Sap Ggal Nafas.docx

  • Uploaded by: Apr
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sap Ggal Nafas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,148
  • Pages: 16
SATUAN ACARA PENYULUHAN GAGAL NAFAS

Disusun Oleh : Kelompok V Anggi Ellijayanti Aprian Riani Sari

: 15142010 : 1514201003

Bagoes Adithia W.

: 15142010

Fitriyani

:15142010

Lusia Lovelinda

:15142010

Nadia Sagita G

:15142010

Suwi Handasih

:15142010

Sri Wahyuni F

:15142010

Blok Kegawatdaruratan II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI TAHUN 2019

SATUAN ACARA PENULUHAN Pokok Bahasan

: Gagal Nafas

Sub Pokok Bahasan

: 1. Pengertian Gagal Nafas 2. Penyebab Gagal Nafas 3. Tanda Dan Gejala Gagal Nafas 4. Komplikasi Gagal Nafas 5. Cara Pengobatan Gagal Nafas

Sasaran

: Masyarakat

Waktu

: 30 menit

Hari/tgl

: Kamis, 04 April 2019

Tempat

: Aula Balai Desa Pakuan Baru

A. Tujuan Intruksional umum Setelah mengikuti penyuluhan pasien dan keluarga pasien mampu memahami tentang penyakit Gagal Nafas

B. Tujuan intruksional khusus : Setelah melakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30, diharapkan klien dapat 1.

Menjelaskan pengertian Gagal Nafas

2.

Menjelaskan penyebab Gagal Nafas

3.

Menjelaskan tanda dan gejala Gagal Nafas

4.

Menjelaskan Komplikasi Gagal Nafas

5.

Menjelaskan cara pengobatan Gagal Nafas

C. Materi penyuluhan 1.

Menjelaskanpengertian Gagal Nafas

2.

Menjelaskan penyebab Gagal Nafas

3.

Menjelaskan tanda dan gejala Gagal Nafas

4.

Menjelaskan Komplikasi Gagal Nafas

5.

Menjelaskan cara pengobatan Gagal Nafas

D. Metode Persentasi, dan Tanya jawab E. Media Leaflet, LCD, Laptop F. Setting Tempat Keterangan: : pembimbing

:

: ketua pelaksana : penyaji : moderator : observer : masyarakat : dokumentasi : fasilitator : bergerak

G. Kegiatan Penyuluhan No

Waktu Kegiatan Penyebab

Kegiatan Peserta

1.

5 menit

1. Menjawab

Pembukaan : 1.

2.

3.

Membuka

kegiatan

Pelaksana moderator

salam

dengan mengucapkan

2. Mendengarakan

salam

3. Memperhatikan

Memperkenalkan diri

4. Memperhatikan

dan anggota kelompok

5. Memperhatikan

Menyampaikan kontrak waktu

4.

Menyebutkan yang

materi akan

disampaiakan 5.

Menyampaikan tujuan dan penyuluhan

2.

15

Pelaksanaan :

menit

1. Apersepsi materi

1. Mendengarkan dan menjawab.

2. Menjelaskan:

2. Memperhatikan.

a. Menjelaskan pengertian

Bertanya. Gagal

Nafas b. Menjelaskan Penyebab

Gagal

Nafas c. Menjelaskan Tanda dan gejala Gagal Nafas d. Menjelaskan Komplikasi Gagal Nafas e. Menjelaskan

cara

Penyaji

pengobatan Gagal Nafas 3. Memberikan kesempatan

kepada

audience untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti.

3.

5 menit

Evaluasi :

Menjawab

Moderator

Terminasi :

1. Memperhatikan

Moderator

1. Mengucapakan

2. Menjawab

1. Menanyakan

kembali

mengenai materi yang telah diberikan. 4.

5 menit

terimakasih atas peran

salam

serta audience. 2. Mengucapakan

salam

penutup. 3. Memberikan

reward

kepada audience.

H. Pengorganisasian 1.

Ketua pelaksana : Tugas : a. Bertanggung jawab terhadap berlangsungnya acara, sejak perencanaan, pertemuan, persiapan, pelaksanaan sampai evaluasi dan pelaporan. b. Mengkoordinasikan pertemuan.

2. Moderator : Tugas : a. Membuka acara b. Menjelaskan tujuan pertemuan c. Membuat kontrak waktu d. Memimpin dan mengarahkan demonstrasi e. Menutup acara

3. Penyaji : Tugas : a. Menyajikan materi kepada audiens

4. Observer : Tugas : a. Bertanggung jawab untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. b. Mengamati proses pelaksanaan dari awal sampai akhir. c. Membuat laporan hasil penyuluhan.

