BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kedokteran gigi adalah salah satu pelayanan kesehatan yang tersedia ditengah kehidupan masyarakat, sarana pelayanan kesehatan gigi tersebut berupa Rumah Sakit Umum yang mempunyai poli gigi khusus, Rumah Sakit Gigi dan Mulut, maupun klinik praktik Dokter gigi lainnya, tentu saja dalam melakukan pelayanan medis tersebut membutuhkan team work antara Dokter Gigi, perawat gigi dan lingkungan yang berpengaruh didalamnya agar tercapai suatu tujuan yaitu kesembuhan. Namun, dalam berusaha
mencapai
tujuan
tersebut
sering
ditemukan
suatu
kesalahan-kesalahan medis yang menyebabkan efek samping sehingga tidak tercapainya tujuan pelayanan kesehatan gigi dengan baik. Pelayanan kesehatan dalam praktik kedokteran gigi, mempunyai risiko-risiko timbulnya cidera salah satu penyebabnya ialah ketidak sengajaan dalam melakukan tindakan medis (medical error) yaitu kelalaian medis. Pada dasarnya kelalain terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan suatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain dengan kualifikasi yang sama pada suatu keadaan, dalam kondisi serta situasi yang sama pula.Selainn itu, kesalahan juga sering dikaitkan dengan pemberian resep obat,kesalahan saat
memperoleh informed consent,
pemeliharaan peralatan tidak tepat. Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998). Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan
bahwa
pengertian
medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian
1
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. 1.2 Rumusan Masalah 1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis peran dokter terhadap patient safety. 2. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya mencegah terjadinya medical error. 3. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya peningkatan mutu pelayanan patient safety. 4. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis tentang rekam medis. 5. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis sanksi akibat medical error. 1.3 Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis peran dokter terhadap patient safety. 2. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya mencegah terjadinya medical error. 3. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya peningkatan mutu pelayanan patient safety. 4. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis tentang rekam medis. 5. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis sanksi akibat medical error.
2
BAB II PEMBAHASAN SKENARIO 2 “Operasi yang tertukar” Seorang pasien X berusia 30 tahun rawat inap di bangsal bedah RSGM menunggu akan dilakukan tindakan operasi molar tiga terpendam rahang bawah kiri. Ternyata dijadwal yang sama dan ruangan yang sama pasien R akan dilakukan tindakan operasi molar tiga terpendam rahang bawah kanan. Kedua pasien diterima oleh perawat bedah tanpa memeriksa rekam medik pasien X dan R dengan teliti. Setelah dilakukan tindakan operasi betapa terkejutnya pasien R dan X atas tindakan yang telah diterima , ternyata rekam medik tertukar. 2.1 STEP I (Klarifikasi Istilah) Dalam step ini kami diminta untuk menemukan istilah sulit atau istilah yang tidak kami pahami di skenario ini. Diantaranya sebagai berikut:
Rekam Medik
: Keterangan yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang, laboratorium, diagnisis segala pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien, da pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
Operasi
: Suatu tindakan yang dilakukan dokter/dokter gigi dengan
cara
membuka
bagian
tubuh
dan
penutupannya dilakukan dengan penjahitan yang bertujuan untuk kesembuhan dari luka atau penyakit pada pasien.
Bangsal
: Suatu tempat atau ruangan didalam RS untuk tempat pasien yang di rawat inap.
3
2.2 STEP II (Menentukan Permasalahan) Dalam skenario 2 kami menemukan beberapa permasalahan, yaitu: 1. Apa saja isi dari Rekam Medik ? 2. Termasuk jenis pelanggaran apakah yang dilakukan tenaga kesehatan pada skenario ? 3. Apa saja tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum melakukan operasi agar tidak terjadi kesalahan seperti di skenario ? 4. Apa manfaat dan tujuan dari Rekam medic ? 5. Apa tindakan yang dilakukan drg setelah mengetahui kesalahan pada kasus ? 6. Apa dampak tertukarnya RM pasien ? 7. Pasal berapakah yang dilanggar oleh tenaga kesehatan pada kasus tersebut ? 8. Apa tindakan yang dilakukan pasien jika mengalami kerugian pada kasus di skenario ? 9. Apa hukum yang mengatur tentang rekam medic ? 10. Bagaimana cara agar RM tidak tertukar ? 11. Apa dampak apabila tidak membuat RM ? 12. Siapa yang terjerat dalam kasus tersebut ? 13. Apa saja syarat dan cara pembuat RM ? 14. Apa saja faktor yang bisa menyebabkan salah pasien saat akan dilakukan tindakan operasi ? 15. Berapa lama waktu penyimpanan dari sebuah RM ? 16. Apakah peran perawat dalam keselamatan pasien ?
4
2.3 STEP III (Curah Pendapat) Dalam step ini kami mencurahkan pendapat kami mengenai masalah yang dikemukaan. Hal itu sebagai berikut: 1. Apa saja isi dari Rekam Medik ? Jawab: Identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil dari anamnesa, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnose, dan perawatan/tindakan yang dilakukan serta berisi obat apa yang diberikan, pelayanan lain yang diberikan serta persetujuan. 2. Termasuk jenis pelanggaran apakah yang dilakukan tenaga kesehatan pada skenario ? Jawab: Pelanggaran Perdata, karena dalam pelanggaran perdata tenaga kesehatan menyebabkan kerugian pada pasien tersebut. + Pelanggaran disiplin yang tertera di UU 29 Tahun 2004 + Pelanggaran Pidana, karena melakukan kesalahan dalam professional kerja tenaga kesehatan tersebut, atau salah diagnose, salah melakukan perawatan dan menjadi kerugian bagi pasien. 3. Apa saja tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum melakukan operasi agar tidak terjadi kesalahan seperti di skenario ? Jawab: Tenaga Kesehatan seharusnya melakukan pengecekan dua kali dalam mengidentifikasi pasien dengan benar agar tidak terjadi kesalahan. 4. Apa manfaat dan tujuan dari Rekam medic ? Jawab:
Sebagai alat komunikasi dokter atau tenaga kesehatan lain
Sebagai dasar untuk merencanakan perawatan
Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan
Melindungi kepentingan hukum bagi RS, pasien, dan tenaga kesehatan
Menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatkan pelayanan kesehatan khususnya di RS/Klinik. 5
Sebagai aset hukum sebagai alat bukti yang dapat membebaskan dr/drg dalam semua tuntutan pasien.
Sebagai bahan menyiapkan statistic kesehatan
5. Apa tindakan yang dilakukan drg setelah mengetahui kesalahan pada kasus ? Jawab: drg harus meminta maaf kepada pasiennya, lalu membicarakan dengan pihak pasien atas ganti rugi dll. 6. Apa dampak tertukarnya RM pasien ? Jawab: Salah tindakan, salah pengobatan pada pasien yang bersangkutan, dapat menyebabkan kerugian dan kematian (Kelalaian tenaga medis). 7. Pasal berapakah yang dilanggar oleh tenaga kesehatan pada kasus tersebut ? Jawab :
Pasal 29 UU 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan
PERMENKES
Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang keselamatan pasien RS harus ada beberapa standar yang wajib dimiliki oleh RS dalam menjalankan upaya keselamatan pasien
Pasal 46 bahwa RS bertanggung jawab secara hukum atas semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
Pasal 1365 KUHPerdata tentang menimbulkan kerugian terhadap pasien
8. Apa tindakan yang dilakukan pasien jika mengalami kerugian pada kasus di skenario ? Jawab : Jika pasien sangat dirugikan maka pasien tersebut boleh menuntut atas tindakan tersebut kepada pihak RS, memberikan ganti rugi berupa pembebasan biaya tindakan yang dilakukan atau ganti rugi yang lain.
6
9. Apa hukum yang mengatur tentang rekam medic ? Jawab:
UU 28 Tahun 2004 dan PERMENKES 269 Tahun 2008
Pasal 46 UU Tentang Praktik Kedokteran
PERMENKES 269 Tahun 2008 Pasal 2 Tentang RM Manual dan Elektronik
10. Bagaimana cara agar RM tidak tertukar ? Jawab : Perawat selalu memverivikasi ulang RM pasien dan apabila RM tertukar maka sebelum dilakukan tindakan dokter juga harus memastikan identitas pasien dengan benar. Dokter juga menanya langsung kepada pasien agar lebih mengurangi kesalah pasien. 11. Apa dampak apabila tidak membuat RM ? Jawab: Dokter bisa dituntut oleh pasien karena tidak ada bukti dalam menegakkan hukum sebagai upaya mendapatkan keadilan terhadap dokter itu sendiri. 12. Siapa yang terjerat dalam kasus tersebut ? Jawab : Tenaga Medis dan Paramedis dan Instansi Pelayanan Kesehatan. 13. Berapa lama waktu penyimpanan dari sebuah RM ? Jawab: Kurang Lebih 5 Tahun, lebih dari itu boleh menggunakan RM baru. 14. Apakah peran tenaga medis dan paramedic dalam keselamatan pasien ? Jawab:
Memberikan rasa aman dan nyaman, memberikan pelayanan yang terbaik pada pasien.
