DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar lelakang 1.2 Rumusan maslah 1.3 Tujuan dan manfaat BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian 2.2 Jenis aspal 2.3 Spesifikasi aspal 2.4 Sifat aspal 2.5 Standart rujukan 2.6 Metode pengujian aspal BAB III PENUTUP 3.1 Implementasi penggunaan aspal 3.2 Inovasi terbarukan aspal KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN (Tanya jawab)
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Istilah aspal berasal dari bahasa Yunani kuno asphaltos, kemudian bangsa Romawi mengubahnya menjadi asphaltus, lalu diadaptasi ke dalam bahasa Inggris menjadi asphalt, dan kita menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi aspal. Sejarah penggunaan aspal untuk pembuatan jalan di abad modern dapat ditelusur kembali pada masa abad ke 18. Seorang insinyur Inggris yang bernama John Metcalf (lahir 1717) harus membangun jaringan jalan di Yorkshire dengan total panjang hampir 300 km. Jalan dibuat dengan batuan berukuran besar diletakkan di bawah sebagai pondasi yang kuat, kemudian di atasnya diberi batu galian, lalu kerikil sebagai lapis penutup. Thomas Telford membangun jaringan jalan di Skotlandia pada tahun 1803-1821 sepanjang hamper 1.500 km. Telford menyempurnakan metode pembuatan jalan Metcalf, dengan mengganti batu galian dengan batu pecah. Ketebalan lapisan batu pecah juga sudah dihitung berdasar karakter lalu lintas yang akan melintasi. Aspal sebagai salah satu bahan bitumen atau perekat untuk konstruksi jalan sudah lama digunakan secara luas dalam konstruksi jalan raya. Hal ini disebabkan aspal memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan bahan-bahan lain, diantaranya harganya yang relatif lebih murah dari pada beton, kemampuannya dalam mendukung beban berat kendaraan yang tinggi, sifat lenturnya mendukung kenyamanan pengendara dan dapat dibuat dari bahan-bahan dalam negeri yang tersedia. Jalan raya dengan perkerasan aspal merupakan sebagian besar prasarana transportasi di Indonesia. Oleh karena itu, campuran aspal membutuhkan perkuatan dengan bahan tambah sebagai modifikasi untuk mendukung kekuatan, kelenturan plastis, jumlah rongga udara, ketahanan terhadap gaya luar, dan cuaca. Penggunaan abu terbang (fly-ash) dari sisa pembakaran batu bara merupakan salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan lingkungan, khusus nya limbah.Disamping itu penggunaan abu terbang (fly-ash) diharapkan dapat menambah daya tahan lapis perkerasan aspal terhadap kerusakan yang disebabkan oleh air dan cuaca. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh YORI NOVEBRIAN tentang Pengaruh Penambahan Abu Batu bara (Fly ash & Bottom ash) terhadap karakteristik aspal penetrasi 60/70 yaitu untuk jalan dengan kecepatan rencana 60 km/jam dapat digunakan penambahan abu batu bara (Fly ash & Bottomash) maka penulis akan melanjutkan penelitian tersebut kedalam campuran Asphalt Concrete-Binder Course(AC-BC) berdasarkan parameter Marshall.
1.2
Rumusan Masalah Agar pembahasan yang tercantum pada makalah tidak keluar dari konsep dan tujuan penyususunan maka difokuskan terhadap beberapa perumusan masalah, yaitu : 1. Defisi Aspal 2. Jenis Aspal 3. Spesisikasi Aspal 4. Sifat Aspal 5. Standart Rujukan 6. Metode Pengujian
1.3
Tujuan dan Manfaat Penyusunan makalah ditujuakn untuk menjabarkan secara umum mengenai teknologi aspal dan bahan bitumen. Yang terfokus pada beberapa tujuan yaitu : 1. Mengetahui apa dan seperti apa itu bahan bitumen berupa aspal. 2. Mengetahui jenis-jenis aspal. 3. Mengerti spesifikasi pada aspal. 4. Mengetahui standart yang merujuk pada bahan bitumen aspal. 5. Memahami proses pengujian aspal.
