S1-2015-312891-introduction.pdf

  • Uploaded by: Simei Reiva Julianti Sumolang
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View S1-2015-312891-introduction.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,016
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Jerawat merupakan penyakit pada permukaan kulit yang sering dijumpai terutama pada remaja. Walaupun terlihat sepele, jerawat dapat sangat mengganggu dan menurunkan kepercayaan diri seseorang. Saat ini masyarakat banyak mengobati jerawat dengan terapi herbal. Banyak tanaman yang secara empiris dipercaya dapat menyembuhkan jerawat, salah satunya daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.). Berdasarkan penelitian di India, daun kemangi yang digosok-gosokkan pada telapak tangan kemudian ditempelkan pada wajah dapat mengobati jerawat dengan efektivitas yang sama dengan terapi kombinasi tetrasiklin secara oral dan sulfur secara topikal (Balambal, 1985 cit. Magin et al., 2006). Ekstrak etanolik daun kemangi diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Khalil, 2013). Dengan demikian, ekstrak etanolik daun kemangi dapat digunakan untuk membantu mengatasi inflamasi pada jerawat. Ekstrak etanolik daun kemangi dibuat menjadi sediaan topikal untuk mempermudah penggunaannya. Sediaan topikal yang mungkin dibuat antara lain krim, gel, lotion, salep, dan pasta. Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Sediaan gel lebih cocok digunakan sebagai obat jerawat dibandingkan sediaan krim karena sediaan gel dengan pelarut yang polar akan lebih mudah dibersihkan dari permukaan kulit

1

2

setelah pemakaian dan tidak mengandung minyak yang dapat memperparah jerawat (Darijanto et al., 2012). Sifat fisik gel merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam formulasi sediaan gel. Sediaan gel harus memiliki sifat fisik yang baik agar dapat menghantarkan zat aktif dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat fisik gel adalah basis gel. Basis gel merupakan komponen yang diperlukan untuk membentuk massa gel yang diinginkan. Basis gel antara lain karbomer, HPMC, CMC-Na, alginat, tween, dan sebagainya. Setiap basis gel memiliki karakter yang berbeda dan akan menghasilkan gel dengan karakter yang berbeda pula. Karbomer merupakan basis gel yang memiliki kemampuan mengentalkan yang lebih efisien pada viskositas tinggi dan menghasilkan gel dengan kejernihan yang baik (Allen, 2002). Karbomer bersifat asam dan pembentukan gelnya sangat tergantung pada pH sehingga membutuhkan suatu basa (Rowe et al., 2006). Gel dari basis CMCNa akan memiliki sifat yang lembut, elastis, dan memberikan viskositas yang stabil (Zatz & Kushla, 1996 ; Rowe et al., 2006). Namun, CMC-Na akan menghasilkan gel yang tidak jernih karena ia membentuk dispersi koloid dalam air yang ditandai dengan adanya bintik-bintik dalam gel (Rowe et al., 2006). Selain itu, CMC-Na memberikan daya sebar gel yang kurang baik (Erawati et al., 2005). Oleh karena itu, karbomer dan CMC-Na perlu dikombinasikan untuk menutupi kekurangan dan menggabungkan kelebihan dari kedua basis gel. Optimasi formula gel ekstrak etanolik daun kemangi dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, salah satunya metode simplex lattice design. Metode simplex lattice design dapat menentukan kombinasi karbomer dan CMC-

3

Na dalam gel ekstrak etanolik daun kemangi yang dapat menghasilkan sifat fisik optimum. Oleh karena itu, optimasi formula gel ekstrak etanolik daun kemangi dengan kombinasi basis karbomer dan CMC-Na dilakukan menggunakan metode simplex lattice design. B. Perumusan Masalah 1. Pada komposisi berapakah karbomer dan CMC-Na dapat menghasilkan formula optimum gel ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.) dengan metode simplex lattice design ? 2. Bagaimanakah pengaruh komponen karbomer, komponen CMC-Na, dan interaksi keduanya terhadap sifat fisik gel ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.) ? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui komposisi karbomer dan CMC-Na yang optimum dalam gel ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.) menggunakan metode simplex lattice design. 2.

Mengetahui pengaruh komponen karbomer, komponen CMC-Na, dan interaksi keduanya terhadap sifat fisik gel ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.) menggunakan metode simplex lattice design. D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah motivasi mahasiswa dalam

mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman herbal

4

di Indonesia. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman kemangi dalam mengatasi jerawat. Bagi institusi, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang kegunaan tanaman kemangi dalam mengatasi jerawat. E. Tinjauan Pustaka 1. Uraian tanaman kemangi

Gambar 1. Tanaman kemangi

a.

Klasifikasi Tanaman Divisi

: Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae Kelas

: Dicotylodoneae

Bangsa

: Lamiales

Suku

: Lamiaceae (Labiatae)

Marga

: Ocimum

Jenis

: Ocimum basilicum L. forma citratum Back. (Van Steenis, 2008)

5

b. Morfologi Tanaman Tanaman kemangi berupa herba dengan tinggi 0,3-0,6 m. Batang tanaman kemangi berbentuk bulat, berwarna hijau, berkayu, dan bercabang. Daunnya tunggal, berhadapan, berwarna hijau, berbulu, berbentuk bulat telur dengan panjang 1-5 cm dan lebar 6-30 mm, dan ujungnya runcing. Pertulangan daunnya menyirip, ujung dan pangkal daun runcing, dan tepi bergerigi. Bunga majemuk, bentuk malai, daun pelindung berbentuk elips, kelopak bentuk ginjal, kelopak tambahan bentuk tabung berambut lebat, benang sari bercabang 2, kepala putik putih, mahkota berbibir dua, putih. Biji tanaman kemangi berbentuk bulat telur, keras, hitam, dengan diameter kurang lebih 1 mm. Akarnya tunggang dan berwarna putih kotor (Anonim, 2001). c. Kandungan Kimia dan Khasiat Tanaman kemangi mengandung flavonoid, tanin, phlobatannin, saponin, steroid, karbohidrat, terpenoid, antrakinon, glikosida jantung, alkaloid, dan minyak atsiri. Kandungan kimia yang terdapat dalam daunnya antara lain asam kafeat, p-asam kumarat, miresin, rutin, dan quersetin (Issazadeh et al., 2012). Khasiat kemangi secara umum diantaranya menghilangkan bau badan dan bau mulut, anestesi, membantu mengatasi ejakulasi prematur, antikolinesterase, merangsang aktivitas saraf pusat, melebarkan pembuluh kapiler, menguatkan hepar, merangsang faktor kekebalan tubuh, merangsang ASI, melebarkan pembuluh

darah,

mencegah

pengentalan

darah,

melancarkan

sirkulasi,

merangsang keluarnya hormon androgen dan estrogen, serta mencegah pengeroposan tulang (Hariana, 2008).

6

Ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif seperti : Staphylococcus aureus; Staphylococcus epidermidis; Bacillus subtilis; dan Bacillus paludis, bakteri gram negatif seperti : Escherichia coli; Pseudomonas aeruginosa; Shigella flaxinery; dan Enterobacter aerogenes, serta jamur seperti : Candida albicans, Aspergillus fumigans, dan Aspergillus niger (Patil et al., 2011). Ekstrak etanolik kemangi dengan konsentrasi 100 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter daya hambat sebesar 9 mm (Khalil, 2013). Senyawa yang diduga berperan sebagai antibakteri pada tanaman kemangi antara lain flavonoid, tanin, saponin, dan minyak atsiri (Issazadeh et al., 2012 ; Maryati & Fauzia, 2007). Flavonoid merusak membran sel dengan cara membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler yang mengakibatkan keluarnya senyawa intraseluler. Tanin membentuk kompleks irreversible dengan protein yang kaya akan asam amino prolin, yang mengakibatkan penghambatan sintesis protein. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah dengan menurunkan tegangan permukaan sehingga meningkatkan permeabilitas yang akan menyebabkan kebocoran sel dan keluarnya senyawa intraseluler bakteri (Nuria et al., 2009). Minyak atsiri mengandung senyawa turunan fenol yang dapat mengikat protein pada bakteri yang menyebabkan permeabilitas dan transportasi terganggu sehingga dapat mengganggu pertumbuhan sel bakteri (Siswandono & Soekardjo, 1995).

7

2.

Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang didapatkan dengan cara mengambil zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian sebagian atau semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi persyaratan yang telah ditentukan (Anonim, 1995). Ekstraksi adalah peristiwa penarikan zat aktif dari suatu bahan menggunakan pelarut tertentu sehingga zat aktif dapat terlarut dalam pelarut (Harborne,1987). Pelarut dalam proses ekstraksi harus dapat melarutkan zat yang akan disari dan memisahkannya dari bahan dan zat lainnya sehingga ekstrak akan mengandung zat-zat yang diinginkan. Pemilihan pelarut didasarkan pada lima faktor utama menurut Anonim (2000), yaitu (1) selektivitas, (2) kemudahan dalam penggunaan, (3) ekonomis, (4) ramah lingkungan, dan (5) keamanan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Berikut ini adalah beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Anonim, 2000). a. Cara Dingin 1) Maserasi Maserasi adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Prinsip dari metode ini adalah pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi adalah proses pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan.

8

2) Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya terus menerus hingga didapatkan ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. b. Cara Panas 1) Refluks Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada suhu titik didihnya dengan durasi tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sebanyak 3-5 kali sampai proses ekstraksi sempurna. 2) Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dan dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3) Digesti Digesti adalah maserasi dengan pengadukan terus menerus (maserasi kinetik) pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan, umumnya antara 40-50o C. 4) Infusa Infusa adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut air pada suhu penangas air (96-98oC) dengan durasi tertentu (15-20 menit).

9

5) Dekok Dekok adalah infusa dengan waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air. 3.

Jerawat

Jerawat merupakan penyakit pada permukaan kulit yang diakibatkan oleh kelenjar minyak pada kulit yang terlalu aktif sehingga pori-pori kulit akan tersumbat oleh timbunan lemak yang berlebihan. Apabila timbunan lemak tersebut bercampur dengan keringat, debu, dan kotoran lain, maka akan timbul timbunan lemak dengan bintik hitam diatasnya yang disebut komedo. Infeksi bakteri pada komedo akan menyebabkan peradangan yang dikenal sebagai jerawat dengan ukuran yang bervariasi, berwarna merah, kadang bernanah dan dapat menimbulkan rasa nyeri. Bakteri yang umumnya menginfeksi jerawat adalah Propionibacterium

acnes

(Djajadisastra

et

al.,

2009).

Namun,

bakteri

Staphylococcus aureus juga diketahui sebagai bakteri patogen penyebab jerawat (Widyaningrum, 2013). Empat faktor utama penyebab timbulnya jerawat antara lain (1) meningkatnya produksi sebum, (2) pengelupasan keratinosit, (3) pertumbuhan bakteri, (4) inflamasi (Wells et al., 2009). Jenis-jenis jerawat menurut Dwikarya (2008) antara lain : a. Komedo Peningkatan

produksi

sebum

dapat

meningkatkan

populasi

bakteri

Propionibacterium acnes yang mengakibatkan peningkatan hidrolisis asam lemak menjadi asam lemak jenuh. Aliran sebum akan terhambat karena sumbatan dari

10

pori-pori kulit. Sumbatan ini awalnya tampak berwarna putih pucat yang dikenal sebagai komedo tertutup atau white comedo yang dapat menjadi komedo terbuka atau black comedo dengan ciri-ciri adanya bintik hitam pada pori-pori. b. Jerawat radang Jerawat radang terjadi akibat invasi sel darah putih ke kantung folikel yang pecah. Infeksi bakteri akan memperparah jerawat. Ciri-ciri dari jerawat radang adalah berwarna merah, bernanah, dan terasa nyeri. c. Jerawat konglobata Jerawat konglobata merupakan jerawat bisul-bisul yang bergerombol menjadi satu membentuk danau nanah dan mengakibatkan reaksi demam setempat. Jerawat ini diakibatkan karena kurangnya menjaga kebersihan. Jerawat ini dapat meninggalkan bekas setelah sembuh. Pada dasarnya, prinsip pengobatan jerawat menurut Widyaningrum (2013) adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan proses regenerasi kulit dengan cara pengelupasan kulit supaya tidak terjadi sumbatan pada pori-pori kulit. b. Menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat. c. Menekan produksi kelenjar sebasea. d. Menekan proses radang di lapisan dermis. 4.

Gel

Gel adalah suatu sistem semipadat yang berisi dispersi dari molekul kecil ataupun besar dalam cairan pembawa berair dan berbentuk seperti jelly dengan penambahan basis gel. Gel yang makromolekulnya disebarkan ke seluruh cairan

11

sampai tidak terlihat ada batas di antaranya disebut dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase dan sering disebut magma atau susu. Gel dan magma dianggap sebagai dispersi koloid karena terdiri dari partikelpartikel dengan ukuran koloid (Allen et al., 2011). Sediaan gel mengandung cairan pembawa yang berupa air atau alkohol dan basis gel seperti pati, derivat selulosa, karbomer, magnesium-alumunium silikat, gom xantan, silika koloid, alumunium atau zinc soaps. Sediaan gel terlihat jernih pada sistem satu fase dan terlihat keruh pada sistem dua fase. Gel memiliki sifat kental, tidak berminyak, dan memberikan efek dingin ketika diaplikasikan pada permukaan kulit (Buhse et al., 2005). Sediaan gel memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, elastis, daya lekat baik, memberikan efek dingin, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air, dan mampu melepaskan obat dengan baik (Voigt, 1984). Sifat gel yang sangat khas (Zatz & Kushla, 1996) antara lain : a. Dapat mengembang, karena basis gel mampu mengabsorbsi larutan yang membuat volume bertambah. b. Sineresis, yaitu suatu proses keluarnya cairan yang terjerat dalam massa gel ke atas permukaan gel. Peristiwa ini disebabkan oleh adanya kontraksi dalam massa gel. c. Bentuk strutur gel resisten terhadap perubahan. Struktur gel bermacam-macam tergantung basis gel yang digunakan.

12

Gel dapat diklasifikasikan sebagai gel inorganik atau gel organik. Gel organik biasanya merupakan gel dengan sistem satu fase, sedangkan sebagian besar gel inorganik biasanya merupakan gel dengan sistem dua fase. Gel juga dapat diklasifikasikan sebagai hidrogel atau organogel. Hidrogel adalah gel yang cairan pembawanya berupa air, sedangkan organogel adalah gel yang cairan pembawanya berupa pelarut organik (Mahato, 2007). Sediaan gel mengandung air cukup tinggi sehingga akan lebih mudah terkontaminasi oleh mikroba. Maka dari itu, perlu ditambahkan bahan pengawet atau preservatif ke dalam sediaan gel (Voigt, 1984). Menurut Agoes (2012), sediaan gel untuk dermatologis sebaiknya memiliki aliran tiksotropik, dapat menyebar dengan baik, tidak berminyak (terutama untuk pengobatan jerawat), mudah dibersihkan, mengandung bahan pelembut (emolien) demulsen (terutama untuk jaringan yang terluka), tidak berwarna, kompatibel dengan sejumlah eksipien, dan larut atau tercampur air. Kontrol kualitas yang dilakukan pada sediaan gel antara lain : 1. Organoleptis Pemeriksaan

organoleptis

meliputi

pemeriksaan

warna,

kejernihan,

kekeruhan, dan bentuk sediaan (Barel et al., 2009). 2. Homogenitas Homogenitas gel diamati dengan cara visual yaitu dengan mengamati di kaca obyek di bawah sinar. Gel dikatakan homogen apabila semua bagian tercampurkan secara merata (Barel, et al., 2009).

13

3. pH Derajat keasaman suatu bahan disebut dengan pH. Sediaan topikal harus memiliki pH yang sama dengan kulit normal yaitu antara 4,5-6,5 untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit (Draelos & Thaman, 2006 cit. Arsitowati, 2013). 4. Viskositas Viskositas merupakan ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Semakin besar viskositas, semakin besar pula resistensi zat cair untuk mengalir (Zulfikri, 2000). Viskositas akan mempengaruhi stabilitas fisik dan ketersediaan hayati (Barel et al., 2009). Semakin tinggi viskositas, waktu retensi pada tempat aksi akan naik, sedangkan daya sebarnya akan turun. Viskositas dapat ditingkatkan dengan penambahan basis gel (Donovan & Flannagan, 1996). 5. Daya sebar Sediaan topikal harus memiliki daya sebar yang baik agar kontak antara zat aktif dengan kulit luas, sehingga zat aktif mudah diabsorpsi. Diameter daya sebar untuk sediaan topikal sebaiknya sekitar 5-7 cm (Garg et al., 2002). 6. Daya lekat Daya lekat berkaitan dengan kemampuan penghantaran zat aktif dari sediaan. Semakin baik daya lekat suatu sediaan, maka penghantaran zat aktifnya makin baik. Daya lekat untuk sediaan semipadat sebaiknya lebih dari 1 detik (Zatz & Kushla, 1996).

14

5.

Monografi bahan

a. Karbomer Nama resmi

: Karboksi Polimetilen.

Sinonim

: Akritamer,

polimer

asam

akrilat,

karbopol,

asam

poliakrilat, Pemulen, Ultrez. Rumus molekul

: C10-C30 Alkil Akrilat Polimer Silang.

Rumus struktur

:

Gambar 2. Struktur Karbomer (Rowe et al., 2006)

Berat molekul

: 940 gmol-1.

Pemerian

: Serbuk hablur putih, sedikit berbau khas, higroskopis.

Kelarutan

: Larut dalam air hangat, etanol, dan gliserin.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Konsentrasi

: 0,5 - 2,0 % (Rowe et al., 2006).

Karbomer merupakan polimer dengan berat molekul tinggi dari asam akrilat yang berikatan silang dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaeritritol dan mengandung gugus karboksilat pada sekitar dua per tiga dari unit berulangnya (Rowe et al., 2006). Gel akan terbentuk saat peristiwa netralisasi pada pH 5 dan pH 10 dengan adanya penambahan hidroksida logam atau amin, seperti diisopropanolamin

15

dan trietanolamin. Netralisasi akan mengekspansi rantai panjang karbomer melalui tolak menolak muatan yang akan menghasilkan lilitan jaringan gel. Daya tolak menolak elektrostatika berperan dalam pembentukan gel, sehingga viskositas dan kekuatan gel dipengaruhi oleh pH dan kandungan garam (Agoes, 2012). Karbomer aman digunakan secara topikal. Karbomer diketahui sebagai bahan yang tidak menimbulkan hipersensitisitas pada manusia. Karbomer memiliki gugus karboksilat yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan jaringan biologis yang menyebabkannya dapat melekat dengan baik (Rowe et al., 2006). Karbomer memiliki kemampuan mengentalkan gel yang lebih efisien pada viskositas tinggi dan menghasilkan gel dengan kejernihan yang baik (Allen, 2002). b. CMC-Na Nama resmi

: Karboksimetilselulosa Sodium.

Sinonim

: Akucell,

aquasorb,

blanose,

gom

selulosa,

karboksimetilselulosa natrium, CMC sodium, E466, Finnfix, Nymcel, SCMC, sodium karboksimetilselulosa, sodium selulosa glikolat, sodium CMC, Tylose C. Rumus struktur

:

Gambar 3. Struktur CMC-Na (Rowe et al., 2006)

16

Berat molekul

: 90000-700000.

Densitas

: 0,52 g/cm3.

pKa

: 4,3.

Titik lebur

: 227oC.

Pemerian

: Serbuk berwarna putih, tidak berbau, berupa serbuk granul

Kelarutan

: Tidak larut pada aseton, etanol (95%), eter, dan toluen. Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloid yang jernih.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat pada ruangan yang dingin dan kering.

Konsentrasi

: 3,0 - 6,0 % (Rowe et al., 2006).

Karboksimetilselulosa sodium atau CMC-Na banyak dipakai pada formulasi sediaan oral maupun sediaan topikal. Pada formulasi sediaan semisolid, CMC-Na dikenal kemampuannya dalam meningkatkan viskositas. Perbedaan jenis CMC-Na akan menghasilkan viskositas yang bervariasi pula. Penambahan konsentrasi CMC-Na akan meningkatkan viskositas larutan. Pemanasan pada temperatur tertentu dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan depolimerisasi gom dan akan menurunkan viskositasnya secara permanen. Viskositas larutan CMC-Na akan stabil pada pH antara 4-10 (Rowe et al., 2006). Molekul CMC-Na bersifat ionik karena ia merupakan garam natrium dari asam selulosaglikol. Larutan CMC-Na dalam air sifatnya netral dan tidak memiliki aktivitas permukaan. Serbuk CMC-Na dapat larut baik dalam air

17

dingin maupun air panas. Larutan dalam airnya stabil pada suhu panas, dan tidak mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 100oC dalam jangka waktu yang cukup lama. Karakter anionik dari CMC-Na mengakibatkan ia lebih sukar tercampurkan dibandingkan dengan etil selulosa non ionik. Penambahan asam yang cukup tinggi (pH<3,5) menyebabkan asam selulosaglikol mengendap (Voigt, 1984). Sifat CMC-Na yang higroskopis dan stabil menyebabkan ia mampu menyerap air dalam jumlah tinggi (>50%) pada lingkungan

yang

kelembabannya tinggi. Larutan CMC-Na dalam air stabil pada pH 2-10. Pada pH di bawah 2 larutan CMC-Na akan mengalami presipitasi, sedangkan pada pH di atas 10 akan terjadi penurunan viskositas secara signifikan. Umumnya, larutan CMC-Na akan memiliki stabilitas dan viskositas yang optimum pada pH 7-9 (Rowe et al., 2006). Gel dengan basis gel CMC-Na akan bersifat lembut, elastis, dan memiliki stabilitas yang tinggi (Zatz & Kushla, 1996 ; Bochek et al., 2002). c. Metil Paraben Nama resmi

: Metil paraben.

Sinonim

: Metil

ester

asam

4-hidroksibenzoat,

hidroksibenzoat, Nipagin M, Uniphen P-23. Rumus molekul

: C8H8O3.

metil

p-

18

Rumus struktur

:

Gambar 4. Struktur metil paraben (Rowe et al., 2006)

Berat molekul

: 152,15.

Pemerian

: Hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal putih, tidak berbau atau berbau khas lemah.

Kelarutan

: Mudah larut dalam etanol, eter praktis tidak larut dalam minyak, larut dalam 400 bagian air.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik (Rowe et al., 2006).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antibakteri dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antibakteri lain. Metil paraben meningkatkan aktivitas antibakteri dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe et al., 2006). d. Propilen Glikol Nama resmi

: Propilen Glikol.

Sinonim

: 1,2-dihidroksipropana, E1520, 2-hidroksipopanol, metil etilen glikol, metil glikol dan propana-1,2-diol.

19

Rumus molekul : C3H8O2. Rumus struktur :

Gambar 5. Struktur Propilen Glikol (Rowe et al., 2006)

Berat molekul

: 76,09.

Titik didih

: 188oC.

Densitas

: 1,038 g/cm3 pada 20oC.

Pemerian

: Larutan jernih atau sedikit berwarna, kental, rasa agak manis, mirip gliserin.

Kelarutan

: Larut dalam kloroform, etanol, gliserin, dan air.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, suhu rendah(Rowe et al., 2006).

Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan pengawet pada sediaan parenteral maupun non parenteral. Propilen glikol memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan gliserin dan dapat melarutkan berbagai bahan, seperti kortikosteriod, fenol, obat-obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan anestesi lokal (Rowe et al., 2006). Propilen glikol stabil secara kimia bila dikombinasikan dengan etanol, gliserin, atau air. Inkompatibilitas dengan bahan yang mengoksidasi, seperti kalium permanganat. Propilen glikol bersifat higroskopis, stabil pada suhu dingin dan wadah tertutup rapat. Pada suhu tinggi dan di tempat terbuka cenderung mengoksidasi, menimbulkan produk seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat.

20

e. Trietanolamin Nama resmi

: Trietanolamin.

Sinonim

: TEA, tealan, trihidroksitrietilamin.

Rumus molekul : C6H15NO3. Berat molekul

: 149, 19.

Rumus struktur :

Gambar 6. Struktur Trietanolamin (Rowe et al., 2006)

Pemerian

: Cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau mirip amonia.

Kelarutan

: Larut dalam air, etanol, kloroform (Rowe et al., 2006).

Trietanolamin telah banyak digunakan pada formulasi sediaan topikal. Trietanolamin akan bereaksi dengan asam mineral membentuk garam kristal dan ester dangan adanya asam lemak tinggi. Fungsi dari trietanolamin adalah sebagai penstabil karbopol (Rowe et al., 2006). e. Natrium Hidroksida Nama resmi

: Natrium hidroksida.

Sinonim

: Sodium hidroksida.

Rumus molekul : NaOH. Berat molekul

: 40,00.

21

Pemerian

: Massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, berwarna putih, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air dan dalam etanol.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0% (Anonim, 1995). Fungsi NaOH adalah untuk menetralkan basis gel karbopol agar mencapai pH 5-10 untuk dapat menghasilkan gel (Agoes, 2012).

f. Akuades Nama resmi

: Air murni.

Sinonim

: Aqua, aqua purificata.

Rumus molekul

: H2O.

Berat molekul

: 18,02.

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmotik balik, atau proses lain yang sesuai. Tidak mengandung zat tambahan lain (Anonim, 1995). Kegunaannya adalah sebagai pelarut. Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam keberadaan air atau uap air) pada suhu tinggi, bereaksi dengan logam alkali dan oksidannya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam

22

anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik tertentu dan kalsium karbida (Anonim, 1979). 6.

Simplex lattice design

Metode simplex lattice design merupakan suatu metode penentuan formula optimum suatu sediaan yang mengandung kombinasi dari beberapa bahan. Metode simplex lattice design juga disebut sebagai mixture design. Syarat untuk menggunakan metode simplex lattice design yaitu jumlah total komponen bahan yang berbeda harus konstan. Kombinasi bahan dari simplex lattice design diformulasi untuk mendapatkan data eksperimental. Data hasil eksperimen digunakan untuk mendapatkan persamaan yang akan memprediksi respon yang akan dihasilkan. Persamaan simplex lattice design untuk kombinasi dua bahan yang berbeda adalah sebagai berikut (Bolton & Bon, 2010). Y=B1(A)+B2(B)+B12(A)(B) Keterangan : Y = respon A = konsentrasi/proporsi komponen A B = konsentrasi/proporsi komponen B B1 = koefisien komponen A (berdasarkan perhitungan hasil eksperimen) B2 = koefisien komponen B (berdasarkan perhitungan hasil eksperimen) B12 = koefisien komponen A dan B (berdasarkan perhitungan hasil eksperimen) F. Landasan Teori Jerawat merupakan penyakit kulit yang dapat disebabkan oleh bakteri patogen penyebab jerawat, salah satunya bakteri Staphylococcus aureus (Widyaningrum, 2013). Ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum

23

Back.) dengan konsentrasi 9,09% b/b memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Khalil, 2013). Sediaan gel cocok digunakan dalam pengobatan jerawat karena mudah dibersihkan dari permukaan kulit dan tidak mengandung minyak yang dapat memperparah jerawat (Darijanto et al., 2012). Sifat fisik sediaan gel dipengaruhi oleh basis gelnya. Karbomer akan menghasilkan gel yang jernih dengan viskositas yang tinggi (Allen, 2002). Karbomer bersifat asam dan pembentukan gelnya sangat dipengaruhi oleh pH sehingga membutuhkan suatu basa (Rowe et al., 2006). Basis CMC-Na akan menghasilkan gel yang lembut, elastis, dan memberikan viskositas yang stabil (Zatz & Kushla, 1996 ; Rowe et al., 2006), namun akan menghasilkan gel yang tidak jernih (Rowe et al., 2006) dan memberikan daya sebar gel yang kurang baik (Erawati et al, 2005). Penggunaan kombinasi karbomer dan CMC-Na sebagai basis gel dalam gel ekstrak etanolik daun kemangi bertujuan untuk menggabungkan kelebihan dari masing-masing basis gel dan dapat saling menutupi kekurangannya. Dengan demikian, diharapkan kombinasi kedua komponen tersebut dapat menghasilkan gel dengan sifat fisik optimum. Optimasi formula gel dapat dilakukan menggunakan metode simplex lattice design, yang akan memberikan prediksi respon berdasarkan data eksperimental yang telah dilakukan (Bolton & Bon, 2010), sehingga akan didapatkan formula gel yang menghasilkan gel dengan sifat fisik yang diharapkan.

24

G. Hipotesis 1. Kombinasi karbomer dan CMC-Na dengan komposisi tertentu akan menghasilkan gel ekstrak etanolik daun kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.) dengan sifat fisik optimum dengan metode simplex lattice design. 2. Komponen karbomer akan meningkatkan viskositas, menurunkan pH, dan menghasilkan gel yang jernih. Komponen CMC-Na akan menghasilkan gel yang lembut. Interaksi karbomer-CMC-Na akan meningkatkan viskositas dan menghasilkan gel yang jernih dan lembut.

More Documents from "Simei Reiva Julianti Sumolang"

December 2019 11
Transformasi Laplace.docx
October 2019 25
Tps.pdf
October 2019 24
Nama Roti.docx
October 2019 8
Albo Buena.docx
April 2020 12