REZIM ORDE BARU KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA
Makalah Disusun untuk Memenuhi tugas Sejarah
Oleh
Niken Fitri P Nikko Adhitama Nurul Fajriah Rizal Djunanda
SMA NEGERI 1 PATI 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peristiwa G30S/PKI menimbulkan instabilitas politik pemerintah Indonesia akibat tidak tegasnya kepemimpinan Presiden Soekarno atas peristiwa itu. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat yang kemudian diikuti dengan serangkaian demonstrasi menuntut pembubaran PKI beserta organisai-organisasi massanya serta para tokohnya diadili. Untuk itu, diangkatlah Panglima Kostrad atau Pangkopkantib Mayor Jendral Soeharto sebagai menteri/panglima Angkatan Darat pada tanggal 14 Oktober 1965, untuk mengisi kekosongan pimpinan Angkatan Darat. Mulai saat itu pula, segera dilakukan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya. Masyarakat luas yang terdiri dari kalangan partai politik, organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, dan kaum wanita secara serentak membentuk suatu kesatuan aksi dalam bentuk Front Pancasila untuk menumpas para pendukung Gerakan 30 September 1965/PKI ini. Pada tanggal 8 Januari 1966, front pancasila berdemonstrasi di Gedung Sekretariat Negara
dengan
mengajukan
pernyataan
bahwa
kebijakan
ekonomi
pemerintah tidak bisa dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966, mereka berkumpul di depan gedung DPR-GR untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi:
Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
Pembersihan Kabinet Dwikora
Perbaikan ekonomi (penurunan harga-harga)
Menanggapi tuntutan-tuntutan tersebut, pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripuna Kabinet Dwikora di Istana Bogor. Setelah rapat usai, pada tanggal 21 Februari 1966, presiden Soekarno mengumumkan perubahan (reshuffle) kabinet. Namun, perubahan susnan kabinet itu belum meuaskan hati rakyat. Mereka masih menganggap bahwa kabinet baru bentukan presiden masih disusupi anggota PKI. Akhirnya, pada 11 Maret 1966, Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) terbit. Surat ini berisi pengangkatan Soeharto sebagai pimpinan tertinggi menggantikan presiden untuk mengatasi keadaan hingga keadaan kembali normal. Namun pada akhirnya, surat ini mengantarkan Soeharto ke
pucuk pemerintahan menggantikan Soekarno yang sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat sejak peristiwa G30S/PKI Oktober silam. Keluarnya Supersemar dinilai berhasil mengakhiri kemelut politik panjang pasca peristiwa G30S/PKI segaligus melahirkan rezim baru yang disebut Rezim Orde Baru. Bahkan sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun masih banyak masalah-masalah lain yang harus diselesaikan. Untuk mencapai stabilitas nasional, misalnya, harus ada pembaruan di segala bidang kehidupan dengan mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan. Namun sayangnya, rezim yang berkuasa selama hampir 32 tahun itu disalahgunakan
oleh
para
penguasanya
untuk
kepentingan
pribadi.
Pelanggaran HAM, pelanggaran konstitusi, pengekangan demokrasi juga dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan. Banyaknya penyimpangan ini akhirnya menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah Orde Baru.
B. Rumusan Masalah Dalam penyusunan makalah ini, penulis akan membatasi pembahasan tentang dua hal saja, yaitu kelemahan serta kelebihan dalam rezim Orde Baru. Pertanyaan yang timbul dari masalah ini antara lain: a. Apa saja keberhasilan-keberhasilan rezim Orde Baru dalam 32 tahun masa kekuasaannya? b. Apa saja kelemahan-kelemahan pemerintah Orde Baru hingga memicu protes besar dari rakyat?
C. Tujuan Adapun
tujuan
dari
penulisan
makalah
ini
adalah
untuk
mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan dari Orde Baru itu sendiri sebagai acuan dalam rezim pemerinthan yang akan datang.
D. Manfaat Penulisan makalah ini diharapkan dapat mengurangi asumsi buruk masyarakat yang cenderung beranggapan Orde Baru sebagai rezim yang buruk, otoriter, dan penuh penyimpangan.
