TUGAS KELOMPOK PATOFISIOLOGI
GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI
OLEH : KELOMPOK 5
SRI WULANDARI YUNITA JUSTICE ASSAH NUR HIKMAWATY S. DIAN PERTIWI SOFYAN NUR ISTIQOMAH RAHMAH ANDI FAHRUNISA MUHAMMAD FAHRIL NUR MARHAYATI
PROGRAM STUDI ILMUU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
Kata Pengantar Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga ringkasan Patofisiologi yang berjudul “Gangguan Sistem Hematologi” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah patofisiologi serta berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan berbagai saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya. Akhirnya, semoga ringkasan patofisiologi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi kelompok kami sendiri. Makassar, oktober 2014
Kelompok 5
Komponen Darah Normal Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan khususnya terhadap darah sendiri. Komponen cair darah yang disebut plasma terdiri dari 91-92% air yang berperan sebagai medium transpor, dan 8-9% zat padat. Zat padat tersebut antara lain protein-protein seperti albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan, dan enzim; unsur organik seperti zat nitrogen nonprotein (urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino), lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan glukosa, dan unsur anorganik. Unsur sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit), dan fragmen sel yang disebut trombosit. Eritrosit berfungsi sebagai transport atau pertukaran oksigen dan karbodioksida, leukosit berfungsi untuk mengatasi infeksi, dan trombosit untuk hemostatis. Sel-sel ini mempunyai umur yang terbatas, sehingga diperlukan pembentukan optimal yang konstan untuk mepertahankan jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin (Hb) protein. Sintesis hemoglobin dalam eritrosit berlangsung dari stadium perkembangan eritroblas sampai retikulosit. Fungsi utama hemoglobin adalah transpor O2 dan CO2. Konsentrasi hemoglobin darah diukur berdasarkan intensitas warnanya menggunakan fotometer dan dinyatakan dalam gram hemoglobin/ seratus mililiter (g/100 ml) atau gram / desiliter (g/dl). Sitogenik Untuk mendiagnosis keganasan hematologik, maka analisis sitogenik yang merupakan salah satu pemeriksaan yang paling penting untuk menegakkan diagnosis dan pengobatan, dan paling penting untuk memperkirakan respons terhadap pengobatan dan potensial untuk remisi. Analisis sitogenik dapat dilakukan pada jaringan yang diperoleh dari aspirasi dan biopsi sumsum tulang, pada darah tepi jika jumlahnya meningkat, dan pada kelenjar getah bening, hati, dan limpa. Pengujian sitogenik dapat juga dilakukan pada cairan amnion dan menyebabkan terjadinya konsepsi untuk menegakkan diagnosis adanya kelainan fetus. Uji lain yang dapat juga dilakukan adalah penentuan imunofenotipe, yang digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit hematologic secara akurat, terutama membedakan leukemia limfositik akut dari leukemia melogenosa akut dan keganasan limfatika lainnya. Penentuan imunofenotipe dilakukan dengan pemeriksaan sitometi aliran untuk mengidentifikasi kelompok antigen yang diketahui sebagai klaster diferensiasi pada permukaan sel hematopoietik. Pemeriksaan Biokimiawi Pemeriksaan dapat digunakan untuk mengukur kadar unsur-unsur yang diperlukan bagi perkembangan sel, terutama eritrosit. Pemeriksaannya mencakup pengukuran kadar besi serum, kapasitas pengikatan besi total, vitamin 𝐵12 , dan asam folat. Kapasitas pengikatan besi
mengukur kemampuan transferin plasma membawa besi dari saluran cerna dan hasilnya meningkat pada anemia defisiensi besi. Radioimunoasai eritropoietin nengukur kadar eritopoietin. Kadar hormon glikoprotein meingkatkan unit eritrosit-commited dan menurunkan waktu maturasi eritrosit dalam sumsum tulang. Gangguan Sel Darah Merah Struktur dan Fungsi Normal Sel darah merah atau eritrosit adalah cakram bikonkaf tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi 2 µm an ketebalannya berkurang di bagian tengah menjadi hanya 1 nm atau kurang.
