Rokhimatul Khotimah_pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (pmri) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Dasar_2019_full Paper

  • Uploaded by: Rokhimatul Khotimah
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rokhimatul Khotimah_pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (pmri) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Dasar_2019_full Paper as PDF for free.

More details

  • Words: 3,456
  • Pages: 13
PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR Rokhimatul Khotimah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo Email: [email protected]

Abstrak : Matematika merupakan ilmu yang berperan sebagai dasar dalam perkembangan teknologi modern dan memiliki kaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu. Pembelajaran matematika di sekolah dasar menunjukkan bahwa matematika tidak hanya sebatas penguasaan fakta dan prosedur matematika serta pemahaman konsep tetapi juga beberapa keterampilan matematika. Keterampilan ini dapat terbagi dua yaitu keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir tingkat rendah. Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir kritis yang merupakan keterampilan yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan itu, siswa di sekolah dasar diharapkan mampu memiliki keterampilan berpikir kritis dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan matematika. Maka guru berperan untuk memfasilitasi siswa agar mampu memiliki keterampilan tersebut. Pendekatan PMRI adalah pendekatan yang menempatkan realita dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. PMRI menggunakan realitas dan keadaan yang dapat dibayangkan oleh siswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal di dalam PMRI untuk pengembangan ide dan konsep dalam pembelajaran matematika. Jika penanaman konsep matematika sesuai dengan pendekatan yang digunakan dan melatih kemampuan siswa untuk berpikir kritis, maka dalam pembelajaran siswa bisa mengemukakan ide serta kemampuannya. Sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan baik dan hasil belajar siswa maupun keterampilannya dalam berpikir kritis bisa lebih meningkat. Kata kunci : berpikir kritis matematis, PMRI, sekolah dasar PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu yang berperan sebagai dasar dalam perkembangan teknologi modern, dan memiliki kaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu. Pembelajaran matematika di sekolah dasar menunjukkan bahwa matematika tidak hanya sebatas penguasaan fakta dan prosedur matematika serta pemahaman konsep tetapi juga beberapa keterampilan matematika. Keterampilan ini dapat terbagi dua yaitu keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir tingkat rendah. Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir kritis yang merupakan keterampilan yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Berpikir kritis merupakan suatu proses yang bertujuan agar kita dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, sehingga apa yang kita anggap terbaik tentang suatu kebenaran dapat kita lakukan dengan benar. Berpikir kritis

dalam matematika adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya,

penalaran

matematis,

dan

menggunakan

strategi

kognitif

dalam

menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi matematis yang kurang dikenal dengan cara reflektif. Sehubungan dengan pembelajaran matematika pada siswa di sekolah, maka sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis siswa dari aspek mengidentifikasi, menghubungkan, mengevaluasi, menganalisis, dan memecahkan masalah berbagai persoalan matematika dan aplikasinya. Guru dalam melakukan pembelajaran matematika dikelas hendaknya memfasilitasi siswa dalam mengembangkan proses berpikir kritis, guru harus melakukan tindakkan yang mendorong siswa merefleksikan kemampuannya. Hal ini dikarenakan seorang siswa SD yang hanya mempelajari materi saja tanpa dibekali kemampuan ini akan mengalami kesulitan ketika bekerja pada bagian aktivitas mencari dan menganalisis informasi.

Kenyataan

di

lapangan

guru

masih

mengalami

kesulitan

bagaimana

menyelenggarakan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis matematis siswa. Kemampuan berpikir kritis siswa di tingkat pendidikan dasar belum tertangani secara sistematis. Metode pembelajaran yang kurang bervariasi dan umumnya masih menggunakan metode ceramah membuat keterampilan berpikir kritis matematis siswa tidak berkembang. Masalah yang timbul dari kurangnya aktivitas atau peran aktif siswa dalam pembelajaran dapat diatasi dengan suatu model maupun pendekatan pembelajaran yang mengubah aktivitas belajar siswa yang pasif menjadi aktif. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan melalui suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mampu menumbuhkan berpikir kritis. Pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan konteks dunia nyata dalam proses pembelajaran. PMRI menggunakan realitas dan keadaan yang dapat dibayangkan oleh siswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan. Jika penanaman konsep matematika sesuai dengan pendekatan yang digunakan dan melatih kemampuan siswa untuk berpikir kritis, maka dalam pembelajaran siswa bisa mengemukakan ide serta kemampuannya. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan kajian mengenai pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam upaya untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis matematika siswa khususnya pada tingkat sekolah dasar.

KAJIAN TEORI 1. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education, yang diterjemahkan sebagai Pendidikan Matematika Realistik, adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Frudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Penggunaan realistik berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan” atau “to imagine”. Matematika merupakan aktivitas insan, maka siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi (passive receivers of ready-made mathematics), siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali matematika di bawah bimbingan orang dewasa. Penggunaan kata realistik tidak sekadar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan oleh siswa. Masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa. Menurut Frika Septiana (2017:18), Pendidikan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah realistik sebagai awal dari pembelajaran matematika agar terampil dalam memecahkan masalah, sehingga mereka memperoleh pengetahuan dan konsep-konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan salah satu model pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata). a. Karakteristik Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Menurut Treffers (dalam Zainurie, 2007: 13) karakteristik RME: 1. Menggunakan

konteks

dunia

nyata,

yang

menjembatani

konsep-konsep

matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. 2. Menggunakan model-model (matematisasi), artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.

3. Menggunakan produksi dan konstruksi, dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.

Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur

pemecahan

kontekstual

masalah

merupakan

sumber

inspirasi

dalam

mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. 4. Menggunakan interaksi, secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa. 5. Menggunakan keterkaitan (intertwinment), dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain. b. Langkah-Langkah PMR Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan PMR sebagai berikut : 1) Langkah 1 : Memahami Masalah Kontekstual Pada awal pembelajaran, guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi yang akan dipelajari siswa. Dalam langkah ini siswa diminta memahami masalah kontekstual tersebut, dan jika ada hal-hal yang belum dipahami siswa maka guru memberikan petunjuk seperlunya. 2) Langkah 2: Memikirkan atau memilih model yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Pada langkah ini, guru meminta siswa menjelaskan atau mendeskripsikan permasalahan yang diberikan dengan pemahaman mereka sendiri. Siswa dilatih untuk bernalar dan memilih model yang tepat. 3) Langkah 3 : Menyelesaikan Masalah Kontekstual Untuk memperlancarkan menyelesaikan masalah kontekstual sebaiknya buku ajar didampingi lembar kerja siswa, sehingga siswa secara individu mampu menyelesaikan dengan caranya sendiri dan dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian antar siswa. Pada kegiatan ini, guru mengamati dan mengontrol aktivitas siswa dalam kegiatan penyelesaian masalah kontekstual tersebut. 4) Langkah 4 : Mendiskusikan Jawaban Pada langkah ini guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawabannya dengan teman. Selanjutnya hasil jawaban siswa didiskusikan pada saat diskusi kelas.

5) Langkah 5 : Menyimpulkan Hasil dari diskusi kelas tersebut, guru memberikan arahan agar siswa mampu menyimpulkan hasil diskusi sehingga diperoleh suatu rumusan tentang konsep, prinsip atau prosedur. 2. Keterampilan Berpikir Kritis Matematis Berpikir berpikir kritis dalam matematika merupakan kemampuan kognitif dan disposisi untuk menggabungkan pengetahuan, penalaran, serta strategi kognitif dalam menggeneralisasi, membuktikan dan mengevaluasi situasi matematik yang tidak dikenali dengan cara reflektif. Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematika (Retni Paradesa, 2015: 307). Baron dan Stemberg (1987: 174) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu pikiran yang difokuskan untuk memutuskan apa yang diyakini untuk dilakukan. Menurut Filasaime (Arrum Meirisa, Ronal Rifandi, dan Masniladevi, 2018: 128) indikator berpikir kritis yaitu: (1) menginterprestasi, (2) menganalisis, (3) mengevaluasi, dan (4) inferensi. Berpikir kritis adalah jenis berpikir lebih tinggi yang bukan hanya menghafal materi tetapi penggunaan dan manipulasi bahan-bahan yang dipelajari dalam situasi baru. Berpikir kritis melibatkan tujuan, goal-directed berpikir dalam proses pembuatan keputusan berdasarkan bukti dan bukan menebak dalam proses pemecahan masalah ilmiah. Siswa yang berpikir kritis adalah siswa yang mampu mengidentifikasi masalah, mengevaluasi dan mengkonstruksi argumen serta mampu memecahkan masalah tersebut dengan tepat. Unsur dasar dalam berpikir kritis dikenal dengan singkatan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, Overview). Adapun penjelasan dari FRSICO adalah sebagai berikut. 1) Focus (fokus), artinya memusatkan perhatian terhadap pengambilan keputusan dari permasalahan yang ada. 2) Reason (alasan), memberikan alasan rasional terhadap keputusan yang diambil. 3) Inference (simpulan), membuat simpulan yang berdasarkan bukti yang meyakinkan dengan cara mengidentifikasi berbagai argumen atau anggapan dan mencari alternatif pemecahan, serta tetap mempertimbangan situasi dan bukti yang ada. 4) Situation (situasi), memahami kunci dari permasalahan yang menyebabkan suatu keadaan atau situasi.

5) Clarity (kejelasan), memberikan penjelasan tentang makna dari istilah-istilah yang digunakan. 6) Overview (memeriksa kembali), melakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh untuk mengetahui ketepatan keputusan yang sudah diambil. Secara umum indikator berpikir kritis sebagai berikut : 1. Menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan. 2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang ada. 3. Menyusun klarifikasi dengan pertimbangan yang bernilai. 4. Menyusun penjelasan. 5. Membuat simpulan dan argumen. PEMBAHASAN Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematika. Matematika pada usia sekolah dasar berguna untuk kepentingan hidup pada lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang kemudian. Kegunaan atau manfaat matematika bagi siswa sekolah dasar adalah sesuatu yang jelas dan tidak perlu dipersoalkan lagi, terlebih di era pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Pembelajaran matematika yang abstrak di sekolah dasar dipandang sederhana oleh orang dewasa dapat menjadi sesuatu yang sulit dimengerti oleh anak. Oleh karena itu, kemampuan intelektual anak perlu dikembangkan. Menurut Bruner (Hasan; 1996: 128) bahwa pengembangan dalam pembelajaran menjelaskan, bahwa “Mengajarkan suatu pelajaran kepada siswa pada usia manapun dapat memperkenalkan struktur keilmuan pada pelajaran tersebut asalkan disesuaikan dengan cara berpikir siswa”. Berdasarkan teori yang dikemukakannya, Bruner menganjurkan untuk mengajarkan disiplin ilmu pada siswa, sehingga terjadi apa yang dinamakan dengan transfer of training yaitu pemahaman terhadap struktur keilmuan yang menyebabkan bahan pelajaran menjadi lebih komprehensif. Selanjutnya perkembangan kemampuan berpikir siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan yang meliputi tiga tahapan berpikir yaitu: enactive, iconic dan symbolic.

Tabel 1. Perkembangan Berpikir menurut Bruner Tahap Perkembangan berpikir

Kemampuan-kemampuan Berpikir

1. Pada masa anak-anak, apa yang dipelajari, dikenal ataupun yang diketahui siswa hanya sebatas dalam ingatan. 1. Enactive 2. Belum dapat memproses informasi yang akan terjadi. 3. Informasi masih terbatas pada ruang dan waktu. 4. Informasi yang diterima sebagaimana adanya. 1. Dapat mencerna dan memahami informasi yang tidak ada di lingkungan geografis disekitar mereka atau pada waktu sekarang. 2. Iconic 2. Dapat menggali informasi lebih jauh dari apa yang tertulis dan diberikan. 3. Berpikir logis dan tingkat abstraksi konsep yang masih rendah. 1. Berpikir abstrak cukup kuat untuk dijadikan dasar keilmuan. 3. Simbolic 2. Memahami simbol-simbol bahasa matematika atau disiplin ilmu lainnya sebagaimana harusnya. 3. Analisis, sintesis maupun evaluatif. Kemampuan berpikir kritis merupakan komponen penting yang harus dimiliki siswa terutama dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini dimaksudkan supaya siswa mampu membuat atau merumuskan, mengidentifikasi, menafsirkan dan merencanakan pemecahan masalah. Materi matematika dan keterampilan berpikir kritis merupakan dua hal yang yang saling berkaitan erat. Hal ini dikarenakan materi matematika dapat dipahami melalui kemampuan berpikir kritis dan berpikir kritis dilatih melalui belajar matematika. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika atau kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa untuk memecahkan masalah matematika tak terkecuali siswa sekolah dasar. Kemampuan berpikir kritis matematis, dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, serta mampu menyelesaikan masalah melalui pemahamannya setelah melaksanakan pembelajaran. Siswa dituntut tidak hanya untuk menerima informasi, tetapi untuk menggunakan pemikirannya dalam tingkatan yang lebih tinggi sehingga terbiasa untuk memahami dan menilai kebenaran suatu informasi yang diperolehnya. Berpikir kritis matematis adalah berpikir rasional dalam menilai sesuatu dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Tujuan dari berpikir krtitis adalah untuk mencapai suatu pemahaman yang lebih mendalam, hal ini didasarkan bahwa kemampuan berpikir kritis pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir kritis matematis dapat

dikembangkan melalui pemilihan dan penggunaan pendekatan yang tepat untuk mendukung proses pembelajaran, sehingga materi yang diberikan akan lebih bermakna dan siswa mampu membayangkan kehidupan sehari-hari dengan materi pembelajaran yang diajarkan. Tiga pilar proses pembelajaran matematika dalam membangun pola pikir matematis dan kecerdasan interpersonal siswa, yaitu pembelajaran yang bersifat konstruktif, interaktif dan reflektif. Pembelajaran bersifat konstruktif maksudnya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuannya melalui permasalahan kontekstual atau tantangan yang diberikan. Pembelajaran bersifat interaktif maksudnya adalah siswa aktif secara sosialinteraktif dalam proses pembelajaran dalam menemukan isi pengetahuan. Sedangkan pembelajaran bersifat reflektif adalah proses umpan balik terhadap hasil berpikir yang dilakukan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar matematika harus merupakan proses

aktif

seperti

menyelidiki,

menjustifikasi,

mengeksplorasi,

menggambar,

mengkonstruksi, menggunakan, menerangkan, mengembangkandan membuktikan yang berlangsung secarasosial interaktif dan reflektif. Sehingga, pengajaran yang dilakukan tidak hanya bertujuan agar siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi harus dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pendekatan pembelajaran yang mengacu pada proses pembelajaran yang memuat unsur konstruktif, interaktif dan reflektif adalah pembelajaran pendidikan matematika realistik indonesia (PMRI) yang di negeri asalnya Belanda disebut Realistic Mathematics Education (RME) dan telah berkembang sejak tahun 1970-an. Pendekatan matematika realistik memandang siswa sebagai individu (subjek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Pendekatan RME secara umum mengkaji tentang materi apa yang akan diajarkan kepada siswa beserta rasionalnya, bagaimana siswa belajar matematika, bagaimana topik-topik matematika seharusnya diajarkan, serta bagaimana menilai kemajuan belajar siswa. Pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan konteks dunia nyata dalam proses pembelajaran. Pendidikan matematika realistik menggunakan dunia nyata sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sedangkan menurut de Lange (dalam Yusuf Hartanto, 2005: 7.3) mendefinisikan dunia nyata sebagai dunia yang konkret, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika. Proses pengembangan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata oleh de Lange disebut “matematisasi konseptual”. Suatu model skematis

untuk proses belajar ini digambarkan pada suatu siklus (lingkaran) yang tidak berujung., yang berarti proses lebih penting daripada hasil.

Dunia nyata

Matematisasi dalam aplikasi

Matematisasi dan refleksi Abstraksi dan formalisasi

Gambar 1. Matematisasi Konseptual Sedangkan Treffers (dalam Yusuf Hartanto, 2005: 7.3) membedakan dua macam matematisasi, yaitu vertikal dan horizontal yang digambarkan oleh Gravemeijer (dalam Yusuf Hartanto, 2005: 7.4) sebagai proses penemuan kembali (reinvention process). Sistem Matematika Formal Bahasa matematika

Alogaritma

Penyelesaian

Penguraian

Soal-soal kontekstual Gambar 2. Matematis horizontal dan vertikal Dalam matematisasi horizontal, siswa memulai dari soal-soal kontekstual, mencoba menguraikan dengan simbol dan bahasa yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam matematisasi vertikal kita juga memulai dari

soal-soal kontekstual, tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks. Tabel 2. Langkah Pembelajaran PMRI

Langkah Pembelajaran PMRI 6) Langkah 1 Memahami Masalah Kontekstual

Kegiatan yang dilakukan

Pada awal pembelajaran, guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi yang akan dipelajari siswa. Dalam langkah ini siswa diminta memahami masalah kontekstual tersebut, dan jika ada hal-hal yang belum dipahami siswa maka guru memberikan petunjuk seperlunya. 7) Langkah 2 Pada langkah ini, guru meminta siswa menjelaskan Memikirkan atau memilih atau mendeskripsikan permasalahan yang diberikan model yang tepat untuk dengan pemahaman mereka sendiri. Siswa dilatih menyelesaikan masalah. untuk bernalar dan memilih model yang tepat. 8) Langkah 3 Untuk memperlancarkan menyelesaikan masalah Menyelesaikan Masalah kontekstual sebaiknya buku ajar didampingi lembar Kontekstual kerja siswa, sehingga siswa secara individu mampu menyelesaikan dengan caranya sendiri dan dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian antar siswa. Pada kegiatan ini, guru mengamati dan mengontrol aktivitas siswa dalam kegiatan penyelesaian masalah kontekstual tersebut. 9) Langkah 4 Pada langkah ini guru memberi kesempatan kepada Mendiskusikan Jawaban siswa untuk mendiskusikan jawabannya dengan teman. Selanjutnya hasil jawaban siswa didiskusikan pada saat diskusi kelas. 10) Langkah 5 Hasil dari diskusi kelas tersebut, guru memberikan Menyimpulkan arahan agar siswa mampu menyimpulkan hasil diskusi sehingga diperoleh suatu rumusan tentang konsep, prinsip atau prosedur. Pendekatan pendidikan matematika realistik secara umum dapat keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika, hal ini dikarenakan pendekatan pendidikan matematika realistik menitikberatkan pada penggunaan dunia nyata pada awal pengembangan ide dan konsep matematika siswa. Langkah dalam pendekatan pendidikan matematika realistik sangat mendukung siswa untuk berpikir kritis terhadap permasalahan matematika yang dihadapi, sehingga siswa terbiasa berpikir kritis. Diperkuat dengan Jurnal penelitian yang ditulis oleh Arrum Meirisa, Ronal Rifandi dan Masniladevi dalam Jurnal Gantang yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SD”. Hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan adanya pengaruh dari pendekatan pendidikan matematika realistik indonesia terhadap keterampilan berpikir siswa. Berdasarkan

analisis data yang telah didapatkan, terlihat bahwa ada pengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen yang belajar dengan menggunakan pendekatan PMRI dengan siswa kelas kontrol yang tidak menggunakan pendekatan PMRI pada pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kelas eksperimen 77 dan kelas kontrol 60. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui uji hipotesis yaitu uji t-test. Dimana pada uji t-test diperoleh �ℎ𝑖�𝑢𝑛� = 3,04 > ��𝑎𝑏𝑒� = 1,67303. Dengan demikian berarti �0 ditolak dan �1 diterima yang berarti “terdapat pengaruh positif pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa di kelas V SD Negeri

