20% sampai 60% kasus dengan ensefalopati prematuritas yang berkembang menjadi PS. Ensefalopati prematuritas merupakan gejala kompleks dari gangguan destruktif dan perkembangan yang melibatkan gray matter dan WMI? di berbagai area otak terutama yang terjadi akibat dari hipoksia-iskemia intrauterin dan / atau infeksi atau peradangan sistemik lainnya. Lesi pada white matter dan gray matter adalah jenis lesi paling umum yang dapat diamati dalam gambar MRI pada anak-anak dengan PS, dan ukuran kuantitatif dari beratnya lesi berkorelasi dengan adanya gangguan motorik dan disfungsi kognitif pada anak-anak dengan PS unilateral.32,33,34

Klasifikasi Palsi Serebral Surveillance of Cerebral Palsy in Europe (SCPE) mengklasifikasikan pasien dengan PS sesuai dengan kelas atau kategori dari jenis yang sama, menjadi tiga kelompok utama, spastik, diskinetik dan ataksik, berdasarkan tanda-tanda neurologis, yang menunjukkan lesi pada sistem motor serebral.37 1. Palsi Serebral Tipe Spastik

4

Palsi serebral tipe spastik adalah jenis yang paling umum dari keseluruhan palsi serebral, terjadi pada 80% dari semua kasus. Palsi serebral tipe spastik menunjukkan gejala peningkatan tonus dan refleks patologis. Postur patologis ekstremitas bawah dapat dilihat dalam bentuk: rotasi internal pinggul, aduksi panggul; dan equinus foot yang menghasilkan posisi gunting (scissor gait).38,39 Palsi serebral tipe spastik lebih lanjut diklasifikasikan sebagai :38,39 i.

Spastik hemiplegia: hanya memengaruhi satu sisi. Umumnya, cedera otot-saraf yang dikendalikan oleh sisi kiri otak akan menyebabkan defisit tubuh yang sesuai, dan berlaku sebaliknya

ii.

Spastik diplegia: dalam hal ini ekstremitas bawah juga terpengaruh, dengan adanya sedikit atau tidak ada spastisitas tubuh bagian atas. Bentuk yang paling umum dari bentuk spastik (70-80% dari kasus yang diketahui), kebanyakan orang dengan diplegia spasti masih bisa berjalan, tetapi kaku dan memiliki cara berjalan seperti gunting.

iii.

Spastik monoplegia: mempengaruhi satu anggota tubuh tunggal

iv.

Spastik triplegia: mempengaruhi ketiga anggota tubuh.

v.

Spastik kuadriplegia: dalam hal ini empat anggota tubuh kurang lebih sama-sama terpengaruh. Orang dengan spastik kuadriplegia adalah yang paling sulit untuk berjalan, karena otot mereka terlalu kaku. Beberapa anak dengan spastik kuadriplegia juga memiliki tremor hemipara, getaran tak terkendali yang mempengaruhi anggota badan di satu sisi tubuh sehingga mengganggu gerakan normal.

Gambar 1. Tipe Palsi Serebral serta letak lesi otak yang mengalami kerusakan

2. Palsi Serebral Tipe Ataksik Palsi serebral tipe ataksik ditandai dengan hilangnya koordinasi otot untuk melakukan gerakan yang diatasi dengan adanya peningkatan kekuatan, ritme, dan akurasi; tremor; dan tonus yang rendah.38,39 3. Palsi Serebral Tipe Diskinetik 5

Palsi serebral tipe diskinetik adalah kelainan dengan tonus campuran baik hipotonia dan hipertonia bersamaan dengan gerakan tak sadar. Kerusakan terjadi pada sistem motorik ekstra piramidal dan/atau traktus piramidal sampai basal ganglia. Pasien diskinetik menunjukkan gerakan involunter, tidak terkontrol, berulang dan kadang-kadang stereotip, pola refleks primitif mendominasi dan tonus otot bervariasi.37,38 4. Palsi Serebral Tipe Campuran Palsi serebral campuran tipe spastik dengan ataksia dan/atau diskinesia, didefinisikan sesuai dengan gambaran klinis yang menonjol.38 Klasifikasi lain yang digunakan adalah Gross Motor Function Classification System (GMFCS), yang berisi lima subkelompok sesuai dengan tingkat kerusakan motorik, klasifikasi ini bervariasi dari tingkat yang ringan I ke tingkat yang paling parah V :40 I.

Berjalan tanpa limitasi

II.

Berjalan dengan limitasi

III.

Berjalan dengan menggunakan hand-held mobility device

IV.

Limitasi pada mobilitas diri : mungkin menggunakan powered mobility device

V.

