NUTRITION THROUGH THE LIFE CYCLE
“Sebuah Studi Epidemiologis Tentang Kekurangan Energi Protein (KEP) Pada Anak-anak Usia 1-6 Tahun Di Pedesaan Lucknow, Uttar Pradesh, India”
Disusun oleh: Febri Akneldo
472017411
Federik Jovino
472017412
Felix Exuino
472017413
Friskila
472017414
Iren Fiyera
472017416
PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019
PENDAHULUAN Pada penelitian yang dilakukan yaitu studi epimediologis tentang kekurangan energi protein (KEP). Pada kasus ini peneliti mencoba menjelaskan berbagai faktor yang terlibat yang menyebabkan KEP sering terjadi di negara berkembang, dengan studi epimediologis peneliti dapat menentukan status gizi pada anak - anak. Epimediologis (ilmu yang mempelajari tentang pola kesehatan dan penyakit serta faktor yang terkait di tingkat populasi) yang dilakukan pada anak usia 1 - 6 tahun. Masalah gizi buruk masih tersebar sangat luas di negara-negara berkembang seperti di pedesaan Lucknow, Uttar Pradesh, India, termasuk di Indoseia. Kekurangan energi protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor sosial dan ekonomi, kemiskinan dan faktor lingkungan yaitu tempat tinggal yang padat dan tidak bersih. Pada kasus KEP terjadi karena adanya rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi dan akhirnya menyebabkan malgizi pada anak. Sampel yang digunakan peneliti yaitu pada anak-anak dari kelompok usia 1-6 tahun yang tinggal didaerah pedesaan. Keluarga yang tidak responsif atau anak-anak yang tidak disertai oleh orang tua / wali akan dikeluarkan dari penelitian, hal ini disebakan karena akan membuat hasil tidak akurat. Selain itu, pemberiaan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan yang tidak adekuat juga menjadi penyebabkan terjadinya masalah KEP. Pada negara berkembang KEP telah menjadi ancaman besar yang mempengaruhi kesehatan dan masa depan banyak anakanak dinegara berkembang. Anak-anak pra-sekolah terkhususnya di negara berkembang paling rentan terhadap efek malnutrisi energi protein (PEM) dan status gizi mereka dianggap sebagai indikator yang sensitif kesehatan, karena itu peneliti ingin mempelajari epidemiologi kekurangan energi protein di kalangan anak-anak ( 1-6 tahun) di pedesaan Lucknow. BAHAN & METODE Penelitian pada jurnal tersebut menggunakan metode antropometri, cross-sectional dan multi-stage. Sampel yang digunakan adalah yaitu 440 anak-anak di rentan usia 1-6 tahun yang menjadi sasaran untuk diwawancara oleh sebuah studi epidemiologis tentang Kekurangan Energi Protein (KEP). Informasi yang diambil sangat terperinci tentang karakteristik sosialdemografis seperti; umur, jenis kelamin, agama, kasta, jenis keluarga, jumlah saudara kandung, melek huruf ibu, tingkat pendidikan ayah, status sosial ekonomi dan faktor risiko tertentu. Sehingga sampel yang digunakan sebayak 400 anak-anak. Pada metode cross-sectional merupakan studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status paparan, penyakit atau outcome lain secara serentak pada individu- individu dari suatu populasi pada suatu saat. Sedangkan multi-stage adalah penggunaan berbagai metode random sampling secara bersama-sama dengan seefisien dan seefektif mungkin. Cara ini digunakan pada penelitian masalah sosial yang kompleks. Misalnya adalah dalam pengambilan sampel penduduk Lucknow. mengenai masalah sosial tertentu, dengan interview langsung. Pertama pilih proses cluster sampling sebagai tahap pertama proses. Tahap berikutnya dapat dipilih stratified sampling terhadap sampel cluster. Dengan mengkombinasikan beberapa metode random sampling tersebut dihadapkan hasil yang diperoleh benar-benar qualified dan