Penulis juga berharap kelemahan-kelemahan dalam rezim Orde Baru ini dapat menjadi pelajaran agar kesalahan-kesalahan yang sama tidak terjadi pada rezim yang akan datang.
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kekuasaan Orde Baru Diangkatnya Soeharto sebagai presiden menggantikan Soekarno menjadi awal dari sejarah Orde Baru. Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewenganpenyelewengan yang terjadi pada rezim Soekarno. Selain itu, rezim Orde Baru juga bertujuan untuk memperbaiki seluruh segi kehidupan masyarakat yang selama rezim Soekarno kian melemah. Salah satunya adalah dengan membangun kembali ekonomi Indonesia. Hal ini senada dengan pendapat berikut, “Orde Baru berupaya untuk menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa” (Bardika, 2006:3). Pada masa Orde Baru, pemerintah berhasil menjawab tuntutan yang rakyat (Tritura). Bukti-buktinya adalah sebagai berikut: a. Pengukuhan tindakan Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret yang membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya dalam sidang MPRS dengan ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1966 dan ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. b. Pelarangan ajaran dan paham komunisme-marxisme-Leninisme di Indonesia dalam ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966. c. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum dengan Ketetapan No. XX/MPRS/1966. Tanggal 20 Februari 1967, presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya ke Soeharto. Penyerahan ini dikukuhkan di dalam Sidang Istimewa MPRS dalam ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967. Pemerintahan Orde Baru berusaha untuk menata kembali kehidupan politik pada awal tahun 1968 dengan penyegaran kembali DPR-GR. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan. Usaha ini dimulai pada tahun 1970. Akhirnya, hanya ada tiga kelompok di parlemen, yaitu: a. Kelompok demokrasi pembangunan
b. Kelompok persatuan pembangunan c. Kelompok organisasi profesi Setelah itu, pemerintah menurnikan kembali politik bebas aktif Indonesia. Keberhasilan dalam hal ini diantaranya adalah normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia dengan ditandatanganinya Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966, kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB),
dan
memprakarsai
pembentukan
ASEAN
(Association of South-East Asian Nation). Kendali ekonomi juga diperbaharui. Untuk membereskannya, pemerintah berpaling pada ekonom didikan barat. Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, pembangunan ekonomi menjadi perhatian utama. Bila sebelumnya negatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi positif, bahkan naik pesat. Sampai-sampai pada dekade 80an dia dijuluki sebagai bapak pembangunan yang berhasil mewujudkan swasembada pangan. Dalam bidang kesehatan, pemerintah memulai kampanye Keluarga Berencana (KB) untuk mengurangi kepadatan penduduk Indonesia. Program ini dinilai sukses oleh berbagai pihak hingga PBB memberikan penghargaan kepada Indonesia dan menjadikannya sebagai negara percontohan. Presiden Soeharto memiliki visi besar dalam membangun bangsa. Hal ini tercermin dari pidato pelantikannya, “Dalam lima tahun mendatang tugas kita adalah melanjutkan pembangunan bangsa dalam arti yang luas dengan menampilkan wajah demokrasi putih dan kuning secara selaras dan seimbang”. Pembangunan nasional juga menjadi target utama rezim Orde Baru. Pembangunan
nasional
direalisasikan
dengan
rangkaian
program-