5. Fasilitator : Tugas : a. Memfasilitasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya musyawarah.

6. Dokumentasi : a. Mendokumentasikan pelaksanaan acara penyuluhan.

I.

KRITERIA HASIL 1. Evaluasi Struktur a. Media dan alat sesuai dengan perencanaan. b. Peran dan fungsi masing-masing sesuai yang direncanakan. c. Setting tempat sesuai yang direncanakan.

2. Evaluasi proses a. Pelaksanaan kegiatan sesuai waktu yang direncanakan. b. Peserta mengikuti penyuluhan dengan baik. c. Peserta tidak ada yang meninggalkan tempat selama proses penyuluhan.

3. Evaluasi hasil a. Masyarakat yang hadir mengetahui pengertian gagal nafas b. Masyarakat yang hadir mengetahui penyebab gagal nafas c. Masyarakat yang hadir mengetahui tanda dan gejala gagal nafas d. Masyarakat yang hadir mengetahui komplikasi gagal nafas e. Masyarakat yang hadir mengetahui cara pengobatan gagal nafas

MATERI GAGAL NAFAS A. Pengertian Gagal Nafas Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbondi oksida arteri), dan asidosis.

Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana system respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.

Gagal nafas akut adalah ketidakmampuan system pernafasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan selsel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal (Zulkifli,2006)

B. Penyebab Gagal Nafas Penyebab gagal nafas akut biasanya tidak berdiri sendiri dan merupakan kombinasi dari beberapa keadaan dimana penyebab utamanya adalah : 1. Gangguan Ventilasi Obstruksi akut, misalnya disebabkan fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink atau oedem larink. Obstruksi kronis, misalnya pada emfisema, bronkritis kronis, asma, bronkiektasis, terutama yang disertai sepsis. Penurunan compliance, compliance paru atau toraks, efusi pleura, edema paru, atelektasis, pneumonia, kiposkoloisis, patah tulang iga, pasca operasi toraks/ abdomen, peritonitis, distensi lambung, sakit dada, dan sebagainya.

Gangguan neuromuskuler, misalnya pada polio, “guillain bare syndrome”, miastenia grafis, cedera spinal, fraktur servikal, keracuan obat/ zat lain. Gangguan / depresi pusat pernafasan, misalnya pada penggunaan obat narkotik / barbiturate/ trankuiliser, obat anestesi, trauma / infak otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat dan sebagainya.

2. Gangguan Difusi Alveoli Kapiler Oedem paru, ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, “post perfusion syndrome”, tumor paru, aspirasi.

3. Gangguan Kesimbangan Ventilasi Perfusi (V/Q Missmatch) a. Peningkatan deadspace (ruang rugi) misalnya pada trombo emboli, enfisema, bronchektasis dsb b. Peninggian “intra alveolar shunting”, misal pada atelektasis, ARDS, pneumonia edema paru, dan lain sebagainya.

C. Tanda dan Gejala Gagal Nafas 1. Gagal nafas total a. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. b. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi c. Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan 2. Gagal nafas parsial a. Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan wheezing. b. Ada retraksi dada 4. Gejala hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2) a. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun

D. Komplikasi Gagal Nafas 1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks). 2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan infark miokard akut. 3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas. 4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal). 5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis. 6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa. 7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral dan parenteral. (Alvin Kosasih, 2008:34)1

E. Pengobatan Gagal Nafas Pengobatan Gagal nafas akut diarahkan pada terapi khusus yang mendukung fungsi oksigenasi dan ventilasi dari paru-paru sampai dapat pulih dari akibat buruk disfungsi paru. Tiga prinsip utama dalam pengelolaan kegagalan pernafasan akut yaitu : 1. koreksi hipoksemia arteri, 2. penghapusan kelebihan karbon dioksida, dan 3. penyediaan jalan napas atas yang paten yaitu Oksigen tambahan Gagal napas hiperkapni berarti adanya hipoventilasi alveolar, tatalaksana suportif bertujuan memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal, hingga penyakit

dasar dapat

diobati.

Gagal

napas

hipoksemi

memerlukan

suplementasi oksigen sebagai terapi terpenting. Walaupun umumnya tidak didapatkan hiperkapni, tetapi dapat terjadi karena beban kerja pernapasan menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas hipoksemi harus diatasi, terutama jika pneumoni, sepsis, anemia berat, serta curah jantung yang adekuat harus dipertahankan.

