Retensi Energi.docx

  • Uploaded by: Siska Noviana Dewi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Retensi Energi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,084
  • Pages: 11
RETENSI ENERGI

Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten

: Siska Noviana Dewi : B1A017018 : III :2 : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2019

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), merupakanikan introduksi dari hasil persilanganikan

lele

Afrika

dan

Taiwan,

secarabiologis

memiliki

kelebihandibandingkan dengan jenis ikan lele laindalam hal pertumbuhan, fekunditas dan efisiensi pakan (Pratiwi et al., 2013). Ikan lele(Clarias gariepinus)juga merupakan sumber makanan pentinguntuk masyarakat lokal (Barnhoorn et al., 2015). Ikan lele dumbo memilikikeunggulan yakni perbandingan rasio pakan menjadi daging yakni 1:1 yang berarti bahwa setiap penambahan pakan sebanyak 1kg, akan menghasilkan penambahan 1kg penambahan berat ikan lele, namun, kualitas pakan yang jelekserta pemberian pakan dan perawatan yangkurang baik, bisa menyebabkan lele dumbomenjadi rentan serangan penyakit. Ikanlele mempunyai sifat aktif pada malam hari (noctural). Hal ini berarti bahwa ikan lele akan lebih aktif jika diberi makan padamalam hari. Pemberian pakan yang tepat,baik frekuensi ataupun jumlahnya akan lebih mengefisienkan biaya yang diperlukan (Fauziah et al., 2016). Pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan mengalami proses digesti didalam sistem pencernaan sebelum nutrisi pakan dimanfaatkan untuk keperluan biologis ikan (Zidni et al., 2018). Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks menjadi molekul yang sederhana, dalam bentuk-bentuk seperti glukosa, asam lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain dan bermanfaat bagi tubuh ikan. Kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul besar ke molekul kecil yang akan diabsorpsi oleh tubuh ikan prosesnya disebut laju digesti(Murtidjo, 2001). Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh dari molekul yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, selanjutnya akan diabsorpsi oleh tubuh. Tingkat nutrisi yang diserap oleh tubuh ditentukan oleh kombinasi tingkatpengosongan lambung dan penyerapan usus. Tingkatpengosongan cairan lambung dipengaruhi oleh volume lambung, kandungan energi dari larutan yang dicerna dan pada tingkat lebih rendah bergantung pada osmolaritas (Evans et al., 2016). Mengukur laju digesti pada ikan dapat dilakukan dengan mengukur kepadatan makanan pada lambung (bobot lambung). Temperatur, ukuran partikel makanan, dan metode percobaan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran bobot lambung.

Meningkatnya suhu air akan meningkatkan laju digesti ikan pada spesies tertentu (Wurtsbaugh, 1993). B. Tujuan Tujuan praktikum acara retensi energi adalah untuk mengetahui berapa banyak energi makanan yang dikonsumsi dapat disimpan dalam tubuh (retensi energi).

II. MATERI DAN CARA KERJA A. Materi Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan lele (Clarias gariepinus), pellet, dan aluminium foil. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium, oven, bom kalorimeter, pellet maker, mortar dan pestel. B. Cara Kerja 1. Akuarium yang telah diisi air setinggi 25 cm disiapkan. 2. Ikan ditebar dengan kepadatan 3-4 ikan dalam setiap akuarium. 3. Ikan diberi makan pada hari ketiga setelah ikan ditebar sebanyak 2,5% dari bobot total ikan pada masing-masing akuarium. Pemberian makan dilakukan selama 60 hari pemeliharaan. 4. Ikan dipuasakan selama 24 jam. 5. Bobot ikan kecil dan besar ditimbang sebagai bobot basah awal dan akhir, kemudian ikan dimatikan. 6. Ikan ditutup dengan aluminium foil kemudian dikeringkan di dalam oven selama 1 minggu (70o C). 7. Bobot ikan ditimbang kembali sebagai bobot kering awal dan akhir ikan. 8. Ikan ditumbuk dan dibuat pellet (0,5-1 gram) 9. Energi bom ikan dan energi pakan (EP) diukur menggunakan bom kalorimeter 10. a. Napas dihembuskan ke ujung selang yang disalurkan ke gelas beaker di dalam baskom kemudian ujung selang di lepas. b. Skala gelas kimia dilihat dan diamati volume udara yang timbul setelah menghembuskan napas. Volume udara menunjukkan volume tidal respirasi c. Pengukuran tersebut diulangi pada: pria, wanita, dan orang berlari 11. Kapasitas Vital Paru-paru a. Napas ditarik sedalam mungkin kemudian dihembuskan secara cepat ke gelas kimia melalui ujung selang sekuat mungkin. b. Selang dilepaskan dari mulut segera.