programnya. GBHN (Garis Besar Haluan Negara) dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi program-program konkrit yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun. Pemerintah orde baru mulai melaksanakan rencana pembangunan lima tahun sejak 1 April 1969 melalui tahapan-tahapan pelita. Perkembangan perekonomian Indomesia pada masing-masing pelita adalah sebagai berikut: 1. Pelita I Pelita I dimulai 1 April 1969 - 31 Maret 1974. Pelita ini menekan pada rehabilitasi ekonomi, khususnya mengangkat hasil pertanian dan
penyempurnaan sistem irigasi dan transportasi. Hampir selruh target di sektor produksi berhasil dicapai, bahkan produksi beras meningkat 25%. Tujuan pelita I adalah menaikan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pembangunan nasional dalam tahap-tahap berikutnya. 2. Pelita II Pelita II berlangsung pada tangggal 1 April 1974 - 31 Maret 1979. Pelita II menekankan pada peningkatan standar hidup bangsa Indonesia. Tujuan tersebut diwujudkan dengan menyediakan pangan, sandang, dan papan yang lebih baik, meningkatkan pemerataan kesejahteraan, dan menyediakan lapangan kerja. 3. Pelita III Pelita III dimulai tanggal 1 April 1979 - 31 Maret 1989. Pelita ini menekankan pada sektor pertanian untuk mencapai swasembada dan pemantapan industri yang mengolah bahan dasar atau bahan baku menjadi bahan jadi. Pelita II meningkat 274% dibanding pelita sebelumnya. Penduduk yang hidup d bawah garis kemiskinan tinggal 26,9 % dari jumlah penduduk tahun 1980. 4. Pelita IV Pelita IV dimulai 1 April 1984 - 31 Maret 1989. Pelita ini menekankan pada sektor pertanian untuk mempertahankan swasembada pangan sekaligus meningkatakan industri yang dapat memproduksi mesin-mesin untuk insustri ringan maupun berat. Penduuduk yang hidup d bawah garis kemiskinan tinggal 16,4% dari jumlah penduduk tahun 1987. 5. Pelita V Pelita V di mulai tanggal 1 April 1989 - 31 Maret 1994. Pelita ini menekankan pada sektor industri yang didukung oleh pertumbuhan yang mantap di sektor pertanian. 6. Pelita VI Pelita VI dimulai 1 April 1994 - 31 Maret 1999. Pelita VI merupakan awal pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua(PJPT II). Pada tahap ini bangsa Indonesia memasuki proses Tinggal Landas menuju Terwujudnya masyarakat maju, adil, dan mandiri. Pelita VI menitikberatkan pada bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Seluruh pembangunan nasional pada saat itu didasarkan pada Trilogi Pembangunan, yang berbunyi:
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
B. Kelemahan Rezim Orde Baru Di balik segala kemerlap kesuksesan rezim Orde Baru, terdapat banyak sekali penyelewengan dan pelanggaran hukum dan HAM. Contohnya, dalam upaya menyederhanakan kehidupan politik di indonesia presiden Soeharto menyatukan partai partai politik. Namun pada proses itu, Golkar (Golongan Karya), partai politik presiden, berkembang menjadi golongan penguasa yang selalu memenangkan pemilu semasa Orde Baru. Dibawah presiden Soeharto, oposisi dihilangkan, dan kekuatan masyarakat melemah. Tekanan akan kebebasan politik belakangan menjadi keluhan masyarakat terhadap presiden soeharto dan rezim Orde Baru. Jauh sebelum reformasi 1998, protes masyarakat sebenarnya sudah mulai muncul. Dalam peristiwa malapetaka 15 Januari 1974 (Malari), massa turun ke jalan menentang masuknya modal asing, salah satu pilar program ekonomi Orde Baru. Tapi aksi massa justru disambut kekerasan aparat. Inilah salah satu demonstarsi jalanan terbesar sebelum reformasi 1998. Semenjak itu, masyarakat menganggap bahwa presiden Soeharto bersama rezimnya merupakan penguasa yang otoriter dan anti demokrasi.
C. Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial di Rezim Orde Baru Keberadaan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dianggap tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik masyarakat. Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Masyarakat menuntut reformasi atau perubahan dalam segala bidang. Masyarakat juga menuntut dilakukannya demokratisasi dalam
kehidipan sosial, ekonomi dan politik, ditegakkannya aturan hukum yang sebenarnya, serta dihormatinya hak asasi manusia. Di tengah perkembangan tersebut, pertikaian politik dalam tubuh PDI berubah menjadi peristiwa tragis pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa tersebut di kenal dengan nama Kudatuli (kerusuhan 27 Juli). Pertikaian sosial dan kekerasan politik terjadi di berbagai daerah, antara lain di Situbondo, Tasikmalaya, Singkawang, dan Pontianak. Dalam siding umum MPR bulan Maret 1998. Jendral Purnawirawan Soeharto kembali terpilih sebagai presiden dan B.J Habibie terpilih sebagai wakil presiden. Terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia mendapat reaksi keras dari masyarakat. Kabinet Pembangunan VII yang dibentuk setelah sidang MPR bulan Maret 1998 dianggap masih bercirikan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Berbagai tekanan dan kritik terhadap kepemimpinan Soeharto makin meluas terutama di lakukan oleh para mahasiswa dan kalangan intelektual. Larangan mengkritik dan mengontrol pemerintah menyebabkan terjadinya berbagai penculikan terhadap aktivis demokrasi, terutama dari kalangan mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Sejak bulan Juli 1997, bangsa Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menerpa dunia, khususnya di wilayah Asia Tenggara. Hal itu di sebabkan pertumbuhan ekonomi selama Orde Baru dibangun di atas hutang luar negeri dan banyaknya pejabat yang korup. Krisis moneter yang melanda Indonesia menyebabkan bangkrutnya sektor perbankan. Krisis moneter juga berdampak pada bangkrutnya banyak perusahan. Harga barang-barang mulai tidak terkendali, dan biaya hidup makin tinggi. Gelomgang aksi mahasiswa menuntut pergantian kepemimpinan nasional dan reformasi tidak dapat di bendung. Bentrokan antar mahasiswa dan aparat keamanan tidak dapat lagi terelakan. Di antaranya empat mahasiswa dari Universitas Trisakti yang tewas tertembak dalam peristiwa 12 Mei 1998 di jembatan Semanggi. Keempat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Herry Hartanto, Hendriawan dan Hafidin Royan.
D. Mundurnya Soeharto: Akhir dari Rezim Orde Baru Gelombang demonstrasi masyarakat dan mahasiswa yang terus menerus secara progresif menyebabkan keadaan stabilitas nasional semakin
kacau. Kerusuhan, penjarahan, dan kekerasan terjadi di mana-mana. Posisi presiden semakin terpojok. Orang-orang dekatnya yang dulu mendukungnya, kini berbalik melawannya. Sampai akhirnya, pada hari Kamis, tanggal 21 mei 1998, presiden Soeharto akhirnya memutuskan untuk berhenti dari jabatannya. Hal ini tercantum dalam pidato pengunduran diri Soeharto berikut,
Assalamualaikum wr.wb Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional,demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa, serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kkabinet Pembangunan VII. Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat, sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan secara baik. Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini, pada hari ini, Kamis, 21 Mei 1998. Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pagi ini, pada kesempatan silaturahmi. Sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945, maka Wakil presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan Bangsa Indonesia ini, saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945-nya. Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner, dan pada para menteri, saya ucapkan terima kasih.
Pembacaan pidato tersebut mengakhiri rezim Orde Baru yang malang melintang selama 32 tahun dan mengawali era baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia, Era Reformasi.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Rezim Orde Baru secara tidak angsung berperan penting dalam proses pendewasaan Bangsa Indonesia. Berbagai hal telah dicapai dalam masa ini. Pembangunan nasional yang pesat, pertumbuhan ekonomi yang dinamis, keamanan nasional yang terjaga, dan kesehatan masyarakat yang terjamin. Dalam
bidang
pendidikan,
Orde
Baru
berhasil
mencetak
cendekiawan-cendekiawan yang mengharumkan nama bangsa dengan ide-ide kreatifnya. Namun, tidak ada gading yang tak retak. Orde Baru juga memiliki banyak kekurangan, seperti semaraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembungkaman kritik dan pengharaman oposisi, pembatasan kebebasan pers, penggunaan kekerasan dalam menjaga keamanan, dan tidak adanya rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah atau presiden selanjutnya). Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan Orde Baru, kita tinggal menyikapi dengan baik dan mengambil hikmah yang terpendam di dalamnya. Kesuksesan dalam Orde Baru dapat menjadi tolak ukur bagi bangsa ini di masa yang akan datang. Sedangkan kelemahannya harus diperbaiki dan dijadikan pelajaran agar tidak terjadi di kemudian hari.