1. Jalan napas Pada semua pasien dengan gangguan pernapasan, harus dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan untuk insersi jalan napas artifisial, seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat dan risikonya. Risiko jalan napas artifisial ialah trauma insersi, trauma orofaring atau nasofaring karena penekanan kronik, kerusakan trakea (erosi, trakeomalasia), gangguan respon batuk, risiko aspirasi meningkat, gangguan fungsi mukosiliar, risiko infeksi meningkat, tak dapat berbicara, meningkatnya resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan jalan napas artifisial ialah dapat melintasi obstruksi jalan napas atas, menjadi jalur pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi

ventilasi

tekanan

positif

dan

PEEP,

memfasilitasi

penyedotan sekret, dan jalur untuk bronkoskopi fiberoptik. Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik adalah: 1. Secara fisiologis: hipoksemi menetap setelah pemberian oksigen, PCO2 > 55 mmHg dengan pH < 7,25, kapasitas vital < 15 mL/kg dengan penyakit neuromuskular. 2. Secara klinis: perubahan status mental dengan gangguan proteksi jalan napas, gangguan repirasi dengan ketidakstabilan hemodinamik, obstruksi jalan napas atas, sekret yang banyak yang tidak dapat dikeluarkan oleh pasien dan membutuhkan penyedotan. 2. Oksigen Besarnya oksigen tambahan yang diperlukan tergantung pada mekanisme hipoksemi, tipe alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang diperlukan, potensi efek samping oksigen pada konsentrasi yang berbeda-beda, dan ventilasi semenit pasien. Karena oksigen konsentrasi tinggi merusak paru, harus diupayakan untuk meminimalkan jumlah dan lama terapi oksigen.

3. Bronkodilator Bronkodilator mempengaruhi langsung terhadap kontraksi otot polos, tetapi beberapa mempunyai efek tidak langsung terhadap edema dan inflamasi.

4. Agonis beta-adrenergik/simpatomimetik Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan parenteral atau oral. Untuk efek bronkodilatasi yang sama, efek sampingnya sangat berkurang, sehingga dosis yang lebih besar dan lebih lama dapat diberikan. Peningkatan dosis dan frekuensi pemberian sering kali dibutuhkan. Pemilihan jenis obat didasarkan pada potensi, efikasi, kemudahan pemberian dan efek samping. Diantara yang tersedia adalah albuterol, metaproterenol, terbutalin. Epinefrin tidak digunakan karena tidak spesifik terhadap reseptor α2, juga tidak menunjukan kelebihan dalam mengatasi bronkospasme. Agonis beta-adrenergik kerja lama (LABA), berguna untuk penggunaan

kronik

seperti

mencegah

bronkospasme,

tetapi

tidak

direkomendasikan untuk serangan bronkospasme akut.

5. Antikolinergik Respon bronkodilator terhadap obat antikolinergik (parasimpatolitik) tergantung pada derajat tonus parasimpatis instrinsik. Antikolinergik direkomendasikan terutama untuk bronkodilatasi pasien dengan bronkitis kronik. Pada gagal napas, antikolinergik harus selalu dikombinasikan dengan agonis beta-adrenergik. Ipatropium bromide tersedia dalam bentuk MDI (metered-dose-inhaler) atau larutan untuk nebulisasi. Efek samping seperti takikardi, palpitasi dan retensi urin jarang terjadi. 6. Teofilin Teofilin kurang kuat sebagai bronkodilator dibandingkan agonis betaadrenergik. Mekanisme kerjanya melalui inhibisi kerja fosfodiesterase pada siklik AMP (cAMP), translokasi kalsium, antagonis adenosin, stimulasi reseptor beta-adrenergik dan aktivitas anti-inflamasi. Efek sampingnya

antara lain takikardi, mual, muntah, aritmi, hipokalemi, perubahan status mental dan kejang. 7. Kortikosteroid Kortikosteroid berfungsi untuk menurunkan inflamasi jalan napas. Kortikosteroid aerosol kurang baik distribusinya pada gagal napas akut, dan hampir selalu digunakan preparat oral atau parenteral. Kortikosteroid inhalasi sangat jarang menimbulkan efek samping sistemik kecuali batuk karena provokasi bronkospasme. Kortikosteroid yang lebih kuat mempunyai efek samping jangka panjang pada pertumbuhan, osteoporosis dan perkembangan katarak. Penggunaan kortikosteroid bersama-sama dengan obat penghambat neuromuskular non-depolarisasi telah dihubungkan dengan kelemahan otot yang memanjang dan menimbulkan kesulitan weaning. Efek samping kortikosteroid parenteral adalah hiperglikemi, hipokalemi, retensi natrium dan air, miopati steroid akut, gangguan sistem imun, kelainan psikiatrik, gastritis dan perdarahan gastrointestinal. 8. Ekspektoran dan nukleonik Obat mukolitik dapat diberikan langsung pada sekret jalan napas, terutama pada pasien dengan ETT. Kalium yodida oral mungkin berguna untuk meningkatkan volume dan menipiskan sputum yang kental. Larutan NaCl 0,9% 3-5ml, larutan salin hipertonik, dan natrium bikarbonat hipertonik dapat diteteskan sebelum penyedotan (suctioning). 9. Ventilasi Mekanik a. Ventilasi mekanik Konvensional Ventilasi mekanik meningkatkan ventilasi semenit dan menurunkan ruang

rugi. Pendekatan ini

adalah

pengobatan

utama

untuk

hiperkapni akut dan hipoksemi berat. Strategi utama untuk ventilasi mekanik

harus menghindari

tekanan tinggi puncak inspirasi

dan

optimalisasi perekrutan paru-paru. Pada orang dewasa dengan ARDS,

strategi untuk memberikan

volum tidal yang rendah (6 mL/kg) dengan tekanan

akhir

ekspirasi

positif

(PEEP)

mengoptimalisasikan menawarkan manfaat

kelangsungan hidup lebih besar dibandingkan dengan volum tidal yang tinggi (12 mL/kg). Menurut strategi hiperkapni ARDS, CO2 arteri diperbolehkan meningkat sampai 100 mmHg namun pH darah dipertahankan lebih dari 7,2 dengan cara pemberian larutan buffer intravena. Hal dilakukan untuk membatasi

ini

tekanan udara inspirasi kurang dari

35 cmH2O. PEEP harus diterapkan ke titik di atas tekanan infleksi seperti pada distensi alveolar dipertahankan sepanjang siklus ventilasi. Ventilasi mekanik konvensional mengoptimalkan rekrutmen paruparu, meningkatkan tekanan rata-rata

jalan napas dan

kapasitas

residu fungsional, dan mengurangi atelektasis diantara siklus napas.

b. Ventilasi mekanik non konvensional a) Inverse ratio ventilation Selama ventilasi tekanan positif, fase inspirasi memanjang pada fase ekspirasi yang berlebih. Hal ini memperbaiki tekanan ratarata jalan napas dan memperbaiki oksigenasi selama penyakit paru-paru

akut yang berat. Ini adalah pola nonfisiologi untuk

bernafas, sehingga pasien tersebut diberi sedasi berat. b) Airway pressure release ventilation (APRV) APRV adalah bentuk yang relatif baru dari inverse ratio ventilation yang menggunakan suatu rangkaian aliran gas secara kontinyu. Metode ini memungkinkan pasien untuk bernapas secara spontan sepanjang siklus ventilasi. APRV menerapkan dengan CPAP mempromosikan menghasilkan

tekanan napas kontinyu (P high) identik

untuk mempertahankan perekrutan alveolar. fase

tekanan

volum paru-paru dan Selain itu, siklus waktu

yang lebih rendah untuk

meningkatkan ventilasi. Studi eksperimental dan klinis dengan APRV menunjukkan perbaikan dalam pertukaran gas, curah

jantung,

dan

aliran

darah sistemik.

Beberapa

data menunjukkan

pengurangan

penggunaan obat penenang dan penghambat neuromuskular. c) High-frequency oscillatory ventilation (HFOV) HFOV menggabungkan volum tidal rendah dengan frekuensi lebih dari 1 Hz untuk meminimalkan efek dari tekanan puncak dan tekanan rata-rata jalan napas. HFOV telah terbukti bermanfaat dalam

pengobatan sindrom

kebocoran udara terkait dengan cedera paru-paru akut neonatal dan pediatrik.

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2001. Bukusaku Patofisiologi. Edisi bahasa Indonesia. Jakarta : EGC Reksoprodjo Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara Anonim.(2012). Asuhan Keperawatan Gagal Napas. www.ilmukeperawatan.com. Diakses tanggal 18 Januari 2012. Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta.

Related Documents

Sap Ggal Nafas.docx
November 2019 0
Sap
June 2020 69
Sap
November 2019 86
Sap
June 2020 67
Sap
November 2019 82
Sap
November 2019 80

More Documents from "api-3850485"