Riko.docx

  • Uploaded by: Akhirullah Iir
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Riko.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,896
  • Pages: 24
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu tumbuhan jauh melebihi daerah tropis lainnya seperti Amerika Selatan dan Afrika barat. Diketahui, sekitar 96j00 spesies berkhasiat obat dan sekitar 200 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Azmy, 2015). Menurut Badan Pusat Statistik Pada tahun 2017 penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional termasuk diantaranya obat herbal mencapai 22.26% (BPS, 2017). Menurut Menteri kesehatan dalam laporannya menyebutkan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia bergantung pada pengobatan tradisional, termasuk obat herbal. Departemen Kesehatan (Depkes, 2017). Perubahan pola pikir masyarakat menuju gerakan hidup kembali ke alam (back to nature) yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahanbahan alami, semua yang serba natural semakin digemari dan dicari orang (Lynch, 2007). Kecenderungan untuk kembali ke alam sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan pada berbagai kalangan masyarakat, tidak hanya di pedesaan, masyarakat di perkotaan dan kalangan menengah ke atas juga mulai banyak mengkonsumsi jamu untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuhnya.

1

Meniran (Phyllanthus sp. L.) teridentifikasi sebagai gulma tanaman padi (Soerjani dkk. 2014) yang keberadaannya tidak dikehendaki. Meskipun demikian, sebagian masyarakat sudah mengenal dan menggunakan meniran sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat. Hasil penelitian farmakologi menunjukkan

bahwa

meniran

mempunyai

aktivitas

antihepatotoksik

(Syamasundar dkk. 2011), hipoglikemik, antibakteri, diuretika (Narayana dkk. 2001), aktivitas antimicrobial (Chitravadivu et al. 2009; Akin-Osanaiye et al. 2011) dan aktivitas antiplasmodial Njomnang Soh et al. (2009). Uji toksiksitas akut terhadap Phyllanthus niruri L. termasuk dalam kelas toksik ringan berdasarkan kriteria Gleason dengan LD50 1588.781 mg kg BB-1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan percobaan. Dengan demikian herba meniran aman untuk digunakan bagi manusia (Halim, 2010). Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas tanaman obat maka usaha pembudidayaan tanaman obat menjadi penting untuk dilakukan agar ketersediaannya berlangsung secara terus menerus. Sejauh ini belum banyak ditemukan teknik agronomi yang tepat dalam pembudidayaan tanaman meniran. Ghulamahdi (2003) menyatakan bahwa untuk berproduksi tinggi maka budidaya tanaman obat harus dilakukan di tempat yang lingkungannya cocok untuk kebutuhan spesies tersebut. Adapun kondisi lingkungan yang diperlukan untuk masing-masing spesies dapat dilihat dari tempat asal spesies tersebut ditemukan. Pengetahuan mengenai taksonomi berupa pengelompokan

2

jenis spesies dalam famili akan sangat membantu cara perbaikan dan budidaya spesies tersebut. Hal ini yang mendasari penyusunan perbaikan cara budidaya, peningkatan produksi per satuan luas dan peningkatan kandungan bioaktif tanaman. Salah satu faktor lingkungan yang perlu mendapat perhatian dalam menghasilkan tanaman yang baik yaitu memperhatikan tingkat kesuburan tanahnya. Tingkat kesuburan tanah yang optimum dapat dilakukan dengan pemberian pupuk untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Menurut Agustin (2014), fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel tanaman, misalnya ADP dan ATP. Selain itu, unsur fosfor berperan sebagai bahan penyusun asam nukleat (DNA dan RNA), lemak dan protein. Penelitian pada tanaman meniran menunjukkan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, aksesi meniran hijau (A6 dan A7) membutuhkan pemberian pupuk berupa kombinasi pemberian pupuk kandang + NPK. Meniran hijau (A7) membutuhkan pemberian pupuk kandang untuk menghasilkan kandungan total filantin tertinggi (0,17 % bobot kering) dan hipofilantin tertinggi (0,26% bobot kering). Meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) membutuhkan pemberian pupuk kandang + NPK menghasilkan antosianin tertinggi (5.00 mg g-1 ). Oktavidati (2012). Usaha perbaikan pertumbuhan tanaman perlu diimbangi dengan ketersedian hara yang cukup untuk meningkatkan produksi. Menurut Hardjowigeno (2003) fosfor (P) merupakan unsur hara yang berperan dalam