Memberikan pelayanan sesuai SOP agar tindakan yang kita lakukan itu benar, menerapkan prinsip etik pada pasien, menerapkan kerjasama tim yang baik untuk bekerjasama dalam merawat pasien dengan baik.
Harus merahasiakan segala sesuatu tantang diri pasien. 7
15. Bagaimana pengelolaan RS terhadap patient safety ? Jawab: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan seperti perbaruan fasilitas yang lebih bagus di rumah sakit, harus memiliki SDM yang bagus dan ahli terhadap suatu pembaruan fasilitas tersebut.
2.4 STEP IV (Menganalisis Permasalahan)
Upaya
RSGM
Pasien
Dokter Rekam Medik
Keselamatan Pasien
Kesalahan/Kelalaian Medik
(+)
(-) SOP
2.5 STEP V (Tujuan Pembelajaran) 1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis peran dokter terhadap patient safety. 2. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya mencegah terjadinya medical error. 3. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya peningkatan mutu pelayanan patient safety. 4. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis tentang rekam medis. 5. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis sanksi akibat medical error.
8
2.6 STEP VI (Belajar Mandiri) Dalam step ini kami melakukan belajar mandiri, yaitu dengan mencari berbagai literature yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran baik dari internet, buku, maupun dari pakarnya langsung. 2.7 STEP VII (Hasil Belajar Mandiri dan Membahas Tujuan Pembelajaran) Pada step ini kami mencurahkan referensi yang kami dapat, yaitu setelah melalui step VI. Dari semua hasil mandiri yang kami lakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak kami capai, maka kami menguraikannya seperti berikut ini: 2.7.1 Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis peran dokter terhadap patient safety. Peran dokter/dokter gigi dalam membantu masyarakat untuk dapat mengupayakan kesembuhan sudah dikenal lama. Pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi perlu dipahami secara baik oleh masyarakat agar pemanfaatannya tepat dan harapannya pun sesuai antara yang diinginkan dengan fakta ketersediaan pelayanan. Kondisi dan situasi dalam pemberian pelayanan medis mengalami banyak perubahan. Cara pengobatan tidak lagi sepenuhnya seperti dulu, yang membuat hubungan dokter-pasien pun mengalami perubahan. Kemajuan dalam ilmu dan teknologi kedokteran serta perkembangan masyarakat mempengaruhi terjadinya perubahan tersebut. (Siswosaputro & Herawati, 2012) Dokter atau tenaga kesehatan lainnya dalam melaksanakan tugas profesinya harus sesuai dengan Standar Profesi/Standart Operational Procedures/Standar Pelayanan Medis dan harus dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku agar masyarakat sehingga pasien dapat merasakan pelayanan yang diberikan. (Hasna, 2011) Dalam Penjelasan Pasal 50 Undang‐Undang RI no 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tersebut menyatakan bahwa apabila 9
dokter/dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran/kedokteran gigi telah sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur, maka dokter/dokter gigi tersebut berhak mendapat perlindungan hukum. (Hasna, 2011) 2.7.2 Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis upaya mencegah terjadinya medical error. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya medical error, antara lain adalah 4 (Dwiprahasto): a) Pengukuran kinerja dan penerapan performance improvement system Pengukuran kinerja ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain adalah pengumpulan data dan monitoring terhadap outcome spesifik yang menjadi salah satu target potensial untuk terjadinya medical error. Hal ini sebenarnya dapat dilakukan secara rutin di tingkat rumah sakit atau bahkan pelayanan kesehatan yang lebih rendah. Tujuannya adalah untuk mendeteksi seawal mungkin terjadinya medical error, dan sekaligus menetapkan upaya perbaikan berdasarkan masalah yang dihadapi. Dalam kerangka continuous quality improvement maka kegiatan ini sebenarnya sudah build-in dalam sistem pelayanan kesehatan. Selain
itu
dapat
pula
dikembangkan
program
risk
management atau istilah lainnya adalah disease management atau otucome managgement. Program ini merupakan respons terhadap kejadian medical error, yang sebetulnya dapat dicegah, apabila prosedur dilaksanakan secara benar. Salah satu tujuan dari risk management ini adalah untuk mencegah terjadinya risiko akibat tindakan medik. Namun demikian, apabila ternyata risiko tidak dapat dicegah maka upaya pengatasan masalah harus dilakukan secara adekuat. Contoh untuk ini adalah menyiapkan adrenalin dan
10
kortison untuk mengatasi risiko syok anafilaksi akibat pemberian obat per injeksi. Program-program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit merupakan bentuk lain dari pengukuran kinerja dan sekaligus menyediakan instrumen untuk mencegah hal tersebut. b) Menetapkan strategi pencegahan berbasis pada fakta Beberapa langkah pencegahan risiko terjadinya medical error dapat dilakukan dengan cara: 1)
Mengidentifikasi dan memantau kejadian error pada sekelompok pasien dengan risiko tinggi serta memahami bagaimana error bisa terjadi, khususnya untuk yang sifatnya preventable.
2)
Melakukan analisis, interpretasi dan mendiseminasikan data yang ada ke para klinisi maupun stakeholders.
3)
Menetapkan strategi untuk mengurangir risiko terjadinya medical error dengan mempertimbangkan bagaimana strategi tersebut dapat diterapkan dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada.
4)
Jika diperlukan dapat diundang para expert dalam bidang klinis, epidemiologi klinis, atau management training untuk melakukan eksplorasi dan sekaligus memformulasikan solusi pemecahan.
5)
Jika keempat langkat tersebut telah dilakukan maka tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi dampak program terhadap keamanan pasien (patient safety).
c) Menetapkan standard kinerja (performance standards) untuk keamanan pasien Pengembangan dan tersedianya standard-standard untuk keperluan patient safety antara lain bertujuan untuk:
11
1)
Sebagai standard minimum kinerja yang harus dilaksanakan oleh setiap petugas untuk meminimalkan terjadinya risiko
2)
Standard kinerja juga dimaksudkan untuk menjamin konsistensi dan keseragaman prosedur bagi setiap petugas kesehatan dalam melakukan upaya medik, sehingga kalaupun tetap terjadi error, maka harus ditelusuri kembali apakah standard yang ditetapkan adekuat.
3)
Menjamin
bahwa
pelaksanaan
standard
(yang
merepresentasikan kesepakatan seluruh petugas yang ada) adalah dalam kerangka profesionalisme dan akuntabilitas. Dalam upaya mencegah terjadinya kesalahan atau kelalaian dokter yang berpraktik di rumah sakit, rumah sakit perlu memberdayakan Komite Medik agar melaksanakan fungsinya dengan baik,
khususnya
fungsi
kredensial,
rekredensial,
pemberian
kewenangan klinis, audit medis, dan penerapan disiplin profesi terhadap semua dokter yang berpraktik di rumah sakit tersebut. Rumah sakit perlu mensosialisasikan hak dan kewajiban pasien agar pasien dan keluarganya ikut membantu rumah sakit dalam mengontrol kinerja dokter yang berpraktik di rumah sakit (Njoto, 2011). 2.7.3 Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menganalisis
upaya
peningkatan mutu pelayanan patient safety. Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Terhadap Patient Safety (DepKes, 2008) Fasilitas kesehatan dengan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan
pasien
dapat
meningkatkan
dan
memperbaiki
keselamatan pasien. Melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerja, sehingga dapat menilai kemajuan yang telah dicapai dalam pemberian asuhan pelayanan menjadi lebih aman. Pelaksanaan tujuh langkah menuju keselamatan pasien dapat memastikan pelayanan yang diberikan menjadi lebih aman, dan jika terjadi sesuatu hal yang 12
tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari: 1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. 2. Memimpin dan mendukung staf. Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien. 3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yangpotensial bermasalah. 4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKPR Ssekarang berubah menjadi KNKP. 5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian terjadi. 7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/maslah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan. Menurut Tjahyono Koentjoro 2004, Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan empat tingkat perubahan, yaitu (Machmud, 2008) : 1. Pengalaman pasien dan masyarakat 2. Sistem mikro pelayanan 3. Sistem organisasi pelayanan kesehatan 4. Lingkungan pelayan kesehatan
13
Dalam hal ini rumah sakit menjamin keselamatan pasien dengan memastikan koordinasi antar tenaga kesehatan dan antar unit dalam rangka kesinambun-gan pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari (Basabih, 2017): a) Adanya koordinasi pelayanan secara komprehen-sif mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pen-gobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari ru-mah sakit. b) Adanya koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pela-yanan dapat berjalan baik dan lancar. c) Adanya koordinasi pelayanan termasuk dida-lamnya peningkatan komunikasi dalam rangka memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya. d) Antar profesi kesehatan terjalin komunikasi dan transfer informasi. Sementara pada tingkat manajerial keperawatan, The American Organizations of Nurses Executive (AONE) (2007) telah melakukan berbagai perubahan peran pada tingkat pimpinan keperawatan dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien, antara lain; 1) merubah budaya kepemimpinan tentang keselamatan pasien, 2) membangun kepemimpian yang dapat mengayomi perawat dibawahnya, 3) membangun kemitraan eksternal, 4) mengembangkan kompetensi kepemimpinan tentang keselamatan pasien (Kamil).
Komite yang berperan dalam keselamatan pasien adalah komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau ke seluruh unit kerja di rumah sakit. Pelaksanaan program kerja komite tidak mudah karena memerlukan koordinasi dan komunikasi 14
yang baik antara kepala bidang/ divisi medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi, dan lainnya termasuk kepala unit/ departemen/ insta-lasi pelayanan. Sub Komite Keselamatan Pasien merupakan salah satu sub dari komite PMKP yang berperan dalam mana-jemen keselamatan pasien meliputi penyu-sunan program dan laporan, monitoring dan evaluasi, menyusun indikator kesela-matan pasien, melakukan pendokumentasi-an, investigasi dan analisis terkait insiden keselamatan pasien. (KARS, Efektif 1 Januari 2018, 2017) Setiap rumah sakit wajib mempunyai standar pelayanan medis yang kemudian perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO). SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi. (Azwar, 2010) Akreditasi rumah sakit merupakan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang dilakukan dengan membangun sistem dan budaya mutu. Melalui akreditasi rumah sakit diharapkan ada perbaikan sistem di rumah sakit yang meliputi input, process dan product output berupa output dan outcome. (KARS, Standar akreditasi rumah sakit, 2012) 2.7.4 Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis tentang rekam medis. Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis, dijelaskan bahwa rekam medis merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Kemudian
diperbaharui
dengan
PERMENKES
No
:
269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan 15
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Kholihi, 2011). Kegunaan
rekam
medis
secara
umum
sesuai
dengan
Undang-Undang Dirjen Pelayan Medis Depkes RI dalam keputusan No. 78 tahun1991 adalah sebagai berikut (Murniwati, 2012): 1. Sebagai media komunikasi antara dokter/-dokter gigi dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien. 2. Menyediakan data yang berguna bagi pengguna penelitian dan pendidikan. 3. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada pasien. 4. Sebagai
bukti
tertulis
atas
segala
tindakan
pelayanan,
perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di RS. 5. Sebagai dasar yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien. 6. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. 7. Sebagai dasar dalam perhitungan pembayaran pelayanan medis pasien. 8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta bahan pertanggung jawaban dan laporan. Kelengkapan isi Rekam Medik Kedokteran Gigi menurut pedoman Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi adalah (Murniwati, Machmud, & Rahmasari): 1. Identitas pasien Data identitas pasien yang berisi: nomor file, tanggal pembukaan status, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir/umur, alamat rumah, nomor telepon rumah dan handphone, 16
pekerjaan, alamat kantor, nomor telepon kantor dan faximile. Identitas ini diisi saat pertama kali pasien dating. 2. Keadaan umum pasien Data keadaan umum pasien dalam rekam data gigi minimal berisi: Golongan darah., Tekanan darah normal (adakah kelainan tekanan darah) dan penyakit sistemik. 3. Odontogram Odontogram
berisi
data
tanggal
pemeriksaan
untuk
odontogram, gambar denah gigi (odontogram), hubungan oklusi, torus palatinus, torus mandibularis., tipe langitlangit mulut (palatum), ada atau tidaknya gigi berlebih (supernumery), ada atau tidaknya diastema sentral., adakah anomaly atau ciri-ciri lainnya. Pembuatan odontogram diulangi atau dilengkapi pada setiap kunjungan selanjutnya. 4. Data perawatan kedokteran gigi Data perawatan kedokteran gigi berisi: tanggal kunjungan, gigi yang dirawat, keluhan dan diagnose, tindakan yang dilakukan, paraf dokter gigi, Rontgen foto, intra oral digital foto jika ada. 5. Nama dokter gigi yang merawat. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya. Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat 17
diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi/personal identification number (PIN). Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis, catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Lebih lanjut penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya. Kepemilikan Rekam Medis Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan lampiran dokumen menjadi milik pasien. Penyimpanan Rekam Medis Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25 tahun. 2.7.5 Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis sanksi akibat medical error. Kesalahan
atau kelalaian
dalam melaksanakan
profesi yang
