HERNIA UMBILIKALIS Definisi Hernia merupakan penonjolan yang tidak normal organ dalam perut melalui suatu defek (bukaan). Nama hernia berdasarkan lokasi lubang defeknya, misalnya hernia inguninalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, dan lain sebagainya. Hernia umbilikalis merupakan penonjolan organ dalam perut keluar dari daerah pusar akibat kelemahan jaringan penyambung dan otot perut. Kelemahan tersebut membentuk suatu “bukaan” yang dikenal dengan defek, yang menyebabkan jaringan lemak dan organ dalam perut di bawah pusar dapat ikut menonjol keluar. Hernia umbilikalis sering terjadi pada anak-anak, namun dapat pula terjadi pada orang dewasa walaupun jarang. Pada anak-anak, defek seringkali tertutup seiring bertambahnya usia dan tidak membutuhkan tindakan pembedahan. Pada dewasa, hernia umbilikalis tidak dapat sembuh sendiri dan hanya dapat diperbaiki dengan tindakan bedah. Etiologi Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya. Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut. Penyebab hernia umbikalis yaitu : 1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup. 2. Akibat dari pembedahan sebelumnya. 3. Kongenital a. Hernia congenital sempurna, bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempattempat tertentu. b. Hernia congenital tidak sempurna, bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis).
A. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang muncul menurut Herdman pada pasien hernia secara umum: 1. Berupa benjolan keluar masuk/keras dan yang sering terjadi tampak benjolan pada dilipat paha. 2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual. 3. Terdapat gejala mual dan muntah distensi bila lelah ada komplikasi. Tanda gejala pada pasien bayi atau anak-anak : 1. Anak menangis dan gelisah 2. Si kecil akan mudah menangis dan terus menerus terlihat gelisah. Benjolan di lipatan paha tersebut juga akan terlihat hilang timbul ketika sikecil menangis. 3. Rewel 4. Demam Gejala-gejala hernia umbilikalis yang diwakili hanya oleh tonjolan yang muncul dan tidak lebih.Dalam kebanyakan kasus benjolan ini mendorong dirinya kembali ke dalam jika bayi sedang duduk di punggungnya, tapiketikadiabatuk, bersin, atauberdirilurusitusangatterlihat. Nyeripadaumbilikalis.Bilaisi hernia terjepit oleh cincin hernia, maka akan terasa nyeri. Apalagi bila akhirnya terjadi infeksi, penderita akan merasakan nyeri yang hebat, dan infeksi tersebut akhirnya menjalar kemana-mana serta meracuni seluruh tubuh. Jika sudah terjadi keadaan
seperti
ini,
maka
disebut
gawat
darurat
yang
harus
segeraditangani,
karenadapatmengancamnyawapenderita Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada umbilicus yang hanya ditutup peritoneum dan kulit, berupa penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus akibat peninggian tekanan intra abdomen, biasanya jika bayi menangis. Angka kejadian hernia ini lebih tinggi pada bayi premature. Hernia umbilikalis pada orang dewasa merupakan lanjutan hernia umbilikalis pada anak. