MAKALAH KEWARGANEGARAAN HAK ASASI MANUSIA DAN RULE OF LAW
Disusun Oleh: Kelompok 2
1. AVIVA RIADLUL JANNAH
(1831330055)
2. EDO PRASTIAN DEVA
(1831330035)
3. MOCHAMAD FADILLA
(1831330007)
4. MUCHAMMAD ALI RAMADHAN
(1831330040)
5. NUR HASANAH
(1831330022)
PS. D3 TEKNOLOGI KONTRUKSI JALAN, JEMBATAN, DAN BANGUNAN AIR
JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI MALANG 2018
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan karena anugerah-Nya makalah dengan judul "Hak Asasi Mansia dan Rule of Law" ini dapat kami selesaikan dengan baik. Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan perkuliahan dan mata kuliah Kewarganegaraan. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Khrisna Hadiwirata SH., MH. selaku dosen pembimbing kami. Semoga dengan dibuatnya makalah ini bisa berguna bagi pembaca dan mohon maaf bila ada kesalahan dan salah kata dalam penulisan atau penyusunan laporan ini.
Malang, 22-November-2018
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Identifikasi Masalah
1
1.3 Batasan Masalah
1
1.3 Tujuan Penulisan
1
BAB II DASAR TEORI
2
2.1 Hak Asasi Manusia dan Rule of Law
2
2.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
2
2.1.2 Pengertian Rule of Law
3
2.2 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dan Latar Belakang Rule of Law
3
2.2.1 Konsep dasar Hak Asasi Manusia (HAM)
3
2.2.2 Latar belakang Rule of Law
4
2.3 Perkembangan Pemikiran HAM di Dunia
4
2.3.1 Magna charta
4
2.3.2 The American Declaration
7
2.3.3 The French Declaration
7
2.3.4 The Four Freedom
7
2.4 Perkembangan Pemikiran HAM dan Fungsi Rule of Law di Indonesia 7 2.5 Permasalahan dan Penegakan Ham di Indonesia
8
2.6 Fungsi Rule Of Law
8
2.7 Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law
9
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kasus Pembunuhan Marsinah
11
3.1.1 Analisis Kasus
11
3.1.2 Hak Yang Dilanggar
12
3
3.1.3 Penyelesaian Kasus
12
3.2 Kasus Pembunuhan Munir
12
3.2.1 Analisis Kasus
12
3.2.2 Hak Yang Dilanggar
13
3.2.3 Penyelesaian Kasus
13
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
14
4.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang Dalam kehidupan sehari-hari hukum tidak lepas dari kita, mulai dari nilai, tatakrama, norma hingga hukum
perundang-undangan dalam peradilan.
Sayangnya hukum di Negara kita masih kurang dalam penegakannya, terutama dikalangan pejabat bila dibandingkan dengan yang ada pada golongan menengah ke bawah. Kenapa bisa begitu, karena hukum dinegara kita bisa dibeli dengan uang. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana upaya penegakkan HAM di Indonesia? 2. Bagaimana sikap pemerintah terhadap pelanggaran HAM pada kasus Munir? 1.3 Batasan Masalah Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM. 1.4 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui upaya penegakkan HAM di Indonesia. 2. Untuk mengetahui sikap pemerintah terhadap pelanggaran HAM pada kasus Munir.
5
BAB II DASAR TEORI 2.1 Hak Asasi Manusia dan Rule of Law Berbagai kasus Hak Asasi Manusia (HAM) di Republik yang telah 65 tahun merdeka ini ternyata masih marak di depan mata. Kasus Trisakti tahun 1998 yang belum tuntas hingga kini, kasus Lumpur lapindo yang menyengsaran ribuan rakyar tak berdosa masi berlarut-larut, penyerobotan lahan warga oleh aparat militer, perilaku brutal oleh aparat kepolisian yang memasuki kampus UNAS tahun 2008, dan sederetan kasus lainnya, menandakan masih sangat buruknya penegakan HAM di Indonsesia. Iklim penegakan HAM dan Rule of Law di indinesia setidaknya semakin baik dalam 10 tahun terakhir (era reformasi). Yang harus diingat bahwa penegakan HAM dan Rule of Law akan menjadi “PR” bagi setiap pemerintahan yang berkuasa. Hak Asasi Manusia (HAM) dan permasalahanya merupakan topik tertua dan actual, yang selalu ada disetiap peradaban manusia. Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) masih terkendala dengan kesadaran dan kesungguhan para penguasa serta pemahaman warga Negara akan hakikat HAM diberbagai Negara di dunia termasuk di Indonesia. Untuk mengawal penegkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, diperlukan pertuisipasi masyarakat, baik secara pribadi maupun secara institusi seperti Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ), Lembaga Pendidikan, Media dan Pers, dan lembaga-lembaga lainnya. Hal ini dirasakan sangat efektif dalam membangun opini secara meluas akan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi disekitar kita. Transparasi dan perjuangan tanpa henti dalam menegakan HAM sepatutnya menjadi budaya bangsa. 2.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39
6
Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
2.1.2 Pengertian Rule Of Law Rule Of Law adalah sebuah konsep hokum yang sesungguhnya lahir dari sebuah bentuk protes terhadap sebuah kekuasaan yang absolute disebuah Negara. Dalam rangka membatasi kekuasaan yang absolute tersebut maka diperlukan
pembatasan-pembatasan
terhadap
kekuasaan
itu,
sehingga
kekuasaan tersebut ditata agar tidak melanggar kepentingan Asasi dari masyarakat, dengan demikian masyarakat terhindar dari tindakan-tindakan melawan hokum yang dilakukan oleh penguasa. 2.2 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dan Latar Belakang Rule of Law 2.2.1 Konsep dasar Hak Asasi Manusia ( HAM ) Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) dapat diuraikan dengan pendekatan bahasa (etimologi) maupun pendekatan istilah. Secara etimologi, kata “ hak “ merupakan unsur normative yang berfingsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Sedangkan kata “asasi“ berarti yang bersifat paling mendasar yang dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satupun makhluk dapat mengintervensinya apalagi mencabutnya. Menurut John Locke; hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati, yang terperinci : a. Hak hidup ( the right of life ) b. Hak kemerdekaan ( right to liberty ) c. Hak memiliki ( right to property ) Hak asasi manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal, karena diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memandang bangsa, ras atau jenis kelamin. Hak asasi manusia juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada Negara atau undang-undang dasar, dan kekuasaan pemerintah. Bahkan HAM memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber
7
yang lebih tinggi, yaitu Tuhan. Di Indonesia tercantum dalam UU No. 39 / 1999 tentang Hak asai manusia.
