BAB I PENDAHULUAN Toxoplasmosis merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak pada banyak bagian dunia. Penyakit infeksi parasit Toxoplasmosis disebabkan oleh protozoa, yang kita sebut adalah Toxoplasma Gondii. Protozoa adalah organisme uniseluler yang mampu memperbanyak diri dalam hospesnya. Biasanya protozoa ini diderita oleh binatang herbivora, karnivora, omnivora termasuk mamalia dan burung. 1, 2 Parasit ini tersebar luas diseluruh dunia, dan merupakan suatu antropozoonosis. Kucing dan binatang sejenisnya (fellidae) merupakan hospes definitive dari parasit ini dan mempunyai peranan penting untuk penyebarannya, sedangkan mamalia lainnya termasuk manusia dan burung merupakan hospes perantara. 3 Infeksi Amoebiasis Giardiasis Malaria Tripanosomiasis Amerika Toxoplasmosis Leishmaniasis Tabel –
Prevalensi 500.000 250.000 2.600.000 24.000 800.000 1.000
Morbiditas 40.000 500 150.000 1.200 10 1.000
Mortalitas 70 10 1.500 60 0,1 1
Perkiraan Prevalensi (dalam Ribuan) infeksi parasit utama di seluruh dunia dalam hubungannnya dengan Morbiditas dan Mortalitas Terkait, diteliti oleh Adel A. F. Mahmoud (1993) 1
Sejarah menyatakan bahwa toxoplasma mulai dikenal sejak tahun 1908 ketika Charles Nocholle dan Louise Manceaux menemukan parasit ini didalam sel mononukleus limpa dan hati binatang mengerat Ctenodactillus gondii yang hidup di Afrika Utara. Castellani (1913) dari Ceylon melaporkan adanya Toxoplasmosis pada manusia. Janku adalah seorang ahli mata yang pertama kali melaporkan adanya Toxoplasmosis disertai hidrocefalus congenital dan microcefalus dengan kolobama di macula. Sabin dan Feldman (1948) merupakan pertama kali yang menemukan pemeriksaan secara serologis untuk penyakit ini. Sekitar 50% ibu hamil yang terinfeksi akan melahirkan bayi dengan toksoplasmosis kongenitalis. Jika ibu terinfeksi pada akhir kehamilan, maka resiko terjadinya infeksi pada janin adalah lebih besar; jika janin terinfeksi
pada
awal
kehamilan
maka
penyakitnya
BAB II TOXOPLASMOSIS
biasanya
lebih
berat.3,4
II.1 Definisi Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasmosis Gondii. Yang merupakan parasit penyebab penyakit pada manusia dan binatang. Pada manusia khususnya bayi dan anak-anak, dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan. 1. Dasar dari masalah adalah sebagian besar orang telah mempunyai antibody terhadap toxloplasma tanpa menyadari telah mendapat infeksi, termasuk ibu hamil. Sebagai akibatnya infeksi dapat mengenai janin bila ibu mendapat infeksi pada awal trimester kehamilan. 2. Toxoplasmosis congenital memberikan masalah tersendiri oleh karena manifestasi klinis sangat bervariasi, dapat tidak tampak saat lahir sampai dijumpai gejala neurologik yang berat, bahkan dapat menimbulkan kematian pada awal kehidupan. 3. Gejala klinis yang tidak khas menyebabkan diagnosis sulit ditegakkan Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligat, manusia dapat terinfeksi oleh parasit ini oral (melalui makanan) yang mengandung kista parasit, transplasental organ atau melalui tangan yang terkontaminasi (misalnya pada petugas labolaturium, perkebunan, peternakan dan lain-lain). 