3

pembelahan sel, proses asimilasi, respirasi, pertumbuhan akar serta sumber energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) dan adenosin difosfat (ADP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dosis 36 kg ha-1 P2O5 memberikan pertumbuhan yang baik, yaitu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang, berat kering tajuk, berat akar, serapan P, dan menurunkan nisbah tajuk/akar (Suhardi, 2005). Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum tanaman berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibatkan produksi tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan aktifnya juga rendah. Sedangkan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah berkayu. Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di panen pada umur 3 - 4 bulan, pegagan pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur kurang lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen setelah umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga, terbentuk. (Anggi, 2010) Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran bagi pelaksanaan penelitian ini sehingga dapat diketahui tingkat kebutuhan pupuk fosfor dan pengaruh pemberian pupuk P untuk menghasilkan umur panen tanaman meniran hijau lebih efektif. Maka dari itu penulis ingin meneliti dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk P Dan

4

Perbedaan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan Tanaman Meniran Hijau (Phyllatus Niruri L),”

B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai yaitu: Ada pengaruh pemberian pupuk P terhadap perbedaan umur panene tanaman meniran hijau.

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk P terhadap perbedaan umur panenen tanaman meniran hijau.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemberian pupuk P pada tanaman meniran hijau Selain itu dapat memberikan informasi tentang umur masa panen tanaman meniran dan juga memberikan informasi penunjang bagi penelitian selanjutnya.

E. Hipotesis Dari setiap tahapan penelitian dapat ditarik hipotesis yaitu mengetahui pengaruh pemberian pupuk P dan perbedaan umur panen terhadap pertumbuhan tanaman meniran hijau

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi, Botani, Tanaman Meniran Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili Euphorbiaceae, genus Phyllanthus De Padua et al. (2015). Penyebarannya di seluruh Asia termasuk Indonesia Soerjani et al. (2015), Malaysia, India, Peru, Afrika, Amerika dan Australia Taylor (2014). Penyebarannya di seluruh Indonesia teridentifikasi dengan adanya nama daerah yang berbeda untuk menyebutkan tanaman meniran. Di Sumatera dikenal dengan nama sidukung anak, dudukung anak, ba’me tano. Di Sulawesi dikenal dengan nama bolobungo. Di Maluku dikenal dengan nama gosau ma dungi, gosau ma dongi roriha, belalang babiji. (Kardinan, 2014). Meniran tumbuh di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian ± 1000 m di atas permukaan laut Heyne (2013). Tumbuh secara liar di tempat yang berbatu dan lembab seperti di tepi sungai, pantai, semak, lahan bekas sawah atau tumbuh di sekitar pekarangan rumah, baik di pedesaan maupun di perkotaan De Padua et al. (2015). Meniran hijau memiliki batang berwarna hijau muda atau hijau tua. Setiap cabang atau ranting terdiri dari 8-25 helai daun. Daun berwarna hijau. Ukurannya 0.5-2 x 0.25-0.5 cm. Buah bertekstur licin, bulat pipih dengan

6

diameter 2-2.5 mm. Kepala sari meniran hijau yang sudah matang akan pecah secara membujur. Soedibyo. M (2004).

Gambar 1. Penampilan Meniran Hijau Meniran yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Phyllanthus niruri dan Phyllanthus urinaria. Perbedaan keduanya terdapat pada warna batangnya. Phyllanthus niruri berwarna hijau pucat, sedangkan Phyllanthus urinaria berwarna hijau kemerahan. Keduanya memiliki daun yang kecil dan lonjong (Sulaksana, 2004). Dalam dunia botani, meniran hijau kemerahan mempunyai nama ilmiah Phyllanthus urinaria Linn. Tanaman ini juga dikenal dengan nama ilmiah lainnya, yaitu Phyllanthus alatus BI, Phyllanthus cantonensis Hornem, Phyllanthus echinatus Wall, Phyllanthus lepidocarpus Sieb. et Zucc, dan Phyllanthus

leprocarcus

Wight.

