Sap Dhf 1.docx

  • Uploaded by: rafidah azizah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sap Dhf 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,260
  • Pages: 18
SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYULUHAN KESEHATAN PADA PASIEN DAN KELUARGA MENGENAI PENCEGAHAN PENYAKIT DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) DI RUANG ROSELLA 2 RSUD DR. SOETOMO

Disusun oleh: Kelompok 12

1.

Dwi Astutik

131711123078

2.

Rafidah Azizah

131711123079

3.

Munali

131711123074

4.

Ribka Putri Sholecha

131711123070

5.

Maria Evarista Sugo

131711123059

6.

Zahrotul Fitria Suryawan

131411131076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2019

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYULUHAN KESEHATAN PADA PASIEN DAN KELUARGA MENGENAI PENCEGAHAN PENYAKIT DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) DI RUANG ROSELLA 2 RSUD DR. SOETOMO

Sasaran

: Pasien dan keluarga di ruang Rosella 2 RSUD DR. Soetomo

Hari/Tanggal : Kamis/21 Februari 2019 Tempat

: Ruang Rosella 2 RSUD DR. Soetomo

Waktu

: Pukul 07.00 - 08.00 WIB (60 menit)

Pelaksana

: Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNAIR

I. Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum Setelah mendapat penyuluhan selama 60 menit, pasien dan keluarga di ruang Rosella 2 RSUD DR. Soetomo dapat menambah pengetahuan tentang penyakit DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) dan cara pencegahannya sedini mungkin. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mendapat penyuluhan,pasien dan keluarga dapat : 1. Mengetahui definisi penyakit DHF 2. Mengetahui penyebab penyakit DHF 3. Mengetahui tanda-tanda dan gejala klinis penyakit DHF 4. Memahami pentingnya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit DHF 5. Mengetahui dampak dari penyakit DHF

II. Sasaran Peserta dalam penyuluhan ini adalah pasien dan keluarga yang dirawat di ruang Rosella 2 RSUD DR. Soetomo.

III. Materi 1. Konsep pemahaman penyakit DHF

IV. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab

V. Media 1. LCD 2. Leaflet

VI. Pengorganisasian 1. Pembimbing akademik

: Lingga, S.Kep., Ns., M. Kep

2. Penyaji

: Dwi Astutik dan Munali

3. Moderator

: Rafidah Azizah

4. Notulen

: Maria Evarista Sugo

5. Observer

: Zahrotul Fitria Suryawan

6. Fasilitator

: Ribka Putri Sholecha

7. Peserta

: Pasien dan keluarga di ruang Rosella 2 RSUD DR. Soetomo

VII. Job Description No. 1.

Nama Sie Penyaji

Job Description 1. Menyampaikan materi penyuluhan 2. Menggali pengetahuan peserta tentang materi yang akan disampaikan 3. Menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh peserta

2.

Moderator

1. Memandu jalannya penyuluhan dan sesi tanya jawab 2. Membuka acara dan menyampaikan maksud serta tujuan kegiatan penyuluhan 3. Menjelaskan kontrak waktu dan mekanisme kegiatan 4. Melakukan evaluasi hasil tentang materi yang telah disampaikan

5. Menutup acara penyuluhan 3.

Notulen

1. Mencatat pertanyaan peserta dan jawaban penyaji sebagai dokumentasi kegiatan 2. Mencatat proses kegiatan penyuluhan disesuaikan dengan rencana kegiatan pada SAP 3. Menyusun laporan dan menilai hasil kegiatan penyuluhan

4.

Observer

1. Mengawasi dan mengevaluasi selama penyuluhan berlangsung 2. Mencatat situasi pendukung dan penghambat proses kegiatan penyuluhan

5.

Fasilitator

1. Sebagai operator presentasi (meng-handle PPT) 2. Membantu dan mengondisikan peserta selama penyuluhan berlangsung 3. Meminta tanda tangan peserta yang hadir (absensi) 4. Membantu moderator dalam mengajukan pertanyaan untuk evaluasi hasil 5. Memfasilitasi peserta untuk aktif bertanya 6. Membagikan leaflet

VIII. Pelaksanaan No 1.

Waktu 3 Menit

Kegiatan Penyuluhan Pembukaan: 1. Mengucapkan salam

1) Menjawab salam

2. Memperkenalkan diri

2) Mengenal tim penyuluh

3. Menjelaskan kontrak waktu

3) Mengetahui

4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan 5. Menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan 6. Menyebarkan leaflet kepada peserta 2.