1,2,3 II.2 Epidemiology Angka kejadian Toxoplasmosis di berbagai negara berbeda-beda dan lebih sering ditemukan didaerah dataran rendah dengan kelembapan udara yang tinggi. Di Amerika Serikat dilaporkan 5-30% penderita berumur 10-19 tahun dan 10-67% pada kelompok umur diatas 50 tahun. Di Inggris dilaporkan angka prevalensi 30%, sedangkan di Paris 87% dan hal ini erat hubungannya dengan kebiasaan makan daging setengah matang. Di Indonesia, survey prevalensi zat antitoxoplasma dengan hemaglutination test indirect dibeberapa daerah menunjukkan bahwa seropositifvitas berkisar antara 2-53%. Di Jakarta ditemukkan prevalensi 10-12,5%. Cross (1975) dan Beaver (1986) mengatakan bahwa zat antitoxoplasma meningkat sesuai umur dant tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Sedang di Indonesia sesuai dengan penelitian Srissi (1980) tidak ditemukkan adanya hubungan tersebut.3 Penelitian Sayogo (1978) melaporkan bahwa dari 288 wanita hamil yang berkunjung ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian seropositif terhadap Toxoplasma adealah 14,25%. Pada penelusuran selanjutnya terdapat 4 persalinan premature dan 1 kasus dengan kelainan congenital.2
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa anjing dan kucing merupakan hospes yang sangat potensial, hal ini disebabkan oleh hewan-hewan ini umumnya hidup secara bebas dan makan daging mentah yang mengandung tropozoit.3 Insiden penyakit ini, dilaporkan di berbagai Negara cukup tinggi dan ada hubungannya dengan pola makanan serta adanya hospes definitive. Namun, di Indonesia khususnya belum ada angka pasti, dan beberapa hewan sudah banyak dilaporkan. Sebagian besar penyakit ini asimtomatik dan bila ada, gejalanya sama dengan penyakit lain sehingga diagnosis serologis sering dipakai sebagai patokan diagnosis penyakit ini.3 II.3 Etiologi
Toxoplasma gondii adalah protozoa koksidia. Takizoitnya oval atau seperti bulan sabit, bermultiplikasi hanya dalam sel hidup, dan berukuran 2-4 x 4-7 µm. Kista jaringan, yang berdiameter 10-100 µm, dapat mengandung beribu-ribu parasit dan menetap dalam jaringan, terutama SSS dan otot skelet serta otot jantung, sepanjang umur hospes tersebut. Toksoplasma dapat meperbanyak diri dalam semua jaringan mamalia dan burung, dan spectrum penyakitnya di ekspresikan dengan kesamaan yang luar biasa pada berbagai spesies hospes.1 No
Hewan terinfeksi
1. Anjing 2. Kucing 3. Babi 4. Sapi 5. Kambing II.4 Siklus Hidup dan Cara Penularannya
yang
Persenta se
59% 34% 30% 47% 48%
Dalam siklus hidup toxoplasma dikenal ada 3 bentuk, yaitu : 3 1. Tropozoit atau bentuk proliferatif 2. Kista 3. Ookista Toxoplasma gondii mempunyai 2 siklus hidup yaitu siklus seksual, skizogoni dan gametogoni (fase isosporan) yang terjadi didalam epitel intestinum pejamu definitive (kucing peliharaan). Siklus A-seksual (fase toksoplasmik) yang terjadi di dalam tubuh manusia. Pada fase akut, takizoit dalam sel retikuler endothelial akan membentuk pseudokista dan pada keadaan menahun membentuk kista di dalam jaringan.4 Ookist ditemukan dalam usus kucing dan binatang sejenisnya (fellidae), di sini terjadi daur siklus seksual dan dihasilkan ookista bersama tinja. Ooksita bersifat infeksius yang dikeluarkan, ditanah dapat hidup bertahun-tahun dan di luar tubuh kucing akan membentuk sporokista yang masing-masing berisi 4 protozoit.3 Toxoplasma diperoleh oleh kucing yang rentan dengan menelan daging terinfeksi yang mengandung bradizoit dalam kista atau dengan menelan ookista yang ekskresi oleh kucing lain yang baru terinfeksi. Parasit kemudian bermultifikasi melalui siklus skizogonik dan gametogonik pada epitel ileum distal usus kucing.