bermanfaat. Pada antropometri ada kuesioner yang dirancang dan diuji awal yang dilengkapi dengan pemeriksaan fisik dan pengukuran IMT anak. Berat (kg) anak-anak diukur menggunakan timbangan dengan pakaian yang minimal dan tanpa alas kaki ketika pengukuran dilakukan. Untuk penilaian KEP, klasifikasi Indian Academy of Pediatrics (IAP) digunakan. Anak-anak yang diidentifikasi dengan kondisi / penyakit tidak sehat diperiksa dan dirawat. Peserta yang membutuhkan manajemen lebih lanjut dan tindak lanjut dirujuk ke CIMS Lucknow. HASIL Tabel 1: Prevalensi KEP pada usia dan jenis kelamin pada anak di antara kelompok usia 1-6 tahun (n=400). Laki-Laki Perempuan Total Umur Kurang Kurang Kurang Anak Anak Anak (Tahun) Berat Berat Berat Sekolah Sekolah Sekolah Badan Badan Badan 1-3 68(51.5) 45(66.2) 64(48.5) 49(76.6) 132(33.0) 94(71.2) 3-6 146(54.5) 59(40.4) 122(45.5) 66(54.1) 268(67.0) 125(46.6) Total 214(53.5) 104(48.6) 186(46.5) 115(61.8) 400(100) 219(54.8) Tabel 2: Prevalensi Kekurangan Berat Badan Anak (1-6 tahun) menurut tingkat keparahannya (n=400) Pervalensi KEP Laki-Laki Perempuan Total (Klasifikasi IAP) Berat Normal 110(60.8) 71(39.2) 181(45.2) Berat Kurang Kelas I (ringan) 72(54.5) 60(45.5) 132(33.0) Kelas II (sedang) 29(39.7) 44(60.3) 73(18.3) Kelas III (berat) 3(21.4) 11(78.6) 14(3.5) Total 214(53.5) 186(46.5) 400(100) Tabel 3: Prevalensi Kekurangan Berat Badan Anak (1-6 tahun) Dalam Kaitannya Dengan Faktor Sosial-Demografis (n = 400) Berat Variabel Kurang Berat Badan Total Normal Agama Hindu 106(37.6) 176(62.4) 282(70.5) Muslim 75(63.6) 43(36.4) 118(29.5) Kasta (dalam Agama Hindu) Perbedaan Kasta 14(13.7) 88(86.3) 102(36.2) Kelas Bawah 30(31.6) 65(68.4) 95(33.7) Kelas Umum 62(72.9) 23(27.1) 85(30.1) Jenis Keluarga Keluarga Inti 81(38.2) 131(61.8) 212(53.0) Gabungan 100(53.2) 88(46.8) 188(47.0) Jumlah Saudara 1-2 95(54.6) 79(45.4) 174(43.5) ≥3 86(38.1) 140(61.9) 226(56.5)
Buta Huruf Terpelajar Buta Huruf & Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama & Ke Atas II III IV V
Pendidikan Ibu 82(41.0) 118(59.0) 99(49.5) 101(50.5) Pendidikan Ayah 93(38.1) 151(61.9) 88(56.4)
200(50.0) 200(50.0) 244(61.0)
68(43.6)
156(39.0)
Status Ekonomi Sosial 27(69.2) 12(30.8) 48(47.1) 54(52.9) 59(42.8) 79(57.2) 47(38.8) 74(61.2)
39(9.8) 102(25.5) 138(34.5) 121(30.3)
Tabel 4: Prevalensi Kekurangan Berat Badan Pada Anak-Anak (1-6 Tahun) Sehubungan Dengan Faktor-Faktor Risiko Yang Dipilih (n=400) Faktor Resiko Berat Normal Kurang Berat Badan Total Pengetahuan Diet untuk Ibu Memadai 91(46.4) 105(53.6) 196(49.0) Tidak Memadai 90(44.1) 114(55.9) 204(51.0) Pemanfaatan Pusat Anganwadi Yes 71(48.0) 77(52.0) 148(37.0) No 110(43.7) 142(56.3) 252(63.0) Perumahan & Sanitasi Lingkungan Miskin 29(27.4) 77(72.6) 106(26.5) Memuaskan 60(35.7) 108(64.3) 168(42.0) Baik 92(73.0) 34(27.0) 126(31.5)
PEMBAHASAN Dari hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 400 anak (1-6 tahun), prevalensi keseluruhan malnutrisi energi protein (KEP) adalah 54,8%. Anak-anak dari kelompok usia 13 tahun (71,2%) lebih banyak kekurangan gizi dibandingkan dengan kelompok usia 3-6 tahun (46,6%). Pada Tabel 2 yaitu mengenai jenis kelamin, anak laki-laki (53.5%) lebih kekurangan gizi di semua kelas KEP dibandingkan dengan anak perempuan (46.5%). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara KEP dan agama. Lebih dari dua pertiga (70,5%) adalah anak-anak Hindu sedangkan sisanya adalah Muslim, dan anak-anak Hindu (62,4%) lebih banyak kekurangan gizi daripada anak-anak Muslim (36,4%). Mengenai kasta dalam Hindu, 36,2% anak termasuk kasta penjadwalan di mana lebih dari tiga perempat (86,3%) mengalami kekurangan gizi dibandingkan dengan anak-anak kasta umum (27,1%). Mayoritas (53%) anak-anak yang memiliki keluarga inti sementara sisanya (47%) dari keluarga gabungan dan prevalensi KEP 61,8% dan 46,8% masing-masing di antara mereka. Hubungan antara KEP dan jumlah saudara kandung ditemukan prevalensi KEP diamati lebih tinggi di antara anak-anak (61,9%) dari ≥3 saudara kandung dibandingkan dengan anak-anak (45,4%) dengan 1-2 saudara kandung. Mayoritas (59%) anak-anak dari ibu yang buta huruf mengalami kekurangan gizi dibandingkan dengan anak-anak (50,5%) dari ibu yang buta huruf tetapi tidak ditemukan antara prevalensi KEP pada anak-anak dan ibu yang terpelajar di mana KEP pada