Menggunakan kursi roda

Gambar 2. Klasifikasi Palsi Serebral berdasarkan Tingkat Fungsi Motorik Kasar (GMFCS) 8 Antropometri Pada Anak Dengan Palsi Serebral Secara umum, penilaian status gizi anak normal diperlukan standar antropometri yang mengacu pada standar World Health Organization (WHO) tahun 2005.depkes Grafik pertumbuhan merupakan suatu alat standar yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan, perkembangan bahkan kesehatan anak secara keseluruhan. Grafik ini terdiri atas persentil perkiraan berat badan sesuai umur sesuai dengan referensi suatu populasi. Grafik standar yang digunakan untuk anak dalam praktiknya berasal dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), baik untuk anak laki-laki dan perempuan. Namun, grafik ini tidak dapat digunakan dalam menilai pertumbuhan anak dengan PS, yang mana pola pertumbuhannya berbeda jelas dengan populasi anak-anak secara umum.brooks

6

Pola pertumbuhan anak dengan PS menunjukkan perbedaan dengan populasi pada umumnya. Anak dengan PS cenderung lebih kecil dan tumbuh lebih lambat daripada anak normal. Hal ini ditunjukkan dengan perbandingan yang lebih kecil antara perbandingan berat badan untuk tinggi badan, tinggi untuk usia, dan berat badan untuk usia dari kelompok kontrol sesuai usia dan jenis kelamin yang sama. Densitas tulangnya juga berkurang, khususnya pada pasien yang tidak dirawat jalan. Penyebab pertumbuhan yang buruk pada anak dengan PS biasanya diakibatkan asupan nutrisi yang tidak sesuai dikarenakan kesulitan makan, seperti penghisapan yang lemah, koordinasi buruk dalam mekanisme menelan, batuk, dan tersedak selama makan, ketidakmampuan makan sendiri, muntah dengan aspirasi yang dapat mengakibatkan refluks gastroesophageal (GER). Namun, masalah kesulitan makanan yang mengakibatkan masalah nutrisi merupakan sebagian penyebab terjadinya defisit pertumbuhan pada anak dengan PS. Kesulitan pemberian makanan ini tampaknya berhubungan dengan penurunan status nutrisi yang terlihat dari indeks berat badan, simpanan lemak tubuh dan massa otot lengan. Meskipun begitu, hal ini tidak berlaku pada anak PS yang memiliki kesulitan makanan paling berat sekalipun namun menerima nutrisi lewat selang makan; pasien berikut memiliki simpanan lemak tubuh dan massa otot lebih banyak daripada anak yang hanya memakan makanan secara oral saja.day 2007 Di sisi lain, faktor non nutrisi juga memberi peran terjadinya defisit pertumbuhan pada anak dengan PS. Sebagai contohnya, anak dengan PS hemiplegik umumnya memiliki perawakan yang lebih pendek dan pengukuran triceps skinfold yang lebih rendah pada tungkai yang terlibat. Selain itu studi lain menunjukkan bahwa tungkai yang terlibat biasanya mengalami keterlambatan maturitas pada skeletal dan penurunan densitas tulang. Oleh karena itu, kejadian atrofi otot pada tungkai yang terlibat tampaknya menghambat pertumbuhan anak tersebut; yang mana hal ini tidak berhubungan langsung dengan buruknya asupan makanan pada anak dengan PS. Terganggunya fungsi endokrin pada anak yang memiliki kerusakan otak, khususnya yang melibatkan kelenjar pituitari tampaknya menjadi pertimbangan pemberian hormon pertumbuhan pada anak dengan PS. Day 2007 Penelitian yang dilakukan oleh Stevenson dkk menunjukkan bahwa faktor non nutrisi lainnya dan keparahan penyakit berpengaruh pada pertumbuhan anak dengan PS. Anak dengan PS tipe kuadriplegik biasanya dirawat inap dan tidak dapat mengangkat berat sehingga tekanan normal pada tulang berkurang. Normalnya tulang memiliki faktor pertumbuhan, seperti insulinlike growth factor, transforming growth factor, platelet-derived growth factor, basic and acidic fibroblast growth factor, and bone morphogenetic proteins. Produksi fator pertumbuhan ini diregulasi oleh hormon sistemik dan tekanan mekanik lokal. Imobilisasi pada anak dengan PS dapat menurunkan pembentukan tulang dan meningkatkan resorpsi tulang, sehingga menekan produksi hormon stimulasi pertumbuhan tertentu. Ych dan chen pd krick 1996 (14,15). Strodel dalam krick 1996 (16) juga menjelaskan spastisitas atau peningkatan tonus otot pada anak dengan PS dapat menghambat pertumbuhan tulangnya. Peningkatan tonus otot pada kepala dan 7