Setiap sporokista matang menjadi empat sporozoit. Dalam sekitar dua minggu kucing mengekskresi 105 – 107 ookista setiap hari, yang pada lingkungannya cocok, dapat mempertahankan kehidupannya selama setahun atau lebih. Ookista membentuk spora 1-5 hari sesudah ekskresi dan kemudian infeksius. Ookista mati dengan pengeringan, pendidihan, dan pemanjaan pada beberapa bahan kimia kuat, tetapi pemutih tidak dapat membunuhnya. Ookista telah diisolasi dari tanah dan pasir yang sering di datangi kucing, dan wabah yang dihubungkan dengan air yang terkontaminasi telah dilaporkan. Ookista dan kista jaringan merupakan sumber infeksi binatang dan manusia.1 Ookista yang membentuk sporozoit bila tertelan oleh mamalia akan membentuk tropozoit dalam darah, cairan tubuh dan jaringan. Tropozoit ini akan membelah dengan cepat sehingga tropozoit ini sering juga disebut takizoit. Merozoit akan keluar dari sel hospes yang rusak kemudian memasuki sel yang baru untuk selanjutnya menjadi tropozoit dan skizon. Selain itu, merozoit juga dapat mengalami diferensiasi menjadi makrogamet dan mikrogamet. Kemudian mikrogamet akan berkontak dengan makrogamet dan menghasilkan kista. Oleh karena pembelahan yang lambat, hasil ini sering disebut baradizoit. Kista dapat hidup bertahun-tahun di dalam jaringan otak, limpa dan ginjal. Toxoplasma gondii didalammakrofag dapat mencegah fusi fagosom dan lisosom, dapat memblok reseptor sel efektor dan membentuk kista jaringan yang berada dalam keadaan dormant. Hal-hal tersebut menungkinkan toxoplasma dapat menghindarkan diri dari system kekebalan tubuh, sehingga dapat menyebabkan infeksi.3
Cara penularan dapat terjadi melalui beberapa jalur : 1. Transmisi congenital Remington dkk. Melaporkan pada percobaan binatang bahwa infeksi Toxoplasmosis terjadi tergantung imunitas pejamu dan virulensi strain parasit. Dan infeksi yang terjadi pada awal kehamilan akan menimbulkan parasitemia dan infeksi pada plasenta sehingga menyebabkan kelainan congenital pada bayi tikus. Keadaan tersebut terjadi pula pada manusia seperti dilaporkan oleh Desmonts dan Couvreur. Infeksi pada pada plasenta dipengaruhi boleh saat terjadinya infeksi pada neonatus. Namun hanya 30% infeksi terjadi pada bayi dari ibu yang terinfeksi saat kehamilan.4 Transmisi infeksi
congenital
besar
(65%)
terjadi
trismester
ketiga
dan makin muda usia
kehamilan makin
besar resiko terjadi
kelainan
berat bahkan kadang-
kadang
yang berakhir
Seorang
ibu
mengetahui
pada
dengan sering
sebagian
abortus.3 kali
mendapat
tidak infeksi
toxoplasma pada saat kehamilan, walaupun kadang-kadang masih dapat ditemukan pembesaran kelenjar servikal pada saat melahirkan.4 2. Transmisi melalui makanan Transmisi kemungkinan besar melalui daging yang mengandung kista. Transmisi melalui daging yang tidak atau kurang matang bukan merupakan jalur penularan yang penting dibandingkan dengan penularan melalui makanan yang tercemar kista dari tinja kucing. Sedangkan penularan melalui air susu, termasuk asi tidak pernah dilaporkan.3,4 3. Melalui transfusi darah Toxoplasma dapat ditemukan dalam darah donor yang asimtomatik dan parasit ini dapat hidup dalam darah lengkap dengan sitrat pada suhu 30º C selama 50 hari. Penularan lain juga dapat terjadi melalui petugas laboratorium yang bertgas memelihara binatang, dan alat suntik yang terkontaminasi.3,4 4. Melalui susu ternak.3
II.5 MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis toxoplasmosis dibagi menjadi 2 bentuk : 1. Teksoplasmosis Kongenital Diagnosis dapat dicurigai bila ditemukan gambaran klinis berupa, Hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebral (sindrom sabin). Namun, diagnosis sering sukar ditegakkan karena 60% bayi lahir tidak menunjukkan gejala dan tanda klinis sehingga ada yang membagi toxoplasmosis keongenital menjadi 4 bentuk :3 1. Bayi lahir dengan gejala 2. Gejala timbul dalam bulan-bulan pertama 3. Gejala sisa atau relaps penyakit yang tidak terdiagnosis selama masa kanakkanak 4. infeksi subklinis
