BAB I STATUS PASIEN
I.
Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. N / Perempuan / 29 tahun
II.
b. Pekerjaan
: IRT
c. Alamat
: RT 01 Ulu Gedong
Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga a. Status Perkawinan
: Menikah
b. Jumlah anak
: 1 orang
c. Kondisi ekonomi
: Cukup
d. Kondisi Lingkungan rumah: Rumah pasien merupakan rumah permanen dengan luas ± 5 x 6 m yang dihuni oleh 3 orang yaitu pasien, suami dan anak. Rumah pasien disertai ventilasi di bagian depan rumah, lantai rumah terbuat dari keramik dan dinding dari semen. Pintu dan jendela rumah lebih sering tertutup. Lingkungan sekitar rumah tidak begitu padat, halaman rumah pasien cukup luas. Air yang digunakan untuk masak dan mandi dari air PDAM, serta terdapat wc/jamban di dalam rumah. e. Kondisi Lingkungan Keluarga: Pasien tinggal hanya bertiga dirumah, yaitu pasien bersama suami dan anaknya. Suami bekerja sebagai karyawan swasta dan pasien adalah ibu rumah tangga, sedangkan anak mereka adalah pelajar Sekolah Dasar. f.
Aspek Psikologis di Keluarga
: Baik
III. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga : Telah menderita penyakit seperti ini ± sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat alergi makanan disangkal 1
Riwayat menderita asma disangkal Riwayat galigato ada. Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini ada, (ayah pasien Tn. A, 54 th). Riwayat anggota keluarga yang menderita asma disangkal IV. Keluhan Utama : Pilek ketika bangun tidur pagi sejak 2 hari yang lalu V.
Riwayat Perjalanan Penyakit
:
Dua hari yang lalu os mengeluh pilek setiap bangun tidur pagi, cairan yang keluar dari hidung encer, jernih tidak berbau, bersin-bersin (+), hidung tersumbat (+), hidung dan mata terasa gatal dan berair (+). Keluhan ini telah dirasakan pasien sejak ± 1 tahun yang lalu dan selalu berulang. Bersin-bersin meningkat bila terkena debu, pada pagi hari atau cuaca dingin dan membaik saat cuaca mulai panas. Beberapa hari yang lalu pasien mengaku membersihkan perabotan rumah yang cukup berdebu, dan semenjak itu timbul keluhan. Keluhan pada telinga dan tenggorokan tidak ada, Penciuman menurun (+), nyeri/tegang pada muka atau pipi (-), sakit kepala (+), demam (-). Pasien mengaku penyakitnya ini tidak terlalu mengganggu aktivitas pasien sebagai ibu rumah tangga, pasien masih bisa melakukan pekerjaannya sehari-hari yaitu mengurus rumah. Ketika kecil, pasien sering menderita galigato bila cuaca dingin dan kulit menjadi merah-merah, bengkak dan gatal. Ayah pasien juga menderita keluhan yang sama. Pasien tidak pernah berobat sebelumnya. Karena merasa tidak nyaman dengan keadaan sekarang kemudian pasien berobat ke puskesmas. 2
Pemeriksaan Fisik
:
Keadaan Umum 1. Keadaan umum
: tampak sakit ringan
2. Kesadaran
: compos mentis
3. TD
: 110/80 mmHg
4. Nadi
: 84 x/menit
5. Pernafasan
: 20 x/menit
6. Suhu
: afebris
7. Berat Badan
: 60 kg
8. Tinggi badan
: 172 cm
9. IMT
: 20,2
Pemeriksaan Organ 1. Kepala
Bentuk normocephal
2. Mata
Conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
3.
Secret (+), cairan encer, jernih, bau (-), garis-garis pada hidung
Hidung tidak ada Sinus paranasal
Nyeri tekan
Maxilla
frontal
Kanan
Kiri
kanan
Kiri
-
-
-
-
4. Mulut
Lidah kotor (-), Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
5. Leher
tidak ada pembengkakan KGB
6.
Thoraks
Inspeksi
: Simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Krepitasi (-), stem fremitus sama ka/ki
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/BJI dan II regular, gallop (-), murmur (-)
7. Abdomen
Inspeksi
: Datar, venektasi (-)
Palpasi
: soepel, nyeri tekan (-), Hepar lien tidak teraba 3
Perkusi
: Timpani (+)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
8. Ekstremitas
: Akral hangat +/+, edema -/-
VI. Diagnosis
: Rhinitis Alergi Persisten Ringan
VII. Diagnosis Banding
:
Rhinitis alergi Rhinitis vasomotor Sinusitis VIII. Manajemen a. Promotif :
Menjelaskan penyakit kepada pasien, kemungkinan keturunan menderita penyakit seperti ini atau penyakit alergi lainnya.
Menghindari faktor penyebab timbulnya penyakit ini seperti debu dan udara dingin.
Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut setiap minggu,
Menjemur cucian di bawah sinar matahari langsung.
Sedikit mungkin menggunakan perabotan rumah dari bahan kain atau kain berbulu.
Memakai jaket dan selimut jika udara dingin
Mengganti karpet yang berbulu dengan karpet yang berbahan tikar
Mengganti selimut yang berbulu dengan selimut berbahan kain
Boneka yang berbulu dibungkus dengan plastik
Jaga kebersihan rumah agar tidak berdebu.