anak-anak dan tingkat pendidikan ayah mereka dan diamati bahwa 61,9% anak-anak dipengaruhi oleh KEP yang tingkat pendidikan ayahnya buta huruf atau sekolah dasar. Dalam penelitian ini, tidak ada anak dari kelas sosial ekonomi dan anak-anak yang termasuk kelas sosial ekonomi rendah kurang gizi daripada mereka yang termasuk kelas sosial ekonomi atas. Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari setengah (51%) ibu anak-anak memiliki pengetahuan yang tidak memadai tentang diet untuk anaknya dan prevalensi KEP lebih tinggi (55,9%) di antara mereka. Ada juga perbedaan yang ditemukan antara KEP pada anak-anak dan pemanfaatan layanan Anganwadi oleh mereka dan mayoritas (56,3%) anak-anak kekurangan gizi yang tidak memiliki makanan pendamping dari Anganwadi Center. Secara statistik ditemukan antara KEP dan kondisi perumahan dan sanitasi lingkungan. Hampir tiga perempat (72,6%) anak-anak terkena KEP yang hidup dalam kondisi perumahan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Dari sampel populasi berdasarkan hasil tabel 1 sampai 4, anak-anak (1-6 tahun) yang mengalami KEP disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor mempengaruhi banyaknya populasi anak-anak yang mengalami KEP, faktor sosial-demografis dan beberapa faktor yang dipilih seperti yang mencangkup pelayanan dan lingkungan yang lebih baik membuat populasi anak-anak yang mengalami KEP lebih sedikit. Seperti yang diketahui bahwa Kekurangan Energi dan Protein (KEP) atau Protein Energy Malnutrition (PEM) merupakan salah satu gizi buruk yang harus diwaspadai oleh negara berkembang. Yang perlu diperhatikan pada anak-anak di bawah lima tahun (balita), dari penelitian menunjukan bahwa disetiap pedesaan di negara berkembang resiko anak-anak terkena KEP sangat besar. Dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa kurang energi protein adalah kondisi di mana tubuh kekurangan asupan energi dan protein. Tanpa protein dan sumber energi lain yang memadai, maka fungsi organ tubuh akan terganggu, maka tubuh akan sangat mudah mengalami peradangan dan timbulnya penyakit infeksi, serta pertumbuhan tubuh menjadi tidak sempurna. KEP juga merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa KEP memilki tingkatan. KEP Tingkat I dan KEP tingkat II disebut KEP tingkat ringan, sedangkan KEP tingkat III disebut dengan KEP tingkat berat. KEP yang sudah dikatakan berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Pada KEP I dan II peneliti tidak menyebutkan nama penyakit-penyakit dari setiap tingkatan. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini disetiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa negara India termasuk dalam golongan KEP I dan KEP II atau KEP III. Dalam penelitian tersebut pada 400 anak dinilai berdasarkan berat badan untuk usia, menggunakan klasifikasi IAP. Prevalensi kekurangan energi protein (KEP) dan hubungannya dengan berbagai faktor epidemiologis. Sesuai penelitian, hanya 45,2% anak-anak dengan berat badan normal sedangkan 33%, 18,3% dan 3,5% anak-anak dari kelas I, II dan III mengalami kekurangan gizi yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan, 46,69% anakanak dari berat normal. Dalam penelitian yang dilakukan di India bahwa dua pertiga anak yang beragama Hindu lebih banyak yang terkena KEP dibandingkan dengan agama muslim. Hal ini
