Sap 13.docx

  • Uploaded by: Dwiki Vernanda
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sap 13.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,039
  • Pages: 14
Pendahuluan Organisasi pada dasarnya adalah sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang sulit untuk dicapai bila dilakukan secara individu. Orang-orang dalam organisasi tersebut bekerja bersama dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Dengan kata lain, kelompok tersebut memainkan peranan penting di dalam organisasi dan menjadi cerminan kinerja organisasi. Dalam sebuah organisasi, anggota kelompok-kelompok kerja bersinergi dalam menutupi kekurangan dan menyumbangkan kelebihan masing-masing untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Perlu diperhatikan, dalam sebuah kelompok yang dapat disebut sebagai tim, yang ada adalah kata “kami” dan tidak ada kata “aku”. Membangun kelompok kerja yang berperilaku sebagai tim yang solid bukanlah pekerjaan yang mudah. Kelompok kerja yang para anggotanya enggan dan tidak mampu bekerjasama dengan baik, tidak akan berkinerja unggul. Kelompok kerja seperti ini dikatakan disfungsional karena tidak produktif dengan kinerja berada di bawah standar. Sebuah tim yang bersinergi secara positif adalah sekolompok orang yang bekerjasama dengan kontribusi masing-masing untuk mencapai hasil hingga beberapa kali lebih baik daripada kelompok yang bukan tim. Maka akan dibahas 1. Organisasi Rasional 2. Organisasi Politik 3. Organisasi yang penuh perhatian

Pembahasan 1. Organisasi rasional Model organisasi bisnis yang “rasional” yang lebih tradisional mendefenisikan organisasi sebagai suatu struktur hubungan formal (yang didefenisikan secara eksplisit dan digunakan secara terbuka) yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan efisiensi maksimal. E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang organisasi dari prespektif tersebut yaitu organisasi adalah koordinasi rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah individu untuk mencapai tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga kerja dan fungsi dan melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab. Berbagai tingkatan dalam organisasi dan yang mengatur semua individu ke dalam tujuan organisasi dan hirarki formal adalah kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai sebagai agen yang secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal organisasi dan berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai gantinya mereka memperoleh dukungan dalam bentuk gaji dan kondisi kerja yang baik. Dari perjanjian kontraktual tersebut, pegawai menerima tanggungjawab moral untuk mematuhi atasan dalam usaha mencapai organisasi, dan selanjutnya organisasi juga memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan dukungan ekonomi pada para pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori utilitarian memberikan dukungan tambahan pada pandangan bahwa pegawai memiliki kewajiban untuk berusaha mencapai tujuan perusahaan secara loyal. Tanggungjawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek ‘rasional” organisasi difokuskan pada dua kewajiban moral yakni a) kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan untuk memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.

a. Kewajiban pegawai terhadap perusahaan Dalam pandangan rasional perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Kewajiban karyawan dan perusahaan dibagi menjadi tiga yaitu:

Kewajiban Ketaatan Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasannya. Perintah-perintah tersebut antara lain seperti etika atasan menyuruh karyawan tersebut untuk melakukan hal yang tidak bermoral, seperti membunuh musuh atasannya, atau dapat pula berupa korupsi. Dapat pula dalam bentuk mengerjakan tugas pribadi atasannya, misalnya untuk kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti mencuci mobil dan merenovasi rumah pribadi milik atasannya. Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, misalnya sekretaris diberi tugas untuk bersih-bersih, dan lain sebagainya. Cara untuk menghindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaaatan adalah membuat deskripsi pekerjaan yang jelas dan cukup lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Namun deskripsi pekerjaan ini harus dibuat cukup luwes sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa di beri prioritas.

Kewajiban Konfidensialitas Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama. Contohnya adalah seorang akuntan, ia tidak boleh membocorkan kondisi finansial perusahaan lama ke perusahaan baru. Kewajiban konfidensialitas ini terbatas pada informasi perusahaan. Hal-hal lain yang diperoleh atau diketahui sambil bekerja di perusahaan pada prinsipnya tidak termasuk kewajiban konfidensialitas. Misalnya keterampilan yang dikembangkan oleh karyawan itu dengan bekerja pada perusahaan yang sama. Alasan etika yang mendasari kewajiban ini adalah bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu.