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat,aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman,S., 2003). Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. ( The Blue Book–Building & Construction, 2009)
Gambar 1.1 bentuk fisik aspal (https://www.google.com/search?q=aspal&safe=strict&client=firefoxb&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiHi5zW9vvcAhWafSsKHeL9AlUQ_AUICigB&biw=1 438&bih=818#imgrc=JhXElbb626WO3M:)
2.2
Jenis Aspal Aspal yang digunakan sebagai bahan untuk jalan pembuatan terbagi atas dua jenis yaitu:
1. Aspal Alam a. Menurut sifat kekerasannya dapat berupa: Batuan = asbuton Plastis = trinidad Cair = Bermuda b. Menurut kemurniannya terdiri dari : Murni = Bermuda Tercampur dengan mineral = asbuton + Trinidad 2.
Aspal buatan Jenis aspal ini dibuat dari proses pengolahan minya bumi, jadi bahan baku yang dibuat untuk aspal pada umumnya adalah minyak bumi yang banyak mengandung aspal. Jenis dari aspal buatan antara lain adalah sebagai berikut: a. Aspal Keras Aspal keras igunakan untuk bahan pembuatan AC. Aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras penetrasi 60 atau penetrasi 80 yang memenuhi persyaratan aspal keras. Jenis-jenisnya : 1.
Aspal penetrasi rendah 40 / 55, digunakan untuk kasus: Jalan dengan volume lalu lintas tinggi, dan daerah dengan cuaca iklim panas.
2.
Aspal penetrasi rendah 60 / 70, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang atau tinggi, dan daerah dengan cuaca iklim panas.
3.
Aspal penetrasi tinggi 80 / 100, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang / rendah, dan daerah dengan cuaca iklim dingin.
4.
Aspal penetrasi tinggi 100 / 110, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas rendah, dan daerah dengan cuaca iklim dingin.
b.
Aspal Cair Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis resap pengikat (prime coat) digunakan aspal cair jenis MC – 30, MC – 70, MC – 250 atau aspal emulsi jenis CMS, MS. Untuk keperluan lapis pengikat (tack coat) digunakan aspal cair jenis RC – 70, RC – 250 atau aspal emulsi jenis CRS, RS.
3.
Aspal emulsi Aspal cair yang dihasilkan dengan cara mendispersikan aspal keras ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan bahan pengemulsi sehingga diperoleh partikel aspal yang bermuatan listrik positif (kationik), negatif (anionik) atau tidak bermuatan listrik (nonionik). Jenis-jenisnya adalah:
4.
Aspal emulsi anionic Aspal cair yang dihasilkan dengan cara mendispersikan aspal keras ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan bahan pengemulsi anionik sehingga partikel-partikel aspal bermuatan ion-negatif. a.
Aspal emulsi anionik mengikat cepat (Rapid setting, RS) Aspal emulsi bermuatan negatif yang aspalnya mengikat agregat secara cepat setelah kontak dengan agregat.
b.
Aspal emulsi anionik mengikat lebih cepat (Quick setting, QS) Aspal emulsi bermuatan negatif yang aspalnya mengikat agregat secara lebih cepat setelah kontak dengan agregat. Meliputi : QS-1h (quick setting1):Mengikat lebih cepat-1 keras (Pen 40-90).
c.
Aspal emulsi jenis mantap sedang Aspal emulsi yang butir-butir aspalnya bermuatan listrik positip.
d.
Aspal emulsi kationik Aspal cair yang dihasilkan dengan cara mendispersikan aspal keras ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan bahan pengemulsi jenis kationik sehingga partikel-partikel aspal bermuatan ion positif.
e.
Aspal emulsi kationik mengikat cepat (CRS) Aspal emulsi bermuatan positif yang aspalnya memisah dari air secara cepat setelah kontak dengan agregat.
f.
Aspal emulsi kationik mengikat lambat (CSS) Aspal emulsi bermuatan positif yang aspalnya memisah dari air secara lambat setelah kontak dengan agregat.
g.
Aspal emulsi kationik mengikat lebih cepat (CQS) Aspal emulsi bermuatan positif yang aspalnya memisah dari air secara lebih cepat setelah kontak dengan agregat.
h.
Aspal emulsi kationik mengikat sedang (CMS) Aspal emulsi bermuatan positif yang aspalnya memisah dari air secara sedang setelah kontak dengan agregat.
i.
