SATUAN ACARA PEMBELAJARAN STUNTING
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2019
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
Bidang Studi :
Keperawatan Komunitas 2
Topik
:
Stunting
Sub topik
:
Mengenal Stunting
Sasaran
:
Seluruh Warga RW 15
Tempat
:
Posyandu RW 15
Hari/Tanggal :
4 April 2019
Waktu
1 x 60 menit
:
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Pada akhir proses penyuluhan, seluruh warga di RW 15 dapat memahami dan mampu melakukan perawatan serta pencegahan stunting pada anak.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti penyuluhan tentang stunting pada seluruh warga di RW 15, masyarakat mampu: 1. Menyebutkan pengertian stunting 2. Menyebutkan tanda dan gejala stunting 3. Menyebutkan faktor resiko stunting 4. Menyebutkan akibat stunting 5. Menyebutkan penanganan stunting 6. Menyebutkan cara pencegahan stunting 7. Memodifikasi lingkungan 8. Menyebutkan kembali pentingnya penggunaan pelayanan kesehatan
SASARAN Seluruh warga di RW 15
MATERI 1. Pengertian Stunting Stunting adalah bentuk gangguan pertumbuhan linear yang terjadi terutama pada anak-anak. Stunting merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/ 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, menyebutkan bahwa stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Z-score untuk kategori pendek adalah -2 standar deviasi (SD) sampai dengan <-3 SD dan sangat pendek adalah <- 3 SD (Kemenkes RI, 2010). Stunting (pendek) adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur diukur dengan dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Menurut World Health Organization (WHO) (2014) dalam Global Nutrition Targets 2025, stunting dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel yang sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan.
2. Tanda Dan Gejala Stunting Tanda dan gejala stunting yang perlu diketahiu antara lain ( Kementrian Kesehatan, 2018)): a. Anak memiliki tubuh lebih pendek dari anak seusianya. b. Proporsi tubuh yang cenderung normal namun anak terlihat lebih kecil dari usianya. c. Berat badan yang rendah untuk anak seusianya. d. Pertumbuhan tulang anak yang tertunda. 3. Faktor Resiko Stunting a) Faktor risiko riwayat berat badan lahir rendah Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tim Studi Kasus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, berat badan lahir rendah
ternyata tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Namun, berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stunting pada masa balita. Bahkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut Ayastami berat badan lahir rendah merupakan faktor utama dari kejadian stunting pada anak umur 12-23 bulan di seluruh wilayah Indonesia. Melihat fakta bahwa terjadinya stunting memang dipengaruhi oleh 1000 hari pertama kehidupan, maka kita harus hati-hati dan segera melakukan perbaikan gizi ya jika berat badan lahir bayi rendah! b) Faktor risiko tingkat perekonomian keluarga Penelitian di Tanzania (dilansir dari Prevalence and determinants of stunting in under five children in central Tanzania, BMC Public Health) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat ekonomi atau kesejahteraan keluarga dengan kejadian stunting pada anak di bawah lima tahun. Faktor pemerataan ekonomi pada sebuah negara ternyata tidak hanya berdampak pada satu faktor saja ya, pastinya dengan tingkat kesejahteraan keluarga yang baik maka pemenuhan gizi seimbang akan tercukupi. c) Faktor risiko tingkat kecukupan energy Salah satu faktor terjadinya stunting adalah terpenuhinya status gizi balita. Semakin tinggi tingkat kecukupan energi maka semakin baik status gizi balita tersebut. (Solihin RDM dalam bukunya Penelitian Gizi dan makanan, 2013(1) : 62-72). d) Faktor risiko tingat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein memiliki hubungan yang erat dengan kejadian stunting. Karena jumlah balita yang kecukupan proteinnya rendah paling banyak pada balita stunting. Balita normal umumnya memiliki tingkat kecukupan protein dalam tubuhnya, sedangkan balita stunting tidak terpenuhi kebutuhan proteinnya dengan baik (Hasil Uji chi square yang dilakukan oleh Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP). e) Faktor risiko perilaku hidup bersih Hidup bersih adalah salah satu kunci menuju hidup yang sehat. Karena dengan mengedepankan kebersihan, maka akan memperkecil angka infeksi yang terjadi pada tubuh kita dan balita tentu saja. Infeksi juga berkaitan erat dengan imunitas tubuh kita yang ditopang oleh gizi yang seimbang. Tentu saja
dengan kebersihan ini akan membantu tubuh kita memiliki imunitas tinggi yang dapat mencegah infeksi apapun menyerang tubuh kita.