Sekitar 50% wanita yang tidak di obati yang mendapat infeksi selama kehamilan menularkan parasit pada janinnya; insiden penularan paling sedikit pada awal kehamilan dan paling besar pada kehamilan akhir, dan makin awal infeksi yang didapat oleh janin pada kehamilan, makin lebih mungkin menimbulkal manifestasi janin yang berat. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang terkait dengan infeksi Toxoplasma didapat akut pada wanita hamil adalah sama seperti tanda-tanda dan gejala-gejala yang ditemukan pada anak yang secara imunologis normal, paling sering adalah limfadenopati. Infeksi kongenital dapat juga ditularkan oleh wanita asimtomatik dengan imunosupresi (misalnya, mereka yang
diobati dengan
kortikoseroid dan mereka yang dengan infeksi HIV).1 2. Toxoplasmosis Akuisita Hanya 10-20% dari infeksi akut toxoplasmosis memberikan gejala klinik. Limfadenopati merupakan gejala klinis yang paling sering dijumpai, yitu 90% kasus dan biasanya tanpa disertai febris. Limfadenopati yang paling sering terdapat di daerah servikalis. Pembesaran kelenjar dapat tunggal atau ganda serta dapat simtomatik atau asimtomatik.
Pembesaran kelenjar disertai demam terjadi pada 40% kasus, hepatomegali 33%, dan nyeri tenggorokan 20%. Penulis lain mengatakan bahwa gejala utama adalah demam 40%, mialgia 40%, dan rash makulopapular 10%. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah malaise, kelelahan, splenomegali, limfosit atipikal serta peningkatan enim hati. Toxoplasmosis serebrospinal lebih banyak terjadi pada anak daripada orang dewasa. Gambaran klinis yang bisa ditemukan ialah korioretinitis, pneumonitis, miokarditis, pericardial effusion, hepatitis dan polioneuritis. Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis congenital yang tidak di obati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama, 80% dari anak ini mempunyai IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta penglihatan yang terganggu berat. KULIT
Manifestasi kulit pada bayi dengan toksoplasmosis congenital meliputi petekie, ekimosis, atau pendarahan luas akibat trombositopenia, dan ruam. Ruam mungkin merupakan bintikbintik halus ; makulopapular difus ; lentikuler, macula merah-kebiruan tua, berbatas tegas ; dan papula biru difus. Ruam makuler mengakibatkan seluruh tubuh, termasuk telapak tangan dan telapak kaki, dermatitis eksfoliativa,dan kalsifikasi kulit telah di uraikan. Ikterus karena keterlibatan hati dengan T. gondii dan/atau hemolisis, sianosis karena pneumonitis interstisial akibat infeksi
kogenital ini, dan edema akibat miokarditis atau sindrom nefrotik mungkin ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemiaterkonjugasi dapat menetap selam berbulan-bulan. TANDA-TANDA SISTEMIK Dua puluh lima hingga lebih dari 50% bayi dengan penyakit yang tampak secara klinis pada saat lahir, dilahirkan secara premature. Skor apgar rendah juga biasa. Retardasi pertumbuhan intrauterine dan ketidakstabilan pengaturan suhu dapat terjadi. Manifestasi sistemik lain meliputi limfadenopati ; hepatosplenomegali ; tanda-tanda miokarditis, pneumonitis, dan sindrom nefrotik ; muntah ; diare ; dan masalah makan. Hipodensitas garis metafisis dan ketidakteraturan garis klasifikasi sementara pada garis epifisis dapat terjadi tanpa reaksi periosteum pada kosta, femur dan fetebra. Tokso plasmosis congenital dapat terancurkan dengan isosensitisasi yang menyebabkan eritroblastosis fetalis ; uji Coombs biasanya negatife pada infeksi T. gondii congenital. KELAINAN ENDOKRIN Kelainan endokrin dapat terjadi akibat keterlibatan hypothalamus atau pituitary atau keterlibatan organ akhir (end-organ). Yang berikut ini telah dilaporkan. Miksedema, hipernatremia persisten dengan diabetes insipidus vasopressin-sensitif tanpa poliuria dan polidipsia, seksual prekoks, dan hipopituitarisme anterior sebagian. SISTEM SARAF SENTRAL Manifestasi neurologis toksoplasmosis congenital bervariasi dari ensefalopati masih akut ke sindrom neurologys yang tidak kentara. Toxoplasmosis harus dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit neurologist yang tidak terdiagnosis pada anak dibawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina. Hidrosefalus