leher misalnya dapat mengakibatkan maloklusi dan deformitas arch (kelengkungan)?. Oleh karena itu, meskipun terdapat kesulitan dalam mengidentifikasi penyebab utama terjadinya defisit pertumbuhan pada anak dengan PS, dapat dijelaskan juga dengan faktor non nutrisi, seperti inaktivitas, perubahan tekanan pada tulang, dan perubahan stimulasi neural pada tulang serta defek pada lobus parietal yang berhubungan dengan defisit sensoris. Leamy pada krick 1996 (18) Kehadiran penyakit penyerta (seperti: masalah gastrointestinal, kontraktur, skoliosis) juga dapat mempengaruhi status nutrisi anak dengan PS. Namun, penggunaan obat-obatan (seperti obat anti epilepsi) bukan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap defisit pertumbuhan anak dengan PS. Hal ini dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan kurowski dlm krick 1996 (8) yang menemukan bahwa jumlah tahun pemakaian antikonvulsan (seperti karbamazepin dan asam valproat) dan jumlah total obat yang dikonsumsi tidak memiliki efek signifikan pada berat badan, dan pertumbuhan linearnya normal. Masalah pergerakan dengan kesulitan berbicara pada anak palsi serebralis serta juga ditemukan keterbatasan dalam kemampuan mengambil dan mendapatkan makanan atau mengungkapkan rasa lapar. Hal ini mengakibatkan semakin buruknya fungsi pergerakan otot besar berhubungan dengan peningkatan kesulitan tekstur makanan atau minuman, asupan energi. Anak dengan disfagia orofaringeal yang berat cenderung memakan proporsi makanan yang dapat dikunyah lebih rendah dan lebih menyukai minuman.49 Berdasarkan analisis penelitian didapatkan bahwa sebagian besar anak palsi serebral memiliki defisit asupan energi yaitu sebanyak 75% (42% defisit asupan berat dan 33% defisit asupan ringan). Sementara, persentase asupan protein yaitu sebanyak 50% tergolong defisit (33% defisit asupan berat dan 17% defisit asupan ringan). Sebagaimana halnya penelitian yang dilakukan di YPAC Semarang didapatkan bahwa asupan energi dan protein pada anak dengan palsi serebralis lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan kalori dan proteinnya. Defisiensi asupan vitamin dan mineral (mikronutrisi) telah ditemukan juga tetapi status mikronutrisi jarang diukur dengan metode biomekanikal terbaru. Asupan nutrisi yang rendah umumnya dilaporkan terbatas secara neurologis anak sehingga menghasilkan asupan mikronutrisi yang tidak cukup. Keselarasan metabolik memerlukan kecukupan asupan mikronutrisi oleh karena defisiensi akan mengganggu metabolisme dalam jalur jumlah dan pembuatannya. Analisa darah dan serum menunjukkan pengurangan jumlah asam folat, vitamin E, B6, B12, zink, dan selenium, serta zat besi. Defisiensi asam folat dapat menyebabkan pemecahan kromosom dalam gen manusia dan menyebabkan defek kognitif pada anak. Asupan makanan yang rendah pada kalsium, magnesium, dan vitamin D mempunyai resiko resiko tinggi untuk fraktur, bahkan dengan trauma minimal. Asupan makanan yang tidak cukup dalam pembentukan tulang menambah dampak buruk untuk pergerakan, kekurangan berat badan dan penggunaan anti kejang pada kesehatan tulang, dan dapat juga mengakibatkan kelemahan otot.50 Morfologi otot pada anak dengan palsi serebral tipe spastik memiliki kekakuan atau spastisitas yang terjadi pada bulan pertama perkembangan. Kontraktur otot (keterbatasan besar 8

pergerakan sendi) berkembang kemudian pada masa anak-anak dan dapat mengganggu fungsinya. Panjang tendon dan peregangannya juga dapat mengubah panjang dan kecepatan regangan serabut otot serta mengubah kapasitas otot. Anak palsi serebral tidak mempunyai perbedaan pada kebebasan peregangan otot gastrocnemius medial untuk sudut sendi lutut (dalam istirahat ataupun fleksi plantar 30°) ataupun panjang kedua kaki. Selain itu, tidak ada perbedaan juga dengan posisi fleksi dorsal maksimal. Akan tetapi volume otot, daerah persilangan, ketebalan dan lingkar perut cenderung berkurang pada anak dengan palsi serebralis tipe spastik.51 Anak dengan palsi serebralis juga memiliki penurunan pada densitas mineral tulang, massa otot, dan massa lemak. Penurunan densitas mineral tulang meningkatkan resiko fraktur spontan pada anak dengan palsi serebralis. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri dan mengganggu pergerakan anak yang dapat mempengaruhi status antropometri anak dengan palsi serebralis yang umumnya banyak terjadi pada tipe kuadriplegi. (densitas mineral tulang punya citlali). Selain itu, anak dengan palsi serebralis memiliki persentase lemak tubuh yang lebih rendah dari pada anak normal yang diukur dengan absorbsimeter sinar-X dual emisi (DXA).52 Parameter analisis komposisi tubuh menunjukkan penurunan yang signifikan di TBW, massa lemak, massa bebas lemak dan BMR dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tingkat kadar leptin tidak berbeda nyata pada kedua pasien dan kontrol. Penelitian Tomoum dkk menambahkan data lebih lanjut mengenai komposisi tubuh anak dengan palsi serebralis; mengurangi TBW dan bebas lemak massa sehingga menyarankan perlunya menetapkan sebuah program yang tidak hanya berfokus pada peningkatan berat badan melalui peningkatan adiposit tetapi juga mengatasi kandungan protein makanan dengan nutrisi yang benar melalui program rehabilitasi sehingga mendorong pertumbuhan yang memadai. Anak-anak dengan semua tingkat kerusakan motorik berisiko untuk terjadinya kekurangan gizi, sedangkan ada beberapa bukti bahwa mereka dengan gangguan motorik yang lebih ringan, mungkin dapat terjadi peningkatan risiko kelebihan berat badan. Karena perubahan postur tubuh dan komposisi tubuh yang abnormal, pengukuran tinggi dan berat badan yang sederhana sering digunakan dalam penilaian klinis pada anak-anak yang sedang berkembang tapi mungkin hal ini tidak cukup memungkinkan untuk identifikasi anak dengan PS yang tidak tumbuh dengan baik. Sulit untuk mengukur panjang dan tinggi pada anak-anak dengan PS tipe spastik dan kurang sesuai karena adanya kontraktur, spastisitas, dan deformitas spinal pada anakanak ini. Oleh karena itu, pengukuran alternatif telah digunakan selama beberapa tahun untuk mengukur tinggi dengan menggunakan segmen tubuh yang berbeda, khususnya lower limb length (LLL), upper arm length (UAL), dan knee height (KH). 53,54,55,56 Pengukuran status nutrisi pada anak dengan PS umumnya sulit dikarenakan kesulitan dalam mendapatkan data-data dasar seperti berat badan, tinggi badan dan BMI. Hal ini mungkin menyebabkan kesalahan dalam interpretasi dan data analisis dalam mengidentifikasikan anakanak yang memiliki resiko nutrisi sehingga terjadi ketidaktepatan dalam menegakkan diagnosis. Kesulitan pengambilan data tersebut biasanya diakibatkan oleh adanya kontraktur sendi, atrofi 9

