Riwayat Alamiah Brucellosis.docx

  • Uploaded by: Vera Alfiani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Riwayat Alamiah Brucellosis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,238
  • Pages: 13
2.2 Riwayat Alamiah Penyakit Riwayat alamiah penyakit adalah riwayat perjalanan atau proses terjadinya suatu penyakit dari awal sampai akhir. Riwayat alamiah penyakit brucellosis dimulai saat agen masih berada dilingkungan sampai tahap dimana agen menyebabkan sakit pada tubuh host. Perjalanan penyakit (dinamika penyakit) dan riwayat alamiah penyakit dapat disajikan dalam bentuk gambar dan bagan berikut:

t Suscepbility Animals

Incubation Periods

Symptomps Periods

Non-disease, sick, death etc

Sholeha. Public Health Epidemiologi Penyakit Menular FKM Unismuh Palu diakses di www.slideshare.net Masa Pre-patogenesa Pada tahap masa prepatogenesa, bakteri Brucellosis sp. telah ada dalam lingkungan, kemudian terjadi interaksi dengan host. Interaksi antara agen dan host

diartikan sebagai titik interface yaitu biasnya terjadi di peternakan. Dalam kasus brucellosis pada sapi agen utama adalah B. abortus umumnya dari jenis biotipe 1. Penyebaran dari biotipe yang berbeda sangat bervariasi tegatung pada geografinya (Timm, 1982 dalam Acha and Szyfres, 1987). Portal of entry melalui saluran pencernaan lewat ingesti rerumputan, pakan atau air yang terkontaminasi, lebih jauh lagi sapi biasanya menjilati fetus ataupun anaknya setelah melahirkan. Selain itu biasanya sapi menjilati organ genital sapi lainnya juga memberikan kontribusi terhadap perpindahan infeksi. Secara eksperimen telah ditunjukan bahwa organisme dapat masuk melalui kulit yang rusak dan diturunkan pada anaknya secara kongenital. Sedangkan pada suatu lingkungan tertutup infeksi juga dapat tersebar melalui aerosol (Suardana, 2016). Pada domba dan kambing transmisi juga melalui ingesti. Sama halnya pada babi metode transmisi melalui ingestion, baik karena memakan pakan atau air yang terkontaminasi. Sedikit berbeda dengan sapi pada babi adanya kontak secara seksual secara alamiah sangat umum dan merupakan transmisi yang sangat penting. Infeksi sering terjadi pada kelompok ternak yang membebaskan babi pejantannya yang terinfeksi untuk mengawini babi betina, juga dimungkinkan terjadinya infeksi secara aerosol melalui konjungtiva atau melalui saluran respirasi atas. Sedangkan pada manusia metode transmisi melalui ingestion, direct contact dan aerosol. Manusia dapat terinfeksi melalui ingesti keju segar, susu dan daging dari hewan terinfeksi. selanjutnya transmisi secara direct contact atau sering disebut juga sebagai penyakit yang ditularkan melalui pekerjaan (occupational diseases). Infeksi terjadi pada kelompok pekerja dirumah pemotongan hewan, peternakan, pedagang dan dokter hewan. Infeksi terjadi karena adanya kontak langsung pada saat penanganan fetus atau adanya kontak dengan sekresi vagina, ekskreta dan karkas hewan yang terinfeksi. Mikroorganisme masuk melalui kulit yang luka (trauma, abrasi dll). Sedangkan infeksi melalui aerosol pernah dilaporkan pada 45 orang mahasiswa Universitas Michigan tahun 1938-1939 (Suardana, 2016). Hewan (host) yang terinfeksi tidak serta merta langsung sakit, hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi dan keadaan kesehatan, imunitas dan kepekaan host.

