perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEKSTIL KEBAKKRAMAT KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Riza Septa Diana R.0208079
PROGRAM DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving di PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar
Riza Septa Diana, NIM : R.0208079, Tahun : 2012
Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : Senin, Tanggal 09 Juli 2012
Pembimbing I Tarwaka, PGDip., Sc., M.Erg NIP. 19640929 198803 1 019
(............................... )
Pembimbing II Sri Hartati H, Dra., Apth., SU
(............................... )
Penguji Istar Yuliadi, dr., M.Si
(............................... ) Surakarta, ……… Juli 2012
Tim Skripsi
Ketua Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Khotijah, SKM., M.Kes NIP. 19821005 201012 2 002
Ipop Sjarifah, Dra., M.Si NIP. 19560328 198503 2 001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 Juli 2012
Nama Riza Septa Diana NIM. R0208079
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Riza Septa Diana. R0208079, 2012. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar.Skripsi. Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang : Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menjaga posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otototot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah. Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal. Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 43 pekerja laki-laki di bagian weaving dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data sikap kerja berdiri diperoleh dengan melakukan pengamatan dan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assesment). Data keluhan muskuloskeletal diperoleh dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Analisis data yang digunakan adalah uji statistic Spearman Rho dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.00. Hasil : Hasil penelitian sikap kerja berdiri menunjukkan subjek dengan tingkat aksi level 2 sebanyak 22 orang (51%) dan tingkat aksi level 3 sebanyak 21 orang (49%). Hasil penelitian keluhan musculoskeletal menunjukkan subjek dengan tingkat aksi kategori rendah sebanyak 22 orang (51%) dan tingkat aksi kategori sedang sebanyak 21 orang (49%). Hasil uji statistik dengan Spearman Rho menunjukkan p < 0,05 yang artinya terdapat korelasi bermakna antara dua variabel yang diuji. Kekuatan korelasi yang diperoleh yaitu 0,91, artinya menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara sikap kerja berdiri dan keluhan muskuloskeletal. Kesimpulan : Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan sikap kerja berdiri dengan keluhan musculoskeletal pada pekerja bagian weaving di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar. Kata Kunci : Sikap Kerja Berdiri,commit Keluhan to Muskuloskeletal user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Riza Septa Diana. R0208079, 2012. The correlation between standing work posture and musculoskeletal disorders on weaving section employees at PT. Delta Merlin Dunia Textile, Kebakkramat, Karanganyar. Thesis. Occupational Health and Safety Study Program, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background : Working for a long time in a constant position either standing or sitting will result in an uncomfortable condition. When employees are required to stand during the work, they will always try to keep their standing position, and this will cause static workloads on their back and leg muscles. This condition also creates blood accumulation on their lower limbs. Poor working postures (standing posture a long time) will increase the risk of musculoskeletal system disorders. Method : This is an observational analytic research was used cross sectional approach. Purposive sampling technique is used to get the samples of the research, which are 43 male employees at the weaving section. The standing work posture data were taken using Rapid Entire Body Assessment (REBA) method and observation, while the musculoskeletal disorders data were taken using Nordic Body Map questionnaire. Spearman Rho statistic test and SPSS version 16.00 computer program were used to analyze the data. Result : The result showed that there were 22 employees (51%) on the action level 2 and 21 employees (49%) on the action level 3. Dealing with the musculoskeletal disorders, it is found that there are 22 employees (51%) on the low category action level and 21 employees (49%) on the average category action level. The result of the Spearman Rho statistic test showed p < 0,05 meaning that there was a significant correlation between the two tested variables. The correlation strength level was 0,91 means that showed very strong correlation between standing work posture and musculoskeletal disorder. Conclusion : It can be concluded that there was a correlation between standing work posture and musculoskeletal disorders on weaving section employees at PT. Delta Merlin Dunia Textile, Kebakkramat, Karanganyar. Keywords : Standing work posture, musculoskeletal disorder commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan kemurahanNya memberikan kesehatan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar” sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sains Terapan pada Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari budi baik dan bimbingan berbaagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si selaku ketua Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 3. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini 4. Ibu Sri Hartati H, Dra., Apt., SU selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran 5. Bapak Istar Yuliadi, dr., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Skripsi ini 6. Pimpinan Perusahaan PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Ayah dan Ibu serta adikku yang telah memberikan dukungan setiap saat baik secara moril dan materil serta kasih sayang yang tulus kepada penulis 8. Hengky Ditya Eko Nugroho yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini 9. Teman-teman seperjuanganku Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Angkatan 2008 yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 10. Semua pihak yang membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga dapat dijadikan masukan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk menambah pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan. Surakarta, commit to user
vi
Penulis
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. ABSTRAK ............................................................................................................ KATA PENGANTAR ......................................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ BAB I.
i ii iii iv vi vii ix x xi
PENDAHULUAN ............................................................................... A. Latar Belakang Masalah ................................................................ B. Rumusan Masalah ........................................................................ C. Tujuan ............................................................................................ 1. Tujuan Umum......................................................................... 2. Tujuan Khusus ........................................................................ D. Manfaat ..........................................................................................
1 1 3 4 4 4 4
BAB II. LANDASAN TEORI .......................................................................... A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 1. Ergonomi ............................................................................... 2. Sikap Kerja Berdiri ................................................................. 3. Keluhan Muskuloskeletal ....................................................... 4. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal ....................................................... 5. Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode REBA .......... 6. Penilaian Keluhan Muskuloskeletal dengan NBM ................ 7. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal ....................................................... B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... C. Hipotesis .......................................................................................
6 6 6 11 14
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... A. Jenis Penelitian ............................................................................ B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... C. Populasi Penelitian ...................................................................... D. Teknik Sampling .......................................................................... E. Sampel Penelitian .......................................................................... F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................... G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... H. Desain Penelitian .......................................................................... commit to user I. Instrumen Penelitian ......................................................................
40 40 40 40 41 41 42 43 47 47
vii
23 25 30 35 38 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
J. Cara Kerja Penelitian ..................................................................... K. Teknik Analisis Data ....................................................................
48 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN ......................................................................... A. Gambaran Umum Perusahaan ...................................................... B. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................... C. Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode REBA .................. D. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal ..................................... E. Analisa Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal ..............................................................
51 51 56 60 62
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................. A. Karakteristik Subjek Penelitian ..................................................... B. Analisa Univariat ........................................................................... C. Analisa Bivariat Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal .............................................................
66 66 69
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. A. Simpulan ....................................................................................... B. Saran ............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... LAMPIRAN
72 72 72 73
commit to user
viii
64
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 3.1. Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4
Tabel Penilaian Posisi Badan ........................................................ Tabel Penilaian Posisi Leher ......................................................... Tabel Penilaian Posisi Kaki........................................................... Tabel Penilaian Posisi Lengan ...................................................... Tabel Penilaian Posisi Lengan Bawah .......................................... Tabel Penilaian Posisi Pergelangan Tangan.................................. Tabel Penilaian Group A ............................................................... Tabel Penilaian Beban ................................................................... Tabel Penilaian Group B ............................................................... Tabel untuk Jenis Pegangan .......................................................... Tabel Skor C.................................................................................. Tabel Penilaian Jenis Aktivitas Otot ............................................. Standar Kerja Berdasarkan Skor Akhir ......................................... Definisi Operasional Penilaian NBM ............................................ Klasifikasi Subjektifitas Tingkat Resiko Otot Skeletal ................. Kekuatan Hubungan Dua Variabel Secara Kualitatif ................... Data Umur Subjek ......................................................................... Data IMT Subjek ........................................................................... Data Masa Kerja ............................................................................ Hasil Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal ............................................................................ Tabel 4.5 Distribusi Data Tingkat Aksi Sikap Kerja Berdiri ........................ Tabel 4.6 Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal..................................... Tabel 4.7 Distribusi Data Keluahan Muskuloskeletal ...................................
commit to user
ix
26 27 28 29 30 31 31 32 32 33 33 34 34 35 37 50 56 57 59 60 62 62 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Penilaian Posisi Badan ................................................................. Gambar 2.2 Penilaian Posisi Leher .................................................................. Gambar 2.3 Penilaian Posisi Kaki.................................................................... Gambar 2.4 Penilaian Posisi Lengan ............................................................... Gambar 2.5 Penilaian Posisi Lengan Bawah ................................................... Gambar 2.6 Penilaian Posisi Pergelangan Tangan ........................................... Gambar 2.7 Nordic Body Map ........................................................................ Gambar 3.1 Identifikasi Variabel Penelitian .................................................... Gambar 3.2 Desain Penelitian ..........................................................................
commit to user
x
26 27 27 29 30 30 36 43 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 5. Lampiran 6.
Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kuesioner Karakteristik Sampel Lembar Kerja Penilaian REBA Proses Penilaian Sikap Kerja Berdiri Kuesioner Nordic Body Map Uji Statistik dengan Spearman Rho
commit to user
xi
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan sebagai unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Karena tenaga kerja mempunyai hubungan dengan perusahaan dan mempunyai kegiatan usaha yang produktif. Di samping itu tenaga kerja sebagai suatu unsur yang langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang industri, sehingga sewajarnya kepada mereka diberikan perlindungan pemeliharaan kesehatan dan pengembangan terhadap kesejahteraan atau jaminan nasional (Suma’mur, 2009). Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan berbasis teknologi tinggi. Peningkatan di dalam mekanisasi dan otomatisasi sering meningkatkan kecepatan kerja, dimana hal tersebut akan dapat mengakibatkan suatu pekerjaan menjadi monoton dan kurang menarik untuk dikerjakan. Akibatnya beban kerja psikologis akan menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. Di sisi lain, ternyata di berbagai industri juga masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara manual yang memerlukan tuntunan dan tekanan secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja manual, seperti halnya juga penggunaan mekanisasi ternyata juga meningkatkan terjadinya keluhan dan komplain para pekerja commit to user 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti, sakit pada punggung dan pinggang, tegangan pada leher, sakit pergelangan tangan, lengan dan kaki (Tarwaka, 2010). Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja (Pangaribuan, 2009). Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap/sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah. (Pangaribuan, 2009). Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan Musculoskeletal Disorder (MSD), Repetitive Strain Injuries (RSI), Cumulative Trauma commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Disorders (CTD) dan Repetitive Motion Injury (RMI) (OHSCOSs 2007 dalam Fitrihana 2008). PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar merupakan perusahaan yang bergerak di bidang textile yang beroperasi 24 jam setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 15 pekerja di bagian weaving (pekerjaan mengubah benang menjadi kain), dapat diketahui bahwa 15 pekerja tersebut terindikasi mengalami keluhan pada otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah yang dilakukan oleh tenaga kerja merupakan suatu keterpaksaan karena kondisi lingkungan dan tempat kerja yang memaksa tenaga kerja mengambil sikap demikian. Pekerja dalam melakukan pekerjaannya adalah dengan posisi berdiri dan posisi menjangkau. Dari sikap berdiri yang tidak alamiah ini yang menyebabkan pekerja mengalami keluhan musculoskeletal terutama pada bagian leher, bahu, punggung, dan kaki. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode Reba dan Hubungannya terhadap Otot-Otot Skeletal pada Pekerja Bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar. A. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah hubungan sikap kerja berdiri dengan Keluhan muskuluskeletal pada Pekerja Bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar?” commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar. b. Tujuan Khusus 1) Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, lama kerja, kebiasaan merokok, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan. 2) Mengetahui sikap kerja berdiri yang dilakukan pekerja di bagian weaving. 3) Mengetahui tingkat keluhan muskuluskeletal yang dirasakan pekerja di bagian weaving. 4) Menganalisa hubungan sikap kerja berdiri terhadup keluhan muskuluskeletal.
C. Manfaat Penelitian a. Teoritis Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Praktis 1) Bagi Peneliti Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya mengenai masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. 2) Bagi Institusi Sebagai bahan pustaka di Program Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam pengembangan ilmu Kesehatan Kerja khususnya dibidang ergonomi. 3) Bagi Tenaga Kerja Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang sikap kerja yang ergonomis sehingga dapat menghindari keluhankeluhan akibat tempat kerja yang tidak ergonomis. 4) Bagi Pengusaha Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pengusaha dalam meningkatkan kesehatan pekerjanya dan untuk mengurangi penyakit yang berhubungan dengan musculoskeletal.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi a. Definisi ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ergon yang berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan/hukum. Jadi ergonomi secara singkat juga dapat diartikan sebagai aturan/hokum dalam bekerja. Secara umum ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kesesuaian pekerjaan, alat kerja dan atau tempat/lingkungan kerja dengan pekerjanya (Tarwaka, 2004). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia (Sutalaksana, 2006), dimana secara hakiki akan berhubungan dengan segala aktivitas manusia yang dilakukan. Ergonomi merupakan salah satu hal yang mengarah pada peningkatan kualitas kehidupan kerja. Sedangkan aspek kualitas sendiri merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas kerja. Manusia dalam hal ini sebagai objek makhluk pekerja yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam bekerja manusia biasanya menggunakan peralatan kerja dan berada dalam lingkungan kerja tertentu. Peralatan kerja yang digunakan harus sesuai commit to user 6
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan manusia pemakai untuk mendukung fungsi tubuh yang sedang bekerja. Menurut Nurmianto (1998) istilah ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspekaspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara
anatomi,
fisiologi,
psikologi,
engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi juga didefinisikan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajarimanusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2003). Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor modern maupun pada sector tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan yang tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Pada sektor tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki. (Suma’mur, 1989) Menurut Sugeng Budiono (2003) sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomi adalah yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat, dan selamat dalam bekerja. Sikap tersebut dapat dilakukan dengan : 1) Menghindarkan sikap yang tidak ergonomis dalam bekerja. 2) Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya. 4) Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk atau berdiri secara bergantian. b. Tujuan Ergonomi 1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan mengupayakan kepuasan kerja. 2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama waktu produktif maupun setelah tidak produktif. 3) Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. c. Aspek Ergonomi Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain : 1) Faktor manusia Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis. Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat. 2) Faktor Anthropometri Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ukuran
alat-alat
kerja
erat
kaitannya
dengan
tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah. 3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain Standard Operating Procedures (SOP) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. 4) Faktor Pengorganisasian Kerja Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat
menurunkan
efisiensi
dan
produktivitas
kerja
serta
meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010). 2. Sikap Kerja Berdiri Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004). Perbandingan sikap kerja duduk dan berdiri ditinjau dari epidemiologi : a. Pada pekerja dengan sikap duduk, risiko meningkatnya kanker usus 1,6 – 4,0 kali lebih besar dari pada sikap kerja berdiri b. Fungsi paru (VC : FeV) menurun pada sikap duduk c. Sikap duduk sering terjadi trombosis vena dalam d. Venus return lebih besar/baik sikap berdiri dari pada sikap duduk e. Berdiri terlalu lama dapat meningkatkan volume tungkai 2 – 5%, karena edema f. Duduk terlalu lama menyebabkan vericosa vena Berdiri seimbang ditandai dengan : a. garis vertikal berada dalam bidang tumpuan b. gaya pada masing-masing sendi = 0 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
c. keseimbangan tergantung pada tinggi pusat gaya berat & besarnya bidang tumpuan Ada dua macam berdiri : a. simetris : kedua tungkai bebannya sama b. asimetris : kedua tungkai beban tidak sama Jika berdiri tegang, paling efisien dalam hal : a. berubah posisi b. kebutuhan energinya peling sedikit, kadang-kadang = Basal Metabolic Rate (BMR) Keuntungan dan kerugian sikap berdiri : a. keuntungan: Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra tidak rusak bila mengalami pembebanan. b. kerugian : Otot kaki cepat lelah. Pada pekerjaan yang memerlukan sikap berdiri sebaiknya dilakukan pemenuhan kondisi kerja seperti : a.
Diperlukan mobilitas atau jalan berpindah tempat
b.