44 Kalumbuk Kota Padang”. Diterimanya �1 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI ini dapat diterapkan di sekolah untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis siswa sekolah dasar. Penelitian yang dilakukan Arrum Meirisa, Ronal Rifandi dan Masniladevi memiliki kesamaan dengan kajian yang dilakukan. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan komponen penting yang harus dimiliki siswa terutama dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini dimaksudkan supaya siswa mampu membuat atau merumuskan, mengidentifikasi, menafsirkan dan merencanakan pemecahan masalah. Materi matematika dan keterampilan berpikir kritis merupakan dua hal yang yang saling berkaitan erat. Hal ini dikarenakan materi matematika dapat dipahami melalui kemampuan berpikir kritis dan berpikir kritis dilatih melalui belajar matematika. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika atau kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa untuk memecahkan masalah matematika tak terkecuali siswa sekolah dasar. Keterampilan berpikir kritis matematis siswa sekolah dasar dapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran Pendidikan Matematika Reralistik Indonesia (PMRI). Langkah dalam pendekatan pendidikan realistik sangat memungkinkan untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Langkah dalam pendekatan matematika realistik yaitu 1) memahami masalah kontekstual, 2) memikirkan langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah, 3) menyelesaikan masalah kontekastual, 4) mendiskusikan jawaban atas masalah matematika, 5) menyimpulkan hasil.

DAFTAR PUSTAKA Hrtono, Yusuf. Pendekatan Matematika Realistik. Dikti, Bahan Ajar PJJ SI PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD), hal. 3. Frika Septiana. (2017). Efektivitas Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Multiple Intelligences Siswa Kelas VIII SMP Islam YPI 1 Braja Selebah Lampung Timur Tahun Ajaran 2017/201. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan. Mety Asih Purnamasari. (2017). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (Studi Kasus Pada Siswa Kelas V MI Ma’arif NU Darur Abror Kedungjati). Purwokerto : IAIN Purwokerto. Rifaatul Mahmuzah. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Siswa

SMP Melalui Pendekatan Problem Posing. Jurnal Peluang, 4(1), ISSN: 2302-5158. Karso, dkk. (2009). Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka. Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni. (2016). Inovasi model pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Sidoarjo: Nizamia Learning Center. Dede Salim Nahdi. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Dan Penalaran

Matematis Siswa Melalui Model Brain Based Learning. Jurnal Cakrawala Pendas, 1(1), ISSN: 2442-7470. Retni Paradesa. (2015). Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme Pada Matakuliah

Matematika Keuangan. Jurnal

Pendidikan Matematika JPM RAFA, 1(2). Kartika Fitriani & Maulana. (2016). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SD Kelas V Melalui Pendekatan Matematika Realistik.

Mimbar

Sekolah

Dasar,

3(1),

40-52,

http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar, p-ISSN 2355-5343, e-ISSN 2502-4795. Siti Oftiana & Abdul Aziz Saefudin. (2017). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII

SMP Negeri 2 Srandakan. MaPan : Jurnal Matematika dan

Pembelajaran, 5(2), 293-301, https://doi.org/10.24252/mapan.v5n2a10, p-ISSN: 2354-6883, e-ISSN: 2581-172X. Sukriadi, Kartono, dan Wiyanto. (2015). Analisis Hasil Penilaian Diagnostik Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Dalam Pembelajaran PMRI Berdasarkan Tingkat

Kecerdasan Emosional. Unnes Journal of Mathematics Education Research, 4 (2), http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer, ISSN 2252-6455. Muhammad Fathurrahman. (2016). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Cooperative Script Pada Siswa Sekolah Menengah Atas. e-Journal Qalam: Jurnal Ilmu Kependidikan, 5(1). Arrum Meirisa, Ronal Rifandi, dan Masniladevi. (2018). Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SD. Jurnal Gantang, 3(2), 127-134, https://doi.org/10.31629/jg.v3i2.508, eISSN: 2548-5547, p-ISSN: 2503-0671.

Related Documents


More Documents from "MahariPartawirya"