Review Paper Vlf

  • Uploaded by: megawati sunarno
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Review Paper Vlf as PDF for free.

More details

  • Words: 1,233
  • Pages: 8
Pada paper ini, digunakan metode VLF-EM (Very Low Frequency Electromagnetic) untuk mengetahui potensi keruntuhan pada Tanggul Lumpur Sidoarjo (LUSI) yang menyebabkan runtuhnya tanggul tersebut. Penyebab utamanya adalah akibat dari diskontinuitas (retakan atau patahan) pada tanggul. Tujuan dari paper ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang penyebab dari keruntuhan tanggul LUSI dengan mendeteksi diskontinuitas dan saturasi air pada bagian tanggul yang memiliki resistivitas yang rendah. Untuk mengetahui daerah anomali tersebut, maka metode VLF-EM diukur di puncak tanggul LUSI yang nantinya akan menyajikan informasi seluruh tanggul, dan didapatkan daerah penyebab keruntuhan tanggul tersebut. Pencitraan resistivitas bagus untuk digunakan dalam mengidentifikasi penyebab runtuhnya tanggul yang disebabkan oleh saturasi air maupun retakan. Metode yang dapat memperkirakan pencitraan resistivitas di bawah permukaan adalah VLF-EM, namun metode ini sangat jarang digunakan dalam mengindetifikasi keruntuhan tanggul, melainkan sering digunakan dalam pelaksanaan survei dangkal di lingkungkan kota (urban) dan tanggul LUSI karena sifatnya yang tidak merusak dan mampu menghasilkan resolusi yang bagus untuk kedalaman yang dangkal. Biasanya, data VLF-EM dipengaruhi oleh gangguan noise sumber elektromagnetik, seperti atmosfer, lingkungan, badai petir, erupsi vulkanik, dust storm, dll. Noise tersebut bersifat non-stasioer dan nonlinear. Untuk meningkatkan sinyal data VLF-EM dan menghilangkan noise data, maka diterapkan teknik filtering non-liniear, Noise Assisted Multivariate Empirical Mode Decomposition (NA-MEMD), yang merupakan pengembangan dari metode MEMD. Metode NA-MEMD sudah diterapkan secara luas dalam bidang geologi dan telah terbukti efektif untuk mengekstrasi sinyal data VLF-EM yang sangat noise. Pada paper ini akan dibahas efek dari metode filter EEMD dan NA-MEMD. Setelah dilakukan

proses filtering, maka dilakukan proses inversi untuk mendapatkan pemodelan bawah permukaan resistivitas 2D. Pengukuran VLF-EM diukur pada empat profile dengan panjang masing-masing 1000m, seperti yang ditunjukkan pada figure 1 di bawah ini. Pengkuran dilakukan setiap 20 m menggunakan alat Scintrex mode VLF-EM (mengukur rasio medan magnet terpolarisasi) yang mengukur komponen fase dan kuadratur. Data dikumpulkan pada 24 April 2008. Sinyal dari dua stasiun pemancar VLF sebesar 19,8 kHz (NWC di Exmouth, Australia Barat) dan 22,3 kHz (NWC di NWCape, Australia) diterima dengan kualitas yang baik pada area studi. Kedua pemancar (transmitter) VLF dipilih sebagai sumber untuk seluruh survei VLF tergantung pada arah line dan kekuatan sinyal. Untuk titik 21 sampai 10D, digunakan transmitter 22,3 kHz sedangkan yang pada titik lainnya digunakan transmitter 19.8 kHz.

Untuk membandingkan robust NA-MEMD dengan EEMD, maka digunakan dua metode tersebut untuk menghasilkan data lintasan lapangan VLF-EM, yang mana lintasan L2446 yang mana merupakan titik 24 menuju 46). Data lapangan yang dihasilkan (in-phase dan quadrature)

menampilkan sedikit informasi karena mengandung noise yang tinggi dan low-wavenumber energi, seperti yang ditunjukkan oleh Figure 6 berikut:

Hasil dari dekomposisi menggunakan EEMD ditunjukkan pada figure 7a, yang mana data lapangan di dekomposisi menjadi empat IMFs dan sebuah residu. Data observasi L2446 juga didekomposisi dengan metode NA-MEMD seperti yang ditunjukkan pada figure 7b. Data in-phase dan quadrature sama-sama didekomposisi menjadi empat IMFs dan sebuah residu. Hal yang unik dari hasil dekomposisi NA-MEMD adalah IMFs yang sama untuk kedua hasil dekomposisi (NA-MEMD dan EEMD) akan mempunyai wavenumber yang sama juga. Karakteristik ini mempermudah proses interpretasi untuk memilih jumlah IMFs yang akan digunakan pada proses filtering.

Berdasarkan sifat IMFs dari EEMD dan NA-MEMD, dan prinsip dari seleksi sinyal dekomposisi komponen VLF-EM yang dicetuskan oleh Jeng et al. (2007), memilih IMFs yang tepat untuk merokonstruksi data untuk proses inversi sangat simple. Pemilihan komponennya berdasarkan dari energi IMFs yang sesuai, zero-crossing, dan implikasi fisik yang signifikan dalam pencitraan resistivitas bawah permukaan 2D. IMF1 (dari EEMD dan

NA-MEMD) dan IMF2 (dari NA-MEMD) adalah komponen wavenumber yang tinggi, sehingga IMF ini tidak digunakan dalam proses filtering karena sudah menunjukkan gelombang harmonik yang menyebabkan zerocrossing pada domain jarak. Residu pada EEMD dan NA-MEMD pada data in-phase dan quadrature menunjukkan energi backgrounf lowwavenumber atau menunjukkan penyimpangan (kecenderungan). Energi yang sangat tinggi harus dihilangkan untuk meningkatkan kualitas data dan menghindari kehilangan zero-crossing. Penyimpangan atau kecenderungan tersebut diperbaiki dengan menghilangkan komponen IMF5. Alasan lain mengapa kita fokus pada pencitraan near surface adalah wavenumber yang terendah tidak diinginkan karena mengindikasikan konduktivitas atau resistivitas benda yang jauh dari permukaan. Pada fig. 8a dan fig. 8b, mengindikasikan rekonstruksi dari data L2446 menggunakan EEMD dan NA-MEMD, yang mana pada gambar tersebut menunjukkan peningkatan datanya setelah direkontruksi. Untuk menyelidiki distibusi resistivitas subsurface, maka digunakan teknik inversi regulasi dengan software Inv2DVLF untuk memperoleh pemodelan 2D. Resistivitas di area studi sudah dipilih sebelum menentukan model 2D dengan RMSE (root mean square error) terendah, yaitu 50 ohm-m, 70 ohm-m, 80 ohm-m, 100 ohm-m, dan 150 ohm-m. Fig 8c dan 8d menunjukkan model resistivitas dengan metode filter EEMD dan NAMEMD, sementara fig 8a dan 8b adalah perbandingan dari kalkulasi dan filter dengan EEMD dan NA-MEMD. Hasilnya adalah RMSE pada NA-MEMD lebih rendah dari EEMD, yang berarti data yang sudah difilter dengan NAMEMD lebih mudah di inversi dibandingkan dengan hasil data filter metode EEMD. Pada fig. 8c dan 8d menunjukkan sifat fisika batuan seperti saturasi fluida dan porositas. Interpretasi dari hasil inversi berdasarkan pada kondisi geologi dan sistem dinamika (deformasi horizontal dan vertikal, saturated saline fluid of mud) yang disebabkan pada aera tersebut.

Zona dengan resistivitas yang tinggi menunjukkan material dari tanggul tersebut sedangkan zona dengan resistivitas yang rendah yang muncul pada kedalaman 0 dan 15 m menunjukkan retakan pada tanggul yang disusupi oleh lumpur. Zona low resistivitas juga dapat terjadi akibat dari keadaan geologi area tersebut seperti adanya silty clay, silty sand, dan clay. Pada model NA-MEMD (fig. 8d) dirasa lebih masuk akal jika dibandingkan dengan data model EEMD (fig. 8c). Anomali resistivitas pada model NA-MEMD diperkirakan ada 4 retakan pada tanggul yang mengandung lumpur. Maka, data yang sudah difilter dengan NA-MEMD kemudian diinversi dengan Inv2DVLF dan hasilnya ditunjukkan sebagai subsurface 2D cross-section.

Berdasarkan fig. 9 di atas, diskontinuitas profile resistivitas mengindikasi retakan/patahan dengan zona low resistivitas pada titik 40 dan 43 (lihat fig. 1b) menunjukkan tanggul baru setelah runtuhnya tanggul awal. Baik retakan maupun patahan disepanjang tanggul LUSI bisa jadi disebabkan oleh reruntuhan di titik 44, 44.1, 45, dan 21, dan di antara titik 41 dan 44.1, karena di beberapa lokasi mengalami kerusakan yang berhubungan dengan lokasi retakan. Periode kerusakan tanggul adalah 1 hari untuk titik 44 dan 39 hari untuk titik 45. Lokasi titik 45 hingga 44.1 dekat dengan erupsi LUSI, yang disebut dengan cincin tanggul. Tanggul ini direkonstruksi langsung terhadap aliran lumpur dalam rangka untuk memfasilitasi pembuangan lumpur menuju sungai Porong. Karena cincin tanggul bersilangan dengan patahan Siring, maka terdapat deformasi vertikal dan horizontal. Untuk memperbaiki cincin tanggul, maka tanah sebanyak 176 truk per hari dibutuhkan dan

karena alasan itulah tanggul LUSI tidak dapat diperbaiki. Kemudian, gagalnya tanggul LUSI disebabkan oleh efek deformasi. Pada titik 44 dan 47, tanggul LUSI berada pada patahan Watukosesk, yang bisa menjadi penyebab keruntuhan tanggul secara tiba-tiba pada Februari 2009. Profil resistivitas dibandingkan dengan hasil borehole dan data NSPT yang juga berkorelasi dengan data keruntuhan tanggul LUSI. Hasil inversi 2D VLF-EM dan lubang bor menunjukkan bahwa zona resistivitas tinggi memiliki kedalaman 15 m, yang dapat sesuai dengan material tanggul sedangkan zona resis rendah diinterpretasikan mewakili area yang terdapat lumpur. Zona ini merupakan zona patah dan patahan tersaturasi dengan fluida dan lumpur. Patahan atau retakan yang terjadi bisa diakibatkan oleh material yang kurang kuat, berdasarkan data NSPT, karena deformasi yang ada pada daerah ini. Patahan dan retakan disepanjang tanggul LUSI merupakan area yang berpotensi runtuh. Hal ini didukung dengan data keruntuhan tanggul yang dicatat oleh tim BPLS baru-baru ini. Maka, dapat disimpulkan bahwa metode VLF-EM dan pengolahan data yang sudah dilakukan bisa digunakan untuk mengidentifikasi potensi keruntuhan di sekitar LUSI untuk kedepannya.

Related Documents

Review Paper Vlf
October 2019 39
Review Paper
April 2020 20
Review Paper (surekha).docx
November 2019 21
Paper & Article Review
November 2019 26

More Documents from ""

Review Paper Vlf
October 2019 39
Tugas 1
August 2019 54
Waduk
August 2019 36
Bab 2.docx
April 2020 56
Penyusutan.docx
April 2020 49