Aspal emulsi mantap cepat (Cationic Rapid Setting - CRS) Aspal emulsi kationik yang partikel aspalnya memisah cepat dari air setelah kontak dengan aggregat.
j.
Aspal emulsi mantap cepat (cationic rapid setting, CRS) Aspal emulsi kationik yang partikel aspalnya memisah cepat dari air setelah kontak dengan aggregate aspal emulsi jenis kationik yang partikel aspalnya memisah dengan cepat dari air setelah kontak dengan udara.
2.3
Spesifikasi Aspal
1. Ruang lingkup Spesifikasi ini mencakup, ketentuan, persyaratan aspal keras Pen 40, Pen 60 dan Pen 80, yang digunakan sebagai acuan dalam menilai mutu aspal keras untuk pekerjaan perkerasan jalan beraspal.
2. Acuan normatif AASHTO M. Designation 20-70 (1996) : Standard spesification for penetration graded asphalt cement. Keputusan Direktur Lembaga Masalah Jalan : Syarat-syarat aspal keras no. KPTS/II/ 3/1973. − SNI 06-6399-2000 : Tata cara pengambilan contoh aspal.
3. Istilah dan definisi Istilah dan definisi yang digunakan dalam spesifikasi ini sebagai berikut : 3.1 aspal keras aspal yang diperoleh dari proses penyulingan minyak bumi. 3.2 penetrasi
aspal ukuran kekerasan aspal yang diperoleh dengan pengujian
masuknya jarum ke dalam aspal dengan beban, temperatur dan waktu tertentu sesuai SNI 06 – 2456 – 1991.
4. Ketentuan 4.1 Ketentuan umum Aspal keras bersifat semi padat. Aspal keras harus homogen. 4.2 Ketentuan teknis Tidak mengandung air dan tidak berbusa waktu dipanaskan hingga temperatur 175 °C. Aspal keras tidak mengandung parafin dengan kadar melebihi 2% sesuai SNI 03-36391994. 4.3 Persyaratan Aspal keras berdasarkan penetrasi harus sesuai dengan tabel berikut ini :
Gambar 1.2 tabel persyaratan aspal keras (file:///C:/Users/Dell/Downloads/rsni-s-01-2003-spesifikasi-aspal-keras-berdasarkan-penetrasi.pdf)
2.4
Sifat Aspal
Sifat-sifat aspal yang sangat mempengaruhi perencanaan, produksi dan kinerja campuran beraspal antara lain adalah:
1.
Durabilitas Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspal tersebut setelah diguakan sebagai bahan pengikat dalam campuran beraspal dan dihampar dilapangan. Hal ini di sebabakan karena sifat-saifat aspat akan berubah secara signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan yang terjadi pada saat pencampuran, pengankutan dan penghamparan campuran beraspal di lapangan. Perubahan sifat ini akan menyebabkan aspal menjadi berdakhtilitas rendah atau dengna kata lain aspal telah mngalami penuan. Kemampuan aspal untuk menghambat laju penuaan ini disebut durabilitas aspal. Pengujian bertujuan untuk mengetahui seberapa baik aspal untuk mempertahankan sifat –sifat awalnya akibat proses penuaan. Walaupun banyak faktor lain yang menentukan, aspal dengna durabilitas yang baik akan menghasilkan campuran dengna kinerja baik pula. Pengujian kuantitatif yang biasanya dilakukan untuk mengetahui durabilitas aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek, kehilangan berat dan daktilitas. Pengujian ini dlakukan pada benda uji yang telah mengalami Presure Aging Vassel ( PAV), Thin Film Oven Test ( TFOT) dan Rolling Thin Film Oven Test ( RTFOT). Dua proses penuaan terakhir merupakan proses penuaan yang paling banyak di gunakan untuk mengetahui durabilitas aspal. Sifat aspal terutama Viskositas dan penetrasi akan berubah bila aspal tesebut mengalami pemanasan atau penuaan. Aspal dengan durabilitas yang baik hanya mengalami perubahan.
2.