c. Skala pada gelas kimia yang menunjukkan volume udara yang telah dihembuskan diamati. Volume itu didefinisikan sebagai kapasitas vital paruparu. d. Pengukuran diulangi pada pria dan wanita 12. Volume total a. Jumlah respirasi per menit (15’’ x 4) dihitung.

b. Jumlah volume tidal dikalikan jumlah respirasi per menit (respirasi normal dan setelah melakukan aktivitas lari).

III.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Tabel 3.1. Hasil Perhitungan Volume dan Kapasitas Respirasi Manusia Volume Tidal Kelo mpok 1 2 3 4 5

Volume Total

Sebelum

Sesudah

Sebelum

L

L

L

P

P

Kapasitas Vital

Sesudah

P

325 110 >2000 1775 7800 2640 1000 2150 1520 2091 12000 34400 550 230 740 500 22000 4600 320 265 435 430 12800 9540 >2000 970 >2000 1740 48000 31040

L

P

72360 15200 41440 29580 80000

70200 20910 12000 27520 76560

Perhitungan Kelompok 2 1. Bx = 1,38

3. Bz = 1,27

Bxt = 119

Bzt = 106

%Bx=

Bx x 100 Bxt

%Bx=

1,38 x 100 119

¿

¿

¿ 1,15

Bz x 100 Bzt 1,27 x 100 1,198

¿ 1,198

2. By = 1,03 Byt = 79 %By= ¿

By x 100 Byt 1,03 x 100 79

¿ 1,3

Grafik 3.1 . Pengamatan Laju Digesti pada ikan lele (Clarias gariepinus)

Laki- Peremp laki uan (mL) (mL) >2000 >2000 >2000 >2000 >2000 1670 >2000 1345 >2000 1660

B. Pembahasan Laju digesti merupakan kecepatan lambung dalam mencerna makananya. Laju digesti dapat dukur dengan laju pengosongan lambung. Proses digesti dalam sistem pencernaan akan melibatkan peran enzim-enzim pencernaan. Proses digesti pakan yang diperoleh ikan akan dimulai dari lambung, dan dilanjutkan pada intestine yang akan berakhir hingga anus yang merupakan pembuangan bahan sisa (Zidni et al., 2018). Laju pengosongan lambung diamati untuk mengevaluasi kapasitas volume lambung ikan sehingga dapat menjadi acuan untuk menentukan jumlah pakan yang harus diberikan. Faktor-faktor yang memengaruhi laju digesti ikan diantaranya suhu, salinitas dan kandungan pakan yang diberikan. Suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi aktivitas, nafsu makan, konsumsi oksigen, laju metabolisme, dan kelangsungan hidup ikan ( Alamsyah & Yushinta, 2013). Faktor konsumsi pakan secara langsung dikaitkan berhubungan langsung dengan kecernaan dan laju pengosongan lambung.. Apabila semakin tinggi kemampuan cerna nutrien maka akan mempercepat lajupengosongan lambung, sehingga jumlah konsumsi pakan meningkat. Menurunnya kecernaan menyebabkan jumlah pakan yang tercerna semakin sedikit. Hal ini diduga akan memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga berdampak pada jumlah konsumsi pakan yang menurun. Ukuran lambung berpengaruh terhadap laju digesti, hal ini jika semakin kecil volume lambung semakin sedikit pakan yang dapat ditampung, maka frekuensi pemberian pakan semakin sering. Hal ini berhubungan dengan kapasitas dan laju pengosongan lambung. Makin kecil kapasitas lambung, makin cepat waktu untuk mengosongkan lambung, sehingga frekuensi pemberian pakan yang dibutuhkan tinggi, selanjutnya dikatakan pula bahwa setelah terjadi pengurangan isi lambung, nafsu makan beberapa jenis ikan akan meningkat kembali jika segera tersedia pakan. Faktor lainnya adalah kualitas pakan. Hal tersebut karena pakan akan diproses dalam tubuh dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap untuk dimanfaatkan membangun jaringan sehingga terjadi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan. Pakan yang berkualitas baik akan menghasilkan pertumbuhan ikan dan efisiensi pakan yang tinggi (Karimah et al., 2018). Laju digesti pakan umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan pada kondisi temperatur air yang optimal bagi ikan maka laju metabolisme ikan meningkat. Meningkatnya laju metabolisme ikan ini harus diimbangi dengan pakan-pakan yang diperoleh dari lingkungannya. Ikan pada umumnya bersifat poikiloterm, maka pada temperatur air yang meningkat nafsu makan ikan juga menurun. Suhu air yang