tercantum dalam pasal 54 dan 55 UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, berbunyi sebagai berikut: Pasal 54 : 1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
18
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis disiplin tenaga kesehatan. 3. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas,fungsi dan tatakerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan pengadilan. Pasal 55 : 1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. 2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Dari pasal 54 dan 55 tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa sanksi terhadap malpraktek medik adalah dikenakannnya tindakan
disiplin
yang
ditentukan
oleh
majelis
disiplin
tenagakesehatan kepada dokter yang menurut penilaian Majelis tersebut telah melakukan kelalaian. Sedangkan mengenai ganti rugi yang harus dipenuhi dokter yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang ganti rugi dapat mengacu pada kitap undang-undang Hukum Perdata. (Pontoh, 2013)
19
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Profesi dokter merupakan profesi yang sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Tenaga medis bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang optimal. Dalam hal ini dokter memiliki tanggung jawab terhadap tindakan medik yang merupakan kewenangan dokter. Di dalam rumah sakit, profesi dokter merupakan profesi yang memiliki kemandirian dan tanggungjawab yang relatif besar, khususnya profesi dokter spesialis. Tanggungjawab dokter terdapat dalam bidang etika profesi dan bidang hukum. Bila dokter melakukan tindakan medis yang merugikan, maka ia harus ikut bertanggungjawab dan tidak dapat meletakkan semua kesalahan pada rumah sakit, meskipun dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan sebaliknya. Medical error merupakan suatu “kegagalan
untuk menyelesaikan
tindakan yang direncanakan karena ketidaksengajaan tenaga medis.
3.2 Saran Untuk menghindari terjadinya kesalahan medikasi, perlu adanya koordinasi yang jelas diantara semua tenaga medis di pelayanan kesehatan dan juga di setiap pelayanan kesehatan diperlukan unit mutu dan keselamatan pasien dalam mengontrol, mengawasi dan mengintervensi terkait medical error sehingga meminimalisir kelalaian dalam pembuatan insident report secara sistematik.
20
Daftar Pustaka Azwar, A. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan Edk 3. Tanggerang: Binarupa Aksara. Basabih, M. (2017). Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja RS BLU? Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 3(2), 150-157. DepKes. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) Edisi 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dwiprahasto, I. (n.d.). Medical Error Di Rumah Sakit Dan Upaya Untuk Meminimalkan Risiko. Bagian Farmakologi dan Terapi, dan MMR Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Hasna, N. (2011). Implementasi Dan Implikasi Hukum Clinical Privilege Sebagai Upaya Patient Safety Di Rumah Sakit. Soepra Hukum Kesehatan, 1(1). Kamil, H. (n.d.). Patient Safety. Idea Nursing Journa, 1(1), 1-8. KARS. (2012). Standar akreditasi rumah sakit. KARS. (2017). Efektif 1 Januari 2018. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit, 421. Kholihi, U. (2011, Mei). Pengenalan Ilmu Rekam Medis Pada Masyarakat Serta Kewajiban Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Komunitas, 1(2), 61-72. KKI. (2006). Manual Rekam Medis. Machmud, R. (2008, Maret-September). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(2), 186-190. Murniwati. (2012, Juli-Desember). Peran Rekam Medik Gigi Sebagai Sarana Identifikasi. Majalah Kedokteran Andalas, 36(2), 163-172. Murniwati, Machmud, R., & Rahmasari, S. (n.d.). Gambaran Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Rekam Medik Gigi. Andalas Dental Journal, 58-70. Nasution, P. C. (2018). Keselamatan Pasien (Patient Safety). Repository Institusi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
21
Njoto, H. (2011, Agustus). Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44 Th 2009 Tentang Rumah Sakit. DIH, Jurnal Ilmu Hukum, 7(14), 57-71. Pontoh, M. R. (2013, November). Penegakan Hukum Pidana Terhadap Resiko Medik Dan Malpraktek Dalam Pelaksanaan Tugas Dokter. Lex Crimen, 2(7), 74-83. Salmah, S., & Susanto. (2016). Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Medis Pada Pembuatan Standar Prosedur Operasional Pelayanan Medis di Rumah Sakit Ibu dan Anak ‘Aisyiyah Klaten. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5(1), 73-76. Siswosaputro, A. Y., & Herawati, D. (2012). Hubungan Dokter Pasien Sesuai Harapan Konsil Kedokteran Indonesia. Maj Ked Gi, 19(2), 171-175.
22