IENAS TAISIER RASYADA | KAF JOGJA [Tugas Lanjutan Pasca Dauroh Qiyadah]
BAB I
KEPEMIMPINAN Membuka pembahasan ini dengan sebuah potongan hadits:
سرٌّ فَ ُكلٌّ ا ْع َملُوا ٌَّ لَ ٌّهُ ُخ ِل َّ َق ِل َما ُمي “Beramal-lah kalian, karena semua akan dimudahkan menuju takdirnya” (HR. Bukhori) Setiap kita dituntut untuk terus beramal. Amal, merupakan proses menuju takdir. Sehingga apapun amal yang kita kerjakan hari ini akan menghantarkan kita menuju takdir masing-masing. Ke depan, pasti akan ada amal yang tidak sederhana yang tetap harus kita kerjakan. Oleh sebab itu, ada ruang-ruang amal yang kita harus nikmati di setiap sisinya. Karena dengan menikmati setiap amal, maka Allah lah yang menunjukkan jalan terbaik menuju takdirnya. Bicara amal tentu tidak jauh pembahasannya dari bicara tentang karya. Karena karya merupakan bagian dari amal, sedangkan amal tidak selalu menghasilkan karya. Muslimin sejak dahulu diajarkan untuk terus berkarya. Bahkan sejarah telah mengabadikan banyak sekali karya-karya muslimin yang manfaatnya sangat besar bagi kebaikan bumi ini. Agama ini mengajarkan setiap ummatnya untuk menebar manfaat bagi semua makhluk Allah di muka bumi ini. Sehingga setiap orang yang beriman pasti akan memiliki dorongan yang sangat kuat untuk berkarya, karena hal itu akan membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain. Kepemimpinan, bagian dari amal untuk menghasilkan karya-karya besar. Ketika bumi ini berada di bawah kepemimpinan yang hebat, maka bersamanya lahir pula karya-karya besar bagi bumi ini. Untuk menghasilkan karya besar, tentu tidak mungkin dilakukan dengan kerja-kerja yang berorientasi pendek dan kecil. Bumi ini terlalu luas untuk diemban amanahnya dalam upaya menebar manfaat yang seluasluasnya. Begitulah agama ini mengajarkan, bahwa tugas utama khalifah (pemimpin) di bumi adalah untuk memakmurkan bumi, dan ini bukan sesuatu yang sederhana. Pertanggung jawabannya bukan hanya di dunia, namun hingga kelak saat kita ditanya di hadapan Allah. Kita telah dipaparkan banyak sekali data sejarah bahwa kepemimpinan yang hebat di masa keajayaan Islam selalu berawal dari seorang pemimpin yang hebat. Sebut saja salah satunya, Muawiyah, yang dalam masa kepemimpinannya ia berhasil mengangkat harkat dan martabat kaum muslimin, juga mampu membuat kekuasaan muslimin semakin meluas, dan seterusnya. Begitupun nama-nama pemimpin besar lainnya, seperti Umar bin Abdul Azis, Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad Al-Fatih, dan masih begitu
banyak yang lainnya. Begitulah pemimpin dalam Islam. Karenanya, kebesaran para pemimpin itu menjadi teladan bagi setiap muslimin yang semangatnya harus terus dipegang dengan sangat kuat oleh setiap pemimpin muslim hari ini. Hari ini, sebenarnya umat ini bukan tanpa potensi, hanya saja umat ini tidak punya “pemimpin”nya sendiri. Sehingga banyak sekali potensi yang tersia-siakan. Banyak pemimpin hari ini yang tidak dapat melihat kebaikan dari agama, padahal kebaikan bumi ini tergantung pada kebaikan agamanya, Islam tentunya. Sehingga pada umumnya orang-orang yang mumpuni di bidang agama tidak mendapat tempat terbaik dan tidak pula memegang peran-peran penting dalam struktur kepemimpinan. Itulah masalahnya, saat seorang pemimpin tidak bisa memilih orang-orang terbaik yang harus berada di sekelilingnya. Juga