meningkat memicu nafsu makan ikan juga mengalami peningkatan, sedangkan apabila terjadi penurunan temperatur air maka nafsu makan ikan juga akan mengalami penurunan. Kondisi temperatur yang optimal bagi ikan juga akan menyebabkan laju metabolisme meningkat. Pada temperatur 30–400C akan terjadi peningkatan metabolisme yang sangat cepat. Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Suhu, ukuran partikel makanan, dan metode experimental merupakan faktor penting yang mempengaruhi pengukuran tingkat evakuasi lambung. Jika suhu air naik, maka tingkat evakuasi lambung umumnya meningkat secara eksponensial sampai mencapai maksimum hampir melebihi batas toleransi suhu dari ikan (Zidni et al., 2018). Selain faktor suhu, faktor salinitas juga sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme yang menentukan tingkat pengosongan lambung. Pada salinitas rendah dapat memperlambat tingkat pencernaan udang (Aslamsyah & Yushinta, 2013). Sistem pencernaan ikan lele berfungsi untuk mencerna makanan untuk disederhakan melalui mekanisme fisik dan kimiawi menjadi bahan yang mudah diserap, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Pakan lele akan dicerna melalui saluran pencernaan. Saluran pencernaannya terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan porus urogenitalis. Usus yang dimiliki ikanlele lebih pendek dari panjang badannya. Hal ini merupakan ciri khas jenis ikan karnivora. Sementara, lambungnya relatif besar dan panjang. Pencernaan bahan makanan secara fisik/mekanik dimulai dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam proses pemotongan dan penggerusan makanan. Selanjutnya bahan makanan dicerna di lambung dan usus dengan adanya gerakan/kontraksi otot. Pencernaan secara fisik/mekanik pad segmen ini terjadi secara efektif karena adanya aktivitas cairan digestif. Proses pencernaan makanan dipercepat oleh sekresi kelenjar pencernaan. Adapun kelenjar pencernaan ikan lle terdiri dari hati dan kantong empedu. Lambung dan usus juga berfungsi sebagai kelenjar pencernaan. Kelenjar ini menghasilkan enzim pencerna yang berguna dalam membantu proses penghancuran makanan. Kelenjar pencernaan pada ikan karnivora (ikan lele) menghasilkan enzim-enzim pemecah protein ( Mahyuddin, 2008). Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data kelompok 2 dari berat bobot lambung ikan lele setelah diberi pakan dengan selisih waktu tertentu. Hasilnya yaitu bobot lambung ikan 0 menit, 30 menit dan 60 menit setelah diberi makan berturut-turut adalah 1,38 gram, 1,03 gram dan 1,27 gram. Hasil tersebut tidak sesuai dengan referensi