Adesi dan Kohesi Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lainnya, dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Sifat adesi dan kohesi aspal sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal Karena sifat ini mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Uji daktilitas
aspal adalah suatu ujian kualitatif yang secara tidak langsung dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau daktalitas aspal keras. Aspal keras dengna nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang memiliki daya adesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai daktalitas yang tinggi. Uji penyelimutan aspal terhadap batuan merupakan uji kuantitatif lainnya yang digunakan untuk mengetahui daya lekat ( kohesi) aspal terhadap batuan.Pada pengujian ini, agregat yang telah diselimuti oleh film aspal direndam dalam air dan dibiarkan selama 24 jam dengan atau tanpa pengadukan. Akibat air atau kombinasi air dengan gaya mekanik yang diberikan, aspal yang menyilimuti pemukaan agregat akan terkelupas kembali. Aspal dengan gaya kohesi yang kuat akan melekat erat pada permukaan agregat, oleh sebab itu pengelupasan yang tejadi sebagai akibat dari pengaruh air atau kombinasi air dengan gaya mekanik sangat kecil atau bahkan tidak terjadi sama sekali
3. Kepekaan aspal terhadap temperatur Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila temperature menurun dan melunak bila temperature meningkat. Kepekaan aspal untuk berubah sifat akibat perubahan tempertur ini di kenal sebagai kepekaan aspal terhadap temperature.
4. Pengerasan dan penuaan aspal Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua factor utama, yaitu: penguapan fraksi minyak yang terkandung dalam aspal dan oksidasi penuaan jangka pendek dan oksidasi yang progresif atau penuaan jangka panjang. Oksidasi merupakan factor yang paling penting yang menentukan kecepatan penuaan.
Table 1.1 perbandingan sifat fisik aspal No 1
Jenis Penetrasi
2
Titik lembek Ring and Ball (softening point) Titik nyala Cleveland open (flash point) cup
3
Hasil Kekerasan aspal Batas plastis aspal Batas pemanasan aspal Batas ulur aspal
4
Daktilitas
Ductility machine
5
Kehilangan berat (loss on heating) Kelarutan dalam CCL4 Penetrasi setelah kehilangan berat Berat jenis aspal
Oven loss on heating
Kemurnian aspal
Labu erlenmeyer
Kemurnian aspal Keawetan aspal Kualitas aspal
6 7 8 2.5
Alat Penetrometer
penetrometer picnometer
Keterangan Sifat rheologis aspal Sifat rheologis aspal Untuk menjamin keamanan/safety Sifat durabilitas aspal Sifat adhesi dan kohesi aspal Menjamin mutu aspal
Menjamin mutu aspal Menjamin mutu aspal -
Standart Rujukan 1
Standar Nasional Indonesia (SNI) : 1.1
SNI 03-2432-1991 : Metode Pengujian Daktilitas Bahan–Bahan Aspal
1.2
SNI 03-2434-1991 : Metode Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter
1.3
SNI 06-2456-1991 : Metode Pengujian Penetrasi Bahan – Bahan Bitumen
1.4
SNI 03-3642-1994 : Metode Pengujian Kadar Residu Aspal Emulsi dengan Penyulingan.
1.5
SNI 03-3643-1994 : Aspal Emulsi Tertahan Saringan No. 20
1.6
SNI 03-3644-1994 : Metode Pengujian Jenis Muatan Partikel Aspal Emulsi
1.7
SNI 03-4798-1998 : Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik
1.8
SNI 03-6721-2002 : Metode Pengujian Kekentalan Aspal Cair dan AspalEmulsi dengan Alat Saybolt
1.9
SNI 06-6832-2002 : Spesifikasi Aspal Emulsi Anionik
1.10 PdS-02-1995-03 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang (AASHTO M82 - 75)
2
1.11 Pd S-01-1995-03(AASHTO M208 - 87): Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik dan Anionik AASHTO : 2.1
AASHTO M20 - 70 : Penetration Graded Asphalt Cement
2.2
AASHTO M140 - 88 : Emulsified AsphaltAASHTO T44-90 : Solubility of Bituminous Materials
3
ASTM : 3.1 ASTM D 244 : Standard Test Methode and Practices for Emulsified Asphalts
4
Brirish Standards : 4.1
2.6
BS 3403 : Industrial Tachometers
Metode Pengujian 1.