Kewajiban Loyalitas Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan dan turut merealisasikan tujuan tersebut. Faktor utama yang dapat membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konfilk kepentingan

(conflict of interest) artinya konflik kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kepentingan pribadi yang bersaing dengan kepentingan perusahaan. Misalnya karyawan memproduksi produk yang sama dengan produk perusahaan dan menjualnya dengan harga murah. Konflik kepentingan tidak selalu berkaitan dengan masalah uang. Contohnya, seorang yang bekerja di suatu perusahan memutuskan untuk membeli peralatan kantor dari perusahaan tempat dimana anaknya bekerja, walaupun sebenarnya ada penawaran harga yang lebih baik dari perusahaan lain.

Kewajiban Melaporkan kesalahan Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau whistle blowing, secara internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Misalnya seorang karyawan bawahan melaporkan suatu kesalahan langsung kepada direksi, dengan melewati kepala bagian dan manajer umum. Pada pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Misalnya karyawan melaporkan bahwa perusahaannya tidak memenuhi kontribusinya kepada Jamsostek atau tidak membayar pajak melalui media massa atau pihak eksternal lainnya. Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan ini, “apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan dengan kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah didiskusikan lebih mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila lima syarat berikut terpenuhi: 1) Kesalahan perusahaan harus besar. Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan tujuan perusahaan. 2) Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar. 3) Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain. Misalnya karyawan memutuskan berhenti dari suatu

pekerjaan karena kecewa dengan atasannya. Setelah ia pergi dari perusahaan itu, ia membuka praktek kurang etis dari perusahaan seperti tidak membayar pajak. Motif pelaporan ini adalah untuk balas dendam. 4) Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa ke luar. Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal ini juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya penyelesaian secara internal gagal, ia boleh memikirkan whistle blowing. 5) Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses. Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang tersebut tidak melapor.

Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan banyak kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat pelaporan ini. Untuk pelapor, whistle blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko yang akan didapatkannya cukup besar. Di beberapa negara ada kode etik profesi, misalnya kode etik insinyur yang secara tidak langsung menganjurkan whistle blowing. Dalam kode etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus di tempatkan di atas segalanya. Ada juga negara yang melindungi para whistle-blowers melalui jalur hukum, seperti Inggris dengan undang-undang yang disebut The Public Interest Disclosure Act (1998). Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal melaksanakan kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu sebagai berikut:

Konflik Kepentingan Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat duatu perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan pribadi terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a) mungkin bertentangan dengan kepentingan perusahaan, dan (b) cukup substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi penilaiannya

sehingga tidak seperti yang diharapkan perusahaan. Konflik kepentingan bisa bersifat aktual dan potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang melaksanakan kewajibannya dalam satu cara yang mengganggu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan.

Pencurian Pegawai dan Komputer Pegawai perusahaan memiliki perjanjian kontraktual untuk hanya menerima keuntungan tertentu sebagai ganti hasil kerjanya dan menggunakan sumber daya perusahaan hanya dalam usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Tindakan pegawai yang mencari tambahan keuntungan pribadi atau menggunakan sumber daya perusahaan untuk dirinya sendiri merupakan tindakan pencurian karena keduanya berarti mengambil atau menggunakan properti milik orang lain (perusahaan) tanpa persetujuan pemilik yang sah. Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin informasi atau program komputer merupakan pencurian. Disebut pencurian karena informasi yang dikumpulkan dalam bank data komputer oleh suatu perusahaan dan program komputer yang dikembangkan atau dibeli perusahaan merupakan properti dari perusahaan yang bersangkutan.

Insider Trading Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual saham perusahaan berdasarkan informasi “orang dalam” perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam” tentang suatu perusahaan merupakan informasi rahasia yang tidak dimiliki publik di luar perusahaan, namun memiliki pengaruh material pada harga saham perusahaan. Insider trading adalah ilegal dan tidak etis karena orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota masyarakat lain. Namun demikian, sejumlah pihak menyatakan bahwa insider trading secara sosial menguntungkan dan menurut prinsip utilitarian, tindakan ini seharusnya tidak dilarang, malah dianjurkan.

b. Kewajiban perusahaan terhadap pegawai Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan rasional, adalah memberikan kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai imbalan atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan dengan kewajiban ini: kelayakan gaji dan kondisi kerja pegawai. Gaji dan kondisi kerja merupakan aspek-aspek kompensasi yang diterima pegawai dari jasa yang mereka berikan, dan keduanya berkaitan dengan masalah apakah pegawai menyetujui kontrak kerja secara sukarela dan sadar. Jika seorang pegawai "dipaksa" menerima pekerjaan tanpa upah yang memadai atau kondisi kerja yang layak, maka kontrak kerja tersebut dianggap tidak adil.

Gaji Setiap perusahaan menghadapi dilema ketika menetapkan gaji pegawai seperti, bagaimana menyeimbangkan kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang layak bagi diri mereka sendiri dan keluarga? Tidak ada rumus sederhana untuk menentukan "gaji yang layak". Kelayakan gaji sebagian bergantung pada dukungan yang diberikan masyarakat (jaminan sosial, perawatan kesehatan, kompensasi pengangguran, pendidikan umum, kesejahteraan, dan sebagainya), kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan posisi kompetitif perusahaan. Meskipun tidak ada cara untuk menentukan gaji yang layak dengan pasti, namun kita setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah, yaitu: a) Gaji dalam industri dan wilayah tempat seseorang bekerja, b) Kemampuan perusahaan, c) Sifat pekerjaan, d) Peraturan upah minimum, e) Hubungan dengan gaji lain, dan f) Kelayakan negosiasi gaji.

Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman, bebas dari resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Hampir semua negara modern mempunyai peraturan hukum guna melindungi keselamatan dan kesehatan kaum pekerja. Dalam hal ini peraturan hokum disemua negara belum tentu sama dan belum tentu memuaskan. Terlepas dari aturan hukum para ajikan tidak bebas dari kewajiban tetapi terikat dengan alasan alasan etika. Keselamatan dan kesehatan pekerja tidak pernah boleh dikorbankan kepada kepentingan ekonomis. Resiko memang tidak selalu bisa dihindari, tetapi harus dibatasi sampai

seminimal mungkin, walaupun upaya itu bisa mengakibatkan biaya produksi bertambah. Selain itu si pekerja harus menerima resiko itu dengan bebas, setelah lebih dahulu ia diberikan ekstra untuk mengimbangi resiko, baik dalam gaji langsung maupun asuransi khusus.

Kondisi Kerja: Kepuasan Kerja Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak baik karena alasan lain, yaitu bahwa cara ini memberikan beban yang tidak adil pada pekerja. Juga ada banyak bukti bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi. Pekerjaan yang dispesialisasikan dalam dua dimensi yaitu secara horizontal dengan membatasi jangkauan tugas dan membatasi repetisi atau pengulangan dalam cakupan tugasnya. Jangkauan tugas yang terlampau jauh melewati batas kemampuan pegawai dapat menyebabkan pegawai frustasi. Demikian juga kerja rutin yang berulang dalam jangka waktu panjang dapat lebih cepat menciptakan kejenuhan. Selain secara horizontal, pekerjaan juga bisa dispesialisasikan secara vertikal dengan mebatasi rentang pengwasan dan pengambilan keputusan atas kegiatan-kegiatan dala suatu pekerjaan.

Tidak melakukan diskriminasi Perusahaan dalam operasinya tidak akan terhindar dari tindakan membeda-bedakan pegawai. Contohnya saja diskiminasi yang terjadi dimana – mana seperti AS, Indonesia dan lain – lain. Diskriminasi baru akan terhapus betul bila suatu negara semua warganya mempunyai hak yang sama dan diperlakukan dengan cara yang sama pula. Diskriminasi timbul biasanya disertai dengan alasan yang tidak relevan.

2. Organisasi Politik Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang selanjutnya saling bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan pengaruh. Dengan demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh koalisi yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan oleh otoritas yang "sah", namun ditetapkan melalui tawar menawar antara berbagai koalisi. Realita dasar organisasi, menurut model ini, bukanlah otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun kekuasaan: kemampuan individu (atau kelompok

individu) untuk mengubah perilaku pihak lain menuju cara yang diinginkan tanpa harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak diinginkan. Jika kita memfokuskan pada kekuasaan sebagai dasar realita organisasional, maka permasalahan etis utama yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah masalah yang berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan pegawai, namun pada hambatan-hambatan moral terhadap penggunaan kekuasaan di dalam organisasi.