otot dan kelainan pergerakan pada pasien ini. Selain itu, penting diketahui bahwa anak dengan PS tidak dapat dievaluasi dengan standar referensi yang digunakan pada anak sehat karena umumnya anak dengan PS mengalami retardasi pertumbuhan dan/atau perubahan komposisi tubuh. Sebagai contoh, ditemukan peningkatan kasus malnutrisi lebih dari 80% jika menggunakan referensi National Center for Health Statistics of the Centers for Disease Control and Prevention (NCHS/CDC) untuk anak dengan PS. Oleh karena itu, diperlukan grafik pertumbuhan khusus untuk menilai status nutrisi pada anak dengan PS.53 ja garcia Grafik pertumbuhan yang spesifik untuk anak dengan PS, khususnya kuadriplegia berat pertama kali Pada tahun 2007, Day, et al. melakukan studi data antropometri pada berat badan, tinggi badan, dan BMI pada 24.920 individu dengan PS antara usia 2 hingga 20 tahun.6 Mereka mengembangkan kurva pertumbuhan baru khusus untuk anak-anak dengan PS, dimana kurva ini dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan disabilitas melalui kemampuan memakan dan fungsi motorik, serta merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Krick dkk yang menciptakan kurva pertumbuhan untuk anak dengan PS sampai usia 10 tahun. Kurva-kurva ini komprehensif terhadap jenis-jenis PS yang berbeda dengan empat tingkat kelainan motorik yang didapat dan kurva khusus untuk individu yang mengalami gastrostomi. Hasilnya juga menunjukkan bahwa individu dengan PS memiliki berat dan tinggi badan yang berbeda dari subyek normal, kecuali untuk kelompok dengan performa motorik yang lebih baik (pasien dengan gaya berjalan independen), di mana pertumbuhannya mirip dengan anak-anak yang sehat pada usia muda.59 Pada tahun 2011, Brooks, et al. melakukan penelitian baru untuk menentukan status gizi pada 25.545 individu sesuai dengan klasifikasi GMFCS atau kinerja motorik. Kurva ini digunakan dalam penelitian ini sebagai patokan untuk PS, karena kurva ini adalah hasil dari penelitian terbaru yang menggunakan sampel yang lebih representatif, baik karena ukuran dan heterogenitasnya terhadap PS. Dilaporkan bahwa semakin buruk kerusakan motorik, semakin tinggi perbedaan antara kurva.59 Hasil yang diperoleh dari penelitian oleh Garcia JA, et.al dengan data antropometrik menegaskan bahwa baku emas antropometri dari WHO tidak cocok untuk evaluasi antropometri pada anak-anak dengan PS. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional dan melibatkan 108 anak, yang terbagi atas 3 kelompok usia, yaitu prasekolah (usia 24-71 bulan), sekolah (usia 72119 bulan) serta dewasa (≥ 120 bulan). Pengukuran antropometri pada penelitian ini melibatkan pengukuran berat badan, tinggi badan (LLL, KH dan UAL), lingkar lengan atas (MUAC) dan lipatan kulit (TSF). Pengukuran berat badan dilakukan dengan cara menimbang anak dengan popok kering dan pakaian seminimal mungkin bersama dengan anggota keluarga, lalu mengukur berat orang dewasa tersebut lalu mengurangi perbedaan beratnya. Sedangkan pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu LLL, KH dan UAL. LLL (lower-leg length) diukur