menjadi sebuah masalah ketika seorang pemimpin tidak bisa mengatur sumber daya manusianya. Tugas pemimpin itu adalah memimpin manusia, bukan memimpin benda. Pemimpin harus menjadi teladan, karena itulah cara terbaik agar seorang pemimpin disegani oleh orang yang dipimpin. Dengan itu maka akan mudah baginya untuk memilih, mengatur, dan memberdayakan potensi-potensi terbaik di bawah kepemimpinannya. Dalam Islam, seorang pemimpin harus menjadi orang yang paling ikhlas karena Allah. Cacian tak akan pernah membuatnya lemah, dan pujian tak akan membuatnya lengah. Tidak ada pengaruh apapun meski dicaci maupun dipuji. Pemimpin juga harus menjadi orang yang paling tahu cara atau jalan dalam mencapai sebuah target / tujuan. Sehingga ketika yang dipimpin sudah mulai berbelok, maka pemimpin tahu bagaimana cara meluruskannya kembali. Karenanya, pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menggerakkan, menggugah kakaguman, juga mampu untuk terus menjaga semangat, agar yang berbelok kembali bisa digerakkan menuju tujuan dengan semangat yang kembali bergelora. Dan semua itu bisa dilakukan ketika seorang pemimpin meletakkan keteladanan tertinggi hanya pada Rasulullah.
BAB II
APLIKASI LAPANGAN Kepala Kuttab Al-Fatih, adalah bagian dari kepemimpinan dalam Islam. Kuttab adalah hasil karya peradaban Islam dan di dalamnya terdapat kepemimpinan. Bekerja dengan panduan Islam beserta sejarahnya dalam memimpin Kuttab Al-Fatih tentu merupakan sebuah keniscayaan. Karena tujuan Kuttab Al-Fatih adalah mengembalikan konsep Pendidikan Islam hari ini sebagaimana Pendidikan Islam saat kebesaran Islam dulu pernah hadir di muka bumi ini. Ya, pendidikan yang pernah menghasilkan peradaban yang sangat besar dan sangat dirindui kepemimpinannya oleh bumi ini dan penduduknya. Namun, kondisi masyarakat hari ini berbeda dengan kondisi masyarakat Islam saat itu. Maka memang harus banyak penyesuaian dalam pengaplikasiannya di lapangan. Tentu saja tanpa mengubah konsep dan prinsip dasar yang menjadi fondasinya. Karenanya, Kuttab Al-Fatih hari ini menjadi jembatan yang menghubungkan antara kondisi pendidikan hari ini menuju kondisi pendidikan Islam (Kuttab) yang ideal. Mungkin akan sangat berat bagi masyarakat hari ini untuk menerima konsep Kuttab utuh sebagaimana yang pernah ada. Seperti yang disampaikan Ustadz Budi Ashari, Lc, bahwa kuttab itu seperti Madu Yaman. Tidak perlu diragukan khasiatnya, namun isinya yang sangat kental bahkan bisa sampai seperti gulali, sehingga untuk melepaskan kekentalannya kadang harus dengan digunting. Jika orang belum terbiasa mengkonsumsi Madu Yaman, maka ia akan kesusahan untuk menelannya. Maka harus dicampur dengan air agar bisa ditelan oleh orang yang belum terbiasa mengkonsumsinya. Begitulah kirakira perumpamaannya. Kepala Kuttab Al-Fatih sebagai pemimpinnya, memiliki tanggung jawab besar dalam memimpin gerbong peradaban berbentuk Kuttab ini. Di lapangan, seorang Kepala Kuttab memiliki porsi terbanyak dalam berinteraksi dengan berbagai pihak. Sehingga Kepala Kuttab dituntut untuk mampu mengayomi semua orang yang terlibat di Kuttab Al-Fatih agar kondusifitasnya tetap terjaga. Berikut beberapa interaksi oleh kepala Kuttab: -