dikarena adanya aturan yang berlaku dalam agama tersebut melarang setiap pemeluk agama tersebut tidak dibolehkan mengonsumsi daging. Dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap kebutuhan energi protein didalam tubuh. Beban KEP sangat tinggi dan beberapa faktor risiko penting adalah usia, anak perempuan, jadwal kasta, status sosial ekonomi yang lebih rendah, pendidikan, kondisi perumahan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Karena itu, setiap intervensi untuk mencegah dan memecahkan masalah KEP harus fokus pada kelompokkelompok berisiko tinggi ini. Penanganan kondisi ini dapat dilakukan dengan cara memberi nutrisi tambahan guna memperbaiki kadar elektrolit dan cairan tubuh yang tidak normal. Selain itu, yang utama harus dilakukan adalah mengobati gejala yang diderita, seperti infeksi. Kurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akan memperburuk kekurangan gizi. Hal ini akan bertambah buruk bila keduanya terjadi dalam waktu yang bersamaan. Dari penelitian tersebut yang dijelaskan hanya dampak penyebab terjadinya KEP dan hanya menjelaskan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan pada yang menderita KEP. Peneliti tidak menjelaskan penyakit yang lebih spesifik dari dampak yang diakibatkan oleh KEP yang seperti marasmus dabn kwasiorkor. Peneliti lebih fokus pada dampak dari kurang gizi dan menyebabkan terjadinya KEP. Hubungan Vitamin A Terhadap Imunitas Dan Penyakit Infeksi Peranan vitamin A dalam sistem imun dimana vitamin A mempunyai peranan penting di dalam pemeliharaan sel epitel. Sel epitel merupakan salah satu jaringan tubuh yang terlibat di dalam fungsi imunitas non-spesifik. Imunitas non-spesifik melibatkan pertahanan fisik seperti kulit, selaput lendir, silia saluran nafas. Peranan vitamin A dalam sistem imunitas non spesifik terlihat pada integritas mukosa epitel. Vitamin A selain mempunyai peranan penting pada imunitas non-spesifik, juga berperan pada imunitas seluler. Dalam bekerja imunitas seluler melibatkan sel darah putih baik mononuklear maupun polinuklear, serta sel NK (natural killer). Sel sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya mempresentasikan ke sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji atau APC (antigen presenting cell) dan selanjutnya memacu produksi sitokin dan pada akhirnya meningkatkan produksi sel B dan antibodi. Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa peranan vitamin A pada imunitas seluler yaitu dengan cara mengurangi fungsi neutrofil, makrofag, dan sel NK (Siswanto, 2013). Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan tingkat infeksi. Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/ muntah-muntah atau mempengaruhi metabolisme makanan dan banyak cara lain lagi. Dalam hal ini vitamin A juga memilki peranan penting dalam fungsi normal sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu pada saat terjadi defisiensi vitamin A fungsi normal system kekebalan tubuh (imunologis) terganggu, akibatnya tingkat infeksi bibit penyakit ke dalam tubuh juga akan meningkat. Kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Satya, 2013).
KESIMPULAN Jadi kesimpulan dari hasil dan pembahasan di atas bahwa prevalensi keseluruhan kekurangan energi protein (KEP) adalah 54,8%. Anak-anak dari kelompok usia 1-3 tahun (71,2%) lebih banyak kekurangan gizi dibandingkan dengan kelompok usia 3-6 tahun (46,6%). Pada Tabel 2 yaitu mengenai jenis kelamin, anak laki-laki (53.5%) lebih kekurangan gizi di semua kelas KEP dibandingkan dengan anak perempuan (46.5%). Kemudian pada anak dari dua pertiga yang beragama Hindu lebih banyak yang terkena KEP dibandingkan dengan agama muslim. Hal ini dikarena adanya aturan yang berlaku dalam agama tersebut melarang setiap pemeluk agama tersebut tidak dibolehkan mengonsumsi daging. Tingkat kekurangan gizi dapat diatasi dengan mendidik orang tua sehubungan dengan kebutuhan gizi dasar anak-anak mereka dan mendorong mereka untuk mengkonsumsi makanan murah yang tersedia secara lokal. DAFTAR PUSTAKA Satya, Yunita Pratiwi. 2013. Kekurangan Vitamin A (KVA) Dan Infeksi. The Indonesian Journal Of Health Science, Vol. 3, No. 2. Siswanto, dkk. 2013. Peran Beberapa Zat Gizi Mikro Dalam Sistem Imunitas. Gizi Indon 2013, 36(1):57-64. Milan, Ram Prasot, et all. 2014. An epidemiological study of Protein Energy Malnutrition (PEM) among 1-6 years children in rural Lucknow, Uttar Pradesh, India. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS), e-ISSN: 2279-0853, p-ISSN: 22790861.Volume 13, Issue 3 Ver. II. pp 10-14.