Meniran

termasuk

Euphorbiaceae. Klasifikasi meniran sebagai berikut:

7

dalam

famili

Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Subkelas

: Rosidae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Phyllanthus

Spesies

: Phyllanthus niruri L.

1. Morfologi Tanaman Semua bagian tanaman meniran dapat digunakan sebagai obat dengan karakteristik sebagai berikut. a. Batang tanaman tidak bergetah, basah, berbentuk bulat, tinggi kurang dari 50 cm, bercabang, dan berwarna hijau muda. b. Daun bersirip genap dan setiap satu tangkai terdiri dari daun majemuk yang mempunyai ukuran kecil berbentuk bulat telur. Panjang 5 mm dan lebar 3 mm. Pada bagian bawah daun terdapat bintik berwarna kemerahan. c. Bunga melekat pada ketiak daun dan menghadap ke arah bawah. Warna bunga putih kehijauan. Bunga ini tumbuh subur sekitar bulan April-Juni. d. Buah berbentuk bulat pipih berdiameter 2-2,5 mm, licin, berbiji seperti bentuk ginjal, keras, dan berwarna cokelat. Buah tumbuh sekitar bulan JuliNovember.

8

e. Akar meniran berbentuk tunggang (tap root), yaitu akar utama yang pada umunya merupakan pengembangan radikula lembaga, tumbuh tegak ke bawah, dan bercabang. Pada tanaman meniran dewasa, panjang akar dapat mencamai 6 cm. Warna akar putih kekuningan. Akar meniran berfungsi untuk memperkuat berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara. 2. Syarat Tumbuh Iklim tropis merupakan syarat tumbuh tanaman meniran. Meniran tumbuh subur di tempat yang lembab pada dataran rendah sampai ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Lokasi tempat meniran tumbuh secara liar di hutan, ladang, kebun, atau halaman pakarangan rumah. Pada umumnya meniran tidak dipelihara secara intensif karena dianggap rumput biasa. Tanaman meniran berakar tunggang, batang tegak, tinggi mencapai 40-100 cm, batang bulat berkayu, permukaan kasar dan bercabang. Daun tersusun majemuk, duduk melingkar pada batang, anakan daun mengkilap, bentuk bulat telur dengan panjang 1.5-3 cm, lebar 1– 1.5 cm, ujung daun runcing, pangkal tumpul dan tepi yang rata. Daun berwarna hijau Dalimartha (2013). Bakal buah beruang enam, mahkota berbentuk tabung, ujung membulat berwarna kuning. Buahnya bulat, mempunyai 5-6 ruang, diameter 5-10 mm. Apabila masih muda buah berwarna hijau setelah tua menjadi coklat. Biji buah berbentuk ginjal, pipih berwarna coklat (De Padua et al. 2015).

9

B. Peranana Fosfor terhadap Tanaman Fosfor merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur posfor diserap tanaman dalam bentuk ion fosfat. Unsur P berperan dalam pembelahan sel, proses asimilasi dan respirasi, pertumbuhn akar serta sumber energi dalam bentuk Adenosina trifosfat (ATP) dan adenosin difosfat (ADP) (Hardjowigeno, 2014). Peranan fosfor yang paling utama bagi tanaman adalah membantu proses fotosintesis, perubahan karbohidrat, glikolisis, metabolisme protein dan lemak, dan proses energi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2014). Fosfor di dalam tanah dapat digolongkan manjadi P organik dan P anorganik. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-1) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4-2) (Rosmarkam dan Yuwono, 2015). Bentuk yang tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah yang ada dalam tanah (Leiwakabessy dan Sutandi, 2014). Fosfor dalam tanah tidak mobil karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh: reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe hidrous oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan (Hartono et al., 2015). Pemberian pupuk P yang dicampur pada lapisan olah tanah lebih tersedia dan dapat dicapai dengan mudah oleh akar tanaman. P yang diserap oleh akar kemudian disebarkan ke daun, batang, tangkai dan biji. Fungsi unsur P yaitu merangsang perkembangan akar sehinga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi

10

(Supriono, 2014). Unsur fosfor pada tanaman legum berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, merangsang pertumbuhan tunas (Rover, 2015). Fungsi P dalam tanaman yaitu dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat memepercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji dan dapat meningkatkan produksi biji-bijian (Sutejo, 2002). Pada awal pertumbuhan tanaman, pupuk fosfat sangat berperan sebagai komponen beberapa enzim dan ketersediaan asam nukleat. Sedangkan pada akhir pertumbuhan sangat berperan dalam pembentukan biji dan buah (Hanafiah, 2015). Meningkatnya kandungan TSP pada awal pertumbuhan akan memacu kecepatan tumbuh tanaman karena P berperan dalam pembentukan sel baru bagi pertumbuhan tanaman yaitu melalui pembentukan asam nukleat, phytin, fosfolipid dan protein. Hal ini menyebabkan pertumbuhan daun tanaman yang baik, sehingga meningkatkan bobot bahan hijauan pada saat panen. Kurangnya unsur P juga dapat menyebabkan tepi daun, cabang dan batang tanaman terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning. Jika tanaman tersebut berbuah maka akan menunjukkan buah yang kecil, tampak jelek, dan lebih cepat matang sehingga perlu diberi penambahan unsur hara yang mengandung P dengan melakukan pemupukan (Lingga dan Marsono, 2014).

11

C. Umur Panen dan Pasca panen Tanaman Herbal Daun Tahapan pemanenan merupakan salah satu faktor yang sangat penting diperhatikan pada budidaya tanaman obat. Penanganan panen harus dilakukan secara benar karena akan berpengaruh terhadap mutu dan fitokimia yang terkandung di dalam tanaman obat. Periode panen merupakan waktu yang diperlukan untuk memanen hasil tanaman terhitung mulai dari tanaman tersebut ditanam. Waktu panen tanaman obat tidak seluruhnya tergantung pada umur tanaman, tetapi didasarkan pada pemanfaatannya (Syukur dan Hernani 2002). Pascapanen merupakan salah satu tahapan pengolahan dari bahanbahan yang telah dipanen, dan harus dilakukan secara baik dan benar, karena akan berpengaruh terhadap kuantitas, kualitas dan zat berkhasiat yang terkandung didalamnya. Tahap-tahap pengolahan yang dilakukan, tergantung pada jenis bahan yang akan diolah, seperti akar, daun, bunga, biji, buah, rimpang dan kulit kayu. Secara umum, tahap pengolahan meliputi sortasi basah, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan. Masalah pascapanen tanaman obat tidak terlepas dari masa sebelum panen khususnya beberapa saat sebelum panen, hal ini akan sangat menentukan kualitas akhir dari simplisia. Untuk mendapatkan simplisia dengan kualitas yang tinggi, diperlukan suatu tindakan pengamanan dimulai dari pra panen, pada saat panen dan pascapanen. Selain itu, pengolahan bertujuan juga untuk menjaga tingkat kebersihan bahan baku dalam upaya memperoleh simplisia yang berkualitas serta menjaga agar proses produksi

12

selanjutnya tetap terjaga stabilitas dan homogenitas komposisinya. Rudy (2017). Tanaman obat yang berasal dari daun bisa digunakan langsung dalam keadaan segar atau yang telah dikeringkan. Bila akan digunakan secara segar, harus melalui proses pencucian terlebih dahulu baru diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan. Pemanenan daun dilakukan pada saat fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Sebagai contoh daun sambiloto, pemanenan dilakukan ketika tanaman sudah berbunga hampir 50 %. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa

tiga

bahan

aktif

yang

terdapat

dalam

daun

(andrografolid, neo andrografolid dan mencapai maksimum dibandingkan ditangkai pada saat sebelum berbunga. Daun yang dipanen muda biasanya dikeringkan secara perlahan mengingat kandungan airnya cukup tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis masih dapat berlangsung dengan cepat. Selain itu, jaringan yang dimiliki oleh daun muda masih sangat lunak sehingga daun sangat mudah hancur atau rusak. Sementara daun-daun yang dipanen pada umur tua diberi perlakuan khusus berupa proses pelayuan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan secara perlahan agar diperoleh warna yang menarik. (Rudy, 2017). Untuk proses pengeringan, dalam kapasitas besar, daun langsung dikeringkan tanpa melalui proses pencucian. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas simplisia yang dihasilkan. Proses pengeringan daun, bila dikeringkan dimatahari langsung sebaiknya tidak langsung terkena cahaya