bahwa semakin lama waktu pengukuran setelah diberi pakan maka semakin kecil bobot lambung (Santoso, 1994). Berdasarkan grafik pengamatan laju pengosongan lambung (laju digesti) rombongan III didapatkan hasil bahwa kelompok 1 laju digestinya cenderung naik, pada kelompok 3 pada laju digesti 0 menit dan 30 menit mengalami kenaikan, namun pada waktu 60 menit mengalami penurunan, pada kelompok 4 dan 5 cenderung mengalami penurunan laju digesti, dan kelompok 2 mengalami penurunan bobot lambung pada waktu 30 menit sedangkan pada waktu 60 menit cenderung konstan.Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian hasil dengan referensi, yaitu pada kelompok 2 bobot tubuh ikan kedua (30 menit) lebih kecil dibandingkan bobot tubuh ikan lele pertama (0 menit), sedangkan bobot ikan ketiga (60 menit) lebih besar dari bobot ikan kedua. Hal ini karena ukuran juga sangat berpengaruh terhadap laju digesti ikan. Faktor tersebut sesuai dengan pustaka bahwa ketidaktepatan tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus, stress fisiologis, aktivitasi, musim, ukuran tubuh, dan temperatur lingkungan (Yuwono, 2001).

V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1.

Laju digesti merupakan kecepatan ikan dalam mencerna pakan yang dapat diukur dengan cara melakukan pengosongan lambung ikan. Laju digesti dapat dipengaruhi oleh laju metabolisme tubuh ikan.

2.

Bentuk lambung memengaruhi kecepatan laju digesti, sebab jika ukurannya kecil maka laju digesti meningkat sedangkan jika ukurannya besar dapat menurunkan laju digesti.

3.

Bobot lambung ikan lele hasil praktikum dalam jangka waktu 0, 30, dan 60 menit berturut-turut adalah 1.38, 1.03, 1.27 gram dengan laju digestinya berturut-turut yaitu 1.15%, 1.3%, dan 1.198%.

DAFTAR PUSTAKA Aslamyah, S. & Yushinta, F., 2013.Laju Pengosongan Lambung, Komposisi Kimia Tubuh, Glikogen Hati dan Otot, Molting, dan Pertumbuhan Kepiting bakau pada Berbagai Persentase Pemberian Pakan dalam Budidaya Kepiting Cangkang Lunak." Dipersentasekan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI. Jakarta, pp. 11-12. Barnhoorn, I. E. J., van Dyk, J. C., Genthe, B., Harding, W. R., Wagenaar, G. M., & Bornman, M. S., 2015. Organochlorine pesticide levels in Clarias gariepinus from polluted freshwater impoundments in South Africa and associated human health risks. Chemosphere, 120, pp. 391–397. Evans, G. H., Watson, P., Shirreffs, S. M., & Maughan, R. J., 2016. Effect of exercise intensity on subsequent gastric emptying rate in humans. International journal of sport nutrition and exercise metabolism, 26(2), pp. 128-134. Fauziah, Antika, F., Titin, A. &Yuli,H., 2017.Analisis Pendapatan dan Pemasaran Ikan Lele Dumbo di Desa Mojomulyo Kecamatan Puger. JSEP (Journal of Social and Agricultural Economics), 9(1), pp. 20-32. Karimah, Ulfatul, &Istyanto, S., 2018. Performa Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) yang Diberi Jumlah Pakan yang Berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology, 7(1), pp. 128-135. Pratiwi, Esti, D., Untung, S. &Slamet, P. 2013. Aktivitas Amilase dan Laju Metabolisme Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Kondisi Puasa dan Pemberian Pakan Kembali.Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA: A Scientific Journal, 30(1), pp. 32-37. Santoso, B., 1994.Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal.Yogyakarta: Kanisius. Wurtsbaugh, W. A., 1993. An Empirical Model of Gastric Evacuation Rates for Fish and an Analysis of Digestion in Piscivorous Brown Trout. Transactions of the American Fisheries Society, 122(7), pp. 17-730. Yuwono, E., 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas Biologi UNSOED. Zidni, I., Eddy, A., Izza, M., Heti, H. & Ibnu, B.S., 2018. Laju Pengosongan Lambung Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Nila (Oreochoromis niloticus).Jurnal Perikanan Kelautan, 9(2), pp. 147-151.

Related Documents

Retensi Energi.docx
April 2020 14
Retensi Energi.docx
October 2019 24
Retensi Energi Pada Ikan
August 2019 27
Spo Retensi Rekam Medis
August 2019 57

More Documents from "zainal a"