10

dengan pita pengukur dari garis pada sendi lutut bagian dalam sampai pada batas terbawah maleolus tibia pada sudut 900. KH dan UAL diukur dengan menggunakan segmometer. Untuk pengukuran KH (knee-height) dilakukan dengan memfleksikan lutut dalam garis lurus dengan tumit. Pengukuran dimulai dari akhir proksimal patella sampai ke bawah dari tumit. Sedangkan UAL (upper-arm length) dinilai dengan merelaksasikan lengan pada sisi tubuh, kemudian mengukurnya dari tepi lateral akromion sampai ke caput radialis. Persamaan pengukuran lalu dinilai dengan rumus: LLL = (3,26 x LLL) + 30,8; KH = (2,68 x KH) + 24,2; UAL = (4,35 x UAL) + 21,8. MUAC (mid-upper-arm circumference) diukur dengan menggunakan pita pengukur, yaitu lingkaran pada titik tengah lengan dari akromion sampai olekranon. Untuk TSF (triceps skinfold) diukur dengan Lange caliper pada titik tengah lengan kiri pada sebelah belakang bagian dalam. Pengukuran ini dilakukan 3 kali, dan diambil nilai rata-ratanya. Sedangkan SSF (subscapular skinfold) diukur dari sudut bawah skapula kiri, diukur sebanyak 3 kali dan diambil nilai rata-ratanya. Kemudian dari keseluruhan indeks antropometri tersebut, ditentukan berat berdasarkan umur, tinggi berdasarkan umur dan BMI sesuai dengan grafik pertumbuhan Day, Brook dan WHO. Dari penelitian ini, didapatkan bahwa kasus spastik lebih dominan (73,1%) dengan berat dan tinggi badan yang lebih besar, dengan indeks LLL, KH, UAL, MUAC dan TSF (p < 0,05) daripada tipe PS lainnya, seperti ataksia, diskinetik, hipotonik dan campuran. Untuk pengukuran BMI berdasarkan referensi Day, didapati sekitar 31,5% dari seluruh total populasi yang berada di bawah persentil 10, dengan jenis lain lebih banyak (41,4%) daripada grup spastik (27,8%). Selain itu, dari penelitian ini didapatkan bahwa kelompok yang memiliki BMI dibawah persentil 10 yaitu perempuan (35,8%) daripada laki-laki (27,3%); usia 72-119 bulan (43,3%) daripada grup usia 24-71 bulan (26,1%) dan ≥120 bulan (28,1%). Sedangkan pengukuran tinggi badan sesuai umur berdasarkan referensi Day, didapatkan 88,9% berada pada persentil 10 dan 90. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, namun kelompok usia ≥120 bulan lebih banyak jumlahnya daripada kelompok usia 24-71 bulan dan 72-119 bulan. Seperti yang diamati, indeks berat badan / usia, tinggi / usia, dan BMI menurut referensi WHO, mayoritas bernilai dibawah -2 SD, terlepas dari jenis kecacatan, jenis kelamin, dan kelompok usia. Sedangkan perbandingan grafik pertumbuhan berdasarkan referensi Day dan Brook, tidak dijumpai perbedaan yang signifikan untuk BMI dibawah persentil 10 pada kelompok spastik ataupun lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah dilakukan untuk menentukan metode dan pola referensi yang paling tepat untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dengan PS.56 Pada individu dengan PS, berat badan tidak mencerminkan distribusi lemak tubuh dan otot tubuh; Oleh karena itu, menghitung indeks massa tubuh (BMI) tidak berguna untuk memperkirakan berat badan yang sesuai menurut tinggi badan. Berat yang akurat mungkin sulit diperoleh, terutama jika skala tempat tidur, meja, atau kursi roda tidak tersedia. Timbangan yang

11

berdiri dapat digunakan untuk menimbang individu yang mampu menahan berat badan. Berikut adalah beberapa pertimbangan untuk diingat ketika mengukur berat badan dan pada pasien dengan PS:57 

Harus menggunakan skala yang konsisten saat mengukur berat badan.



Pengukuran berat badan pasien rawat jalan harus dilakukan setidaknya dua kali dalam setahun, dan berat pasien yang di rawat inap harus diukur setiap minggu.



Skala timbangan harus bernilai 0 sebelum tiap pengukuran yang akan dilakukan.



Individu harus ditimbang dengan pakaian ringan, dengan popok kering (jika mengalami inkontinensia), dan tanpa sepatu dan braces. Ada sedikit kesepakatan tentang pemeriksaan apa yang tepat untuk mempersentasekan lemak tubuh pada anak dengan PS. Pada anak-anak kurang dari 2 tahun sering menggunakan berat menurut persentil tinggi dan berat badan dari tinggi (< persentil ke-5, ≥ persentil ke-95) ketika mempertimbangkan keadaan underweight dan overweight. Untuk anak-anak antara 2 dan 18 tahun, indeks massa tubuh (BMI) menurut usia dan jenis kelamin sering digunakan untuk mendeteksi anak-anak yang kemungkinan memiliki kelebihan berat badan atau overweight (8595% dianggap kelebihan berat badan dan ≥ 95% dianggap obesitas); namun, tidak ada cut-off yang diterima untuk berat badan rendah. BMI telah terbukti baik dalam memprediksi lemak tubuh pada anak-anak dengan kelebihan lemak tubuh, namun telah terbukti tidak tepat atau cenderung melebih-lebihkan terhadap perhitungan lemak tubuh pada individu yang berotot. Pengukuran lipatan kulit adalah metode pengukuran yang cepat dan mudah untuk menilai habitus tubuh seseorang. Meskipun simpanan lemak pada individu dengan PS biasanya rendah dibandingkan dengan standar, individu dengan cacat berat cenderung memiliki lebih banyak simpanan lemak tubuh yang sama seperti individu yang tidak memiliki gangguan. Tidak ada ukuran antropometrik yang merupakan prediktor yang baik untuk persentase lemak tubuh pada anak-anak dengan PS, alat klinis terbaik yang tetap digunakan secara luas adalah ‘Slaughter equations’, yang menggunakan kombinasi dua pengukuran lipatan kulit untuk memperkirakan persentase lemak tubuh.47,48,52,53

BETIS Di dalam (medial) kaki kanan bawah pada lingkar betis terbesar.