mungkin
merupakan
satu-satunya
manifestasi
neurologist
klinis
toksoplasmosis congenital dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal, berkembang sesudah masa perintal, atau jarang, muncul dikemudian hari. Pola kejang-kejang berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-kejang petit mal dan grand mal, otot menyentaknyentak (twitching), opistotonus dan hipsaritmia (yang dapat sembuh dengan terapi hormon adrenokortikotropik {ACTH}). Keterlibatan spinal dan bulber mungkin dimanifestasikan oleh paralysis tungkai, kesukaran dalam menelan, dan distress pernapasan. Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplamisis congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara normalpada umur tahuntahun pertama toksoplamisis congenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun,
dapat menyebabkan pengurangan yang banyak pada fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan primentamin dan sulfonamid selama 1 bulan. Kejangkejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis. Kelainan cairan serebrospinal (CSS) terjadi pada sekurang-kurangnya sepertiga bayi dengan toksoplamisis congenital. Produksi local antibody spesifik T. gondii dapat ditunjukan pada cairan CSS individu dengan infeksi congenital (lihat nanti pada Diagnosis). CT scan otak yang diperkuat dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi, menentukan ukuran ventrikel, mencitra lesi radang aktif, dan menggambarkan struktur kistik porensefalik
(Gb. 244-3).
Kalsifikasi terjadi diseluruh otak, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan khusus perkembangan lesi demikian pada nucleus kaudatus (yaitu, terutama area ganglia basalis), pleksus koroid dan subependim. Ultrasonografi mungkin berguna untuk memantau ukuran vertikel pada bayi dengan infeksi congenital. Pencitraan resonansi magnetk (MRI), CT dengan penguatan kontras, dan skenradionukleotid otak dapat berguna untuk mendeteksi lesi radang aktif.
Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi congenital yang tidak di obati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan berat T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan infeksi congenital Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina.setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk macula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan gangguan penglihatan. Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang, menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okeler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada irisdan pembentukan neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan glaucoma. Otot-otot ekstraokuler dapat juga terlihat secara langsung, bermanifetasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro – oftalmia. Diaognosis banding lesi yang menyerupai toksoplamosis okuler meliputi cacat kolobomatosa congenital dan lesi radang lain karena sitomegalovirus, Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis, atau vakulitis. Toksoplamosis okuler adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan pemberian terapi Multipel. Couvreur et al mempunyai data terbatas, yang memberi kesan bahwa kejadian lesi pada awal-awal tahun kehidupan dapat dicegah dengan memberi pengobatan antimikroba (dengan pirimentamin dan soulfonamid selang sebulan (dengan spirimentamin dan sulfonamid selang sebulan dengan spiramisin) selama tahun pertama kehidupan. Telinga Kehilangan pendengaran sensorineural, baik ringan maupun berat, dapat terjadi. Belum diketahui apakah keadaan ini merupakan gangguan statis atau progresif.
II.6 Diagnosis Toxoplasmosis congenital harus dicurigai pada bayi baru lahir dengan hidrosefalus atau mikrosefalus, korioretinitis dan adanya focus kalsifikasi intra serebral pada gambaran radiology. Pada anak yang lebih besar, gangguan penglihatan atau kebutaan karena korioretinitis, retardasi mental dengan atau tanpa hidrosefalus juga harus dicurigai. Untuk mendapatkan diagnosis pasti dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut : 1. Pemeriksaan langsung tropozoit atau kista 2. isolasi parasit 3. Biopsi kelenjar 4. Pemeriksaan serologis 5. Pemeriksaan radiologist Diagnosis infeksi Toxoplasma akut dapat dibuat dengan isolasi T. gondii dari darah atau cairan tubuh dan jga dengan gambaran takizoit pada potongan atau preparat jaringan dan cairan tubuh, kista pada plasenta atau jaringan janin atau neonatus, dan histologi limfonodi yang khas. Uji serologis juga amat berguna untuk diagnosis. CSS sering abnormal pada bayi dengan Toxoplasmasmosis congenital. . T. gondii dapat juga diisolasikan dengan biakan jaringan. Pada pemeriksaan mikroskop, plak pada preparat ini ditemukan berisi sel nekrosis, terinfeksi berat dengan banyak takizoit straseluler. Isolasi T. gondii dari darah atau dari cairan tubuh menggambarkan infeksi akut, kecuali pada janin atau neonatus, biasanya tidak mungkin memperagakan infeksi akut dengan isolasi T. gondii dari jaringan seperti otot rangka, paruh-paruh, otak, atau mata yang diperoleh melalui biopsy atau pada saat autopsy. Pemeriksaan Serologis 1. Uji pewarnaan Sabin – Feldman adalah sensitive dan spesifik. Uji ini terutama mengukur antibody IgG. Hasilnya harus dinyatakan dalam Unit Internasional (UI / mL), hal ini didasarkan pada rujukan standar internasional serum dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Tidak dipakai lagi karena pelaksanaannya sulit. 2. Uji antibody fluoresens IgG (IgG – IFA) mengukur antibody yang sama seperti pada uji pewarnaan, dan titernya cenderung parallel. Anti body ini biasanya tampak 1-2 minggu sesudah infeksi, mencapai titer tinggi (>1:1000) sesudah 6-8 minggu, dan kemudian menurun dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Titer rendah (1:4 sampai 1:64) biasanya menetap seumur hidup. Titer antibody tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit. Kira-kira setengah dari kit IFA (yang telah di uji) yang ada dipasaran ditemukan
telah distandarisasi secara tidak tepat dan dapat menghasilkan angka-angka hasil positif – palsu & negative – palsu. 3. Uji aglutinasi ( Bio – Merieux, Lyon, Prancis ) tersedia di pasaran Eropa (misalnya, formalin, preserved whole parasite digunakan untuk mendeteksi IgG). Uji ini tepat, sederhana untuk dilakukan, dan tidak mahal. 4. Uji antibody fluoresens IgM ( IgM – IFA ) berguna untuk diagnosis infeksi T. gondii akut pada anak yang lebih tua karena antibody IgM tampak lebih awal ( sering pada 5 hari sesudah infeksi) dan menghilang lebih cepat dari pada antibody IgG. Pada kebnyakan keadaan, uji antibody IgM – IFA naik dengan cepat ( sampai ke kadar 1:50 sampai >1:1000) dan turun sampai titer rendah (1:10 atau 1:20) atau menghilang dalam waktu bermingguminggu atau berbulan-bulan. Namun pada beberapa penderita, antibody IgM tetap positif pada titer rendah selama beberapa tahun. Uji IgM – IFA mendeteksi IgM spesifik Toxoplasma kurang lebih hanya pada 25% bayi yang terinfeksi secara congenital pada saat lahir. Antibody IgM juga sering tidak ditemui dalam serum penderita imunodefisien dengan toksoplasmosis akut atau pada kebanyakan penderita dengan toksoplasmosis aktif yang hanya ada dimata. Baik uji IgG – IFA maupun IgM – IFA dapat menunjukan hasil positif – palsu yang disebabkan oleh factor rheumatoid. 