4. Akibat Stuntiang Masalah stunting pada balita perlu mendapat perhatian khusus karena dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak (Kusuma dan Nuryanto, 2013). Hal ini disebabkan oleh adanya keterlambatan kematangan selsel saraf terutama dibagian cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik (Levitsky DA 1995 dalam Susanty dan Margawati 2012). Perkembangan motorik merupakan aspek perkembangan yang penting karena berkaitan dengan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif inilah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Gamayanti IL 2010 dalam Susanti dan Margawati 2012). Stunting berkaitan dengan peningkatan resiko kesehatan dan kematian serta terhambatnya pertumbuahan kemampuan motorik dan mental (Purwandini 2013 dalam Kusuma dan Nuryanto, 2013). Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degenerative di kemudian hari (Anugraheni H, 2012). Anak stunting rentan terhadap penyakit infeksi sehingga beresiko mengalami penurunan kualitas belajar (Yunitasari.L, 2012). Stunting juga meningkatkan resiko obesitas, karena orang dengan tubuh pendek berat badan idealnya juga rendah. Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja dapat menjadikan indeks massa tubuh (IMT) orang tersebut naik melebihi batas normal. Keadaan overweight dan obesitas yang terus berlangsung lama akan meningkatkan risiko kejadian penyakit degeneratif (Anugraheni H, 2012). Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak dini terus menunjukkan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk jika dibandingkan dengan anak-anak yang bertubuh normal hingga usia 12 tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku, lebih terhambat, dan kurang perhatian serta lebih menunjukkan gangguan tingkah laku (conduct disorders) (Manary, M.J. & Solomons, N.W, 2008). Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya kemampuan motorik dan mental. Balita yang mengalami stunting
memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degenerative di masa mendatang (Anugraheni H, 2012). Hal ini dikarenakan anak stunting juga rentan terhadap penyakit infeksi sehingga beresiko mengalami penurunan kualitas belajar di sekolah dan berisiko lebih sering absen (Yunitasari L. 2012) Kondisi stunting pada masa balita dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif, dan psikomotor serta penurunan produktifitas ketika dewasa (Milman dkk 2011 dalam Nasikhah 2012). Menurut UNICEF (2012), studi menunjukkan bahwa kinerja pendidikan yang buruk, penurunan lama pendidikan , penurunan pendapatan ketika dewasa semuanya dapat dikaitkan dengan anak-anak muda yang bertubuh pendek (stunting). Menurut, kelompok wanita pendek terbukti melahirkan 46,7% bayi pendek (Bappenas 2011). Karena itu masalah gizi intergenerasi ini perlu mendapat perhatian karena telah terbukti mempengaruhi kualitas bangsa. Stunting juga meningkatkan risiko obesitas, karena orang dengan tubuh pendek berat badan idealnya juga rendah. Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bias menjadikan indeks massa tubuh (IMT) orang tersebut naik melebihi batas normal. Keadaan overweight yang terus berlangsung lama akan meningkatkan risiko kejadian penyakit degeneratife (Anugraheni H. 2012). Perawakan pendek (stunting) mengakibatkan meningkatnya risiko penyakit metabolik seperti diabetes tipe II pada usia remaja (Kimani Murage, dkk, 2010 dalam Kadek Wini Mardewi, 2014). Kondisi ini juga mengganggu perkembangan kognitif, rendahnya tingkat pendidikan yang diperoleh serta rendahnya pendapatan (Cheung dan Asorn, 2009 dalam Kadek Wini Mardewi, 2014). Prevalensi infeksi menjadi meningkat akibat imunitas yang menurun, mengalami defisit fisik dan fungsional. Perawakan pendek pada masa anak-anak akan menetap pada masa dewasa sehingga dapat menurunkan kapasitas kerja dan kualitas kerja (Senbanjo, dkk.2010 dalam Kadek Wini Mardewi, 2014). Stunting menyebabkan cacat kognitif jangka panjang, prestasi yang buruk di sekolah, produktifitas ekonomi saat dewasa yang lebih rendah, dan peningkatan resiko stunting ke generasi berikutnya (Victoria CG et all, 2008 dalam Andrew J, 2014).