TRICEPS Ukur secara vertikal di belakang lengan di antara titik puncak bahu (ProsesusAcromial) dan siku (Prosesus Olecranon).

12

Gambar 2. Mengukur Antropometri dengan metode Slaughter-Lohmann Formula58

Ringkasan Palsi Serebralis (PS) adalah kelainan fisik yang paling umum pada masa kanak-kanak. PS terdiri dari sekelompok gangguan heterogen yang merupakan hasil dari gangguan non-progresif atau cedera yang terjadi selama perkembangan otak janin atau dalam dua tahun pertama kehidupan. Palsi serebralis ini sendiri diklasifikasikan menjadi spastik, ataksik dan diskinetik. Hal ini didasarkan pada tanda-tanda neurologisnya dan menurut derajat keparahannya diklasifikasikan dengan Gross Motor Function Classification System (GMFCS) yang dibagi menjadi lima tingkat keparahan. Anak-anak dengan PS cenderung lebih kecil dan tumbuh lebih lambat daripada anakanak yang berkembang secara tipikal. Kelainan nutrisi adalah umum di seluruh spektrum PS: anak-anak dengan semua tingkat kerusakan motorik berisiko untuk terjadinya kekurangan gizi, sedangkan ada beberapa bukti bahwa mereka dengan gangguan motorik yang lebih rendah mungkin dapat terjadi peningkatan risiko kelebihan berat badan. Pada anak-anak (<2 tahun) sering menggunakan berat menurut persentil tinggi dan berat badan dari tinggi (< persentil ke-5, ≥ persentil ke-95) ketika mempertimbangkan keadaan underweight dan overweight. Untuk anak-anak antara 2 dan 18 tahun, indeks massa tubuh (BMI) menurut usia dan jenis kelamin sering digunakan untuk mendeteksi anak-anak yang kemungkinan memiliki kelebihan berat badan atau obesitas (85-95% dianggap kelebihan berat badan dan ≥ 95% dianggap obesitas). Tidak ada ukuran antropometrik yang merupakan prediktor yang baik untuk persentase lemak tubuh pada anak-anak dengan PS, alat klinis terbaik yang tetap digunakan secara luas adalah ‘Slaughter equations’, yang menggunakan kombinasi dua pengukuran lipatan kulit untuk memperkirakan persentase lemak tubuh

Daftar Pustaka

1. Melunovic M, Hadzagic-Catibusic F, Bilalovic V, Rahmanovic S, Dizdar S. Anthropometric Parameters of Nutritional Status in Children with Cerebral Palsy. Mater Sociomed. 2017;29(1):68-72. 2. 3. 4.

13

5. Gorter JW, Rosenbaum PL, Hanna SE, Palisano RJ, Walter SD, at al. Limb distribution, motor impairment, and functional classification of cerebral palsy. Dev. Med. Child Neurol. 2004. 46. 461–467. 6. Paulson A, Vargus AJ. Overview of Four Functional Classification Systems Commonly Used in Cerebral Palsy. Children.MDPI. 2017. 4.30 7. Eunson P. Aetiology and Epidemiology of Cerebral Palsy. Pediatrics and Child Health . 2012. 22.9 8. Mor O, Stavsky M, Yitshak SM., Mastrolia SA, et al. Early Onset Preeclampsia And Cerebral Palsy: A Double Hit Model?. 2016. Am J Obstet Gynecol. 214.1:105.e1–105. 9. Adekoje TO, Ibeabuchi MN, Lesi FEA. Anthropometry Of Children With Cerebral Palsy At The Lagos University Teaching Hospital. J Clin Sci. 2016. 10. Kuperminc MN, Gurka MJ, Bennis JA, Busby MG, et.al. Anthropometric Measures: Poor Predictors Of Body Fat In Children With Moderate To Severe Cerebral Palsy. Mac Keith Press. 2010. 11. Wittenbrook W. Nutritional Asessment and Intervention in Cerebral Palsy. Practical Gastroenterology. 2018 12. Rosenbaum P, Paneth N, Leviton A, Goldstein M, at al. The Definition And Classification Of Cerebral Palsy. April 2006-2007. 49. Suppl 109:8–14 13. Pakula AT, Naarden BKV, Yeargin AM. Cerebral Palsy: Classification and Epidemiology. PhysMed Rehabil Clin N Am. 2009.20. p425-452 14. Hurley DS, Sukal MT, Gaebrel SD, Krosschell KJ, at al. Systematic Review of Cerebral Palsy Registries/Surveillance Groups: Relationships between Registry Characteristics and Knowloedge

Dissemination.

International

Journal

of

Physical

Medicine

and

Rehabilitation. 2015. 3.2 15. Hurley DS, Sukal MT, Msall ME, Gaebler SD, Krosschell KJ,at al. The Cerebral Palsy Research Registry: Development And Progress Toward National Collaboration In The United States. J Child Neurol. 2011.26: 1534-1541 16. Braun VNK, Doernberg N, Schieve L, at al. Birth prevalence of cerebral palsy: a population-based study. Pediatrics. 2016. 137(1). 17. Maenner MJ, Blumberg SJ, Kogan MD, at al. Prevalence of cerebral palsy and intellectual disability among children identified in two U.S. National Surveys, 20112013. Ann Epidemiol. 2016. 26:222–6. 18. Sigurdardottir S, Thorkelsson T, Halldorsdottir M, at al. Trends in prevalence and characteristics of cerebral palsy among Icelandic children born 1990 to 2003. Dev Med Child Neurol. 2009. 51(5):356–63. 19. O’Shea TM, Allred EN, Dammann O, Hirtz D, at al. The ELGAN study of the brain and related disorders in extremely low gestational age newborns. Early Hum Dev. 2009. 85(11):719–25. 14

20. Hirvonen M, Ojala R, Korhonen P, at al. Cerebral palsy among children born moderately and late preterm. Pediatrics. 2014. 134(6) 21. Vincer MJ, Allen AC, Joseph KS, Stinson DA, et al. Increasing Prevalence Of Cerebral Palsy Among Very Preterm Infants: A Population-Based Study. Pediatrics. 2006. 118(6) 22. Himpens E, Broeck VDC, Oostra A, at al. Prevalence, type, distribution, and severity of cerebral palsy in relation to gestational age: a meta-analytic review. Dev Med Child Neurol. 2008. 50(5):334–40. 23. Mor O, Stavsky M, Yitshak SM., Mastrolia SA, et al. Early Onset Preeclampsia And Cerebral Palsy: A Double Hit Model?. 2016. Am J Obstet Gynecol. 214(1):105.e1–105. 24. Nelson KB, Blair E. Prenatal Factors In Singletons With Cerebral Palsy Born At Or Near Term. N Engl J Med. 2015. 373:946–53. 25. Rankin J, Cans C, Garne E, Colver A, et al. Congenital Anomalies In Children With Cerebral Palsy: A Population-Based Record Linkage Study. Dev Med Child Neurol. 2010. 52.4:345–51. 26. Bonellie S, Currie D, Chalmers J. Comparison Of Risk Factors For Cerebral Palsy In Twins And Singletons. Dev Med Child Neurol. 2005. 47(09):587–91. 27. Scher AI, Petterson B, Blair E, Ellenberg JH, et al. The Risk Of Mortality Or Cerebral Palsy In Twins: A Collaborative Population-Based Study. Pediatr Res. 2002. 52(5):671– 81. 28. Oskoui M., Coutinho F, Dykeman., Jette N, at al. An Update on The Prevalence of Cerebral Palsy: a Systematic Review Meta-Analysis. Developmental Medicine and Child Neurology. 2013. 29. Grunt S, Mazenauer L, Buerki SE, Boltshauser E, et al. Incidence And Outcomes Of Symptomatic Neonatal Arterial Ischemic Stroke. 2015. Pediatrics. 135.5:e1220. 30. Costeff H. Estimated Frequency Of Genetic And Nongenetic Causes Of Congenital Idiopathic Cerebral Palsy In West Sweden. Ann Hum Genet. 2004. 68.5:515–20. 31. Gibson CS, Maclennan AH, Dekker GA, et al. Candidate Genes And Cerebral Palsy: A Populationbased Study. Pediatrics. 2008. 122.5:1079–85. 32. Gotsch F, Romero R, Kusanovic JP, et al. The Fetal Inflammatory Response Syndrome. Clin Obstet Gynecol. 2007.50. 33. Rezaie P, Dean A. Periventricular Leukomalacia, Inflammation And White Matter Lesions Within The Developing Nervous System. Neuropathology. 2002. 22.3:106–32. 34. Coq JO, Delcour M, Massicotte VS, et al. Prenatal Ischemia Deteriorates White Matter, Brain Organization, And Function: Implications For Prematurity And Cerebral Palsy. Dev Med Child Neurol. 2016. 58:7–11. 35. Pagnozzi AM, Dowson N, Doecke J, Fiori S, et al. Automated, Quantitative Measures Of Grey And White Matter Lesion Burden Correlates With Motor And Cognitive Function In Children With Unilateral Cerebral Palsy. Neuroimage Clin. 2016. 11:751–9. 15

36. Marret S, Vanhulle C, Laquirriere. Pathophysiology of Cerebral Palsy. Handbook of Clinical Neurology. 2013.Vol. 11 37. Francis F, Meyer G, Fallet BC, et al. Human Disorders Of Cortical Development: From Past To Present. Eur JNeurosci. 2006. 23: 877–893. 38. Sanger TD, Delgado MR, Deborah D, et al. Classification and Definition of Disorders Causing Hypertonia in Childhood. Pediatrics. 2003. 111.1. 39. Sankarand C, Mundkur N. Cerebral Palsy Definition, Classification, Etiology and Early Diagnosis. Indian Journal of Pediatrics. Vol.72. 2005. 40. Kumari A, Yadav S. Cerebral Palsy: A Mini Review. International Journal of Theurapeutic Applications. Vol:3. 2012. 41. Jan MMS. Assessment of the Utility of Pediatric Electroencephalography. Seizure. 2002. 11(2):99.103 42. S Ashwal,

Russman BS,

Blasco PA,

et

al. "Practice

Parameter:

Diagnostic

Assessment Of The Child With Cerebral Palsy: Report Of The Quality Standards Subcommittee

Of

The American

Academy

Of

Neurology And

The Practice

Committee Of The Child Neurology Society". Neurology. AAN Enterprises.Inc. 2004. 62.6. 851–63 43. Pavone V, Testa G. Classification of Cerebral Palsy. Department Orthopedics, University of Catania Italy. 2015. 44. Balaban B, Yasar E, Dal U, Haydar MKY, et al. The Effect Of Hinged Ankle-Foot Orthosis On Gait And Energy Expenditure In Spastic Hemiplegic Cerebral Palsy" Disability And Rehabilitation. 2007. 29.2. 139–144 45. Awaad Y, Rizk T, Svraka E. Management of Spasticity and Cerebral Palsy. In Tech. 2014. 46. Dobkins BH. The Clinical Science Of Neurologic Rehabilitation. London: Oxford University Press. 2006. 47. Coffey R, Edgar T, Francisco G, Graziani V, et al. Abrupt Withdrawal From Intrathecal Baclofen: Recognition And Management Of A Potentially Life Threatening Syndrome. 2002. Arch Phys Med Rehabil. 83:735-739. 48. Farmer JP, Sabbagh AJ. "Selective Dorsal Rhizotomies In The Treatment Of Spasticity Related To Cerebral Palsy". 2007. Child’s Nervous System 23.9: 991–1002. 49. Rogozinski BM, Davids JR, Davis RB, et al. Prevalence Of Obesity In Ambulatory Children With Cerebral Palsy. 2007. J Bone Joint Surg Am. 89:2421–6. 50. Hurvitz EA, Green LB, Hornyak JE, et al. Body Mass Index Measures In Children With Cerebral Palsy Related To Gross Motor Function Classification: A Clinic Based Study. 2008. Am J Phys Med Rehabil 87:395–403 51. Krebs NF, Himes JH, Jacobson D, Nicklas TA, et al. Assessment Of Child And Adolescent Overweight And Obesity. 2007. Pediatrics. 120:S193–228. 16

52. Araujo LA, Silva LR. Anthropometric Assessment Of Patients With Cerebral Palsy: Which Curve Are More Appropriate. 2013. J Pediatr. 89.3. 53. Day SM, Strauss DJ, Vachon PJ, et al. Growth Patterns In A Population Of Children And Adolescents With Cerebral Palsy. 2007. Dev Med Child Neurol. 49:167-71 54. Brooks J, Day S. Shavelle R., Strauss D. Low Weight, Morbidity, And Mortality In Children With Cerebral Palsy New Clinical Growth Charts. 2011. Pediatrics. 128:299307. 55. Samson FLJ, Stevenson RD. Identification Of Malnutrition Inchildren With Cerebral Palsy: Poor Performance Of Weight-Forheight Centiles. 2000. Dev Med Child Neurol. 42:162-168. 56. Welltec. Digital Skinfold Calliper. Albuquerque. 2012. P.6-20 57. Gracia IJA, Vasquez GEM, Gracia CA, et al. Assessment Of Anthropometric Indicators In Children With Cerebral Palsy According To The Type Of Motor Dysfunction And Reference Standard. 2016. Nutr Hosp. 34: 315-322 58. Scarpato E, Staiano A, Molteni M, Terrone G, et al. Nutritional assessment and intervention in children with cerebral palsy: a practical approach. 2016. University of Naples. Italy. 2-5 59. Hillesund E, Skranes J, Trygg KU, Bohmer T. Micronutrient status in children with cerebral palsy. Sorlander Hospital, Norway. 2007. 96. Pp. 1195-1198 60. Barret RS, Lichtwark GA. Gross Muscle Morphology and Structure in Spastic Cerebral Palsy: A Systematic Review. School of Physioterapy and exercise Science. Queensland Australia. 2010. 1-5. 61. Kuperminc MN, Gurka MJ, Bennis JA, Busby MG, et al. anthropometric measures: poor predictors of body fat in children with moderate to severe cerebral palsy. University of Virginia school of medicine. 2010. P824-829. 62. Stavsky M., Mor O, Mastrolia SA, at al. Cerebral Palsy-Trends in Epidemiology and Recent Development in Prenatal Mechanism of Disease, Treatment and Prevention. Front. Pediatr. 2017. 5.21 63. Hankins GDV, Speer M. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. Obstet Gynecol. 2003. 102(3):628–36.

1

Melunovic M, Hadzagic-Catibusic F, Bilalovic V, Rahmanovic S, Dizdar S. Anthropometric

Parameters of Nutritional Status in Children with Cerebral Palsy. Mater Sociomed. 2017;29(1):68-72. 17

18

Related Documents

Pustaka
June 2020 19
Sari Mulyana
November 2019 27
Meidiana Sari
November 2019 29
Sari La
June 2020 15
Sari Usaha.doc
June 2020 16

More Documents from "Yudi Suparta"