Uji Penetrasi Pengujian kekerasan aspal dilakukan dengan pengujian penetrasi. Yang dimaksud dengan penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu beban tertentu dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Jarum penetrasi yang digunakan berdiamater 1 mm dan beban 50 gr. Berat jarum dengan beban menjadi 100 gram. Pengujian dilakukan pada suhu 25OC. Hasil Pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan pengendalian mutu aspal keras atau ter dan untuk keperluan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Pengujian Penetrasi ini mengacu kepada SNI 06-2456-1991. Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi pengujian penetrasi pada aspal.
Gambar 1.3 contoh uji penetrasi
2.
Uji Titik Lembek Pengujian kepekaan aspal terhadap temperatur dilakukan melalui pengujian titik lembek. Titik lembek merupakan temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu, mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada jarak 25,4 mm, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Aspal sebagai bahan viskoelastik tanpa penentuan titik lembek yang tepat, secara perlahan menjadi kurang viskos dan encer bila temperatur meningkat. Untuk alasan ini, maka pengujian titik lembek harus diuji dengan cara uji yang baku. Titik lembek di dalam persyaratan aspal, untuk konsistensi dalam pengiriman atau suplai. Titik lembek dapat sebagai indikasi kecenderungan aspal melunak akibat kenaikan temperatur pada perkerasan jalan. Metode dan prosedur pengujian titik lembek mengacu kepada SNI No.06-24341991. Ilsutrasi pengujian titik lembek aspal dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 1.4 contoh uji titik lembek 3. Uji Titik Nyala Pengertian titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik pada suatu titik diatas permukaan aspal, sedangkan titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik pada permukaan aspal. Metode pengujian dilakukan dengan berpedoman pada SNI 06-2433-1991. Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan pengujian titik nyala dan titik bakar bahan aspal dengan Cleveland open cup. Peralatan pengujian titik nyala dan titik bakar dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.5 contoh uji titik nyala
4.
Uji Daktilitas Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang, apabila antara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 25 oC dan dengan kecepatan 50 mm/menit. Prosedur pengujian mengikuti SNI 06 -2432-1991. Pengujian daktilitas dilakukan dengan menceta kaspal dalam cetakan dan meletakkan contoh aspal kedalam tempat pengujian seperti gambar dibawah.
Gambar 1.6 contoh uji daktilitas Tempat pengujian (bak) berisi cairan dan dilakukan pada suhu 25 derajat Celcius. Nilai daktilitas aspal adalah panjang contoh aspal ketika putus pada saat dilakukan penarikan. Satuan dari nilai daktilitas aspal adalah centi meter (cm).
5. Uji Berat Jenis Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal padat dan berat air suling dengan ini yang sama pada suhu 25o C atau 26o C. Metode pengujian berat jenis aspal mengacu kepada SNI 06-2441-1991. Ruang lingkup metode pengujian ini dilakukan terhadap semua aspal padat dan hasilnya dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran serta pengendalian mutu pengerasan jalan. Selain itu metode ini sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan berat jenis aspal dengan tujuan untuk menentukan berat jenis aspal padat.
6.
Uji Kelarutan Pengujian Kelarutan dilakukan dengan mengacu kepada RSNI M-04-2004. Uji kelarutan aspal ini dilakukan untuk menentukan derajat kelarutan dalam tricholoroethylene (TCE) pada bahan aspal yang tidak atau sedikit mengandung mineral.
7.
Pengujian Kehilangan Berat Yang dimaksud dengan penurunan berat minyak dan aspal adalah selisih berat sebelum dan sesudah pemanasan pada tebal tertentu pada suhu tertentu. Metode Pengujian kehilangan berat mengacu kepada SNI 06-2440-1991. Metode pengujian ini dilakukan terhadap aspal dengan mencari besaran kehilangan berat minyak dan aspal dengan cara A yaitu cara lapisan tipis. Selanjutnya hasil pengujian ini digunakan untuk mengetahui stabilitas aspal setelah pemanasan. Selain itu dapat digunakan untuk mengetahui perubahan sifat fisik aspal selama dalam pencampuran panas di AMP pada suhu 163o C yang dinyatakan dengan penetrasi, daktilitas dan kekentalan.