Selain itu juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah bakteri yang masuk kedalam tubuh host (faktor virulensi). Hewan yang memiliki imunitas yang baik akan merespon infeksi dengan defence mechanisms melalui proses kekebalan tubuh, namun jika tubuh gagal maka host akan masuk ketahap selanjutnya yaitu masa patogenesa (masa inkubasi-masa penyakit lanjut). Masa Patogenesa Pada tahap masa inkubasi, kasus penularan secara alamiah, sangat sulit mengukur masa inkubasi dari penyakit ini. Penilitian menunjukan bahwa masa inkubasi sangat bervariasi dan berproporsi terbalik dengan perkembangan janin yakni semakin berkembang kehamilan, semakin pendek masa inkubasinya. Jika ternak betina tertular melalui mulut selama masa pemeliharaan, masa inkubasi bisa mencapai 200 hari, dan jika ternak tidak terlindung selama 6 bulan setelah masa perkembangan, masa inkubasinya rata-rata mencapai 2 bulan. Masa dari inkubasi serologis bisa mencapai beberapa minggu atau beberapa bulan. Variasi masa inkubasi tergantung pada factor virulensi dan jumlah bakteri, rute penularan dan kepekaan dari hewan itu sendiri. Pada masa inkubasi sapi belum menunjukan gejala penyakit (Suardana, 2016). Kemudian selanjutnya memasuki tahap masa penyakit dini. Pada tahap masa penyakit dini sapi/host sudah menunjukan gejala klinis. Gejala utama pada sapi betina yang sedang bunting adalah keguguran kandungan atau kelahiran premature. Pada umumnya, abortus akan terjadi bila infeksi terjadi selama masa kehamilan ke 2 dan sering disertai dengan retensi plasenta atau metritis yang akan berdampak pada ketidakasuburan permanen. Sedengkan Brucella pada sapi jantan biasnya terlokalisasi pada testis dan organ genital lainnya. bentuk klinis penyakit ini biasnya terlihat dengan membesarnya salah satu atau kedua testis menjadi atrofi akibat dari adhesi dan fibrosis. Umunya sering terjadi veskulitis seminal dan ampulitis kadang terlihat adanya higroma dan arthritis. Sedengkan pada babi penyakit yang tibul bersifat akut dengan gejala abortus, infertilitas, kelahiran lemah, orchitis, epididymitis dan arthritis. Kejadian spondylitis sering terlihat, terjadinya infeksi pada organ genital lebih sering terjadi pada babi betina dari pada babi jantan. Pada kambing gejalanya memilki

kesamaan dengan hewan lainya dan gejala utama adalah keguguran pada bulan ketiga atau keempat masa kehamilan. Pada kambing betina gejala umum dan merupakan tanda awal yang penting terjadinya infeksi Brucella pada suatu kelompok adalah mastitis. Pada domba betina gejala yang timbul mirip yang terjadi pada kambing. Sedngkan pada domba jantan menyebabkan epididymitis dengan gejala lesi pada organ genital domba. Pada kuda menifestasi penyakit dalam bentuk fistulus bursitis pool evil dan fistulous withers. Pada anjing dan kucing perjalanan infeksi bersifat subklinis namun kadang gejalnaya dapat meluas yang disertai dengan demam, kekurursan, ochitis, anestrus, arthritis dan sewaktuwaktu abortus (Suardana, 2016). Selanjutnya memasuki tahap masa penyakit lanjut. Pada tahap penyakit lanjut, agen akan memperbanyak diri pada limfonodus regional dan selanajutnya bersama limfa dan darah akan menuju ke organ-organ yang berbeda. Kebanyakan 2 minggu setelah penularan secara eksperimen, bakterimia dapat dideteksi dan kemungkinan akan mengisolasi agen dalam aliran darah. Brucella secara umum ditemukan pada limfonodus, uterus, ambing, limfa, hati dan pada sapi jantan ditemukan pada organ genitalnya. Sejumlah besar erithritol yaitu suatu karboidrat yang menstimulasi perkembangan Brucella, ditemukan pada plasenta sapi, perkembangan bakteri ini menyebabkan plasentitis dan nekrose kotiledon yang mengakibatkan abortus (Suardana, 2016). Masa Post-patogenesa Selanjutnya memasuki tahap masa penyakit akhir atau disebut juga tahap postpatogenesa. Pada tahap ini, host akan mengalami tahapan akhir dari infeksi. Infeksi akhir berupa sembuh sempurna, sembuh cacat, carrier dan mati (mortalitas rendah). Namun kembali lagi hal ini juga bergantung terhadap kepekaan individu atau host. Dintinjau dari segi umur dan jenis kelamin, hewan dengan kategori sangat peka yaitu sapi betina dewasa dan sapi muda serta kelompok hewan yang tidak pernah terinfeksi, pada tahap akhir akan mengalami infertility atau ketidaksuburan (sembuh cacat/disability). Sedangkan kebanyakan sapi betina yang kurang peka terhadap infeksi akan mengakibatkan terjadinya penurunan