2.2.2 Latar belakang Rule Of Law Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke19, bersamaan dengan kelahiran Negara
konstitusi dan demokrasi. Ia lahir
dengan sejalan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan Negara dan sebagai reaksi terhadap Negara absolute yang berkembang sebelumnya. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek Negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Latar belakang kelahiran Rule of Law: 1. Diawali dengan adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara 2. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu demokrasi dan konstitusi 3. Perumusan yuridis dan demokrasi konstitusional adalah konsepsi Negara hukum Di Indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya. Khususnya keadilan social. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “ rasa keadilan “ bagi rakyat Indonesia. 2.3 Perkembangan Pemikiran HAM di Dunia Setiap manusia yang ada diseluruh dunia memiliki derajat dan martabat yang sama. Dalam kaitan hak asasi, maka ada hal yang sangat wajar, rasional, serta perlu mendapat dukungan yang nyata bagi setiap manusia yang berpikir dan berjuang untu memperoleh hak asasinya dimana pun dia berada. Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari : 2.3.1
Magna charta Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM
dikawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute,
8
menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum. 2.3.2
The American Declaration Perkembangan HAM selanjutnya ditndai dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu. 2.3.3
The French Declaration Pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (deklarasi prancis),
dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam the rule of law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. 2.3.4
The Four Freedom Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak
kebebasan hak memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain. 2.4 Perkembangan Pemikiran HAM dan Fungsi Rule of Law di Indonesia Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dibagi dalam dua priode: 1. Periode Sebelum Kemerdekaan Perkembangan pemikiran HAM dalam periode ini dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan sebagai berikut: 1) Budi Oetomo, pemikiranya, “ hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat “.
9
2) Perhimpunan Indonesia, pemikirannya, “ hak untuk menentukan nasib sendiri “. 3) Serekat islam, pemikirannya, “ hak penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial “. 4) Partai Komunis Indonesia, pemikirannya, “ hak sosial dan berkaitan dengan alat-alat produksi “. 5) Indische Party, pemikirannya, “ hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan perlakuan yang sama “. 6) Partai Nasional Indonesia, pemikirannya, “ hak untuk memperoleh kemerdekaan “. 7) Organisasi Pendidikan Indonesia, pemikiranya meliputi : a. Hak untuk menentukan nasib sendiri, b. Hak untuk mengeluarkan pendapat, c. Hak untuk berserikat dan berkumpul, d. Hak persamaan di muka hukum, e. Hak untuk turur dalam penyelenggaraan Negara. 2. Periode sesudah kemerdekaan a. Periode 1945-1950 Pemikiran HAM pada periode ini menekankan pada hak-hak mengenai : 1. Hak untuk merdeka 2. Hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan 3. Hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama diparlemen b. Periode 1950-1959 Implementasi pemikiran HAM pada periode ini lebih memberi ruang hidup bagi tumbuhnya lembaga demokrasi yang antara lain: 1. Parpol dengan berbagai ideologinya. 2. Kebebasan pers yang bersifat liberal. 3. Pemilu dengan system multipartai. 4. Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah.