Gambar eritrosit. Stroma bagian luar membran sel mengandung antigen golonngan darah A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah hemoglobin protein (Hb), yang mengangkut sebagian besar oksigen (O2) dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO2) dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 kelompok heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Rata-rata orang dewasa memiliki jumlah sel darah merah kira-kira 5 juta/m3, masingmasing sel darah merah memiliki siklus hidup sekitar 120 hari. Produksi sel darah merah dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritropoietin, yang diketahui terutama berasal dari ginjal, dengan 10% berasal dari hepatosit hati (Dessypries, 1999). Produksi eritropoietin dirangsang oleh hipoksia jaringan ginjal yang disebabkan oleh perubahan-perubahan tekanan O2 atmosfer, penurunan kandungan O2 darah arteri, dan penurunan konsentrasi hemoglobin. Kelainan Produksi Sel Darah Merah Perubahan massa sel darah merah menimbulkan dua keadaan yang berbeda. Jika jumlah sel darah merah kurang, maka timbul anemia. Sebaliknya, keadaan yang jumlah sel darah merahnya terlalu banyak disebut polisitemia. a. Anemia Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi leboratorium. Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat.
Klasifikasi Anemia Anemia dapat diklasifikasikan menurut: 1) faktor-faktor morfologik sel darah merah dan indeks-indeksnya Sudah dikenal tiga kategori besar pada klasifikasi morfologik, yaitu: Anemia normokromik normositik, sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal (mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal atau normal rendah). Penyebab-penyebab jenis anemia ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Anemia normokromik makrositik, yang memiliki sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi normokromik karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV meningkat, MCHC normal). Keadaan ini disebabakan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deuksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada difensiensi B12 atau asam folat atau keduanya. Anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV, penurunan MCHC). 2) etiologi Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologi. Penyebab utama yang diperkirakan adalah: Peningkatan hilangnya sel darah merah Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid atau menstruasi. Keadaan-keadaan yang sel darah merahnya itu sendiri mengalami kelainan adalah: a) Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, seperti penyakit sel sabit. b) Gangguan sintesis globin, seperti thalasemia. c) Kelainan membran sel darah merah, seperti sferositosis herediter dan eliptositosis. d) Difesiensi enzim, seperti difesiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan difesiensi piruvat kinase. Gangguan-gangguan tersebut bersifat herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh masalah-masalah lingkungan sel darah merah, yang sering memerlukan respon imun. Penurunan atau kelainan pembentukan sel Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang termasuk di dalam kategori ini. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
a) Keganasan jaringan padat metastatik, leukimia, limfoma, dan mieloma multipel, pajanan terhadap obat-obat dan zat kimia toksik, serta iradiasi dapat mengurangi produksi efektif sel darah merah. b) Penyakit-penyakit kronis yang mengenai ginjal dan hati, serta infeksi dan difesiensi endokrin. Kekurangan vitamin-vitamin penting seperti B12, asam folat, vitamin C, dan zat besi dapat mengakibatkan pemebentukan sel darah merah tidak efektif, menimbulkan anemia. Untuk menentukan jenis anemia, baik pertimbangan morfologikdan etiologik harus digabungkan. b. Anemia Plastik Anemia plastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemia plasstik dapat kongenital, idiopatik (penyebabnya tidak diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau virus (Hoffbrand, Pettit, 1993). Individu dengan anemia plastik mengalami pansitopenia (kekurangan semua jenis sel-sel darah). Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen) meliputi berikut ini; Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun, agen antineoplastik atau sitotoksik, terapi radiasi, antibiotik tertentu, berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan fenilbutazon., zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang diyakini merusak sumsum tulang secara langsung), penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human immunodeficiency virus (HIV). Kompleks gejala anemia plastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala meliputi anemia, disertai kelelahan, kelemahan, napas pendek saat latihan fisik. Tanda-tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh difesiensi trombosit dan sel-sel darah putih. Difesiensi trombosit dapat menyebabkan: Ekimosisndan petekie (perdarahan di dalam kulit) Epistaksis (perdarahan hidung) Perdarahan saluran cerna Perdarahan saluran kemih dan kelamin Perdarahan sistem saraf pusat c. Anemia Difesiensi Besi Difesiensi besi merupakan penyebab utama anemia dan sering dijumpai pada wanita usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab-penyebab lain difesiensi besi adalah: 1) Asupan besi yang tidak cukup, misalnya pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada individu-individu tertentu yan vegetarian ketat. 2) Gangguan absorpsi setelah gastrektomi. 3) Kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, ingesti aspirin, dan hermoroid. Tiap mililiter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umunya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1mg/hari. Namun, yang mengalami menstruasi kehilangan
tambahan sebanyak 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama kehamilan, kebutuhan besi harian meningkat untuk mencukupi permintaan karena meningkat volume darah ibu dan pembentukan plasenta, tali pusat, dan janin, serta mengimbangi darah yang hilang selama kelahiran. d. Anemia Megabolastik Penyebab Anemia megabolastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megabolastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamen B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dampak sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi, infestasi parasit, penyakit usus, serta sebagai akibat agens-agens kemoterapeutik. Tanda dan gejala Pada anemia megabolastik, defisiensi folat lebih sering di temukan dalam praktik klinis. Anemia megabolastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada orang yang lebih tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada perempuan selama kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin dan laktasi meningkat. Kebutuhan minimal folat sehari-hari kira-kira 50mg, dengan mudah dapat diperoleh dari diet rata-rata. Sumber asupan folat yang paling banyak adalah daging merah, seperti, hati dan ginjal, serta sayuran berdaun hijau. Selain gejala-gejala anemia yang telah dijelaskan, pasien-pasien anemia megabolastik yang sekunder akibat defisiensi folat dapat terlihat malnutrisi dan mengalami glositis berat (lidah meradang, nyeri), diare, dan kehilangan nafsu makan. Pengobatan Seperti yang telah disebutkan, pengobatan tergantung pada pengidentifikasian dan penghilangan penyebab yang mendasarinya. Pengobatan ini meliputi memperbaiki defisiensi diet dan terapi penggantian dengan asam folat atau vitamin B12. Pasien-pasien pecandu alkohol yang dirawat dirumah sakit sering member respon “spontan” jika diberi diet seimbang. e. Politesmia Pembahasan sebelumnya dipusatkan pada keadaan-keadaan yang disebabkan oleh kurangnya jumlah SDM. Keadaan yang diketahui sebagai polistemia diakibatkan dari terlalu banyak SDM. Pelistemia berarti kelebihan (poli-) semua jenis sel (-sitemia), tetapi umumnya nama tersebut digunakan untuk keadaan yang volume SDMnya melebihi normal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Jenis Politesmia 1. Politesmia Primer atau vera Merupakan suatu gangguan penyakit progresif pada usia pertengahan, agak lebih banyak mengenai laki-laki dari pada perempuan. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume darah total dan peningkatan viskositas darah.Volume plasma biasanya normal, dan terjadi vasodilatasi untuk menampung peningkatan volume eritrosit. Gejala-gejalanya berfariasi, seperti sakit kepala, pusing, kesulitan berkonsentarasi, pandangan kabur, kelelahan, dan pruritus (gatal) setelah mandi.
Pengobatan untuk politesmia vera meliputi flebotomi mingguan untuk mencapai kadar hematokrit kurang dari 45, dan kemudian berdasarkan “keperluan”. 