13

matahari, karena akan merubah senyawa khlorofilnya, sehingga produk yang dihasilkan akan berwarna agak kecoklatan. Bila menggunakan pengering mekanik, suhu diatur agar tidak melebihi 40°C, karena pada suhu tersebut senyawa khlorofilnya tidak akan rusak. Setelah dihasilkan simplisia kering, bahan bisa diolah lebih lanjut sesuai kebutuhan kedalam menjadi bentuk serbuk, ekstrak dan produk obat lainnya. (Rudy, 2017). Setelah panen, sebaiknya daun dilayukan terlebih dahulu meskipun beberapa senyawa volatil akan menguap. Biasanya proses pelayuan membutuhkan waktu antara 24-72 jam. Setelah bahan kering, bahan dijaga agar tetap kering dan dingin untuk mencegah terjadinya proses fermentasi atau timbulnya jamur. Pengeringan daun harus tidak merubah warna, aroma tanaman aslinya, zat berkhasiat dan senyawa kimianya. diperlakukan secara hati-hati karena senyawa tersebut mudah mengalami kerusakan bila proses pengolahan tidak benar. Telah diketahui bahwa daun mudah mengalami kerusakan selama pengolahan, bila penanganannya salah, akan terjadi perubahan warna atau tercemar mikroba. (Rudy, 2017). Secara visual, daun yang telah dikeringkan menggunakan matahari ataupun alat pengering tidak berbeda warnanya, akan tetapi setelah digiling menjadi serbuk akan terlihat bahwa pengeringan secara oven akan menghasilkan warna yang lebih baik, yaitu hijau sedangkan dengan matahari akan berwarna kecoklatan. Hal ini disebabkan suhu penjemuran matahari berfluktuasi dengan kisaran 25-50o C, sehingga penguapan air tidak merata, hal ini menyebabkan bahan menjadi kering tidak merata dan sempurna. Untuk

14

oven, suhu yang konstan dan stabil menyebabkan penguapan air juga konstan. Kisaran suhu untuk mengeringkan daun-daun adalah 20oC - 40oC. Bila pengeringan dilakukan di tempat teduh, keuntungannya dapat melindungi aroma, warna asli bahan, dan senyawa kimia di dalamnya. (Rudy, 2017).

15

BAB III BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018 sampai dengan Januari 2018 di lokasi Propinsi Bengkulu yaitu Kampus UMB 5 Padang Kemiling Pada setiap lahan tipe lahan yang berbeda. B. Bahan dan Alat Tanah dikeringanginkan dan diayak. Sebagian tanah dipisah, sedangkan sebagian yang lain dicampur dengan pupuk Posfor di tambah pupuk kandang ayam sebanyak. Pupuk Posfor diberikan seluruhnya pada waktu tanam sedangkan pupuk kandang diberikan dua kali yaitu pertama pada saat tanaman umur 1 bulan setelah tanam dan kedua pada saat umur tanaman 1,5 dan 3 bulan setelah tanam. Masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam polibag ukuran (25 x 30) cm. Dilakukan inkubasi selama 7 hari. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit meniran hijau, pupuk Fosfor P. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, timbangan, parang, mistar, ember, kamera dan alat tulis C. Metodologi penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok 2 faktor dengan 3 taraf pemupukan Posfor yang di ulang 3 kali sehingga 9 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri

16

dari 3 tempat tanaman dan 5 tanaman dijadikan sampel, sehingga diperoleh jumlah keseluruhan 15 satuan percobaan. 1. Tidak di beri pupuk fosfor P 0 gram

Sebagai Control pengamatan

2. Pemberian pupuk fosfor P 100 gram

Pada umur 1,5 bulan

3. Pemberian pupuk fosfor P 200 gram

Pada umur 2,5 Bulan

4. Pemberian pupuk fosfor P 300 gram

Pada umur 3 Bulan

Model Linear rancangan acak kelompok yang di gunakan : Yijk = μ + άi + βj + (άβ)ij + έijk Dimana: Yijk

= nilai pengamatan karena adanya pengaruh pemupukan ke-i atau jenis meniran ke-j pada kelompok ke-k

μ

= nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan

άi

= nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan pemupukan ke-i

βj

= nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan jenis meniran ke-j

(άβ)ij

= nilai pengamatan karena pengaruh interaksi pemupukan ke-i dan jenis meniran ke-j

έijk

= pengaruh galat pada perlakuan pemupukan ke-i, jenis meniran ke-j dan kelompok ke-k

i

= 1,2,3,4 untuk perlakuan pemupukan

j

= 1,2,3 untuk perlakuan jenis meniran

k

= pengaruh ulangan/kelompok

17

Tabel 1. Analisis Ragam SK DB Perlakuan (t) t-1 Galat (g) t(r-1) Total t.r-1) Keterangan :

JK

KT

Fhit

JK (t) JK (g) JK tot

KT (t) KT (g)

KT(t)/KT (g)

F. 0,05

F. 0,01

SK : Sumber Keragaman DB : Derajad Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah JKB : Jumlah Kuadrat Blok JKP : Jumlah Kuadarat Perlakuan JKG : Jumlah Kuadrat Galat KTB : Kuadrat Tengah Blok KTP : Kuadrat Tengah Perlakuan KTG : Kuadrat Tengah Galat t : Perlakuan r : Ulangan Data pengamatan di uji keragaman menggunakan analisis ragam (Anova), jika berpengaaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Lanjut DMRT (ducan’s Multiple range test) pada taraf 5% D. Cara Kerja 1. Persiapan pelaksnaan penelitian Lahan yang akan digunakan diolah atau digemburkan terlebih dahulu. Dalam hal ini peneliti mengolah untuk skala kecil yaitu secara manual menggunakan cangkul. Lahan penanaman dibentuk bedengan dengan ukuran 1,5 x 2,5 m. Lahan diberi pupuk P sebanyak 100 gram, 200 gram dan 300 gram. Tambahan pula kapur atau dolomit sebanyak 0,25-0,5 kg/m2 dengan cara ditebar merata di atas permukaan tanah. Setiawan (2014) Pemberian kapur juga bisa dicampurkan dengan pupuk kandang. Fungsi pemberian kapur pada tanah antara lain :

18

a. Meningkatkan resido nitrogen organik dalam tanah dan mengubahnya menjadi ion amoniak dan nitrat yang sangat bermanfaat bagi tanah, b. Menjadikan pertumbuhan tanaman lebih baik dan meningkatkan produktivitas, c. Membantu mengubah struktur tanah menjadi lebih gembur, serta d. Memperkuat lapisan dinding jaringan atau sel sehingga tanaman menjadi tahan terhadap serangan penyakit. 2. Persiapan Media Tanam Lahan tanah yang diberi ukuran 2 x 2 m berbentuk kotak dan dicampukan pupuk P dan pupuk kandang di setiap lahan plot 3. Persiapan Bibit Biji sebagai bibit dikeringkan dengan sinar matahari selama 12-24 jam, kemudian disemai. Media semai berupa tanah dicampur pupuk fosfor P dan di tambah pupuk kandang atau kompos dengan perbandingan 2:1. Biji di semaikan di tutup dengan kompos agar tidak mudah di terbangkan angina selanjutnya di siram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian di tutup dengan plastic bening tembus cahaya. Wadah diletakkan di tempat yang terjaga, setelah tumbuh kecambah, tutup plastic dibuka. Dilakukan pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polybag. Bibit yang di pindahkan minimal sudah memiliki 4 daun majemuk. Sulaksana (2015) 4. Pemupukan Pemupukan perlu diberikan agar tanaman tumbuh sehat dan kuat sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. Untuk tujuan penelitian