Dengan Segitiga Emas Segitiga Emas terdiri dari Kepala Kuttab, Pengelola Cabang, dan Penanggung Jawab Syar’i. Forum ini sangat penting bagi keberlangsungan Kuttab. Goyahnya Forum ini mengakibatkan goyahnya tim yang berada di bawahnya. Karena semua kebijakan berawal dari forum ini. Sehingga harus ada koordinasi secara rutin dengan dengan forum ini agar tidak terjadi miss komunikasi. Karena tidak jarang orang akan bertanya di antara ketiganya bahkan bertanya kepada ketiganya di waktu yang
berbeda. Sehingga jika koordinasi berjalan dengan baik, maka tidak akan menghasilkan informasi atau kebijakan yang berlawanan satu sama lain. -
Dengan Guru dan Karyawan Guru dan Karyawan adalah Tim, sehingga Kepala Kuttab harus mempunyai Tim Guru dan Karyawan yang baik. Karena para guru-lah yang menjadi ujung tombak dalam berinteraksi langsung dengan santri. Sedangkan Tim Karyawan yang akan mengawal operasional keberlangsungan Kuttab. Maka seorang Kepala Kuttab harus memiliki kemampuan untuk meletakkan orang-orang terbaik di bidangnya. Juga seorang Kepala Kuttab harus menyiapkan “ring 1”. Ring 1 sangat penting bagi kepala Kuttab, karena merekalah yang akan membersamai dalam ruang-ruang diskusi penting dan salah satu tugasnya adalah untuk mem-backup tugas kepala Kuttab saat tidak bisa membersamainya.
-
Dengan Santri Meskipun tugas utamanya tidak terjun langsung untuk mengajar santri di kelas, namun seorang Kepala Kuttab tidak boleh eksklusif bahkan asing bagi santri. Kepala Kuttab tetap harus berinteraksi dengan santri, menyapa, bermain, mengajak berdialog, dan seterusnya. Dan Kepala Kuttab harus menjadi ujung teladan bagi santri saat di Kuttab.
-
Dengan Walisantri Seorang Kepala harus memiliki hubungan interaksi yang baik dengan semua walisantri. Karena Kepala Kuttab mempunyai fungsi sebagai ruang bagi walisantri untuk bertanya atau menyampaikan apapun terkait Kuttab, baik itu konsultasi, kritik, saran, curhat, dll. Itu semua tidak akan berjalan dengan baik jika interaksi antara Kepala Kuttab dengan walisantri juga tidak baik. Selain itu, seorang Kepala Kuttab juga harus menjaga izzah guru di hadapan walisantri, salah satunya dengan cara mengontrol setiap pemberian dari walisantri terhadap guru, atau bisa juga menjaga agar kritikan walisantri tidak langsung kepada guru, begitu seterusnya.
-
Dengan Lingkungan Kepala Kuttab harus menjamin bahwa aktivitas Kuttab aman terhadap lingkungan sekitar, sehingga akan ada timbal balik dari lingkungan, yaitu lingkungan akan aman bagi aktivitas Kuttab. Kepala Kuttab harus membuat hubungan baik antara Kuttab dengan lingkungannya. Karena walau bagaimanapun Kuttab tidak akan bisa lepas dari masyarakat, selain itu karena memang tujuan Kuttab adalah untuk membantu negeri ini dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
-
Dengan Lembaga Pemerintahan
Di Indonesia, secara kelembagaan Kuttab merupakan sebuah Lembaga Pendidikan non Formal. Dan Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki system pemetihan. Oleh sebab itu, karena kita hidup di sebuah Negara yang mempunyai system pemerintahan, maka tentu saja ada aturan-aturan yang harus ditaati agar kuttab tidak dicap sebagai lembaga yang berlawanan dengan pemerintahan. Maka, seorang Kepala Kuttab harus mempunyai sikap dan tanggungjawab administrasi yang baik terhadap pemerintah. Selain itu Kepala Kuttab juga harus memastikan bahwa aktifitas pembelajaran di Kuttab tidak berlawanan dengan pemerintah.