5. Penanganan stunting
6. Cara pencegahan Stunting Meskipun stunting berisiko mengganggu tumbuh kembang si kecil, bukan berarti hal ini tidak dapat dicegah. a)
Penuhi Kebutuhan Gizi Selama Masa Kehamilan Pencegahan terhadap stunting perlu dilakukan sedini mungkin, yaitu dimulai saat Ibu tengah mengandung. Lembaga kesehatan Milenium Challenge Accont (MCA)-Indonesia menyarankan Ibu hamil memastikan kebutuhan gizinya terpenuhi, terutama asupan zat besi. Untuk itu, sebaknya di masa kehamilan Ibu mengonsumsi makanan bergizi. Bila perlu, Ibu juga dapat mengonsumsi suplemen zat besi sesuai anjuran dokter. Di trimester kehamilan Ibu membutuhkan sekitar 30-60 mg zat besi agar kesehatan Bumil dan janin senantiasa terjaga. Selain itu, Ibu disarankan melakukan cek kesehatan secara rutin ke bidan atau dokter untuk memastikan kondisi kesehatan kehamilan (Nabila, I, 2018).
b)
Beri ASI Eksklusif Hingga Si Kecil Berusia 6 Bulan Ahli nutrisi dari University of Hohenheim, Jerman, Veronika Scherbaum, mengungkapkan bahwa ASI punya peran penting dalam mencegah stunting. Hal ini disebabkan karena ASI memiliki kandungan gizi makro dan mikro yang dapat mencukupi kebutuhan Si Kecil di bawah usia enam bulan. Kadungan gizi dalam ASI yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Disebutkan juga bahwa kandungan protein whey dan kolostrum di dalam ASI dapat membantu memperkuat daya tahan tubuh Si Kecil terhadap penyakit. Berdasarkan survei yang dilakukan di India dan Haiti, Ibu yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) di satu jam pertama setelah kelahiran memiliki risiko stunting lebih rendah. Ini menjadi salah satu dasar mengapa bidan atau tenaga kesehatan menyarankan para Ibu untuk mendukung proses IMD (DEPKES, 2013).
c)
Pastikan Asupan Gizi Si Kecil 6 Bulan ke Atas Terpenuhi dengan MPASI Setelah berusia enam bulan, kebutuhan gizi Si Kecil tentunya makin bertambah. ASI saja belum cukup untuk memenuhi asupan gizi hariannya. Oleh sebab itu, Ibu perlu menyiapkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang mengandung zat gizi makro dan mikro untuk membantu kurangi
risiko stunting. WHO merekomendasikan fortifikasi (penambahan nutrisi ke dalam makanan) sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan nutrisi Si Kecil. Perlu juga diingat bahwa semua zat gizi penting untuk pertumbuhan, terutama protein, dan mikronutrien antara lain zinc, yodium, zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, asam folat. Kebutuhan energi harus tercukupi agar protein tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh tubuh dan bisa digunakan untuk pertumbuhan. Selain jumlah yang cukup, perlu diperhatikan kualitas dan keberagaman jenisnya agar zat gizi yang terdapat dalam makanan lengkap sesuai kebutuhan (Ayu, W., 2019). d)
Pantau Pertumbuhan Si Kecil Anak yang mengalami stunting, secara fisik memiliki postur tubuh yang lebih pendek dari anak seusianya. Karena itu, penting bagi Ibu untuk memantau pertambahan tinggi dan berat badan Si Kecil secara rutin di Posyandu atau klinik khusus anak. Tujuannya agar Ibu dapat mengetahui lebih awal apakah Si Kecil mengalami gangguan pertumbuhan (Nabila, I, 2018).
e)
Jaga Kebersihan Lingkungan Ini juga jadi hal yang perlu Ibu perhatikan untuk mendukung tumbuh kembang Si Kecil. Kondisi kebersihan lingkungan yang tidak terjaga bisa menjadi tempat kuman penyebab penyakit untuk berkembang biak. Hal ini tentu dapat memperbesar risiko anak terinfeksi berbagai penyakit, seperti diare. Menurut hasil studi dari Harvard Chan School, diare merupakan faktor ke-tiga penyebab stunting pada anak. Bahkan organisasi kemanusiaan internasional beberapa usia limaularan melalui kontak fisik dari anak pastikan lingkungan rumah dan sekitarnya, dalam keadaan bersih, ya (Nabila, I, 2018).
7. Modifikasi lingkungan Penerapan STBM dilakukan dalam 5 pilar; a) Stop buang air besar sembarangan; b) Cuci tangan pakai sabun; c) Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga; d) Pengamanan sampah rumah tangga; dan e) Pengamanan limbah cair rumah tangga.
8. Pentingnya memanfaatkan pelayanan keehatan Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan penambahan pengetahuan yang diperutukkan bagi masyarakat melalui penyebaran pasien tujuan kegiatan penyuluhan kesehatan yaitu untuk mencapai tujuan hidup sehat dengan cara mempengaruhi prilaku masyarakat baik itu secara individu atau pun kelompok dengan menyampaian pasien. Penyuluhan kesehatan merupakan gabungan dari berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar sehingga harapannya dengan adanya penyuluhan kesehatan dapat membuat masyarakat lebih sadar akan pentingnya pola kehidupan yang sehat. Sasaran penyuluhan kesehatan yaitu mencakup individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu biasanya dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan. Materi atau pasien yang disampaikan dalam penyuluhan kesehatan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sehingga materi atau pesan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Untuk menyampaikan pesan atau materi penyuluhan kesehatan biasanya bahasa yang digunakan ialah bahasa yang mudah dimengerti sehingga tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran atau objek penyuluhan kesehatan. Media merupakan salah satu sarana yang penting dalam penyuluhan kesehatan. Media yang biasanya digunakan dalam penyuluhan kesehatan seperti media cetak, media elektronik dan media luar ruang. Pentingnya fasilitas kesehatan yaitu untuk mengatasi Stunting seperti penyebab dan cara penanganannya secara mandiri, keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan secara tepat
METODE 1. Ceramah 2. Tanya Jawab
MEDIA
Leaflet dan ppt
KRITERIA EVALUASI Struktur -
Pembuatan LP pendidikan kesehatan tentang stunting telah selesai dan dikonsultasikan
-
Lembar balik dan leaflet tentang stunting
-
Mahasiswa sudah berkoordinasi dengan Bapak ketua RW 15, ibu-ibu PKK dan warga RW 15 sebelum waktu pelaksanaan
Proses -
Mahasiswa melakukan kegiatan penyuluhan tentang stunting sesuai rencana
-
Waktu acara sesuai jadwal
-
Mahasiswa mempergunakan teknik komunikasi terapeutik: melibatkan keluarga dalam berdiskusi, memberikan kesempatan masyarakat untuk bertanya dan menggunakan teknik focusing
-
Peserta aktif mendengarkan & bertanya selama penyuluhan dan demonstrasi
Hasil -
50 % peserta dapat menyebutkan pengertian stunting
-
50 % peserta dapat menyebutkan tanda dan gejala stunting
-
50 % peserta dapat menyebutkan factor resiko stunting
-
50 % peserta dapat menyebutkan Akibat, penanganan, cara pencegahan stunting
-
50 % peserta dapat menyebutkan modifikasi lingkungan
-
50 % peserta dapat menyebutkan kembali pentingnya penggunaan pelayanan kesehatan
KEGIATAN PENYULUHAN NO
WAKTU
KEGIATAN PENYULUH
1.