5. Double – sandwich enzyme – linked immunosorbent assay (ELISA – IgM) lebih sensitive dan spesifik dari pada uji IgM – IFA untuk deteksi antibody IgM Toxoplasma. Pada anak yang lebih tua, kadar antibody IgM terhadap Toxoplasma dalam serum 1,7 atau lebih besar ( nilai dari salah satu labolatorium rujukan ; setiap labolatorium harus menegakan nilainya sendiri) menunjukan bahwa kemungkinan orang itu baru saja mendapat infeksi toxoplasma. ELISA – IgM mendeteksi sekitar 75% bayi dengan infeksi congenital. ELISA – IgM menghindarkan terjadinya, baik hasil positif – palsu karena factor rematuid yang dihasilkan oleh bayi yang tidak terinfeksidalam rahim maupun hasil negative – palsu karma tingginya kadar antibody IgG ibu yang dipindahkan secara pasif pada serum janin, seperti yang terjadi pada uji IgM – IFA. 6. Reaksi rantai polymerase (PCR) digunakan untuk memperbesar DNA T. gondii, yang kemudian dapat di deteksi dengan menggunakan probe DNA. Deteksi gen T. gondii repetitif, yaitu gen B1, pada cairan amnion terutama berguna untuk menegakan diagnosis infeksi Toxoplasma congenital pada janin. Sensitivitas dan spesifitas uji ini dengan menggunakan cairan amnion yang diambil pada kehamilan > 18 minggu mendeteksi 100%.
Pada
pemeriksaan ini penderita korioretinitis akibat toxoplasmosis biasanya terdapat titer IgG yang rendah dan IgM yang negative. Dengan pemeriksaan ini PCR, titer antibody rendahpun dapat dideteksi.
Pemeriksaan Radiologis Kalsifikasi serebral merupakan salah satu tanda toxoplasmosis congenital. Gambaran ini dapat noduler atau linier. Pemeriksaan CT scan akan lebih jelas menunjukkan tingkat beratnya kerusakan terjadi II.7 Diagnosis Banding Banyak manifestasi Toxoplasmosis congenital terjadi pada penyakit perinatal lainnya, terutama penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus. Klasifikasi serebral atau pun korioretinitis tidak bersifat patognomonis. Kurang dari 50% anak di bawah usia 5 tahun dengan korioretinitis yang memenuhi criteria serologis untuk Toxoplasmosis congenital ; penyebab dari sebagian besar kasus lainnya belum diketahui. Gambaran klinis pada bayi baru lahir dapat juga sesuai dengan gambaran sepsis, meningitis aseptic, sipilis, atau penyakit hemolitik. Pada kasus penyakit di dapat, penyebab lain penyakit limfadenopati harus dibedakan dari Toxoplasmosis. II.8 Pencegahan Pencegahan terutama untuk ibu hamil, yaitu dengan cara : •
•
Mencegah terjadinya infeksi primer pada ibu-ibu hamil -
Memasak daging sampai 60º C
-
Jangan menyentuh mukosa mulut bila sedang memegang daging mentah
-
Mencuci buah ayau sayur sebelum dimakan
-
Kebersihan dapur
-
Cegah kontak dengan kotoran kucing
-
Siram bekas piring makanan kucing dengan air panas
Mencegah infeksi terhadap janin dengan jalan : -
Seleksi wanita hamil dengan tes serologis
-
Pengobatan adekwat bila ada infeksi selama hamil
-
Tindakan abortus terapeutik pada trimester I/II
-
Vaksinasi pada kucing dengan tujuan untuk mencegah sporulasi dan pelepasan ookista ke lingkungan, dapat menurunkan secara drastis angka infeksi toxoplasma pada binatang dan manusia.