2. Politesmia sekunder Politesmia sekunder terjadi saat volume plasma yang beredar di dalam pembuluh darah berkurang (mengalami hemokonsentrasi) tetapi volume total SDM di dalam sirkulasi normal. Oleh karena itu, hematokrit pada laki-laki meningkat 57% dan pada perempuan meningkat sampai 54%. Penyebab yang paling mungkin adalah dehidrasi. Walaupun penyebab pastinya tidak diketahui, insiden paling tinggi pada laki-laki usia pertengahan, obese, sangat cemas disertai hipertensi. Gangguan Sel Darah Putih dan Sel Plasma a. Struktur dan fungsi normal Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel darah putih. Batas normal sel darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm3. Lima jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasi dalam darah perifer adalah (neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit). Neutrofil merupakan system pertahanan tubuh primer melawan infeksi bakteri; metode pertahanannya adalah proses fagositosis. Kelompok granulosit konstan dipertahankan, dipengaruhi oleh interaksi sel ke sel, dan hormone pertumbuhan serta sitokin dilepaskan dari sel infalmasi. Eosinofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang tidak dipahami secara jelas. Eosinofil kelihatannya berfungsi pada reaksi antigen-antibodi dan meningkat pada serangan asma, reaksi obat-obatan, dan investasi parasit tertentu. Basofil membawa heparin, faktor-faktor pengaktifan histamine dan trombosit dalam granula-granulanya untuk menimbulkan peradangan pada jaringan: fungsi yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti. Monosit lebih besar dari pada neutrofil dan memiliki inti monomorfik yang relative sederhana. Intnya terlipat atau berlekuk dan kelihatan berlobut dengan lipitan seperti otak. Sitoplasma kelihatan jauh lebih banyak dibandingkan dengan intinya dan menyerap warna biru keabuan yang tidak terlau nyata, granulanya tersebar merata. Limfosit adalah leukosit mononuclear lain dalam darah, yang memiliki inti bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit berwarna biru yang mengandung sedikit granula. b. Gangguan sel darah putih Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau semua lapisan sel dan umumnya disertai gangguan pembentukan atau penghancuran dini. Neutrofilia Neutrifilian juga terjadi sesudah keadaan stress, seperti kerja fisik berat atau penyuntikan epinefrin. Ini adalah “pseudoleukositosis” karena granulopoiesis dalam sumsum tulang tidak ditambah dan jumlah granulosit dalam tubuh sebenarnya tidak meningkat. Leukemia Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchouw pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah penyakit neuplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan prolifelasi
selinduk hematopietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsure sumsum yang normal. Klasifikasi leukemia yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari FAB (FrenchAmerican-British). Leukemia Akut Leukemia akut yang menyerang rangkaian mieloit disebut leukemia non limfositik akut (LNLA), leukemia mielositikakut (LMA), atau leukemia granulositik akut. Leukemia limfositik akut Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan kanker yang menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan punyak insiden antara umur 3 dan 4 tahun. Namun, 20% insiden terjadi pada orang dewasa yang menderita leukemia akut. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstra medular. Leukemia kronik Leukemia granulositik kronik Leukemia granulositik kronik (LKG) atau leukemia mielositik kronik (LMK) menerangkan 15% leukemia, paling sering terlihat pada orang dewasa usia pertengahan, tetapi dapat juga timbul pada setiap kelompok umur. LKG dianggap sebagai suatu gangguan mieloproliferatif karena sumsum tulang hiperselular dengan proliferasi pada semua garis diferensiasi sel. Jumlas granulosit umumnya lebih dari 30.000/mm3. Walaupun pematangannya terganggu sebagian besar sel tetap menjadi matang dan berfungsi. Tanda dan gelaja berkaitan dengan keadaan hipermetabolik: kelelakan, penuruna BB, diaphoresis meningkat, dan tidak tahan panas. Lien membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan oerasaan penuh pada abdomen dan mudah merasa kenyang. Anemia Limfositik Akut Walaupun leukimia limfositik akut (LLA) terdapat pada 20% orang dewasa yang menderita leukimia, keadaaan ini merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidens antara umur 3 dan 4 tahun. Manifestasi LLA berupa poliferasi limfo-blas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular (diluar sumsum tulang, yaitu kelenjar limfe dan limfa). Tanda dan gejala, seperti pada LGA, dikaitkan dengan penekanan unsur-unsur sumsum tulang normal. Karena itu, infeksi, pendarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Leukemia Limfositik Kronis Leukemia Limfositik Kronis adalah kanker darah yang ditandai dengan kanker dari limfosit yang menyebabkan tingginya kadar limfosit abnormal di dalam darah akibat produksi yang berlebihan oleh sumsum tulang. Terdapat tiga jenis limfosit: Limfosit B, limfosit T dan sel Natural Killer. Ketiga tipe ini merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi dan melindungi tubuh. Seiring dengan perburukan kanker, gejala, seperti rasa lemah, demam.