8. Pengujian Sifat Termal Dengan Differential Thermal Analysis (DTA) Pengujian sifat termal dilakukan dengan merode Differential Thermal Analysis (DTA). Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan metode yang sering digunakan untuk penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal dalam polimer. Pada metode Differential Thermal Analysis (DTA), suatu sampel polimer dan referensi dipanaskan dalam atmosfer nitrogen, dan kemudian transisitransisi termal
dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Ukuran sampel bervariasi dari sekitar 0,5 sampai 10 mg. meskipun kedua metode memberikan tipe informasi yang sama, terdapat perbedaan yang signifikan dalam instrumentasinya. Dengan DTA, sampel dan referensi dipanaskan oleh pemanas yang sama dan dicatat perbedaan temperatur (ΔT) antara keduanya. Ketika terjadi suatu transisi pada sampel tersebut, temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur referensi jika transisi tersebut endomik, dan akan mendahului jika transisi tersebut eksotermik. Data diplot sebagai ΔT diatas ordinat versus temperatur diatas absis. Plot-plot demikian disebut termogram (Steven, 2001).
9. Pengujian Marshall Aspal Pengujian kinerja beton aspal padat dilakukan melalui pengujian Marshallyang dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh U.S.Corps Engineer. Kinerja beton aspal padat ditentukan melalui pengujian benda uji yang meliputi: 9.1 Pengujian berat volume benda uji; 9.2 pengujian nilai stabilitas; 9.3 Pengujian kelelehan (flow); 9.4 perhitungan Kuosien marshall; 9.5 Perhitungan berbagai jenis volume rongga dalam beton aspal padat (VIM, VMA dan VFA) 9.6 Perhitungan tebal selimut atau film aspal. Dari keenam butir pengujian yang umum dilakukan untuk menentukan kinerja beton aspal, hanya nilai stabilitas dan flow yang ditentukan dengan menggunakan alat marshall, sedangkan parameter lainnya ditentukan melalui penimbangan benda uji dan perhitungan. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan cincin penguji (proving ring) dan flowmeter seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1.7 alat uji marshall
Uji Marshall dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain: 1) sebagai bagian dalam proses perancangan campuran beton aspal; 2) sebagai bahan dalam sistem bagian penjaminan mutu; 3) sebagai bagian dari penelitian karakterisasi beton aspal. Proses pembuatan benda uji marshall dapat berbeda sesuai dengan tujuan mengapa uji marshall dilakukan. Oleh karena itu sebelum benda uji disiapkan perlu dipastikan tujuan pengujian dilakukan.
BAB III PENUTUP
3.1
Implementasi aspal Perkerasan lentur {flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan perkerasan tersebut mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyaman kendaraan dalam melintas diatasnya. Perlu dilakuan kajian yang lebih intensif dalam penerapannya dan harus juga memperhitungkan secara ekonomis, sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal.
Gambar 1.8 aspal sebagai perkerasan lapis atas jalan (https://id.wikipedia.org/wiki/Aspal)
A. Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) terdiri atas: 1. Tanah Dasar (sub grade) Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut: a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan. 2. Lapis Pondasi Bawah (sub base course) Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain: a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda. b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi). c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi. d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. 3. Lapis Pondasi (base course) Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Fungsi lapis pondasi antara lain: a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda, b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan. Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. 4. Lapis Permukaan (surface course) Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain: a. b. c.
Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesarbesarnya dari biaya yang dikeluarkan. B. Jenis-jenis Lapis Permukaan (surface course) Jenis lapis permukaan terdapat bermacam-macam yaitu: a. Lapis Aspal Beton (LASTON) Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN) Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup. c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. d. Hot Rolled Asphalt (HRA) Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. e. Laburan Aspal (BURAS) Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran butir maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch. f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm. g. Laburan Batu Dua Lapis Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm. h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
j. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm. k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. l. Aspal Makadam Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin. Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).