BAB III
REFLEKSI Memilih Kuttab Al-Fatih sebagai tempat berjuang dalam mengambil bagian demi tegakknya agama ini ternyata menuntut konsekuensi yang sangat besar. Karena ternyata amanah membersamainya butuh kesungguhan yang luar biasa. Dan begitulah peradaban besar Islam, tidak akan pernah besar hanya dengan sekedar coba-coba, ataupun dengan sungguh-sungguh namun kesungguhan tanpa ilmu yang mendasarinya. Awalnya, masuk Kuttab Al-Fatih hanya ingin menjalani hidup sebagaimana agama ini memerintahkan, yaitu mencari penghidupan. Namun mengenalnya lebih dalam, memahami konsepnya lebih jauh, dan mengikuti budaya yang terbangun, cukup membuat terpana. Seolah terasa sangat segar di kepala tersebab kehausan akan ilmu dan kekeringan akan konsep pendidikan yang selama ini ada. Seiring berjalannya waktu, mengikuti setiap proses di dalamnya membuat hati semakin cinta. Terlebih saat melihat hasil didikannya, walaupun masih sementara, namun sudah sangat terasa keistimewaannya. Berusaha untuk melakukan peran terbaik di setiap amanah yang dilalui, kini amanah semakin meninggi. Posisi yang sebelumnya tidak pernah terfikirkan sama sekali, kini sudah bertengger di atas pundak untuk dipikul dengan tanggung jawab yang tinggi, semoga Allah selalu menguatkan pundak ini dan membimbing langkah ini. Tuntutan untuk mengikuti Dauroh Qiyadah selama 4 pekan 3 hari di Depok, tentu bukan hal yang ringan untuk dilalui. Karena harus jauh meninggalkan seorang istri yang sedang mengandung dengan usia kandungan yang cukup tua. Terlebih saat mendengar kabar kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi oleh istri saat semuanya harus dikerjakan secara mandiri. Namun begitulah amanah menuntut, mudahmudahan bukan hanya ternilai sekadar menjalani amanah pekerjaan, namun lebih dari itu, yaitu bagian dari mengilmui diri untuk mengemban amanah kepemimpinan dalam gerbong peradaban ini. Menjalani dauroh selama kurang lebih 1 bulan hari membuat diri ini semakin menyadari bahwa memang amanah ini sangat besar. Karenanya, Manajemen Kuttab Al-Fatih pusat seolah tidak ingin lalai dan asal dalam memberikan amanah kepala Kuttab di setiap cabang tanpa membekalinya dengan ilmu yang minimal mencukupi. Dihadirkanlah para petinggi Kuttab Al-Fatih sebagai narasumber untuk berdiskusi, membahas semua sisi yang harus diperhatikan dengan cukup rinci. Hasilnya, membuat diri ini merasa semakin tidak percaya diri, karena rasanya tidak layak dan seperti tidak cukup kuat untuk memikul beban ini. Namun karena ini adalah sebuah amanah, maka semua hasil diskusi itu menciptakan sebuah
dorongan yang sangat kuat untuk terus belajar. Belajar agar bisa menjalankan peran dengan kontribusi terbaik. Masih tersimpan kuat dalam ingatan, bahwa ternyata kepemimpinan ini memiliki dua sisi yang berbeda. Seperti sebuah koin, sisi yang satu adalah kepemimpinan secara umum (Qiyadah), sedangkan sisi satunya adalah kemampuan manajerial (Idarah). Tentu akan sangat sempurna jika kedua hal tersebut berada dalam diri satu orang. Namun sepertinya kemampuan yang dimiliki saat ini belum cukup untuk memiliki keduanya. Oleh sebab itu, pesan dari Sang Guru, Ustadz Budi Ashari, Lc, adalah agar setiap kepala Kuttab memaksimalkan terlebih dahulu kemampuan manajerial, karena memang itu tugas utamanya. Kembali kepada amal di Bab I, inilah bentuk ladang amal yang diberikan oleh Kuttab Al-Fatih. Sehingga harus diupayakan dengan kerja-kerja terbaik. Semoga Allah mudahkan kita semua menuju takdir masing-masing, dan mudah-mudahan itulah takdir yang akan membawa kebesaran Islam kembali hadir di bumi ini. Yaa Allah… Bimbinglah kami…