fungsi reproduksi dan penurunan produksi susu selama satu atau

beberapa tahun, tetapi secara umum nantinya akan berangsur sembuh dengan sendirinya (Suardana, 2016). Sedangkan pada kelompok kawanan hewan yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi brucellosis penyebaran akan sangat cepat dari satu hewan ke hewan lainnya dan untuk satu sampai dua tahun mengakibatkan diantaranya keguguran, ketidaksuburan, penuruanan produksi susu dan infeksi sekunder pada alat genital. Pada fase akut atau fase aktif dari penyakit ini ditandai dengan besarnya jumlah kasus aborsi. Setelah 2 tahun situasinya akn semakin stabil dan jumlah hewan yang aborsi akan semakin menurun . diperkirakan 10-25% dari jumlah sapi betinaa yang terinfeksi akan mengalami keguguran pada saat infeksi yang kedua. pada fase stabil ini terutama pada sapi muda yang belum pernah terinfeksi akan terinfeksi dan selanjutnya mengalami keguguran. Pada stadium yang ketiga yaitu fase penurunan akna didapati sejumlah kecil sapi yang terinfeksi. Pada fase ini tingkat infeksi akan berangsur menurun dan umumnya sapi akan kembali bereproduksi dan memproduksi susunya secara normal kembali (Suardana, 2016). Kasus mortalitas atau kematian pada penyakit brucellosis sangat rendah, biasanya diikuti dengan komplikasi dengan penyakit lain (adanya infeksi sekunder). Pada babi yang disapih karena infeksi bersifat sementara namun memunculkan terjadinya hewan carrier yang sangat jarang dilaporkan adanya gejala klinis (Suardana, 2016).

Mata Rantai Reservoir: Sapi, kerbau, bison, lembu, unta, babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, kijang, unggas, kelinci hutan, caribou, rubah, opposum dan manusia

Agen: Brucella sp.

Suceptible host: spesies spesifik, hewan betina dewasa, hewan muda (disapih), bunting,

Portal of Exit: Vagina, Penis (semen),Plasenta

Portal Of Entry: Oral, integument, respirasi

Agen pada spesies berbeda: Sapi • • •

Brucella abortus biotipe 1,2,3,4 dan 5 Brucella suis Brucella melitensis

Babi • •

Brucella suis Brucella abortus

Kambing • • •

Brucella melitensis biotipe 1,2 dan 3 Brucella suis Brucella abortus

Domba •

Brucella melitensis

Mode of Transmission: Ingestion, veneral, direct contact, aerosol

• • •

Brucella abortus Brucella suis biotipe 2 (Jerman) Brucella ovis (pada Jantan)

Kuda • •

Brucella abortus Brucella suis

Anjing dan Kucing • • • •

Brucella canis Brucella abortus Brucella suis Brucella melitensis

Mamalia lain Kerbau (Bubalus bubalis), lembu (Bos grunnies), unta (Camelus bactrianus) •

Brucella abortus

Alpaca (Lama pacos) •

Brucella melitensis biotipe 1

Hewan Liar Tikus padang pasir AS Neotoma lepida •

Brucella neotomae

Hewan Pengerat Arvichantis nilotikus dan Mastomys natalensia (Kenya) •

Brucella suis biotipe 3

Kelinci hutan (Lepus europaeus) •

Brucella suis biotipe 2

Caribou (Rangifer caribou) Alaska •

Brucella suis biotipe 4

Rubah (Dusicyon gymnocerus, D. griseus) dan Grison (Galictix furax-huronax) Argentina •

Brucella abortus

Opposum (Didelphis azarae)

• •

Brucella abortus biotipe 1 Brucella suis biotipe 1

Unggas dan burung liar (Corvus cornix dan Tripanscorax fragilecus) •

Brucella sp.

Manusia • • • •

Brucella melitensis Brucella suis Brucella abortus Brucella canis

Penularan penyakit Penularan penyakit brucellosis beragam tergantung pada faktor agen, host dan lingkungan, yang secara spesifik akan dijelaskan pada determinan penyakit. Sedangkan perjalanan penularan penyakit (dinamika penularan penyakit) dapat dilihat pada gambar berikut:

t Suscepbility Animals

Laten Periods

Infection Periods

Non-infection (OA) Spreading

(o

Dinamika penularan penyakit merupakan suatu proses transmisi penyakit dari sumber penular (reservoir) ke host lainnya. Penularan brucellosis dari hewan yang terinfeksi terjadi secara horizontal dimana transmisi melalui direct melalui discharge, kontak fisik dengan kontaminan. Kemudian secara indirect melalui airborne dan vechicborne. Secara airborne ditransmisikan melalui partikel debu, kemudian secara vechicborne ditransmisikan melalui makanan, air, produk biologik (sekreta vagina, cairan pasca melahirkan, cairan amnion dari fetus terinfeksi). Pada penularan secara vertical yang diturunkan kepada anaknya secara kongenital atau disebut sebagai fenomena laten (Suardana, 2016).

Brucellosis ditularkan melalui ingesti, aerosol, direct contact dan veneral. Hewan dapat terinfeksi melalui ingesti pakan, rerumputan, dan air yang terkontaminasi atau melalui fetus dengan menjilati anak yang baru lahir, sekreta vagina dengan menjilati alat genital hewan (betina lain). Sedangakan pada anjing biasanya melalui daging atau karkas yang terkontaminasi (Suardana, 2016). Pada manusia ingesti melalui susu, daging dan keju yang terkontaminasi. Secara aerosol,infeksi biasanya terjadi pada daerah tertutup, pada manusia penularan melalui udara lewat partikel debu pernah dilaporkan di Amerika. Pada babi juga dimungkinkan terjadinya infeksi secara aerosol melalui konjungtiva atau melalui saluran respirasi atas. Penularan lainya yaitu adanya kontak langsung dengan sekreta vagina, cairan amnion fetus teinfeksi melalui jaringan luka (kulit). Penularan yang sangat penting pada babi yaitu melalui veneral, jantan melalui seksual secara alamiah sangat umum. Infeksi sering terjadi pada kelompok ternak yang membebaskan babi pejantannya yang terinfeksi untuk mengawini babi betina (Suardana, 2016). Strain B. abortus

Hospes utama Sapi

B. melitensis

Domba, kambing, kerbau

B. ovis

Domba

B. suis

Babi

Hospes lainnya Domba, kambing, babi, kuda, anjing, manusia, ungulate liar Sapi, babi, anjing, manusia, unta

Sapi, kuda, anjing, rein-deer, caribou

Gejala Klinis Abortus pada 5 bulan kebuntingan

Cara penularan Ingestion, beberapa veneral

Penyakit pada manusia Undulant fever

Abortus trimester akhir, lahir lemah, mastitis (kambing) Abortus jarang terjadi Abortus, infertilitas