19

yang akan di berikan pupuk fosfor P dan di tambah berupa pupuk kandang. Dosisnya sebanyak 0,3 - 0,5 kg per tanaman. Untuk tanaman meniran yang akan dipanen daunnya, tambahan pupuk kandang yang paling tepat diberikan adalah pupuk kandang ayam karena mengandung nitrogen tinggi. Sulaksana (2015) 5. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari tergantung kondisi lingkungan sekitar. 6. Penyulaman Pada umumnya tidak semua bibit yang ditanam dapat tumbuh dengan baik. Hal ini disebabkan oleh bibit yang sakit, pertumbuhan tidak normal (kerdil), bahkan mati. Dalam kegiatan ini dilakukan dengan cara mengganti tanaman tersebut dengan tanaman yang berumur sama serta memiliki perlakuan yang sama yang telah di persiapkan sebelumnya. Waktu penyulaman adalah minggu pertama setelah pindah tanam dan dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stress akibat suhu yang tinggi. 7. Penyiangan Setelah umur satu bulan, lahan sudah mulai dipenuhi rerumputan. Secepatnya perlu dilakukan penyiangan supaya tidak terjadi persaingan memperebutkan makanan dan unsur hara dari dalam tanah antara meniran dan rerumputan. Penyiangan bisa dilakukan dengan alat sederhana berupa kored (cangkul kecil) atau bisa juga menggunakan tangan untuk tanah

20

yang gembur. Dua bulan setelah penanaman, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan cangkul atau garpu. Hal ini perlu dilakukan untuk membuat struktur tanah menjadi gembur sehingga akar dapat berkembang dengan baik. Ngatiman (2014). 8. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan membuang hama atau menyemprotkan insektisida nabati, berupa daun mimba atau tembakau. Ngatiman (2014). 9. Panen Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur kurang lebih 3,5 bulan dengan tinggi 40-50 cm dari tanah. Pada umur tersebut, meniran cukup baik digunakan sebagai obat. Disamping itu bibit disekitar tanaman yang akan dipanen juga sudah mulai tumbuh. Cara pemanenan dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman (akar, batang, dan daun) karena setiap bagiannya berguna untuk obat. Pemanenan dilakukan dengan hati hati agar tidak ada bagian tanaman yang rusak. Pemanenan juga dapat dilakukan dengan mendongkel bagian pinggirtanaman terlebih dahulu dengan cangkul kecil atau kored agar mempermudah pencabutan tanaman. Setelah dicabut hasil panen dikumpulkan di lokasi tertentu dengan rapi. Setelah itu, hasil panen siap diamgkut atau digunakan. Pengumpulan hasil panen dapat menggunakan bakul besar. Ngatiman (2014).

21

E. Peubah yang di amati Pengamatan dilakukan terhadap umur panen meniran hijau terhadap pemberian pupuk fosfor P sebagai berikut: a. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh atau titik apical, diamati setiap 2 minggu b. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna, diamati setiap 2 minggu c. Jumlah cabang, di hitung setiap 2 minggu d. Diameter Batang (mm), diameter batang di ukur 5 cm diatas permukaan tanah e. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun dan batang f. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan batang yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam

22

23

Dena Pengacakan Penelitian Ulangan Perlakuan 15

2,5

3

P1 (0)

P2U2

P1U3

P1U2

P2(100)

P1U1

P2U4

P4U4

P3 (200)

P3U3

P3U4

P2U3

P4 (300)

P4U3

P4U1

P2U1

Keterangan P 1 = Tidak di Berikan Pupuk P P 2 = Pemberian Pupuk P 100 gram P 3 = Pemberian Pupuk P 200 gram P 4 = Pemberian Pupuk P 300 gram U1 = Ulangan ke-1 U2 = Ulangan ke-2 U3 = Ulangan ke-3

24

More Documents from "Akhirullah Iir"

Riko.docx
June 2020 4
Surat Kuas1.docx
June 2020 3