Santunilah Anak Yatim “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah Mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Q.S. Al Baqarah : 220) Kata yatim dan yatama dan derivat lainnya dari kata ini disebut 23 kali dalam Al Qur‘an. Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya dan ia belum mencapai umur baligh. Dalam Islam, anak yatim mempunyai kedudukan tersendiri dibanding anak-anak lainnya. Mereka mendapatkan perhatian khusus yang bisa kita dapati dalam firman Allah maupun hadis-hadis Rasulullah saw. Perhatian yang ditujukan kepada anak yatim dimaksudkan untuk kelangsungan hidupnya dan agar mereka tidak terlantar dan agar mereka tidak berada di bawah asuhan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Karena besarnya perhatian Rasulullah terhadap anak-anak yatim, maka perhatian beliau juga besar kepada orangorang yang memelihara atau menyantuni anak yatim. Bahkan seorang muslim yang menyayangi dan menyantuni anak yatim dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa yang tak terampuni, insya Allah ia akan terhindar dari azab Allah SWT. Dan sebaliknya jika ada yang memelihara anak yatim, kemudian menelantarkannya maka azab Allah akan menimpanya. Karena itu, adalah tanggung jawab kaum muslimin untuk memelihara dan menyantuni anak-anak yatim yang ada dilingkungannya. Insya Allah, dengan menyantuni anak yatim, menyayangi mereka, maka Allahpun akan memberikan kasih sayang-Nya. Rasulullah bersabda : “Demi Yang Mengutus aku dengan haq, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya.." (HR. Ath Thabrani) “Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim tapi anak itu diperlakukan dengan buruk". (HR. Ibnu Maajah) Seorang wanita yang ditinggal wafat oleh suaminya, dimana sebelumnya suaminyalah yang menjadi tulang punggung keluarga dalam masalah nafkah, dan suaminya meninggalkan anak-anak yang masih kecil (belum baligh), kemudian wanita itu sabar dalam menghadapinya, membesarkankan anaknya dengan penuh ketabahan, mendidiknya dengan ajaran agama, maka ia kelak akan duduk bersanding di sisi Rasulullah saw. Seperti bersandingnya jari telunjuk dengan jari tengah. Rasulullah bersabda : "Aku dan seorang wanita yang pipinya kempot dan wajahnya pucat bersama-sama pada hari kiamat seperti ini (Rasulullah menunjuk jari telunjuk dan jari tengah). Wanita itu ditinggal wafat suaminya dan tidak mau kawin lagi. (Padahal) dia seorang yang berkedudukan terhormat dan cantik, namun in mengonsentrasikan diri demi mengasuh anah-anaknya yang yatim hingga mereka dewasa atau mereka wafat." (HR. Aba Dawud dan Ahmad) KH. Abdullah Zaki al Kaaf dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa para wali (yang mengasuh) anak-anak yatim, yang mana ia adalah scorang fakir atau miskin, dan ia mengurus anak yatim yang memiliki harta warisan dari orang tuanya, maka bolehlah baginya mempcrgunakan (mcmakan) sebagian harta anak yatim tersebut dcngan cara yang ma’ruf. Yaitu menurut sekedar kebutuhannya dan demi kemasalahatannya dan tidak berlebih-lebihan. Karena jika berlebih-lebihan maka hukumnya adalah haram. Allah SWT berfirman : "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (diantara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu). Dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut (bil ma’ruf). Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)." (Q.S. An Nisa’ : 6) Ibnu Jauzi menafsirkan kalimat bil ma’ruf dengan empat makna : 1. 2. 3. 4.
Mengambil harta anak yatim dengan cara yang benar. Memakannya hanya sekedar memenuhi kebutuhan dan tidak berlebihan. Mengambilnya hanya sebagai imbalan saja, apabila ia telah bekerja untuk mengurus harta anak yaitim itu. Memakan harta anak yatim apabila dalam keadaan terpaksa. Apabila ia telah mampu, maka ia harus mengembalikannya, tetapi jika ia benar-benar tidak mampu, hal tersebut dihalalkan.
Orang Islam dilarang mempcrlakukan anak yatim secara sewenang-wenang, dilarang menghardiknya. Allah SWT berfirman : "Ada pun terbadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang." (Q.S. Adh Dhuhaa : 9)
Imam Ibnu Katsir mengartikan falaa taqhar sebagai "janganlah engkau merendahkan dia, jangan membentak dia, jangan menghinakan dia, tetapi berbuat baiklah kepadanya dan sayangilah dia". Pokok-pokok pandangan Al Qur’an tentang anak yatim dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Berbuat baik kepada anak yatim adalah salah satu tanda orang yang benar imannya, yang taqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (al abraar). (Q.S. Al Baqarah: 177) dan (Q.S.Al Insaan: 8) 2. Menyantuni anak yatim adalah kewajiban sosial setiap orang Islam. Membela anak yatim adalah salab satu usaha perjuangan Islam. Problem sosial timbul karena empat sebab : tidak memuliakan anak yatim, tidak memberi memberi maka orang miskin, memakan warisan (kekayaan) alam dengan rakus, dan menyintai harta benda secara berlebihan. Perhatian terhadap kepentingan anak yatim termasuk yang diajarkan Nahi Khidhir as. kepada Nabi Musa as. (Q. S. Al Kahfi : 82) 3. Apabila seseorang membagikan harta warisan, diperintahkan agar sebagian diberikan kepada kerabat, anak yatim dan orang miskin yang tidak mempunyai hak waris. (Q.S. An Nisaa’ : 8) 4.
Dan masih banyak lagi …. Rasulullah saw. Bersabda:
"Apakah engkau senang bila hatimu menjadi lunak dan hajatmu terpenuhi? Santunilah (kasihanilah anak yatim), usaplah kepalanya dan berilahia makan dari makananmu; niscaya hatimu lunak dan engkau pun dapat memenuhi hajatmu" (HR. Thabrani melalui Abu Darda)