Pengobatan Keganasan Hematologi Tanda pada pengobatan keganasan hematologi adalah penggunaan agen-agen kemoterapeutik. Obat terapeutik yang dipakai terdiri dari banyak obat. Biological dikenal sebagai kelompok pengobatan. Kelompok obat ini adalah zat alami yang diambil dari sumber alami atau disintesis dalam laboratorium untuk menyerang target bologi tertentu. Beberapa obat seperti Thalidomide, mengganggu angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru, dan karenanya menghambat nutrien penting yang diperlukan untuk pertumbuhan tumor, dengan apoptosis resultan (kematian sel program). Seperti zat alami. Yang menjadi target, biological dianggap menjadi sel induk hematopoietik dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif. Agen-agen spesifik fase menghentikan/ mematikan sel-sel yang sedang membelah selama fase tertentu dari siklus ini. Agen pengalkil adalah zat yang menggantikan radikal alkil (molekul hidrokarbon yang kehilangan satu atom hidrogen) untuk sebuah atomhidrogen sehingga menyebabkan hubungan silang untuk DNA dan pasangan dasar abnormal, menghambat replikasi DNA. Proses Koagulasi Normal dan Faktor-Faktor Pembekuan Plasma Homeostatis dan koagulasi adalah serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera. Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang menyebabkan homeostatis dan koagulasi : (1) Vasokonstriksi sementara, (2) Reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trombosit, serta (3) Aktivasi faktor-faktor pembekuan. Trombosit Trombosit merupakan unsur selular sumsum tulang terkecil dan penting untuk homeostatis dan koagulasi. Yang diabsorpsi oleh membrane trombosit adalah faktor V (akselerator plasma globulin), VIII (Globulin antihemofilik) (AHG), dan IX (Christmas), protein kontratil aktomiosin, atau trombostenin, dan berbagai protein serta enzim lain. Granula mengandung serotonin vasokonstriktor yang kuat, faktor agregasi adenosine difosfat (ADP), fibrinogen, faktor von willebrand, faktor-faktor 3 dan 4 (Faktor penetralisir-heparin), dan kalsium serta enzim-enzim. Semua faktor ini dilepaskan dan diaktifkan akibat respon terhadap cedera. Faktor-faktor pembekuan plasma adalah fibrinogen, protrombin, tromboplastin, kalsium, akselerator plasma globulin, akselerator konversi protrombin serum, globulin antihemofilik (AHG), faktor christmas, faktor stuart-prower, pendahulu tromboplastin plasma (PTA), faktor hageman, faktor penstabil fibrin, faktor fletcher (prakalikrein), faktor fitzgerald (Kininogen berat molekul tinggi) Faktor-faktor pembekuan Faktor-faktor pembekuan, kecuali faktor tromboplastin jaringan dan faktor ion kalsium merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi darah sebagai molekul inaktif. Prakalikrein dan kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK) bersama faktor hageman dan pendahulu tromboplastin plasma (PTA) disebut faktor-faktor kontak dengan permukaan jaringan; faktor-faktor tersebut berperan dalam pemecahan bekuan-bekuan pada saat terbentuk. Aktivasi faktor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim-enzim memecahkan fragmen bentuk precursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap faktor
yang diaktivasi, kecuali faktor akseletor plasma globulin, globulin antihemofilik (AHG), faktor fletcher dan fibrinogen merupakan enzim pemecah protein (Protease serin) yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya. Hati merupakan tempat sintesis semua faktor koagulasi kecuali faktor VIII dan mungkin faktor pendahulu tromboplastin plasma (PTA) dan faktor penstabil fibrin . Vitamin K penting untuk sintesis faktor-faktor protrombin, akselerator plasma globulin, faktor christmas, dan faktor stuart-power. Faktor globulin antihemofilik (AHG) merupakan molekul kompleks yang terdiri atas tiga sub unit yang berbeda diantaranya: 1) Bagian prokoagulan yang mengandung faktor antihemofilia, globulin anthihemofilikAHG, yang tidak dijumpai pada pasien hemophilia klasik. 2) Subunit lain yang mengandung tempat antigenic. 3) Faktor von willebrand, globulin antihemofilikVWF yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah (Erslev, Gabuzda, 1985). Fase-fase Koagulasi Koagulasi diawali dengan keadaan homeostatis dengan adanya cedera vascular. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera. ADP dilepas oleh trombosit menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil thrombin juga merangsan agregasi trombosit yang bekerja memperkuat reaksi. Dalam rangkaian ini terjadi reaksi ‘kaskade’ yaitu aktivasi suatu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur ini diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Koagulasi terjadi disepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi faktor stuartprower terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik dan intrinsic yang menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam homeostatis. Selanjutnya pembentukan fibrin dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin membentuk thrombin. Thrombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini yang awalnya merupakan jeli yang dapat larut distabilkan oleh faktor penstabil fibrin dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yan kuat, trombosit, dan memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek, mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yng cedera dan menutup daerah tersebut. Penghentian Pembentukan Bekuan Pengakhiran pembekuan darah sangat penting setelah pembentukan bekuan untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Protein C merupakan antikoagulan fisiologik yang diaktivasi yang beredar secara bebas dan diaktivasi menjadi protein Ca. Presolusi Bekuan Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin menjadi produk degradasi fibrin, yang menyebabkan hancurnya bekuan. Protein dalam besirkulasi (proaktivator plasminogen) dengan adanya enzim-enzim kinase seperti triptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor Hagamen dikatalisasi menjadi activator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti urokinase, maka
aktivator mengubah plasminogen (suatu protein yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin) menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmenfragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen) yang mengganggu aktivasi thrombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya. Pendekatan Diagnostik Kelainan dapat terjadi dalam setiap stadium proses homeostatic. Penilaian kelainan meliputi riwayat keluarga, masalah-masalah medis yang menyertai, pajanan-pajanan obat-obatan, episode perdarahan sebelumnya, dan kebutuhan akan terapi komponen darah. Pemeriksaan cermat dan menyeluruh pada kulit dan membrane mukosa dengan memperhatikan jenis lesi dapat menunjukkan kelainan yang ada. Telangiekstasia adalah pelebaran kapiler dan venula yang berukuran 2 hingga 3 mm, berupa bercak macula yang berwarna ungu sampai merahungu yang memucat jika ditekan dan berdarah jika terkena trauma ringan. Ekimosis (memar atau tanda hitam dan biru) adalah daerah ekstravasasi darah yang luas dalam jaringan subkutan dan kulit . perdarahan baru berwarna biru hitam dan berubah menjadi hijau coklat dan kuning pada penyembuhan. Ekimosis sering terjadi pada trauma, juga dapat mencerminkan kelainan trombosit atau gangguan koagulasi atau keduanya. Evaluasi Laboratorium Evaluasi laboratorium akan menunjukkan dan memastikan kelainan homeostatic. Penilaian ini sebaiknya selalu mencakup sediaan apus darah perifer dam hitung trombosit. Pemeriksaan ini memberikan karakteristik marfologik dan jumlah trombosit. Caranya adalah dengan membuat insisi pada lobus telinga yang menggantung bebas (cara duke) atau pada permukaan volar lengan bawah (cara Ivy). Lamanya waktu perdarahan sampai berhenti dicatat. Waktu perdarahan normal adalah 3-7 menit. Karena kalsium sudah dihilangkan maka tidak terjadi koagulasi. Kemudian kalsium ditambahan dan waktu yang diperlukan untuk pembekuan dicatat. Pada tes masa thrombin (TT) atau masa pembekuan thrombin (normal 10 sampai 13 detik), thrombin eksogen ditambahkan pada plasma yang sudah dicampur sitrat, dan masa pembekuan diukur. Kelainan Hemostasis Dan Koagulasi Kelainan vascular Pasien dengan kelainan pada system vascular biasanya dating dengan pendarahan kulit, dan sering mengenai membran mukosa. Perdarahan diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura nonalergik. Dmana pada dua keadaan ini fungsi trombosit dan faktor koagulasi adalah normal. Jaringan penyokong pembuluh darah yang mengalami perburukan dan tidak efektif, yang terjadi seiring proses penuaan mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh trauma. Keadaan pada penyakit ini tidak membahayakan jwa. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung juga mengenai bokong. Purpura henoch-Schonlein suatu trias purpura dan perdarahan
mukosa, gejala-gejala saluran cerna, dan arthritis merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan baik, gejalagejalanya sering di dahului oleh infeksi. Trombositosis dan trombositopemia Kelainan jumlah atau fungsi trombosit dapat menganggu koagulasi darah. Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebih dinamakan trombositosis atau trombositemia. Jika jumlah trombosit melebihi 1 juta atau pasien sitomatik, pengobatan dimulai dan ditujukan untuk mengurangi atifitas sum sum tulang melalui penggunaan agen-agen sitotoksis seperti hidroksiurea yang secara dramatis menurunkan semua jenis sel. Trombositsekunder terjadi akbat adanya penyebab-penyebab lain, baik secara sementara setelah stress, atau olahraga dengan pelepasan trombosit dari sumber cadangan (dari lien). Karena lien merupakan tempat primer penyimpanan dan penghancuran trombosit, maka pengangkatan (splenektomi) tanpa disertai pengurangan produksi di dalam sumsum tulang akan mengakibatkan trombositosis yang sering melebihi 1juta/mm3. Penurunan produksi trombosit, dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Dijumpai pada segala kondisi yang menghambat atau menggangguu fungsi