15 Menit

Kegiatan Peserta

kontrak

penyuluhan 4) Mengerti tujuan dari penyuluhan 5) Tahu

apa

saja

yang

disampaikan

Pelaksanaan: Mengkaji pengetahuan peserta tentang 1) Mendengarkan dan penyakit DHF Menjelaskan materi tentang:

waktu

memperhatikan materi

akan

1) Definisi penyakit DHF 2) Penyebab penyakit DHF 3) Tanda-tanda dan gejala penyakit DHF 4) Pencegahan

dan

penatalaksanaan

penyakit DHF 5) Dampak dari penyakit DHF 3.

10 menit

Diskusi/ Tanya jawab dan evaluasi: 1) Memberikan kesempatan pada peserta

1) Mengajukan pertanyaan

untuk bertanya kemudian didiskusikan

2) Menanggapi jawaban

bersama

3) Menjawab pertanyaan

2) Menanyakan kepada peserta tentang materi

yang

telah

diberikan

dan

melakukan redemonstrasi 3) Memberikan peserta

reinforcement

kepada

bila dapat menjawab dan

menjelaskan kembali pertanyaan/materi 4

2 Menit

Terminasi: 1) Mengucapkan

terimakasih

peserta

kepada 1) Mendengarkan dan membalas salam

2) Mengucapkan salam penutup

IX. Evaluasi 1. Kriteria struktur 1) Kontrak waktu dan tempat diberikan 1 hari sebelum acara dilaksanakan 2) Pembuatan SAP, leaflet, dan PPT dikerjakan maksimal 5 hari sebelumnya 3) Penentuan tempat yang akan digunakan dalam penyuluhan 4) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat penyuluhan dilaksanakan

2. Kriteria proses 1) Peserta sangat antusias dan aktif bertanya selama materi penyuluhan berlangsung

2) Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan dari awal sampai akhir 3) Pelaksanaan kegiatan sesuai SAP yang telah dibuat 4) Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description

3. Kriteria hasil 1) Peserta yang datang dalam penyuluhan ini minimal 10 orang 2) Peserta dapat mengikuti acara penyuluhan dari awal sampai akhir 3) Acara dimulai tepat waktu tanpa kendala 4) Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan 5) Peserta terbukti memahami materi yang telah disampaikan penyuluh dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan penyuluh dengan benar

MATERI PENYULUHAN

1. Konsep Pemahaman Penyakit DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) 1.1 Pengertian Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthrop-borne virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes (FK UI, 1985, hlm. 607). Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). DHF terutama menyerang anak, remaja, dan dewasa dan seringkali menyebabkan kematian bagi penderita (Christantie Effendy, Skp. 1995). Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali disertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF) ditandai oleh emapat manifestasi klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan dapat menjadi fatal (WOC edisi 2). DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006). Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005). DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintikbintik perdarahahan (ptekie) spontan (Noer, 2000). Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).

Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan ditandai dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syok (Soegijanto, 2006).

1.2 Epidemologi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS) ditularkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan (WHO, 2009). Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784, sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870. Di Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta penderita. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih(Kusriastuti R. Depkes RI. 2005). Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89% (Kusriastuti R. Depkes RI. 2010).

Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis untuk penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 terdapat sebanyak 20.565 kasus, tahun 2008 sebanyak 19.307 kasus, tahun 2009 kasus turun menjadi 18.728 kasus dan pada tahun 2010 sekitar 17.000 kasus DBD. Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, akan tetapi secara garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September sampai Februari dan mencapai puncaknya pada bulan Januari. Di daerah urban yang berpenduduk padat puncak penderita adalah bulan Juni-Juli hal ini bertepatan dengan awal musim kemarau. Dari pengamatan di Surabaya antara tahun 1987-1991 menunjukkan bahwa distribusinya berubah-ubah dan puncaknya mengikuti pola perubahan kejadian musim hujan ke musim panas atau sebaliknya. Demikian juga data yang ada pada instalasi rawat inap di bagian ilmu kesehatan anak RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1997, polanya tidak banyak perbedaan. Dikemukakan bahwa banyaknya kasus DBD tersebut ada hubunganya dengan kepadatan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk Aedes aegyti yang sering dijumpai ditempat penampungan air akibat curah hujan. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15 tahun 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penserita pada kelompok >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur bekisar 3,64% (Wirahjanto A, Soegijanto S edisi 2. 2006). 1.3 Etiologi Etilogi dari DHF menurut Sudoyo, dkk (2010): 1. Virus dengue Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia, maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto,

1990; 36). Diketahui ada empat jenis virus yang mengakibatkan demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4. 2. Nyamuk aedes aegypti Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420). 3. Host (pembawa) Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. 1.4 Patofisiologi Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatkan permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra selular. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintikbintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali) Peningkatan

permeabilitas

dinding

kapiler

mengakibatkan

berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinema serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pembesaran cairan intravena. Oleh karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen

hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝐴−𝐵 𝑥 100% = 𝐶 𝐵 Keterangan: A = Ht tertinggi selama dirawat B = Ht saat pulang C = prosentase hematokrit Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati.

1.5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos mentis. Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, maka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak,

dan mudah memar serta berdarah pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopopular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi. Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah: 1. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan 2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi 3. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan (fushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentu dan pergerakan bola mata terasa pegal. Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut: 1.

Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2.

Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan salah satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis, dan atau melena.

3.

Perbesaran hati

4.

Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab

terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis disekitar mulut. Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai hari ke-7: 1. Perubahan sensorik dan nyeri perut 2. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit 3. Terdapatnya efusi pleura atau asites 4. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih 5. Trombosit kurang dari 50.000/mikroliter 6. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L 7. EKG abnormal 8. Hipotensi

1.6 Klasifikasi Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut: 1. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2. Derajat II Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain. 3. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda-tanda dini renjatan) 4. Derajat IV Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

1.7 Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : 1. Perdarahan luas. Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena. 2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam. 3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody. 4. Efusi pleura Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

1.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Darah a. Trombosit menurun. b. HB meningkat lebih 20 %. c. HT meningkat lebih 20 %. d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3. e. Protein darah rendah. f. Ureum PH bisa meningkat. g. NA dan CL rendah 2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test) a. Rontgen thorax : Efusi pleura. b. Uji test tourniket (+) Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah pada lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik selama 5 menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per 2,5 cm (1 inchi). Tes mungkin negatif atau positif ringan selama fase syok berat. Ini biasanya menjadi positif kuat, bila tes dilakukan setelah pemulihan dari syok. 1.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut: 1. Tirah baring atau istirahat baring 2. Diet makan lunak 3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirop dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan, mengandung Na+130 mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor basa 28 mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter dan Ca++ 3 mEq/liter. 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. 6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres dingin. 8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter) 10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium yang memburuk. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter). 1.10 Pencegahan Upaya pencegahan yang paling utama adalah pemberantasan sarang nyamuk. Hal ini dapat dilakukan dengan managemen lingkungan. Pemberantasan penyakit DBD sangat tergantung kepada praktik pencegahan yang dilakukan di masyarakat. Pemberantasan ini dapat dilakukan dengan menggunakan 3M plus. Pada program 3M plus masih memprioritaskan dilakukannya managemen lingkungan untuk penyelesaian masalah DBD (Di and Endemik, 2018). Program 3M plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti: 1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan 2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk 3. Menggunakan kelambu saat tidur 4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk 5. Menanam tanaman pengusir nyamuk 6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah

7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk (Kesehatan and 2019).

Indonesia,

DAFTAR PUSTAKA Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI, Jakarta: Medica Aesculpalus Candra, Aryu.2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases Studies,2 (2), 110-119. Di, D. B. D. and Endemik, W. (2018) ‘GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE’, 9, pp. 17–24. Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta. Effendy, Christantie.1995. Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta. Hastuti, Oktri.2008. Demam Berdarah Denngue: Penyakit & Cara Pencegahannya (1 vols). Kanisius (Anggota IKAPI) : Yogyakarta Kesehatan, K. and Indonesia, R. (2019) ‘Kendalikan dbd dengan psn 3m plus’, pp. 2–3. Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Soegijanto Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga University Press. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009 ; 2773-2779 WHO. Demam Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian 2th Ed. EGC : Jakarta.

Related Documents

Sap Kesmas Dhf Fix.docx
December 2019 13
Sap Dhf 1.docx
June 2020 7
Dhf Implementasi Dhf-1.docx
December 2019 39
Dhf New
October 2019 47
Dhf Lapsus.docx
April 2020 29
Dhf - Copy.doc
December 2019 41

More Documents from "desi"