Memakai masker jika ingin menyapu dan membersihkan rumah
Pasien harus istirahat yang cukup (minimal 8 jam/hari) ditambah makanan yang sehat (dimasak dahulu) dan bergizi (ada nasi, sayur, buah, lauk pauk, dan susu).
b. Preventif :
Hindari faktor pencetus (debu dan udara dingin)
Jangan menyapu terlalu kuat supaya debu tidak terhirup 4
Jangan memakai selimut yang berbulu
Membuka ventilasi dan jendela jika pagi dan siang hari
Jika udara dingin memakai jaket dan selimut
a. Kuratif : Non Medikamentosa
Hindari kontak dengan faktor pencetus, menggunakan masker atau penutup mulut dan hidung saat membersihkan rumah.
Minum obat secara teratur
Medikamentosa
Dexametason tab 3 x 0,5mg
CTM 3 x 1 tab
Paracetamol tab 500mg jika demam
Vitamin C 3 x 1
b. Rehabilitatif
Dianjurkan untuk kontrol kembali ke puskesmas
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan yg bergizi.
c. Disability limitasion
Menyarankan kepada pasien untuk menghindari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit ini.
Menyarankan kepada keluarga pasien untuk membantunya menghindari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit ini.
5
DOKTER SIP STR
DINAS KESEHATAN JAMBI PUSKESMAS OLAK KEMANG : Yuniasih Restu Putri : G1A215030 :100767598929247
Tanggal : 29 Juli 2016 R/ Dexametason tab 0,5mg No. IX
S 3 dd 1 R/ CTM No. IX S 3 dd 1 R/ PCT 500 mg No. IX S 3 dd 1 R/ Vit C No. IX S 3 dd 1 Pro : Ny. N Umur : 29 tahun
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. EPIDEMIOLOGI Meskipun insiden rinitis alergika yang tepat tidak diketahui, tampaknya menyerang sekitar 10 persen dari populasi umum (Norman, 1985). Dapat timbul pada semua golongan umur, terutam anak dan dewasa, namun berkurang dengan bertambahnya umur. Faktor herediter berperan, sedangkan jenis kelamin, golongan etnis dan ras tidak berpengaruh.
KLASIFIKASI Menurut
klasifikasi
WHO
Initiative
ARIA
tahun
2001,
berdasarkan
sifat
berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi : 1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 2. Persisten (menetap) : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.
Berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi : 1. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. 2. Sedang-berat : bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas. 7
ETIOLOGI Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.
PATOFISIOLOGI Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/ reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan reaksi alergi fase lambat yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Sensitisasi Rinitis alergi diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya. 8
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut. Reaksi Alergi Fase Cepat Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediatormediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Reaksi Alergi Fase Lambat Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.
GAMBARAN KLINIS Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan hidung. Pembagian rinitis alergika sebelum ini menggunakan kriteria waktu pajanan menjadi rinitis musiman (seasonal allergic rhinitis), sepanjang tahun (perenial allergic rhinitis), dan akibat 9
kerja (occupational allergic rhinitis). Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish). Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringansedang-berat. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hampir 50 % diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Bersin berlangsung lebih dari 5 kali. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali gejala yang muncul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. 2. Pemeriksaan fisik Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik 10
lain pada anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal dengan menggunakan punggung tangan, yang disebut allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue). 3. Pemeriksaan penunjang In vitro : Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA. Pemeriksaan sitologi hidung, jika ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (> 5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. In vivo : Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). Untuk alergi makanan, uji kulit yang banyak dilakukan adalah Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (”Challenge Test”). PENATALAKSANAAN 1.
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya dan eliminasi.
2. Medikamentosa Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung tidak berhasil diatasi dengan 11
obat lain. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan. Preparat kortikosteroid di gunakan bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak berhasil di atasi dengan obat lain Glukokortikoid sistemik mempunyai kerja anti inflamasi yang luas dan efektif untuk hampir semua gejala rinitis, terutama sumbatan hidung. Pemberian oral lebih dipilih karena lebih murah dan dosisnya lebih dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Operatif. Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil di tatalaksana dengan medikamentosa. 4. Imunoterapi Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sublingual. KOMPLIKASI Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah : 1. Polip hidung Beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. 2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak. 3. Sinusitis paranasal
12
BAB III ANALISA KASUS Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar Penyakit ini mempunyai hubungan dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar. Keadaaan perabotan didalam rumah yang cukup berdebu adalah faktor pencetus timbulnya keluhan pasien. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga Penyakit ini tidak mempunyai hubungan dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar Penyakit ini mempunyai hubungan dengan perilaku kesehatan dan lingkungan sekitar. Perilaku menjaga kebersihan rumah seperti perabotan di dalam rumah jangan sampai menjadi sarang debu, mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut setiap minggu, menjemur cucian di bawah sinar matahari langsung, menggunakan masker saat menyapu dan membersihkan rumah. Analisis kemungkinan faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien Dari anamnesis yang dilakukan terhadap pasien mengenai berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit ini diantaranya adalah faktor keturunan yang didapatkan dari sang ayah yang juga memiliki riwayat penyakit yang sama, riwayat alergi yang dimiliki pasien sejak kecil yaitu alergi cuaca dingin dan debu. Analisis untuk mengurangi paparan Pasien kita edukasi mengenai hubungan penyakit dengan lingkungan sekitar terutama rumah sehingga kita anjurkan untuk membersihkan rumah dan lingkungan sekitar dengan pelindung masker. Mengusahakan agar pasien mendapatkan gizi yang baik dan istirahat yang cukup, serta menggunakan jaket dan kaos kaki jika datang cuaca dingin.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke lima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004. 2. Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997. 3. Mansjoer, Arif dkk.. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 106-108. 2005.
14
LAMPIRAN
15