Ingestion

Malta fever: fatal pada manusia

Ingestion dan veneral

Menyebabakan kematian pada manusia

B. canis

Anjing

manusia

Abortus Veneral pada 40-60 hari USDA, Animal and Plant Health Insfection Service (2002)

Ringan pada manusia

Rute Infeksi Rute infeksi pada sapi utamanya melalui oral. Kemudian melalui kulit yang rusak akibat luka (trauma) dan melalui organ respirasi pada suatu lingkungan tertutup (jarang) . Sedangkan pada babi sumber infeksinya sama seperti pada sapi utamnaya melalui oral dan tegumen (membran mukosa). Pada kambing dan domba rute infeksi melalui oral. Sedangkan pada anjing rute infeksi utamanya melalui oral dan tegumen (membran mukosa). Pada manusia rute infeksi melalui oral, tegumen dan organ respirasi (Suardana, 2016).

Metode Transmisi Metode transmisi brucellosis pada sapi utamnya melalui ingestion, yaitu melalui ingesti rerumputan, pakan atau air yang terkontaminasi. Atau melalui fetus atau anaknnya setelah melahirkan. Secara eksperimen telah ditunjukan bahwa organisme dapat masuk melalui kulit yang rusak dan diturunkan pada anaknya secara kongenital (fenomena laten). Sedangkan pada suatu lingkungan tertutup infeksi juga dapat tersebar melalui aerosol. Sama halnya pada babi metode transmisi melalui ingestion, baik karena memakan pakan atau air yang terkontaminasi. Sedikit berbeda dengan sapi pada babi adanya kontak secara seksual secara alamiah sangat umum dan merupakan transmisi yang sangat penting. Infeksi sering terjadi pada kelompok ternak yang membebaskan babi pejantannya yang terinfeksi untuk mengawini babi betina, juga dimungkinkan terjadinya infeksi secara aerosol melalui konjungtiva atau melalui saluran respirasi atas (Suardana, 2016). Sedangkan pada manusia metode transmisi melalui ingestion, direct contact dan aerosol. Manusia dapat terinfeksi melalui ingesti keju segar, susu dan daging dari hewan terinfeksi. secara direct contact atau sering disebut juga

sebagai penyakit yang ditularkan melalui pekerjaan (occupational diseases). Infeksi terjadi pada kelompok pekerja dirumah pemotongan hewan, peternakan, pedagang dan dokter hewan. Infeksi terjadi karena adanya kontak langsung pada saat penanganan fetus atau adanya kontak dengan sekresi vagina, ekskreta dan karkas hewan yang terinfeksi. Mikroorganisme masuk melalui kulit yang luka (trauma, abrasi dll). Sedangkan infeksi melalui aerosol pernah dilaporkan pada 45 orang mahasiswa Universitas Michigan tahun 1938-1939 (Suardana, 2016).

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Epidemiologi penyakit brucellosis diantaranya dapat diases melalui kajian riwayat alamiah penyakit mulai dari tahap pre-patogenesis, patogenesis sampai tahap post-patogenesis.

Pada tahap pre-patogenesis, utamanya

penyakit

brucellosis ditularkan melalui kontaminan secara digesti, dengan rute per oral. Pada tahap pathogenesis, masa inkubasi-masa penyakit lanjut, tahap postpatogenesis, masing-masing tahapan tersebut bergantung pada spesies dan agen penginfeksi.

Daftar Pustaka

Acha, P.N and Szyfres, B. 1987. Brucellosis. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man and Animals. 2ndEd. Pan American Health Organization. pp. 24-45 USDA, Animal and Plant Health Insfection Service. 2002. Brucellosis: Facts About Brucellosis. http://www.aphis.usda.gov/vsi/naps/brucellosis Suardana, I Wayan. 2016. Buku Ajar Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. pp. 101-120. Sleman: PT. Kanisius. Cetakan pertama: ISBN 978-979-21-4361-4.

Related Documents


More Documents from "Eunjung Bagaz"