10
5. Wacana pemikiran HAM yang kondusif karena pemerintah memberi kebebasan. c. Periode 1959-1966 Pada periode ini pemikiran HAM tidak mendapat ruang kebebasan dari pemerintah atau denga kata lain pemerintah melakukan pemasungan HAM, yaitu hak sipil, seperti hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Hal ini disebabkan karena periode ini sistem pemerintahan parlementer berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin. d. Periode 1966-1998 Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga kurun waktu yang berbeda. Pertama, tahun 1967 (awal pemerintahan presiden soeharto), berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan adanya hak uji materiil yang diberikan kepada Mahkamah Agung. Kedua,
kurun
waktu
1960-1970,
pemerintah
melakukan
pemasungan HAM dengan sifat defensif (bertahan), represif (kekerasan) yang dicerminkan dengan produk hukum yang bersifat restriktif (membatasi) terhadap HAM. Alasan pemerintah adalah bahwa HAM adalah produk pemikiran berat dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila. Ketiga, kurun waktu tahu 1990-an, pemikiran HAM tidak lagi hanya bersifat wacana saja melainkan sudah dibentuk lembaga penegakan HAM, seperti Komnas HAM berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993. Selain itu, pemerintah memberikan kebebasan yang sangat besar menurut UUD 1945 amandemen, piagam PBB, dan piagam mukadimah. e. Periode 1998-sekarang Pada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan menetapakan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Artinya, pemerintah memberi
11
perlindungan yang signifikan terhadap kebebasan HAM dalam semua aspek, yaitu aspek politik, social, ekonomi, budaya, keamanan, hukum dan pemerintahan. 2.5 Permasalahan dan Penegakan Ham di Indonesia Perlindungan HAM di Indonesia harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun pelaksanaanya. Hal ini sesuai dengan isi piagam PBB yaitu pasal 1 ayat 3, pasal 55 dan 56 yang berisi bahwa upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar Negara serta hukum internasional yang berlaku. Sesuai dengan amanat konstitusi, hak asasi manusia di Indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu : 1. Pembukaan UUD 1945 ( alinea 1 ) 2. Pancasila sila keempat 3. Batang tubuh UUD 1945 ( pasal 27, 29, dan 30 ) 4. UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM. Hak asasi di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga, dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
2.6 Fungsi Rule Of Law Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “ rasa keadilan “ bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial”, sehingga diatur pada pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan Negara. Dengan demikian, inti dati rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasalpasal UUD 1945, yaitu :
12
1. Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3) 2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan kadilan (pasal 24 ayat 1) 3. Segenap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya ( pasal 27 ayat 1) 4. Dalam bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di dipen hukum ( pasal 28D ayat 1 ) 5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28D ayat 2). 2.7 Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rul of law harus diartikan secara hakiki ( materiil ), yaitu dalam arti “pelaksanaan dari jus law”. Perinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil), sangat erat kaitanya dengan “ the enforcement of the rules of law “ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Rule of law juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat, dan Negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat melayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di Negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mancapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat. Hal-hal yang
13
mengemuka untuk dipertanyakan antara lain adalah bagaimana
komitmen
pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law. Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang terdiri dari : 1. Kepolsian 2. Kejaksaan 3. Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) 4. Badan Peradilan : a. Mahkamah Agung b. Mahkamah Konstitusi c. Pengadilan Negeri d. Pengadilan Tinggi
14
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kasus Pembunuhan Marsinah 3.1.1 Analisis Kasus Marsinah hanyalah seorang buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas terbunuh pada tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas kerena penganiayaan berat. Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Kasus pemogokan dan unjuk rasa para buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250. Siang hari tanggal 5 Mei 1993, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
15
3.1.2 Hak Yang Dilanggar Kasus pembunuhan Marsinah, jelas melanggar Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Berkumpul ataupun berkelompok dengan tujuan melakukan tindakan pemogokan dan unjuk rasa pun telah mendapat perlindungan hukum. Tentu dengan syarat bahwa kumpulan massa tersebut tidak melakukan tindakan anarkis. Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan setiap orang berhak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat untuk maksud-maksud yang damai. Selain itu, kasus pembunuhan Marsinah juga melanggar Pasal 28A UUD 1945. Dalam Pasal 28A dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dam kehidupannya. Kasus pembunuhan Marsinah di atas merupakan pelanggaran HAM berat. Karena, ada unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang didalamnya. Dalam UUD 1945, jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan dalam menyikapi tuntutan Marsinah dan kawan-kawan buruh. 3.1.3 Penyelesaian Kasus Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya. Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya
16
telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”. Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713. Hingga kini kasus Marsinah tetap menjadi misteri 3.2 Kasus Pembunuhan Munir 3.2.1 Analisis Kasus Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di Jakarta jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun) adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat, pada 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia. Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya. 3.2.2 Hak Yang Dilanggar Kasus pembunuhan Munir, termasuk dalam pelanggaran terhadap 28A UUD 1945. Dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dari kehidupannya. Dalam kasus Munir, terlihat adanya usaha dari pihak tertentu untuk menyingkirkan Munir dengan cara menghilangkan nyawanya. 17
3.2.3 Penyelesaian Kasus Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik. Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.
18
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Dalam kasus pembunuhan Marsinah masih belum terselesaikan hingga kini dan menjadi misteri. Untuk kasus pembunuhan munir tersangka telah ditangkap dan dipenjarakan. Namun, 6 bulan setelahnya sudah divonis bebas dan ini menjadi vonis kontroversial dan kasus ini ditinjau ulang.
4.2 Saran Kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT harus menghargai dan menghormati HAM orang lain.
19