3. Organisasi yang penuh perhatian Aspek kehidupan organisasional tidak cukup baik digambarkan dalam model kontraktual yang merupakan dasar dari organisasi "rasional", ataupun dengan model kekuasaan yang mendasari organisasi "politik". Mungkin aspek tersebut paling tepat digambarkan sebagai organisasi penuh perhatian (caring), di mana konsep-konsep moral utamanya sama dengan konsep yang mendasari etika memberi perhatian. Jeanne M. Lied tka menggambarkan organisasi semacam itu sebagai organisasi, atau bagian organisasi, di mana tindakan memberi perhatian merupakan: a) Difokuskan sepenuhnya pada individu (pribadi), bukan "kualitas", "keuntungan", atau gagasan-gagasan lain yang saat ini banyak dibicarakan; b) Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari dirinya sendiri, serta bukan hanya sarana untuk mencapai kualitas, keuntungan, dan sebagainya; c) Bersifat pribadi, dalam artian bahwa hal tersebur melibatkan individu-individu tertentu yang memberikan perhatian, pada tingkat subjektif, pada individu tertentu lainnya; dan d) Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi perhatian, dalam artian bahwa tindakan ini menggerakkan mereka menuju pemanfaatan dan pengembangan kemampuan seutuhnya, dalam konteks kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri. Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena orang merasa wajib saling memercayai jika mereka melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang saling membutuhkan dan saling terkait. Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi semacam itu, maka organisasi tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengawasi para pegawainya dan memastikan bahwa mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.

Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hubungan kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting muncul dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis penting dari perspektif organisasi caring? Jawabannya adalah memberikan perhatian terlalu banyak atau kurang banyak.

Simpulan 1. Organisasi rasional Tanggungjawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek ‘rasional” organisasi difokuskan pada dua kewajiban moral yakni a) kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan untuk memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.

a. Kewajiban pegawai terhadap perusahaan

Kewajiban Ketaatan Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasannya.

Kewajiban Konfidensialitas Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban Loyalitas Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan dan turut merealisasikan tujuan tersebut.

Kewajiban Melaporkan kesalahan Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau whistle blowing, secara internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Pada pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi.

Konflik Kepentingan Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat suatu perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan pribadi terhadap hasil dari pelaksanaan tugas.

Pencurian Pegawai dan Komputer Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin informasi atau program komputer merupakan pencurian. Disebut pencurian karena informasi yang dikumpulkan dalam bank data komputer oleh suatu perusahaan dan program komputer yang dikembangkan atau dibeli perusahaan merupakan properti dari perusahaan yang bersangkutan.

Insider Trading Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual saham perusahaan berdasarkan informasi “orang dalam” perusahaan.

b. Kewajiban perusahaan terhadap pegawai Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan rasional, adalah memberikan kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai imbalan atas jasa mereka.

Gaji Sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah, yaitu Gaji dalam industri dan wilayah tempat seseorang bekerja, Kemampuan perusahaan,

Sifat pekerjaan,

Peraturan upah minimum, Hubungan dengan gaji lain, dan Kelayakan negosiasi gaji.

Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman, bebas dari resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati.

Kondisi Kerja: Kepuasan Kerja

Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak baik karena alasan lain, yaitu bahwa cara ini memberikan beban yang tidak adil pada pekerja.

Tidak melakukan diskriminasi Diskriminasi baru akan terhapus betul bila suatu negara semua warganya mempunyai hak yang sama dan diperlakukan dengan cara yang sama pula.

2. Organisasi Politik Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang selanjutnya saling bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan pengaruh. Dengan demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh koalisi yang paling kuat dan paling dominan. Permasalahan etis utama yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah masalah yang berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan.

3. Organisasi yang penuh perhatian Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena orang merasa wajib saling memercayai jika mereka melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang saling membutuhkan dan saling terkait. Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi semacam itu, maka organisasi tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengawasi para pegawainya dan memastikan bahwa mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual. Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hubungan kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting muncul dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis penting dari perspektif organisasi caring? Jawabannya adalah memberikan perhatian terlalu banyak atau kurang banyak.

Referensi : Velasquez, Manuel G. ETIKA BISNIS Konsep dan Kasus, Edisi 5, Penertbit Andi, Yogyakarta Dewi, Sutrisna. 2011.ETIKA BISNIS Konsep Dasar Implementasi dan Kasus.Denpasar: Udayana University Press

Related Documents

Sap
June 2020 69
Sap
November 2019 86
Sap
June 2020 67
Sap
November 2019 82
Sap
November 2019 80
Sap
May 2020 58

More Documents from ""

Sap 13.docx
April 2020 19
Rmk Fiks.docx
April 2020 24
Teori Akuntansi Bab 9
August 2019 37
Sap 11.docx
April 2020 18
Sap 4.docx
April 2020 30
I N B P Klenteng.docx
October 2019 27