Diperlukan jangkauan tangan yang lebih panjang
c.
Terjadi kecederungan mengerahkan tenaga yang besar
d.
Ruang kerja yang cukup luas untuk selonjor kaki pekerja bila harus duduk (Gayo, 2010) Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak
ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007). Beberapa penelitian untuk mengurahi kelelahan pada tenaga kerja dengan posisi berdiri. Contohnya yaitu seperti yang diungkapkan Gradjean (1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, letak tinggi meja diatur 10 cm diatas siku. Untuk jenis pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi siku dan untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku. Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara 230-270 ke arah bawah dari garis horizontal (Gayo, 2010). Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah (Gayo, 2010). 3. Keluhan Muskuloskeletal Grandjean (1993) dan Lemasters (1996) dalam Tarwaka (2010) menjelaskan keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament atau tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebanan dihentikan. b. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut. Sikap kerja terutama pada pekerjaan yang mengharuskan penggunaan otot untuk jangka waktu lama dalam mempertahankan posisi kerja yang kurang nyaman, mengangkat atau mendorong atau menarik beban, fleksi atau ekstensi leher, lengan atau tangan, mempertahankan sikap lengan tau pergelangan tangan yang canggung atau jari-jari dalam commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
posisi memegang erat merupakan faktor penyebab keluhan pada sistem muskuloskeletal (Harrianto, 2009) Menurut Tarwaka (2010) studi MSDs pada berbagai industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukan bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pingggang, dan otot bagian bawah. Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2010) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut. a. Peregangan otot yang berlebihan. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi
resiko
terjadinya
keluhan
otot,
bahkan
dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal . b. Aktivitas berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi. c. Sikap kerja tidak alamiah. Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal. d. Faktor penyebab sekunder Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal adalah tekanan, getaran dan mikroklimat. e. Penyebab kombinasi Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari. Adapun faktor penyebab sekunder antara lain : a. Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap (Tarwaka, 2010). commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka (2010). c. Mikroklimat Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun (Astrand & Rodhl,1977;Pulat, 1992;Wilson & Corlett, 1992) dalam (Tarwaka,2010). Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan
sebagian
energi
yang
ada
dalam
tubuh
akan
termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. (Suma’mur, 1982; Grandjean,1993 dalam Tarwaka 2010). commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Faktor-faktor penyebab keluhan otot-otot skeletal menurut Tarwaka (2010), yaitu : 1) Faktor internal a) Umur Chaffin (1979) dan Guo, dkk. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004). Sebagai contoh, Betti’e, dkk 1989 dalam Tarwaka 2010 telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. b) Jenis kelamin Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand, dkk (1997) commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, dkk (1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang, dkk. (1993), Bernard, dkk. (1994), Heles, dkk. (1994)
dan
Johanson
(1994)
yang
menyatakan
bahwa
perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas (Tarwaka, 2004). c) Kebiasaan merokok Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan, Boshuizen, et.al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang,
khususnya
untuk
pekerjaan
yang
memerlukan
pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran jasmani seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsusmsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka,2010). d) Kesegaran Jasmani Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady, dkk. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7.1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3.2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0.8%. Hal ini juga diperkuat Betti’e, dkk (1989) yang menyatakan hasil penelitian terhadap penerbang
para
penerbang
dengan
tingkat
menunjukkan kesegaran
bahwa tubuh
kelompok
yang
tinggi
mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap risiko cedera otot. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya aktivitas fisik (Tarwaka, 2004). e) Kekuatan Fisik Chaffin dan Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Secara fisiologis ada yang dilahirkan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang berbeda ini, apabila harus melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, jelas yang mempunyai kekuatan otot rendah akan lebih rentan terhadap risiko cidera otot f) Ukuran Tubuh Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan
dan
masssa
tubuh
merupakan
faktor
yang
dapat
menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Apabila dicermati, keluhan sistim muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik berat tubuh maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka, 2010). commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu : a) Lama kerja/waktu kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan produktivitasnya. Lamanya seorang bekerja sehari baik pada umumnya 6 – 8 jam. Dalam seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja. Seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung
kepada
berbagai
faktor.
Penelitian-penelitian
menunjukan bahwa pengurangan jam kerja dari 8¼ke 8 jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma’mur, 2009). b) Tekanan melalui fisik (beban kerja) Beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berlarut–larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi (Sugeng, dkk, 2002). Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala seperti berikut : (1) Meningkatnya ketidakstabilan jiwa (2) Depresi (3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja (4) Meningkatnya sejumlah penyakit fisik 4. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada umumnya terdapat dua posisi dalam bekerja yaitu berdiri, duduk, dan keduanya. Pada posisi berdiri karyawan akan cenderung banyak mengalami beban kerja psikologis. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan cairan tubuh dan darah menumpuk di kaki. Hal ini dapat mengakibatkan varises. Untuk menghindarinya karyawan
disarankan
untuk
sering
menggerak-gerakkan
kakinya.
Grandjean dalam Pulat (1992) postur kerja dapat menimbulkan sakit pada punggung dan leher, tulang punggung belakang membentuk kurva dan otot-otot perut (abdominal) kendur. Disarankan untuk tidak bekerja pada posisi duduk dan berdiri lama. Alternatifnya dapat berganti posisi dari berdiri ke duduk ataupun sebaliknya. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut
sering
atau
lamanya
membengkokan
badan,
membungkuk, duduk, berdiri terlalu lama atau postur batang tubuh lainnya yang
tidak
alamiah
dapat
menyebabkan
rasa
sakit
pada
otot
pinggang(Harianto, 2009). Hal ini disebabkan karena stres pada otot dan ligamen pada masing-masing vertebrae (Tarwaka, 2010). Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma‟mur 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, 2004). Pada umumnya keluhan otot skletal juga bisa di dukung oleh faktor usia dimana keluhan skeletal mulai dapat dirasakan pada usia kerja, yaitu 25 - 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat. Selain itu juga lama bekerja pun sangat berpengaruh dimana jika seorang pekerja melakukan pekerjaan yang dibidanginya bertahuncommit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun dilakukan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya keluhan yang sangat fatal dibanding dengan pekerja yang baru pertama kali membidanginya. 5. Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REBA (Rapid Entired Body Assesment) Metode ini memungkinkan dilakukan suatu analisis secara bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan faktor-faktor lainnya yang dianggap dapat menentukan untuk penilaian akhir dari postur tubuh, seperti : beban atau force atau gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktivitas otot yang dilakukan (Tarwaka, 2010). Adapun skoring untuk REBA adalah sebagai berikut : a. Group A : Penilaian anggota tubuh bagian badan, leher, dan kaki 1) Badan (trunk) Skoring ini untuk menentukan apakah pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi badan tegak atau tidak, dan kemudian menentukan besar-kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan yang diamati. Kemudian memberikan skor berdasarkan posisi badan.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1. Tabel Penilaian Posisi Badan (trunk) (Cuixart, 2003) Skor
Posisi
1
posisi badan tegak lurus
2
fleksi atau ekstensi 00 - 200
3
fleksi 200 – 600 dan ekstensi >200
4
membungkuk >600
+1
jika posisi badan membungkuk atau memuntir secara lateral
Gambar 2.1. Posisi Badann (trunk) (cuixart, 2003) 2) Penilaian pada leher Langkah kedua adalah penilaian posisi leher. Metode REBA mempertimbangkan kemungkinan dua posisi leher yaitu fleksi dan ekstensi. Skor pada leher dapat ditambah apabila posisi leher pekerja membungkuk atau memuntir secara lateral. Dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut :
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.2. Posisi Leher (Cuixart, 2003) Tabel 2.2. Tabel Penilaian Posisi Leher (Cuixart, 2003) Skor
Posisi
1
fleksi 00 - 200
2
fleksi atau ekstensi >200
+1
jika posisi leher membungkuk atau memuntir secara lateral
3) Penilaian pada kaki Skor pada kaki akan meningkat jika salah satu atau kedua lutut fleksi atau ditekuk. Namun demikian, jika pekerja duduk maka keadaan tersebut dianggap tidak menekuk sehingga tidak meningkatkan skor pada kaki. Penilaian pada kaki digambarkan pada gambar berikut ini ;
commit to user Gambar 2.3. Gambar Posisi Kaki (Cuixart, 2003)
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penilaiannya tersaji dalam tabel berikut : Tabel 2.3. Tabel Penilaian Posisi Kaki (Cuixart, 2003) Skor
Posisi
1
posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai baik dalam keadaan berdiri maupun berjalan Salah satu tidak tertopang
2
di lantai dengan baik atau
terangkat +1
jika salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi 300 – 600
+2
jika satu atau kedua kaki ditekuk fleksi >600
b. Group B : Penilaian anggota tubuh bagian atas 1) Penilaian pada lengan Untuk menentukan skor yang dilakukan pada lengan atas maka harus diukur sudut antara lengan dan badan. Skor yang diperoleh akan sangat bergantung dari besar-kecilnya sudut yang dibentuk antara lengan dengan badan selama melakukan pekerjaan. Skor untuk lengan dapat ditambah atau dikurangi jika bahu pekerja terangkat, jika lengan diputar, diangkat menjauh dari badan, atau dikurangi jika lengan ditopang selama bekerja. Berikut adalah gambar dan tabel penilaian posisi lengan ;
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.4. Gambar Posisi Lengan (Cuixart, 2003) Tabel 2.4. Tabel Penilaian Posisi Lengan (Cuixart, 2003)
Skor
Posisi
1
posisi lengan fleksi atau ekstensi antara 00 - 200
2
posisi lengan fleksi antara 210 – 450 atau ekstensi >200
3
posisi lengan fleksi antara 460 - 900
4
posisi lengan fleksi >900
+1
jika bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi
+1
jika lengan diangkat menjauhi badan
-1
jika berat lengan ditopang dengan menahan gravitasi 2) Penilaian Lengan Bawah Skor lengan bawah bergantung pada sudut yang dibentuk oleh lengan bawah.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.5. Gambar Posisi Lengan Bawah (Cuixart, 2003) Tabel 2.5. Tabel Posisi Lengan Bawah (Cuixart, 2003) Skor
Kisaran sudut
1
Fleksi 600-1000
2
Fleksi <60° atau >1000
3) Penilaian Pergelangan Tangan Skor pada pergelangan tangan ditentukan oleh besar kecilnya sudut yang dibentuk pergelangan tangan saat melakukan pekerjaan.
Skor
dapat
ditambah
jika
pergelangan
mengalami torsi atau deviasi baik ulnar maupun radial.
Gambar 2.6. Gambar Posisi Pergelangan Tangan (Cuixart, 2003) commit to user
tangan
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.6. Tabel Penilaian Posisi Pergelangan Tangan (Cuixart, 2003) Skor
Posisi
1
posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi 00 - 150
2
posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi >150
+1
pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami torsi
atau
deviasi baik ulnar maupun radial
c. Skoring awal group A, B dan C 1) Group A Skor pertama yang diperoleh dari posisi badan, leher dan kaki. Tabel 2.7. Tabel Penilaian Group A (Tarwaka, 2010) TABEL A Leher
Badan
1
2
3
Kaki
Kaki
Kaki
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
1
2
3
4
1
2
3
4
3
3
5
6
2
2
3
4
5
3
4
5
6
4
5
6
7
3
2
4
5
6
4
5
6
7
5
6
7
8
4
3
5
6
7
5
6
7
8
6
7
8
9
5
4
6
7
8
6
7
8
9
7
8
9
9
Penilaian untuk beban kerja (ditambahkan pada skor A) : commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.8. Tabel Penilaian Beban (Cuixart, 2003) Skor
Posisi
+0
Beban attau force >5 kg
+1
Beban atau force 5 – 10 kg
+2
Beban atau force >10 kg
+1
Pembebanan secara tiba-tiba
2) Skor awal group B Skor yang diperoleh dari posisi lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan Tabel 2.9. Tabel Skor Awal Group B (Tarwaka, 2010) TABEL B Lengan Bawah 1
2
Pergelangan Tangan
Pergelangan Tangan
1
2
3
1
2
3
1
1
2
2
1
2
3
2
1
2
3
2
3
4
3
3
4
5
4
5
5
4
4
5
5
5
6
7
5
6
7
8
7
8
8
Lengan
Penilaian untuk jenis pegangan pada skor B) : commit to(ditambahkan user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.10. Tabel Penilaian untuk Jenis Pegangan (Tarwaka, 2010) Skor
Posisi
+0
Pegangana bagus (pegangan baik dan kekuatan pegangan di posisi tengah)
+1
Pegangan sedang (pegangan dapat diterima tetapi tidak ideal)
+2
Pegangan kurang baik (mungkin dapat digunakan tetapi tidak dapat diterima)
+3
Pegangan jelek (terlalu dipaksakan, tidak ada pegangan tangan, tidak dapat diterima untuk bagian tubuh lainnya
3) Skor C terhadap Skor A dan Skor B Skor C berdasarkan pada hasil perhitungan dari skor A dan skor B. Tabel 2.11. Tabel Skor C terhadap Skor A dan Skor B (Tarwaka,2010) TABEL C SKOR B SKOR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
1
1
1
2
3
3
4
5
6
7
7
7
2
1
2
2
3
4
4
5
6
6
7
7
8
3
2
3
3
3
4
5
6
7
7
8
8
8
4
3
4
4
4
5
6
7
8
8
9
9
9
5
4
4
4
5
6
7
8
8
9
9
9
9
6
6
6
6
7commit 8 to 8user 9
9
10
10
10
10
A
Bersambung
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sambungan 7
7
7
7
8
9
9
9
10
10
11
11
11
8
8
8
8
9
10
10
10
10
10
11
11
11
9
9
9
9
10
10
10
11
11
11
12
12
12
10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
12
11
11
11
11
11
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
Penilaian jenis aktivitas otot (ditambahkan pada skor C) : Tabel 2.12. Tabel Penilaian jenis aktivitas otot (Tarwaka, 2010) Skor
Aktivitas
+1
Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis
+1
Gerakan berulang
+1
Perubahan postur atau gerak tidak stabil
Tabel 2.13. Standar Kerja Berdasarkan Skor Akhir (Tarwaka, 2010) Skor
Tingkat
Tingkat Tindakan
Akhir
Aksi
Resiko
1
0
Sangat rendah
2–3
1
Rendah
Mungkin diperlukan tindakan
4–7
2
Sedang
Diperlukan tindakan
8 – 10
3
Tinggi
Diperlukan tindakan segera
11 – 15
4
Sangat tinggi
Tidak ada tindakan yang diperlukan
Diperlukan tindakan sesegera mungkin
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Penilaian keluhan muskuloskeletal dengan metode NBM (Nordic Body Map) Nordic Body Map merupakan metode lanjutan yang dapat digunakan setelah selesai dilakukan observasi dengan metode REBA. Metode NBM meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan paling bawah yaitu otot pada kaki. Pengukuran gangguan otot skeletal dengan menggunakan kuisioner NBM digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat merepresentasikan
populasi
secara
keseluruhan
(Tarwaka,
2010).
Penilaian metode NBM menggunakan 4 skala likert, yaitu : Tabel 2.14. Definisi Operasional Penilaian NBM (Tarwaka, 2010) Skor 1
Definisi Operasional Tidak ada keluhan atau kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja (tidak sakit)
2
Dirasakan ada sedikit rasa keluhan atau kenyerian pada otot skeletal (agak sakit)
3
Adanya keluhan atau kenyerian atau sakit pada otot skeletal (sakit)
4
Keluhan sangat sakit atau sangat nyeri pada otot skeletal (sangat sakit)
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan : Keterangan :
14. Pergelangan tangan
0. Leher atas
kiri
1. Tengkuk
15. Pergelangan tangan
2. Bahu kiri
kanan
3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri
16. Tangan kiri
5. Punggung
17. Tangan kanan
6. Lengan atas kanan
18. Paha kiri
7. Pinggang
19. Paha kanan
8. Pinggul
20. Lutut kiri
9. Pantat
21. Lutut kanan
10. Siku kiri
22. Betis kiri
11. Siku kanan
23. Betis kanan
12. Lengan bawah kiri
24. Pergelangan kaki kiri
13. Lengan bawah
25. Pergelangan kaki kanan
kanan
26. Kaki kiri 27. Kaki kanan Gambar 2.7. Nordic Body Map (Tarwaka, 2010)
Setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner maka langkah berikutnya adalah perhitungan skor individu dari seluruh otot skelatal (28 bagian otot skeletal). Pada desain 4 skala likert ini, maka akan diperoleh skor individu terendah 28 dan skor tertinggi 112 (Tarwaka, 2010). Setelah didapatkan total skor individu melalui perhitungan maka langkah
selanjutnya
adalah penentuan commit to user
tingkat
resiko
keluhan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
muskuloskeletal
dan tindakan perbaikan yang semestinya dilakukan.
Penentuan tingkat risiko berdasarkan total skor individu dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.15. Klasifikasi Subjektifitas Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu Tingkat
Skor
Tingkat
Aksi
Individu
Risiko
1
28 – 49
Rendah
Tindakan Perbaikan
Belum
diperlukan
adanya
tindakan
perbaikan 2
50 – 70
Sedang
Mungkin diperlukan tindakan dikemudian hari
3
71 – 91
Tinggi
Diperlukan tindakan segera
4
91 – 112
Sangat
Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera
Tinggi
mungkin
Sumber : Tarwaka 2010
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Pekerjaan Weaving
Sikap Kerja Berdiri
Tidak Ergonomis
Penekanan otot pada bagian tubuh tertentu
- Suplai oksigen ke otot menurun - penimbunan asam laktat - rasa nyeri otot
Keluhan Muskuloskeletal
Faktor internal :
Faktor eksternal :
1. Jenis kelamin
1. Lama waktu kerja
2. Umur
2. Beban kerja
3. Kesegaran jasmani
3. Lingkungan kerja.
4. Kondisi Kesehatan
a. Getaran b. Mikroklimat
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Ada hubungan sikap kerja berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Suryabrata, 2001), merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan kausa sebab akibat dari suatu variabel (Sarwono, 2010). Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada situasi saat yang sama (Notoatmojo, 2002).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Delta Merlin Dunia Textile bagian Weaving pada bulan April – Juni 2012.
C. Populasi Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah karyawan bagian weaving sejumlah 133 pekerja terdiri dari 60 pekerja laki-laki dan 73 pekerja perempuan.
commit to user 40
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang artinya subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Arief, 2004). Populasi target sejumlah 43 pekerja laki-laki dan sampel diperoleh sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan sebagai berikut : 1. Pekerja laki-laki 2. Bersedia menjadi subjek penelitian 3. Bekerja dalam posisi berdiri 4. Kondisi kesehatan baik 5. Usia 25 – 40 tahun 6. Masa kerja 1 – 5 tahun 7. Indeks Massa tubuh (IMT) : 18,5-25,0 Dan untuk kriteria eksklusi adalah : 1. Tidak bersedia menjadi subyek penelitian pada saat dilakukan pengukuran. 2. Tidak berada di lokasi selama penelitian berlangsung.
E. Sampel Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah pekerja laki-laki bagian weaving PT. Delta Merlin Karangayar sebanyak 43 pekerja.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian a. Variabel Bebas (independent variable) Variabel bebas adalah variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi varabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang varaibelnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan
hubungannya dengan dengan suatu gejala yang
diobservasi (Sarwono, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap kerja berdiri. b. Variabel Terikat (independent variable) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variable bebas (Sugiyono, 2010) . Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keluhan muskuloskeletal. c. Variabel Pengganggu Variabel penggangu adalah variabel yang secara teoritis berpengaruh terhadap variabel terikat, namun tidak diinginkan pengaruhnya (Sarwono, 2006). Dalam penelitian ini ada 2 variabel pengganggu. 1) Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, umur, lama kerja, dan kondisi kesehatan. 2) Variabel pengganggu tidak terkendali : kebiasaan merokok, ukuran tubuh, kesegaran jasmani, lingkungan kerja.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variabel Penganggu terkendali : a. Jenis kelamin b. Umur c. Lama kerja d. Kondisi kesehatan e. Indeks Massa tubuh (IMT)
Variabel terikat : Keluhan muskuloskeletal
Variabel Bebas : sikap kerja berdiri Variabel Penganggu tidak terkendali : 1. Kesegaran jasmani 2. Lingkungan kerja 3. Kebiasaan merokok
Gambar 2.1. Identifikasi Variabel Peneletian
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian d. Variabel Bebas : Sikap kerja berdiri Sikap kerja berdiri adalah sikap tenaga kerja pada saat bekerja dengan posisi berdiri yang lama pada bagian weaving dan gerakan monotomi tangan dan lengan yang diukur sudutnya dengan busur derajat. Dengan tingkat aksi meliputi sangat rendah (1), rendah (2 – 3)), sedang (4 – 7), tinggi (8 – 10) dan sangat tinggi (11 – 15). Alat ukur
: Checklist REBA
Skala Pengukuran : Interval commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Variabel Terikat : Keluhan muskuloskeletal Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal (pegal-pegal) dan rasa sakit yang dirasakan oleh pekerja bagian weaving mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit pada saat penelitian dilakukan. Adapun bagian- bagian tubuh yang mengalami rasa sakit adalah tengkuk atau leher, bahu, punggung, pinggang, pantat, siku, lengan, pergelangan tangan, tangan, kaki, lutut, betis dan pergelangan kaki Alat ukur
: Kuesioner Nordic body map
Satuan
: 28 - 112 (Skor)
Skala pengukuran : Interval Skoring pada kuesioner ini sebagai berikut : Tidak sakit
: 1 (apabila tidak ada rasa nyeri atau keluhan otototot skeletal pada bagian tubuh tertentu).
Agak sakit
: 2 (apabila timbul rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu, tetapi gejala yang timbul tidak terlalu parah dan masih dapat menjalankan pekerjaan).
Sakit
: 3 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otototot skeletal pada bagian tubuh tertentu dan terasa sakit untuk beraktifitas).
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sakit sekali
: 4 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otototot skeletal yang amat sangat sakit pada bagian tubuh tertentu dan mengganggu dalam beraktifitas).
Skor akhir : 28 – 49
: tingkat risiko rendah
: Nilai 1
50 – 70
: tingkat risiko sedang
: Nilai 2
71 – 91
: tingkat risiko tinggi
: Nilai 3
92 – 112
: tingkat risiko sangat tinggi : Nilai 4
f. Variabel Pengganggu 1) Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah identitas responden berdasarkan ciri-ciri biologis dan fisiknya. Variabel ini merupakan variabel pengganggu yang dapat dikendalikan dan merupakan kriteria inklusi.
Dalam
penelitian ini yang menjadi subjek adalah laki-laki. Alat ukur
: Wawancara dan kartu identitas pekerja
Satuan
: Laki-laki/Perempuan
Skala Pengukuran
: Nominal
2) Umur Umur adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun kelahiran sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah pekerja yang berumur 2540 tahun. Alat ukur
: Wawancara commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Satuan
: Tahun
Skala Pengukuran
: Rasio
3) Kondisi Kesehatan Kondisi kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Variabel ini merupakan variabel pengganggu yang dapat dikendalikan dan merupakan kriteria inklusi. Dalam penelitian ini kondisi kesehatannya sehat. Alat ukur
: Wawancara
Satuan
: Sehat/tidak sehat
Skala Pengukuran
: Nominal
4) Lama Kerja Lama kerja adalah jumlah waktu kerja tiap harinya pada pekerja bagian weaving. Dalam penelitian ini lama kerjanya 7 jam per hari. Alat ukur
: Wawancara
Satuan
: Jam
Skala Pengukuran
: Rasio
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Desain Penelitian Poupulasi (Target) Purposive Sampling Subyek/Sampel
Sikap Kerja Berdiri
Penilaian REBA
Uji spearman rho
Keluhan Muskuloskeletal
Penilaian Nordic Body Map
Gambar 2.2. Desain Penelitian
I. Instrumen Penelitian a. Lembar kerja penilaian REBA disertai dengan daftar pertanyaan tentang jenis pekerjaan, umur, lama kerja, kebiasaaan merokok, kondisi kesehatan, kesegaran jasmani dan kondisi lingkungan kerja.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kuesioner Nordic Body Map Kuesioner Nordic Body Map berupa lembaran berisi pertanyaanpertanyaan yang diberikan langsung pada responden setelah dilakukan penilaian REBA, kemudian dinilai sehingga dapat digolongkan tentang keluhan muskuloskeletalnya dengan kriteria tidak sakit (28 - 49), agak sakit (50 - 70), sakit (71 - 91), sakit sekali (92 - 112). c. Perlengkapan alat tulis Perlengkapan alat tulis digunakan untuk penulisan data yang diambil. d. Kamera Untuk pengambilan gambar dari sikap kerja berdiri sebagai data pendukung.
J. Cara Kerja Penelitian a. Tahap persiapan 1) Meminta surat pengantar dari Prodi untuk melakukan penelitian. 2) Mengajukan surat pengantar dari Prodi ke PT. Delta Merlin b. Tahap Pelaksanaan 1) Menentukan sampel yang akan dijadikan sebagi objek penelitian. 2) Mengambil
gambar
sikap
kerja
berdiri
pekerja
dengan
menggunakan kamera. 3) Menganalisa dan menilai sikap kerja pekerja dengan menggunakan lembar kerja metode REBA dan mengisi formulir tentang umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, kondisi kesehatan, lama kerja, commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesegaran jasmani, kebiasaan merokok dan kondisi lingkungan kerja yang terdapat pada lembar kerja metode REBA. 4) Wawancara dengan pekerja sesuai dengan kuesioner Nordic Body Map sehingga kuesioner tidak diisi sendiri oleh pekerja. 5) Menilai keluhan muskuloskeletal dengan menggunakan Lembar kerja Nordic Body Map. 6) Mengumpulkan keseluruhan data dari hasil penelitian. K. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan dengan uji korelasi Spearman Rho. Digunakan uji korelasi Spearman Rho karena untuk mengetahui hubungan antara dua variable dengan skala pengukuran rasio dengan rasio (Riwidikdo, 2008) : Rumus : ρ=
1 − 6∑d² N(N2 − 1)
Keterangan : N : Jumlah data d : beda antara rangking pasangannya Kemaknaan : 1. Jika p value 0,00 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value 0< dan ≤0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value >0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi menjadi empat area yaitu : Tabel 3.1 Kekuatan Hubungan Dua Variabel secara Kualitatif Nilai Korelasi
Tingkat Hubungan
(r) 1.
0,00 – 0,25
Tidak Ada Hubungan/Hubungan Lemah
2.
0,26 – 0,50
Hubungan Sedang
3.
0,51 – 0,75
Hubungan Kuat
4.
0,76 – 1,00
Hubungan Sangat Kuat/Sempurna
(Riyanto, 2009).
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan PT. Delta Merlin Dunia Textile II merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Dunia Textile Group yang bergerak dalam proses weaving.
Perusahaan
ini
merupakan
perusahaan
keluarga
yang
memproduksi kain Grey, berdiri pada bulan Maret 2001. Produk yang dihasilkan PT. Delta Merlin Dunia Textile II belum merupakan produk yang siap dipasarkan ke konsumen (tahap setengah jadi). Kain yang dihasilkan masih merupakan kain putihan dari hasil tenun, oleh karena itu perusahaan ini dikenal dengan proses weavingnya. Produk kain yang dihasilkan bermacam-macam antara lain kain rayon, cotton, tetron, dan lainnya menurut strukturnya. Sistem produksi dari perusahaan ini berdasarkan metode job shop. Order yang diterima bukan dari konsumen, melainkan dari pusat yaitu dari PT. Dunia Textile. Segala permasalahan mengenai hasil produksi, manajemen, dan lainnya juga dipertanggungjawabkan kepada pusat (PT. Dunia Textile). PT. Delta Merlin Dunia Textile melalui berbagai perkembangan. Pada awal tahun 2001 memiliki mesin tenun Air Jet Loom (AJL) yaitu mesin tenun berkecepatan tinggi sebanyak 267 buah, yang dioperasikan commit to user
51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebanyak 350 orang. Pada tahun 2006 ditambah 35 mesin. Pada akhir 2002 sampai pertengahan 2003 menambah dengan 1248 mesin shuttle (mesin mekanis biasa dengan memakai palet atau teropong). Mesin ini dioperasikan oleh 1470 orang, yang berlokasi di bangunan unit I dan II (untuk unit I ada 912 mesin dan unit II ada 336 mesin). Pada awal 2007 membangun unit III dengan menambah 149 mesin AJL. Total karyawan pada tahun 2012 termasuk staf sebanyak 2061 orang. 2. Produk perusahaan Hasil produksi dari PT. Delta Merlin Dunia Textile II berupa kain setengah jadi (kain putih polos) dengan jenis cotton, polyster, tetron cotton. 3. Proses Produksi Sistem produksi di PT. Delta Merlin Dunia Textile II yaitu make to order system, sehingga semua hasil produksi merupakan kesesuaian dengan spesifikasi yang ditentukan pemesan. Tahap perancangan produk mencakup perhitungan komposisi bahan (benang), yang mengarah ke komposisi kain. Perhitungan itu meliputi jumlah boom yang naik untuk memenuhi kapasitas pesanan, jumlah helai benang yang naik ke fase warping, dan jumlah pakan (garis melintang pada kain) yang dibutuhkan. Perancangan produk ditentukan oleh pemesan dan dilakukan oleh produsen dan keduanya memegang peran pada perancangan produk.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Proses warping Proses mendasar pada proses penenunan benang, oleh sebab itu menentukan proses produksi selanjutnya dan hasilnya menentukan hasil akhir. Gulungan benang yang masih dalam bentuk gulungan kecil (cheese) akan digulung dalam bentuk gulungan yang sangat besar (boom). Dengan mesin warping, banyaknya cheese yang diletakkan akan menentukan banyaknya helai benang yang akan digulung ke dalam boom. Banyaknya helai benang inilah yang menentukan struktur kain. Di PT. Delta Merlin Dunia Textile II ada empat mesin warping yang masing-masing dioperasikan 1 – 2 operator. Mesin warping terbagi dalam dua cral yang masin-masing terdiri dari 320 sisir. b. Proses Sizing Proses penganjian kain yang bertujuan meningkatkan kualitas kekuatan benang, agar sewaktu masuk ke dalam proses weaving tidak putus. Di PT. Delta Merlin Dunia Textile II ada tiga mesin yang berfungsi dengan baik. c. Proses Reaching Merupakan proses memisahkan benang lusi pada boom satu per satu. Menggunakan tenaga manusia dalam pelaksanaanya. Alat yang diperlukan adalah cucuk, sisir, palang kayu untuk menggantung benang yang sudah dikanji pada proses sizing. Satu boom tenun dikerjakan satu operator, dan dibutuhkan ketelitian. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Proses Pallet Bahan baku yang berupa benang dibagi menjadi 2 berdasar arah tenunannya, yaitu lusi dan pakan. Untuk benang lusi diproses melalui warping, sizing, dan reaching. Setelah itu baru masuk ke tenun (weaving). Untuk benang pakan yang akan diumpamakan pada benang lusi saat ditenun, sebelumnya harus digulungkan pada sebuah batang pallet. Proses pallet memindahkan benang yang tergulung pada cones saat bahan baku pertama dating ke gulungan pallet. Mesin palet akan melepas gulungan dari cones, dan memindahkan ke batang pallet. e. Proses Weaving Merupakan proses yang paling utama di PT. Delta Merlin Dunia Textile II. Proses weaving atau tenun adalah proses menyilangkan benang lusi atau pakan, dilakukan setelah benang lusi sudah dikanji dan dicucuk. Mesin-mesin diberi lay-out dan dibedakan menggunakan warna-warna yang menandakan konstruksi kain, supplier benang, dan pemesanan. Dari sini akan mudah diketahui jumlah yang dipesan sudah terpenuhi atau belum. Proses ini lebih lama sehingga butuh unit mesin lebih banyak dibanding lainnya. Satu operator dapat menangani 12 mesin weaving, dan jumlah mesin ini di PT. Delta Merlin Dunia Textile II ada sekitar 1700 mesin yang digerakkan tenaga listrik. Setelah proses ini, output yang didapat commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudah berwujud kain. Kain ini masih tergulung dalam boom tenun, dan masih berupa kain mentah. f. Proses Inspecting Untuk pemeriksaan dan perbaikan kualitasnya. Kain diperiksa setiap meternya dengan bantuan meja kaca yang diberi lampu neon putih 40W, dari situ terlihat serat-serat kain yang rusak. Alat yang dibutuhkan yaitu sisir kawat, lap pembersih, cairan pembersih, dan gunting. Kain-kain yang mungkin kotor kena oli dapat dibersihkan, benang-benang yang belum rapi dapat dipotong sesuai bentuk kain. g. Proses Folding Memeriksa apakah hasil kain sesuai dengan permintaan yang ada. Untuk memudahkan pengukuran, setiap kain dilipat menjadi sepanjang 1 meter sambil dihitung berapa panjang kain tersebut. Berat kain juga dihitung untuk mengetahui kesesuaian antara panjang dan berat
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Umur Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pekerja diperoleh data umur sebagai berikut : Tabel 4.1 Data Umur Subjek No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kode Subjek Umur (Tahun) A 31 B 25 C 34 D 36 E 30 F 40 G 29 H 27 I 27 J 26 K 26 L 25 M 29 N 40 O 27 P 28 Q 29 R 31 S 27 T 28 U 30 V 28 W 27 X 32 Y 36 Z 27 AA 32 AB 28 AC 40 AD 37 AE 26 AF 34 AG 29 AH 26 commit to user AI 38
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
36 AJ 37 AK 38 AL 39 AM 40 AN 41 AO 42 AP 43 AQ Rata-rata SD Range Sumber : Data Primer, 2012
33 28 33 25 25 30 27 32 30 4.36 25-40
2. Jenis Kelamin Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. 3. Indeks Massa Tubuh (IMT) Hasil perhitungan berat badan dan tinggi badan menurut IMT pada pekerja weaving sebagai berikut : Tabel 4.2 Data IMT Subjek No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kode Subjek A B C D E F G H I J K L M N O P Q
Berat Badan Tinggi (Kg) Badan (m) 70 1.70 62 1.65 60 1.67 60 1.57 70 1.72 71 1.72 60 1.63 50 1.50 70 1.68 57 1.67 54 1.66 75 1.80 64 1.68 67 1.70 50 1.57 57 1.67 commit to user 62 1.63
IMT
Kategori
24.22 22.54 21.50 24.39 23.64 22.96 22.60 22.22 25.00 20.43 23.78 22.05 22.69 23.80 20.32 20.43 23.31
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
R S T U V W X Y Z AA AB AC AD AE AF AG AH AI AJ AK AL AM AN AO AP AQ Rata-rata SD Range
57 55 63 52 70 50 68 70 57 75 62 70 55 68 57 61 59 58 60 64 58 60 58 57 61 62 62 6,59 50-75
1.67 1.66 1.68 1.69 1.70 1.57 1.67 1.68 1.67 1.80 1.63 1.67 1.66 1.68 1.63 1.68 1.69 1.66 1.70 1.70 1.66 1.67 1.60 1.64 1.65 1.67 1.67 0.053 1.50-1.80
20.50 20.00 22.50 18.44 24.22 20.33 24.30 24.82 20.43 22.05 23.20 24.20 20.00 24.11 21.50 21.60 20.70 21.09 20.76 22.14 21.09 21.58 22.65 21.26 22.42 22.30 22.19 1.57 18.4425.00
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Sumber : Data Primer 2012 4.
Lama Kerja Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat penelitian dan
survei awal pada PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar, pekerja memulai pekerjaan pada pukul 08.00 – 16.00 WIB dan istirahat selama satu jam pada pukul 12.00 – 13.00 WIB. Dengan demikian lama kerja dalam satu hari adalah tujuh jam kerja dan satu jam istirahat.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Masa Kerja Berdasarkan wawancara Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pekerja diperoleh data umur sebagai berikut : Tabel 4.3 Data Masa Kerja Subjek : No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama
Masa Kerja (Tahun) A 2 B 1 C 4 D 2 E 3 F 4 G 2 H 2 I 3 J 2 K 3 L 2 M 3 N 2 O 3 P 3 Q 1 R 2 S 5 T 2 U 2 V 2 W 2 X 1 Y 3 Z 3 AA 2 AB 3 AC 2 AD 3 AE 1 AF 5 AG 3 commit to user AH 2
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
35 AI 36 AJ 37 AK 38 AL 39 AM 40 AN 41 AO 42 AP 43 AQ Rata-rata SD Range Sumber : Data Primer 2012
2 1 1 2 1 2 2 2 3 2.35 0.973 1-5
6. Kondisi Kesehatan Berdasarkan wawancara pada tanggal 17 Mei 2012 terhadap 43 subjek penelitian, didapatkan hasil bahwa semuanya dalam kondisi sehat. C. Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REB Penilaian sikap kerja dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Entired Body Assesment (REBA) yaitu berupa kuesioner. Peneliti mengamati kemudian menilai sikap kerja yang dilakukan pekerja secara langsung. Pengamatan dan penilaian dilakukan 2 kali pada hari yang berbeda-beda. Proses penilaian sikap kerja berdiri secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.4 Hasil Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode REBA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kode Subjek A B C D E F G H I
Total Skor Tingkat Aksi 8 3 8 3 6 2 5 2 5 2 5 2 5 2 8 3 commit to user 8 3
Kategori Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD AE AF AG AH AI AJ AK AL AM AN AO AP AQ Rerata SD Range Sumber : Data Primer, 2012
8 8 5 10 8 5 8 5 5 6 10 10 8 5 5 8 5 8 6 10 5 5 5 8 6 8 6 8 8 5 10 8 5 5 7 1,8 5-10
3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 0,50 2-3
Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang
Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa rerata tingkat aksi untuk sikap kerja adalah bernilai 2 yang berarti kategori sedang. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu 2 dan nilai tertinggi yaitu 3. Distribusi data penilaian sikap kerja adalah sebagai berikut :
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5. Distribusi Data Tingkat Aksi Sikap Kerja Berdiri Tingkat aksi 1 2 3 4 Sumber : Data Primer, 2012
Jumlah 0 22 21 0
Persentase 0% 51% 49% 0%
D. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal Penilaian keluhan muskuloskeletal pada subyek penelitian dilakukan dengan kuisioner Nordic Body Map (NBM). Penilaian keluhan muskuloskeletal dilakukan langsung setelah dilakukan pengamatan dan penilaian keluhan sikap kerja dengan metode REBA. Seluruh penilaian keluhan muskuloskeletal dilakukan langsung setelah pengamatan ataupun dokumentasi penilaian REBA. Berdasarkan hasil dan penilaian keluhan muskuloskeletal yang dilakukan terhadap tenaga kerja bagian weaving di PT. Delta Merlin Textile Kebakkramat Karanganyar diperoleh data sebagai berikut : Tabel 21. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kode Subjek A B C D E F G H I J K L M N O
Nilai NBM 71 71 57 55 55 55 54 72 72 71 71 54 72 71 54
Tingkat Aksi
3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 commit to user 3 2
Kategori Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
P 71 Q 55 R 55 S 55 T 72 U 72 V 71 W 54 X 54 Y 72 Z 54 AA 72 AB 58 AC 71 AD 54 AE 54 AF 55 AG 72 AH 57 AI 71 AJ 57 AK 71 AL 71 AM 54 AN 71 AO 72 AP 55 AQ 55 63 Rerata 8,36 SD Sumber : Data Primer, 2012
3 2 2 2
3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 0,50
Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang sedang
Dari tabel diatas diketahui bahwa rerata keluhan muskuloskeltal berada pad tingkat aksi 2. Sedangkan tingkat aksi terendah adalah 2 dan tingkat aksi tertinggi adalah 3. Distribusi data keluhan Muskuloskelatal adalah sebagai berikut : Tabel 22. Distribusi Data Keluhan Muskuloskeletal Tingkat aksi
Jumlah
Persentase
1
0
0%
2
commit22to user
51%
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3
21
49%
4
0
0%
Sumber : Data Primer, 2012
E. Analisa Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal Skala pengukuran dan analisis yang digunakan pada variable bebas maupun terikat adalah interval. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Saphiro Wilk pada variabel bebas diperoleh nilai p : 0,000 yang berati < 0,05 sehingga data tersebut berdistribusi tidak normal. Dan pada uji normalitas data pada variabel terikat dengan menggunkan uji Saphiro Wilk diperoleh nilai p : 0,00 yang berati < 0,05 sehingga data tidak berdistribusi tidak normal. Karena data tersebut berdistribusi tidak normal maka dilakukan uji korelasi Non Parametrik yaitu Uji Spearman Rho. Berdasarkan uji korelasi antara sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal menggunaakan uji korelasi Spearman Rho diperoleh data sebagai berikut : Correlations sikapkerjaber keluhanmusk diri uloskeletal Spearman's rho
sikapkerjaberdiri
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keluhanmuskuloskeletal Correlation
Coefficient Sig. (2-tailed) N commit to user **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1.000
.905**
.
.000
43
43
.905**
1.000
.000
.
43
43
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel hasil uji korelasi sikap kerja berdiri
dengan keluhan
muskuloskeletal di atas diketahui p-value (signifikansi) ,00. Dengan demikian pvalue tersebut <0,05. Untuk nilai kekuatan korelasi yaitu 0,905 (sangat kuat) dan arah korelasi positif yang berarti semakin tinggi tingkat aksi sikap kerja berdiri maka semakin tinggi pula tingkat aksi keluhan muskuloskeletal.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Umur Berdasarkan hasil penelitian, subjek penelitian yang digunakan sebagai sampel berumur antara 25 – 40 tahun, dengan rerata (X) ± SD adalah 31 tahun ± 4.36. Menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Sehingga, semakin tua seseorang semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang memicu timbulnya keluhan otot. Menurut Chaffin 1979 dalam Tarwaka 2010 menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25 – 65 tahun. Menurut Rihimaki et, al dalam Tarwaka 2010 menjelaskan umur mempunyai hubungan sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot. commit to user 66
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Jenis Kelamin Subjek penelitian yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pekerja dengan jenis kelamin laki-laki. Menurut Hasil penelitian Betti’e, dkk (1989) dalam Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa rerata kekuatan otot wanita krang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya otot lengan , punggung dan kaki. Johanson (1994) dalam Tarwaka (2004) menyatakan perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. oleh karena laki-laki dan perempuan mempunyai kekuatan otot yang berbeda maka dalam penelitian hanya digunakan responden laki-laki. 3. Lama Kerja Dalam penelitian ini pekerja dalam melakukan pekerjaannya selama 8 jam (7 jam kerja dan 1 jam istirahat). Suma’mur (2009) mengatakan lamanya seorang bekerja sehari pada umumnya 6 - 8 jam. Semakin panjang waktu kerja maka semakin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja dari delapan seperempat jam ke delapan jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Menurut Suma’mur (2009) lamanya seorang bekerja sehari pada umumnya 6 - 8 jam. Semakin panjang waktu kerja maka semakin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Masa Kerja Berdasarkan hasil penelitian, subjek penelitian yang digunakan sebagai sampel masa kerjanya 1-5 tahun. Menurut Suma’mur (2009) dalam seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. 5. Kondisi Kesehatan Dalam penelitian ini menggunakan subjek penelitian yang berada dalam kondisi sehat dengan pertimbangan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut : sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Sehat dalam penelitian ini artinya terhindar dari hal-hal yang bisa menyebabkan keluhan muskuloskeletal. Dalam penelitian ini kondisi kesehatan antara subjek penelitian sebelum dan sesudah penelitian adalah sama yaitu subjek penelitian berada dalam kondisi yang sehat. 6. Indeks Massa Tubuh (IMT) Dalam penelitian ini IMT : Normal 18,0 – 25,0. Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Apabila dicermati, keluhan sistim muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
struktur rangka di dalam menerima beban, baik berat tubuh maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka, 2010).
B. Analisa Univariat 1. Sikap Kerja Berdiri Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner penilaian sikap kerja berdiri dengan metode REBA diperoleh rerata tingkat aksi sikap kerja berdiri adalah 2 (sedang). 22 (51%) subjek bekerja dalam sikap kerja dengan tingkat aksi 2 (sedang) dan 21 (49%) subjek bekerja dalam sikap kerja dengan tingkat aksi 3 (tinggi). Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah (Gayo, 2010). 2.
Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner penilaian musculoskeletal dengan NBM diperoleh rerata tingkat aksi keluhan musculoskeletal adalah 2 (sedang). 22 (51%) subjek penelitan mengalami keluhan dengan tingkat aksi sedang (2) dan 21 (49%) subjek penelitian mengalami keluhan tingkat aksi tinggi (3). Bagian-bagian otot skeletal yang mengalami keluhan paling tinggi antara lain pinggang dan kaki, hal ini disebabkan posisi badan commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipertahankan dalam waktu yang lama. Menurut Harianto (2009), sering atau lamanya membengkokan badan, membungkuk, duduk, berdiri terlalu lama atau postur batang tubuh lainnya yang tidak alamiah dapat menyebabkan rasa sakit pada otot pinggang.
C. Analisa Bivariat Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan hasil uji korelasi antara sikap kerja berdiri dengan keluhan musculoskeletal pada pekerja bagian weaving
diperoleh
signifikansi 0,000 yang berarti <0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeltal pada pekerja bagian weaving di PT. Delta Merlin Textile Kebakkramat Karanganyar. Untuk kekuatan korelasi diperoleh r : 0,905 yang berarti bahwa hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat dengan arah korelasi positif yang berarti bahwa semakin tinggi penilaian sikap kerja maka semakin tinggi pula keluhan muskuloskeletal yang terjadi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijarnako (2004) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal. Menurut
sering
atau
lamanya
membengkokan
badan,
membungkuk, berdiri terlalu lama atau postur batang tubuh lainnya yang tidak alamiah dapat menyebabkan rasa sakit pada otot dan pinggang. Bekerja dalam keadaan jongkok menyebabkan kerja otot statis pada kaki commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga menyebabkan terakumulasinya asam laktat di sel otot dan pada akhirnya menyebabkan nyeri otot (Harrianto, 2009). Otot yang mengalami nyeri akibat kerja otot statis terutama pada otot paha dan betis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan
sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian weaving di PT. Delta Merlin Textile Kebakkramat Karanganyar, dengan nilai signifikansi 0,00 (p < 0,05). Kekuatan korelasi (r) diperoleh sebesar .0,91 yang berarti bahwa hubungan antara dua variabel sangat kuat. Arah korelasi adalah positif yang berarti semakin tinggi nilai REBA maka semakin tinggi pula keluhan muskuloskeletal yang terjadi.
B. Saran 1. Bagi pekerja untuk memanfaatkan waktu istirahat dengan melakukan kegiatan peregangan sejenak dan melakukan kegiaan relaksasi selama 15 menit sebelum bekerja. 2. Sebaiknya perlu disediakan tempat duduk pada sudut ruangan tempat kerja untuk memberi kesempatan pekerja untuk melakukan istirahat pendek diantara kerja berdiri terus menerus.
commit to user
72