Gambar 1.9 detail lapis Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) (https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefoxb&biw=1438&bih=818&tbm=isch&sa=1&ei=LDJ8W_buL4XrvgSh_I_wDA&q=komponen+perkerasan+lentur+as pal)
3.2
Inovasi Aspal Aspal Campur Sampah Plastik. Pemanfaatan limbah plastik sebagai campuran aspal merupakan salah satu solusi bagi permasalahan sampah plastik. Menggunakan plastik untuk membangun jalan adalah metode dengan biaya yang efektif, akan membuat konstruksi jalan menjadi tahan lama dan mencegah terjadinya lubang berulang itu menurut pendapat Rajagopalan Vasudevan. Rajagopalan Vasudevan adalah seorang ilmuwan kimia asal India, dengan teknologi penemuannya berupaya untuk memecahkan masalah sampah plastik dengan menggunakannya sebagai bahan pembangunan jalan. Komposisi aspal pada umumnya terdiri dari 90 persen batu, pasir, dan batu kapur sedangkan sisanya adalah bitumen atau ter. Bitumen ini diekstrak dari minyak. Rajagopalan mencampur limbah plastik yang dipanaskan dengan ter yang juga masih panas. Dia berhasil membangun jalan dengan cara ini pada 2002. Empat tahun kemudian, universitas tempat ia mengajar mendapat hak paten atas temuannya. Tak ada batasan jenis plastik yang digunakan dalam proses pencampuran. Semua sampah plastik seperti kantong plastik, gelas plastik, botol plastik, hingga berbagai kemasan makanan ringan bisa dimanfaatkan. Untuk membuatnya, campuran agregat dipanaskan pada suhu 165 derajat. Limbah plastik yang sebelumnya dicincang kecil-kecil dicampurkan ke agregat selama 30-60 detik. Kemudian bahan ter atau bitumen dipanaskan pada suhu 160 derajat celcius untuk bisa menghasilkan campuran yang baik. Awalnya, sebagian besar aspal plastik digunakan untuk jalan-jalan pedesaan. Namun, sebagian jalan di kota besar seperti Chennai dan Mumbai juga telah memanfaatkan bahan baku pembuatan jalan yang sama. Pada 2015, pemerintah India memerintahkan penggunaan aspal plastik pada setiap jalan di India. Kebijakan itu dianggap membantu mengurangi sampah plastik yang menjadi persoalan lingkungan di sana. Hasil penelitian Balitbang PUPR juga mengungkapkan, aspal dengan campuran limbah plastik akan menghasilkan perkerasan struktur berlapis jalan yang lebih kuat, tahan lama, dan lebih murah. Plastik yang digunakan adalah sampah kantung plastik kresek, bukan plastik botol dan sejenisnya. Kualitas jalan aspal yang buruk dan sampah plastik yang menumpuk menjadi masalah utama yang harus ditangani secara serius dan cermat.
Gambar 1.10 gradasi campuran yang digunakan dalam komposisi aspal plastic (https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=2ahUKEwiUx7_ixf7cAhXMpI8 KHa9dBi8Qjhx6BAgBEAI&url=https%3A%2F%2Fjurnal.unej.ac.id%2Findex.php%2FPFSTPT%2Farticle%2Fdo wnload%2F2901%2F2327%2F&psig=AOvVaw2sOAm8MHke2zoOKDJXMr8t&ust=1534954423727233)
KESIMPULAN Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aspal sering juga disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada campuran yang dimanfaatkan sebagai bahan perkerasan permukaan lentur(flexible pavement). Aspal berasal dari aspal alam (aspal buton} atau aspal minyak (aspal yang berasal dari minyak bumi). Berdasarkan konsistensinya, aspal dapat diklasifikasikan menjadi aspal padat, dan aspal cair. Aspal memiliki banyak jenis seperti aspal alam,aspal buatan yang diuraikan dan terbagi menjadi aspal keras, aspal cair dan emulsi. Dan dari setiap jenis aspal yang berada dilpangan terdapat sifat yang menjadi keunggulan masing-masing diantaranya.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5.
https://www.terraconblock.com/definisi-aspal/ https://text-id.123dok.com/document/7qvr9k71y-sifat-sifat-aspal-jenis-jenis-aspal.html file:///C:/Users/Dell/Downloads/rsni-s-01-2003-spesifikasi-aspal-keras-berdasarkan-penetrasi.pdf
http://dpupr.grobogan.go.id/info/artikel/29-konstruksi-perkerasan-lentur-flexiblepavement file:///C:/Users/Dell/Downloads/2901-1-5815-1-10-20160709.pdf
LAMPIRAN