5
Pembukaan :
Menit
Membuka
kegiatan
KEGIATAN PESERTA
dengan
Menjawab salam
mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Mendengarkan
Kontrak waktu
Memperhatikan
Menjelaskan tujuan dari kegiatan yang
Memperhatikan
pengertian
Memperhatikan
baik
Memperhatikan
akan dilakukan (penyuluhan)
Menyebutkan
materi
yang
akan
diberikan 2.
30
Pelaksanaan :
menit
Menjelaskan
tentang
penyakit Stunting
Menjelaskan
tentang
hal-hal
penyebab, tanda-tanda dan gejala, akibat dari Stunting
Menjelaskan faktor resiko penyebab
Bertanya
Stunting
pertanyaan yang diajukan
Menjelaskan cara pencegahan dan
Memperhatikan
dan
menjawab
penanganan akibat Stunting
Menjelaskan lingkungan
cara
memodifikasi
untuk
menghindari
penyebab Stunting
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
3.
10
Evaluasi :
menit
Menanyakan kepada peserta tentang
Menjawab pertanyaan dan dapat
materi yang telah diberikan, dan
menyebutkan pengertian serta
reinforcement kepada ibu/bapak yang
penanganan Stunting
dapat menjawab pertanyaan.
4.
5
Terminasi :
menit
Mengucapkan terimakasih atas peran
Mendengarkan
serta peserta.
Mengucapkan salam penutup
Menjawab salam
Kontrak
waktu
untuk
Kegiatan
Penyuluhan selanjutnya
PENGORGANISASIAN 1. Pengorganisasian Sebelum Acara Ketua pelaksana : Yoannita Suryani Sekretaris
: Rosita & Cica Yuliani
Bendahara
: Siti Ahsanunadiyya
2. Pengorganisasian Saat Acara Divisi acara
: Eka Suci Pitrianti
Divisi humas
: Nanda Putri Pertiwi & Iis Nuryani
Divisi konsumsi : Rani Khairani & Fauziah Mufidah Divisi logistik
: Nabila Siti Zhahrah & Amalia Lisnawaty
Divisi PDD
: Aurora Trika Sari
Pemateri
: Ina Nur’aini Hidayah & Sindi Novitasari
Pembawa acara
: Syifa Annisa Zakirah
Observer
: Tania Lestarini
DAFTAR PUSTAKA Anugraheni, Hana Sofia & Marta Irne K. 2012. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36 bulan Di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Journal of nutrition collage, Vol 1 no 1 2012 http://e-journals1.undip.ac.id.pdf Ayu, W. 2019. Pentingnya Asupan Gizi Untuk Pencegahan Stunting. Diakses dari http://www.ui.ac.id/berita/pentingnya-asupan-gizi-untuk-pencegahan-stunting.html pada tanggal 3 April 2019 pukul 13.09 WIB. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Depkes RI 2010 Sistem Kesehatan Nasional Kementrian Kesehatan RI. 2018. Warta Kesmas Cegah Stunting Itu Penting edisi 02. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Kemenkes RI. 2016. Situasi Balita Pendek. 2016. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Nabila, I. 2018. Cegah Stunting Sejak Dini Dengan Mencukupi Kebutuhan Gizi Si Kecil. Diakses
dari
https://www.awalsehat.nestle.co.id/cegah-stunting-sejak-dini-dengan-
mencukupi-kebutuhan-gizi-si-kecil pada tanggal 3 April 2019 Pukul 11.34 WIB. World Health Organization. World Health Statistics 2012 [internet]: Risk Factors. Geneva: WHO
Library
Cataloguing
in
Publication
Data;
2012
Available
from:
http://www.apps.who.int Wiwien
Fitrie.
(2016).
Faktor
risiko stunting pada
anak.
Di
Unduh
dari
file:///C:/Users/user/Downloads/16323-39616-1-SM%20(1).pdf pada tanggal 03 April 2019