sum-sum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis, dan karsinoma metastatic. Koagulasi intravascular Koagulasi intravascular diseminata (DIC) adalah suatu sindrom kompleks yang terdiri dari banyak segi, yang system homeostatic dan fisiologik normalnya mempertahankan darah tetap cair berubah menjadi suatu system patologik yang menyebabkan terbentuknya trombi fibrin difus, yang menyumbat mikrovaskular tubuh. Aktivitas thrombin yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen, trombositopenia, faktor-faktor koagulasi dan fibrinolisis yang mengakibatkan pendarahan difus. Penanganan ditujukan pada perbaikan mekanisme yang mendasarinya, yang mungkin memerlukan penggunaan antibiotic, agen-agen kemoterapiotik, dukungan kardiovaskular. Penggantian faktor-faktor plasma dengan plasma dan kriopresipitat serta tranfusi trombosit dan sel darah merah mungkin diperlukan. Heparin menetralkan aktifitas thrombin dan dengan demikian menghambat pengunaan faktor-faktor pembekuan dan pengendapan fibrin. Heparin diindikasikan kapanpun jika terjadi kegagalan terapi penggantian untuk meningkatkan faktor-faktor koagulasi dan perdarahan tetap ada. Heparin juga diindikasikan pada keadaan adanya pengendapan fibrin yang menyebabkan nekrosis dermal. Kasus Anemia Defisiensi Zat Besi Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. (Hoffbrand.AV, et al, 2005, hal.25-34). Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun.
Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anakanak, kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya menurun. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Penyebab Beberapa hal yang dapat menjadi kausa dari anemia defisiensi besi diantaranya 1. Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis: a. Yang paling sering adalah perdarahan uterus ( menorrhagi, metrorrhagia) pada wanita, perdarahan gastrointestinal diantaranya adalah ulcus pepticum, varices esophagus, gastritis, hernia hiatus, diverikulitis, karsinoma lambung, karsinoma sekum, karsinoma kolon, maupun karsinoma rectum, infestasi cacing tambang, angiodisplasia. Konsumsi alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari terjadi kehilangan darah sedikit-sedikit tapi berlangsung terus menerus. b. Yang jarang adalah perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor, batu ataupun infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas (hemoptoe). 2. Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa pertumbuhan remaja, kehamilan, wanita menyusui, wanita menstruasi. Pertumbuhan yang sangat cepat disertai dengan penambahan volume darah yang banyak, tentu akan meningkatkan kebutuhan besi. 3. Malabsorbsi, sering terjadi akibat dari penyakit coeliac, gastritis atropi dan pada pasien setelah dilakukan gastrektomi. 4. Diet yang buruk/ diet rendah besi, merupakan faktor yang banyak terjadi di negara yang sedang berkembang dimana faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung zat besi. Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur, ikan, hati, kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu penyerapan besi adalah vitamin C, cuka, kecap. Dan yang dapat menghambat adalah mengkonsumsi banyak serat sayuran, penyerapan besi teh, kopi. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab paling sering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal, dimana dinegara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Pada wanita defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu: 1. Deplesi besi (Iron depleted state): keadaan dimana cadangan besinya menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu. 2. Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum tampak anemia secara laboratorik. 3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak gejala anemia defisiensi besi. Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika
hemoglobin dibawah 7-8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin. b. Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu: koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh, bergarisgaris vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan karena hilangnya papil lidah. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut. Glositis Pica/ keinginan makan yang tidak biasa Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web` Atrofi mukosa gaster. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia. Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena dapat menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan menurun. Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang disebabkan kurangnya konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk. (Permono B, Ugrasena IDG, 2004, hal 34-37). Selain itu pada pria atau wanita dewasa menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah dalam melakukan pekerjaan fisik/ bekerja. c. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Pencegahan Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan –bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropis