Rutnadeaks.docx

  • Uploaded by: Rut Kartika
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rutnadeaks.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,831
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebanyakan diantara kita sudah menyadari bahwa lingkungan di sekitar kita selalu bergerak, berubah, mempegaruhi kehidupan kita. Dalam dunia yang semakin kompetitif, melakukan perubahan adalah kebutuhan mutlak. Namun, pengalaman empiris menunjukkan bahwa upaya perubahan tidak selalu berhasil. Untuk itu, perubahan yang dilakukan perlu dikelola dengan baik dan benar. Sumber daya manusia berperan sebagai pemain kunci untuk keberhasilan perubahan. Oleh karena itu, kedepan, sumber daya manusia harus selalu ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilannya secara terus-menerus. Manajemen perubahan merupakan pengelolaan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi, dalam kondisi lingkungan yang bergerak terus-menerus. Manajemen perubahan perlu mengambil pelajaran dari pengalaman sebelumnya, menjalankan proses perubahan dengan benar dan memberika peran dan tanggung jawab kepada semua stakeholder sesuai proporsinya. Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak akansurvive apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern. Kecuali perubahan yang bertujuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, organisasi kadang-kadang menganggap perlu secara sengaja melakukan perubahan guna meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Karena sifat dan tujuan setiap organisasi berbeda satu sama lain maka frekuensi dan kadar perubahan yang

1

sterjadinya pun tidak selalu sama. Organisasi-organisasi tertentu lebih sering mengalami perubahan, sementara organisasi lain relatif jarang melakukannya. Menghadapi kondisi lingkungan yang selalu berubah tersebut, tidak ada cara lain yang lebih bijaksana bagi seorang pimpinan kecuali dengan memahami hakekat perubahan itu sendiri danmenyiapkan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Perguruan tinggi (sebagai bagian dari organisasi sosial) tidak luput dari kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, yang berarti jika perguruan tinggi ingin survive apalagi berkembang dituntut untuk tanggap terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan mampu merespon dengan benar. B. RUMUSAN MASALAH  Bagaimana konsep utama dalam menggunakan manajemen periaku untuk memengaruhi perilaku siswa secara positif ?  Bagaimana melakukan penilaian perilaku fungsional untuk mennetukan mengapa siswa menunjukkan perilaku yang mengganggu pelajaran dan pelajaran orang lain?  bagaimana mengembangkan rencana intervensi perilaku untuk membantu siswa dalam mengembangkan keahlian spesifik yang membantunya memunculkan perilaku yang lebih bertanggung jawab ?  bagaimana bekerja dengan tim dari rekan kerja untuk mengembangkan rencana perilaku ? C. TUJUAN  Konsep utama dalam menggunakan manajemen periaku untuk memengaruhi perilaku siswa secara positif.  Melakukan penilaian perilaku fungsional untuk mennetukan mengapa siswa menunjukkan perilaku yang mengganggu pelajaran dan pelajaran orang lain.  Mengembangkan rencana intervensi perilaku untuk membantu siswa dalam mengembangkan keahlian spesifik yang membantunya memunculkan perilaku yang lebih bertanggung jawab.  Bekerja dengan tim dari rekan kerja untuk mengembangkan rencana perilaku.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Perilaku (Behavior) dalam Perspektif Perspektif manajemen perilaku/pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang percaya bahwa jika manajer berfokus pada karyawan bukan pada produksi mekanistik, maka pekerjaan menjadi lebih puas dan dengan demikian, lebih produktif. Mereka mendukung gagasan manajer harus paternalistik dan memelihara dalam rangka membangun kelompok kerja yang produktif dan kuat. Studi ini merupakan sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metodemetode dari berbagai ilmu. Antara lain yaitu ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan psikologi. Gerakan ilmu perilaku menekankan perlunya untuk studi ilmiah dari elemen manusia organisasi. Intervensi perilaku dalam banyak hal telah dipahami oleh banyak guru. Di satu sisi, bebrapa guru memandang metode behavioristic sebagai pendektan kompleks dan menghabiskan waktunnamun merupakan jawaban atsa masalah disiplin. Di lain pihak banyak guru memandang behaviorisme sebagai pendekatan yang manipulative represif dalam menghdapi sisiwa. Jawabannya terletak diantara titik ekstrem ini. Metode behavioristk tidak dapat dan tidak harus memcahkan semua masalah disiplin. Tidak ada pengganti untu pengajaran yang efektif dalam lingkungan peduli. Behaviorsime juga bukan ilmu yang bersifat mekanistif manipulative. Lebih dari itu behaviorisme dapat dignakan untuk membantu guru lebih memahami perilaku siswa dalam mengembangkan perilaku kelas ynag bertanggung jawab. Seperti Alberto dan Troutman (2006) merujuk buku mereka Applied Behavior Analysis For Teacher, tujuan penggunaan yang efektif prinsip-prinsip behavioral adalah untuk meningkatkan bukan menurunkan pilihan bagi siswa. Hubungan antara perilaku dan lingkungan saling berbalasan. Siswa yang terlibat dalam perilaku yang secara negative mempengaruhi pembelajaran mereka dan melanggar hak-hak orang lain kecil kemungkinan menjadi pelajar yang berhasil atau mempunyai pilihan persahabatan yang luas. 3

1. Asusmsi Dasar yang Menadasari Intervensi Behavioristik Behavioristik sesungguhnya lebih bersifat pemikiran dan metodologis daripada rangkaian prosedur yang spesifik. Aliran ini di dasarkan pada penyelidikan data yang spesifik dan menerapkan prosedur yang valid secara eksperimental untuk mengubah perilaku. Behavioristik merupakan pendekatan ilmiah untuk mengubah perilaku. Pendekatan ini didasarkan pada 3 asumsi utama : 1. Perilaku yang dipengeruhi oleh anteseden dan konsekuensi yang berkaitan dengan perilaku, 2. Program pengubah perilaku harus focus pada yang sspesifik dan dapat diobservasi, 3. Pengumpulan data diperlukan untuk mengubah perilaku secara mendalam dan sistematis.

2. Behavior Dipengaruhi Oleh Anteseden dan Konsekuensi yang berkaitan dengan Perilaku Para pendukung behavioris mengakui pentingnya anteseden dan konsekuensi. Berkenaan dengan konsekuensi atau kejadian yang mengikuti perilaku, penelitianpenelitian perilaku mengembangkan 3 atutan dasar melsalui penelitian perilaku manusia yang seksama : 1. Perilaku diikuti secara langsung oleh imbalan yang terjadi lebih sering, 2. Perilaku akan dibedakan ketika tidak lagi diperkuat, 3. Perilaku diikuti oleh konsekuensi yang tidak diinginkan akan jarang terjadi.

3. Program Pengubah Perilaku yang harus Memfokuskan pada Perilaku yang Spesifik dan Dapat Dioservasi Jika kita mengharapkan bantuan siswa untuk mengembangkan keterampilan baru taau mengurangi perilaku yang tidak diharapkan secara hati-hati dan sistematis, kita harus berhubungan dengan perilaku spesifik dan dapat diamati. Dan bukan hal yang membantu baik bagi guru ataupun siswa untuk menyatakan bahwa siswa tersebut mengganggu dan tidak dapat diperbaiki. Akan lebih bermanfaat jika kita menyatakan bahwa siswa tersebut akan belajar lebih banyak dan akan disukai dengan lebih baik oleh teman sebaya jika iaa dapat mereduksi sejumlah waktu dalam mengganggu guru dan siswa lain dapat menurunkan sejumlah waktu dimana ia memukul orang lain. Fokuskan pada perilakuyang dapat dioservasi yang 4

diperhitungkan adalah langkah pertama dalam pengembangan program untuk mengubah perilaku siswa secara sistematis.

4. Pengumpulan Data Diperlukan Untuk Mengubah Perilaku Secara Mendalam dan Sistematis Hal yang mengejutkan adalah bahwa pendekatan dasar sering dikritik oleh guru yang mengemkakan bahwa pengumpulan data terlalu banyak menghabiskan waktu. Guru yang efektif mendasari program instruksi akdemis pada kegiatan asesmen yang menunjukkan keterampilan spesifik yang dimiliki siswa-siswa mereka. Akhirnya asesmen digunakan untuk menentukan berapa baiknya keahlian telah dipelajari dan aktifitas yang harus diikuti.

2.2 Memahami

Apa

Penyebab

Perilaku

Siswa:

Mengadakan

Analisis

Lingkungan/Asesmen Fungsional Beberapa tahun terakhit bebrapa tuntuntan hokum menentang disisplin sekola atas pemindahan siswa yang berlebihan dari lungkungan belajar. Dalam menanggapi masalah hokum, sejumlah negar sekarang memutuskan bahwa kapan pun intervebsi yang bersifat terbatas tersebut digunakan secara regular, maka diwajibkan bagi staf sekolah untuk meneliti lingkunangan sekolah guna menentukan factor-faktor yang berkonstribusi pada masalah perilaku isswa dan sebagai tambahan mengembangkan rencana untuk membantu siswa dalam mengembangkan keahlian guru untuk menanggapai anteseden dari perilaku yang mengganggu ( California, Hughes Bill: A.B.2586,1990; Indiana Public Act 89-191; Intervesi Behavioral bagi siswa dengan gannguan). Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) mensyaratkan staf distrik sekolah untuk mengadakan penilaian fungsional ketika ada perubahan pada penempatan pendidikan alternative sementara. Dalam El Paso Independent School (2003), pejabat berwenang menetapkan bahawa persyaratan untuk melakukan aesmen perilaku fungsional tidak terbatas pada situasi dimana masalah disiplin mengarah pada perubahan penempatan.

5

Cormier & Cormier (1991), mengemukakan lima tujuan asesmen dalam proses konseling sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh informasi yang jelas tentang masalah utama klien dan masalahmasalah lain yang terkait. 2. Untuk mengidentifikasi atau mengenali faktor-faktor atau variabel-variabel yang menyebabkan dan mempertahankan masalah klien. 3. Untuk menetapkan data awal (baseline data) sebagai bahan pertimbangan (kriteria) untuk menetapkan atau menilai kemajuan klien dan keefektifan program perlakuan/intervensi. Penilaian ini penting untuk mengambil keputusan berkenaan dengan apakah strategi atau program intervensi perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan. 4. Untuk mendidik dan memotivasi klien dengan cara mengkomunikasikan masalah yang telah diidentifikasi atau dikenali kepada klien, mendorong penerimaan atau kesediaan klien untuk menerima program intervensi. 5. Untuk menggunakan informasi yang diperoleh dari klien sebagai bahan pertimbangan guna merancang strategi dan program intervensi yang efektif. Informasi yang diperoleh dari proses asesmen dapat membantu untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut: macam strategi atau program perlakuan yang manakah yang seharusnya digunakan untuk membantu klien yang memiliki problem ini, siapa yang harus mengadministrasikan, dan di bawah kondisi seperti apa?

2.3 Strategi Untuk Membantu Siswa Mengembangkan Keteramplan Perilaku yang Baru Disamping metode penyelesaian masalah yang didiskusikan dalam bab 9, ada pendekatan manajemen perilaku dasar yang telah diriset denag baik guna membantu memonitor dan mengubah perilaku (Jones, Dohrn, & Dunn, 2004). Untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Fakta-fakta dilapangan ditemukan sistem pengelolaan anak didik masih menggunakan cara-cara konvensional dan lebih 6

menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia.

1. Monitoring Diri (Self-monitoring) Siswa mempunyai kebutuhan dasar untuk dilihat secara positif untuk mendemonstrasikan kompetensi dan kekuatan mereka denga mengontrol perilaku merekan. Sekalipun demikian, siswa sering kali tidak waspada terhadap cakupan perilaku tidak produktif mereka. Di samping itu, beberapa anak kecil mempunyai kesulitan mengontrol emosi dan perilaku mereka tanpa bantuan petunjuk eksternal. Monitoring diri melibatkan tindakan memberikan bantuan kepada siswa atau kelompok. Penmonitoran diri telah dilaporkan dalam literatus selama lebih dari tiga puluh tahun dan efektif mengubah sejumlah perilaku spesifik yang tidak produktif dengan beragam populasi siswa. Menurut Snyder (Shaw & Constanzo, 1982) self monitoring mempunyai aspek yang meliputi: a. Kesesuaian lingkungan sosial dengan presentasi diri seorang individu berarti menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial. b. Memperhatikan informasi perbandingan sosial sebagai petunjuk dalam rnengekspresikan diri agar sesuai dengan situasi tertentu berarti memperhatikan informasi eksternal yang berasal dan lingkungan sekitarnya sebagai pedoman bagi dirinya dalam berperilaku. c. Kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri berarti berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol dan mengubah perilakunya. d. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya pada situasi-situasi khusus berarti mampu untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya pada situasi-situasi yang penting.

7

e. Kemampuan membentuk tingkah laku ekspresi dan presentasi diri pada situasi yang berbeda-beda agar sesuai dengan situasi di lingkungan sosialnya berarti tingkah lakunya bervariasi pada berbagai macam situasi di lingkungan sosial.

2. Instruksi Diri (Self-Intruction) Meskipun monitor diri dapat member hasil yang memuasan, cara ini sering dikombinasi dengan strategi semacam intruksi diri, evaluasi diri dan penguatan diri ( Di-Gangi & Maag, 1992). Seperti monitor diri, metode intruskri diri melibatkan siswa untuk menjadi lebih awas terhadap perilaku mereka sendiri dan belajar untuk mengambil tanggung jawab atas perilakunya. Strategi ini umumnya digunakan untuk membantu siswa yang mempunyai kesulitan mengontrol atau mengekspresikan emosinya secara tepat. Secar khusus karena siswa ini mempunyai sejumlah pengalaman kegagalan dan kurang percaya diri, mereka sering merespon denagan emosi yang kuat ketika dihadapkan kepada situasi yang dihadapi dengan cukup nyaman oleh teman sebaya mereka. Berikut prosedur untuk melakukan self-instruction dalam menangani kejenuhan belajar : 1.

Cognitive Modeling. Konselor melakukan demonstrasi instruksi diri dengan suara yang keras. Hal yang penting adalah ungkapan diri (self-statement) yang cocok untuk anak. Misalkan “Saya pasti bisa mengendalikan diri saya untuk semangat belajar. Pertama saya harus sabar dalam berbagai situasi. Saya pasti bisa melakukannya”.

2. Overt external guidance. Konseli melakukan verbalisasi seperti yang konselor lakukan dibawah

instruksi konselor. Pada tahapan ini, kata-kata yang

diistruksikan harus sama dengan yang konselor contohkan seperti di atas. Konselor melakukan instruksi secara langsung, mengarahkan dan memperbaiki kesalahan konseli dalam mempraktekkan perilaku yang diinstruksikan. 3. Overt self-guidance. Konseli melakukan perbuatan (performance) yang tepat saat melakukan verbalisasi diri dengan suara yang keras. Pada tahapan ini,

8

konseli melakukan pengulangan verbalisasi diri seperti yang dimodelkan oleh konselor sampai melibatkan perilaku yang tepat. 4. Faded overt self-guidance. Konseli menunjukkan perbuatan dan perilaku yang tepat saat membisikan perkataan instruksi diri. Konseli melakukan pengulangan tugas seperti yang diinstruksikan dan memuji diri sendiri lebih banyak secara lembut. 5. Covert self-instruction. Akhirnya pada tahapan ini, konseli akan terbiasa untuk melakukan instruksi secara tersembunyi dan mampu melakukan perilaku yang tepat.

2.4 Pendekatan Kelompok Untuk Mengembangkan Rencana Perubahan Perilaku yang Positif Meskipun demikian, terlepas tingkat

keahlian seseorang dalam

menciptakan lingkungan kelas yang mendukung perilaku siswa yang positif dan secara terampil menerapkan bebrapa metode yang dibahas dalam bab ini, bebrapa siswa menghadirkan tantangan kreativitas dan kesabaran pendidik yang bahkan paling berbakat dan berdedikasi,

1. Siapa yang Harusnya Berada Dalam Tim? Dalam bukunya A Positive Approach to Understanding and Addressing Challenging Behaviors,Karen Topper dkk. membahas komposisi dan fungsional tim semacam ini secara detail (Topper dkk, 1994). Sementara banyak tim berfungsi tanpa anggota keluarga, mereka sangat mendukung partisipasi anggota keluarga dan menyebutkan manfaat keterlibatan keluarga sebagai berikut : 

Pengetahuan sejarah lengkap siswa dan gambaran total atas apa yang terjadi dala kehidupan siswa.



Pengetahuan yang mendalam tentang kekuatan, minat dan kebutuhan siswa dan keterampilan yang diperlukan siswa di luar setting sekolah. 9



Pengetahuan dan pengalaman yang berlngsung dari strategi yang paling bermanfaat berkenaan dengan tantangan perilaku siswa.



Pengetahuan atas pendukung utama dan orang penting dalam kehidupan siswa.



Pengetahuan tentang sumber sters sekarang atau yang sedang berlangsung yang mempengaruhi siswa di sekolah.



Pengetahuan cara untuk mencegah, mengajarkan dan merespons strategi dalam berbagai setting (h.32).

2. Mengembangkan Rencana Perubahan Perilaku yang Positif Pengembangan rencana semacam ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan terstruktur untuk staf. Proses efektif meliputi tujuh langkah berikut: 1) Menentukan perilaku spesifik siswa yang perlu diuabah. 2) Mengadakan asesmen perilaku fungsional. 3) Menentukan perubahan yang perlu dibuat di lingkungan sekolah untuk mendukung siswa. 4) Menentukn

strategi

yang

digunakan

untuk

membantu

siswa

dalam

mengembangkan keahlian perilaku baru. 5) Menentukan data yang dikumpulkan untuk tujuan penilaian keefektifan intervensi. 6) Menugaskan

secara

bertanggung

jawab

kepada

staf

untuk

mengimplementasikan tiap intervensi. 7) Menentukan tanggal untuk meninjau program.

10

Penggunaan sistem instruksional dalam pembelajaran didalam kelas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap :

a. Tahap awal Tahap pembelajaran awal ini adalah langkah pertama sebelum materi pembelajaran berlangsung, yaitu memberikan pencerahan terhadap pola pikir siswa tentang apa yang ingin diajarkan, diberikan bayangan sebelum memasuki tahap yang serius, tahap awal ini memiliki banyak teori dan metode yang bisa digunakan diantaranya adalah mengatur tatanan kelas yang nyaman dan efektif seperti group resume (resume kelompok) prosedurnya dibentuk seperti : 

Bagilah peserta kedalam beberapa kelompok, terdiri dari 3 sampai 6 anggota.



Beritahukan kepada mereka bahwa kelas memiliki kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat.



Memberikan motivasi kepada setiap kelompok agar aktif dan bervariasi dalam menela’ah materi.

b. Inti Pada tahapan ini pengajar menguraikan materi yang diajarkan kepada siswa dengan menggunakan metode dan teknik yang nyaman dan mudah dimengerti oleh siswa sehingga siswa tidak mudah jenuh dan tidak cepat merasa bosan 

Bagilah kelas menjadi empat kelompok



Masing-masing kelompok diberi tugas, kelompok pertama sebagai penanya, kelompok kedua sebagai orang yang setuju, kelompok yang ketiga sebagai orang yang tidak setuju, sedangkan yang terakhir sebagai pemberi contoh.



Sampaikan pelajaran yang didasarkan dengan pelajaran



Suruhlah tiap-tiap tim untuk bertanya, sepakat dan sebagainya. 11

c. Tahap Akhir Setelah materi diberikan kepada siswa dan waktu telah hampir habis untuk pembelajaran maka tahapan yang paling akhir ialah bagaimana siswa belajar agar tidak lupa tentunya dengan berbagai strategi yang bisa digunakan salah satunya adalah Reviewing Strategies (meninjau ulang). Salah satu cara paling meyakinkan untuk menjadikan belajar tepat adalah menyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah dipelajari. Materi yang telah ditinjau (review) oleh peserta didik mungkin disimpan lima kali lebih banyak dari materi yang tidak ditinjau. Hal itu karena peninjauan memudahkan peserta didik untuk mempertimbangkan informasi dan menemukan cara-cara untuk menyimpannya dalam otaknya.

12

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Setiap perubahan yang terjadi pasti ada proses didalamnya untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. 2. Pada proses tersebut harus ada komitmen bersama bahwa perubahan yang dilakukan ialah untuk kemajuan bersama demi terciptanya lingkungan organisasi yang lebih baik dan mengikuti setiap perkembangan yang terjadi di dunia luar sehingga organisai ataupun perusahaan tersebut tidak ketinggalan dalam segala aspek, baik itu aspek sosial ekonomi maupun aspek yang berhubungan dengan teknologi dan alat pendukung kinerja lainnya sehingga dapat bersaing dalam segala hal dengan organisasi maupun perusahaan lain. 3. Dari hasil perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan ataupun organisasi dan tidak menutup kemungkinan dari perubahan ini akan dapat pula memajukan organisasi ataupun perusahaan tersebut ke arah yang lebih maju dan lebih baik lagi dari masa sebelumnya. 4. Siswa

mempunyai

kebutuhan

dasar

untuk

dilihat

secara

positif

untuk

mendemonstrasikan kompetensi dan kekuatan mereka denga mengontrol perilaku mereka.

3.2 Saran 1. Perubahan sangat membutuhkan sekali proses penyesuain di dalamnya untuk tercapainya tujuan perubahan itu sendiri. Adakalanya proses tersebut membutuhkan waktu yang tidak bisa ditentukan. 2. Sebaiknya guru memahami berbagai pendekatan dalam pembelajaran, sehingga guru dapat menyesuaikan antara pendekatan dengan masalah yang dihadapi guru. 3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan. 4. Keputusan yang dibuat seorang guru harus dilandasi dengan ilmu, kebijaksanaan, dan tanggung jawab agar terciptanya keputusan yang tepat.

13

14

More Documents from "Rut Kartika"