Penyuluhan wanita tentang metode ini menghindari penularan T.gondii selama kehamilan dapat sangat mengurangi kasus infeksi akuisita selama kehamilan. Wanita yang tidak mempunyai antibody spesifik terhadap T. gondii sebelum kehamilannya hanya boleh makan daging matang selama hamil dan menghindari kontak dengan ooksita yang di ekskresikan oleh kucing. Kucing yang dipelihara di dalam rumah, dipertahankan pada diet yang disiapkan, dan
dengan tidak memberi makan daging segar yang tidak dimasak tidak akan berkontak dengan kista T. gondii dan melepaskan ooksita. Skrining serologis, pemantauan ultrasonografi, dan pengobatan wanitahamil selama kehamilan dapat juga mengurangi insidens dan mungkin manifestasi Toxoplasmosis congenital. II.9 Pengobatan Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus p-amino asam benzoat dan siklus asam folat. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25 – 50 mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000 – 6.000 mg sehari selama sebulan. Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan. Trimetoprinm juga ternyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya. Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah 2 – 4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti mengajurkan pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2 – 3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu kemudian disusl 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis. II.10 Prognosis Pemberian awal pengobatan spesifik bayi yang terinfeksi secara congenital biasanya menyembuhkan manifestasi toksoplasmosis seperti korioretinitis aktif, meningitis, ensefalitis, hepatitis, splenomegali, dan trombositopenia. Hidrosefalus karena obstruksi aquanduktus dapat berkembang atau menjadi lebih jelek selama terapi. Pengobatan demikian dapat juga mengurragi insidens beberapa skuele, seperti pengurangan kognitif atau kelainan fungsi motor. Tanpa terapi, korioretinitis sering kambuh. Anak yang keterlibatan luas pada saat lahir dapat berfungsi secara normal dikemudian harinya atau menderita gangguan ringan sampai berat pada penglihatan,
pendengaran,
fungsi
kognitif,
serta
fungsi-fungsi
neurologist
lainnya.
Keterlambatan diagnosis dengan terapi, hipoglikimia perinatal, hipoksia, hipotensi, infeksi pirau (shunt) berulang, dan gangguan penglihatan berat dihubungkan dengan prognosis yang lebih jelek pada bayi-bayi yang terinfeksi, prognosis harus ditentukan secara hati-hati terapi tidak
perlu dibilang jelek, pengobatan dengan pirimetamin dan sulfadiazine tidak melenyapkan parasit dalam bentuk kista. Belum tersedia faksin yang protektif. BAB III KESIMPULAN Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan frekuensi tinggi di berbagai negara juga di Indonesia karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti abortus, lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara laboratoris cukup mudah yaitu dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM terhadap toxoplasma gondii akan dapat diketahui status penyakit penderita. Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
DAFTAR PUSTAKA 1. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 volume II @ 1996 Penerbit Buku Kedokteran EGC hal, 1204 - 1214. 2. Prof. Dr. T. H. Rampengan, SpA(K), Penyakit Infeksi Tropik pada Anak edisi 2 @ 2005 Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal 263 – 272 3. Sarwono Prawirohadjo, Ilmu Kebidanan edisi 3 cetakan 6 @ 2002 Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 572 – 574 4. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi II @ 2002 Badan Penerbit IDAI Jakarta, hal 458 - 465 5. Anne E. Fung, MD, Photo Essay: Recurrent Toxoplasma Chorioretinitis With Kyrieleis' Vasculitis update 2008 posting www.google.com tanggal 10 agustus 2009 6. Bahaya Toksoplasmosis Terhadap Kehamilan, @ Copyright 2007 info-sehat.com di posting dari www.google.com tanggal 10 Agustus 2009 7. Tinjauan
Tentang Toxoplasmosis dan Pengobatannya, @ 2008, www.spesialis-
torch.com Yayasan Aquatreat Therapy Indonesia
diposting dari www.google.com
tanggal 10 Agustus 2009 8. Toxoplasmosis, Kids Health, @ 1995-2009 The Nemours Foundation, diposting dari www.google.com tanggal 10 Agustus 2009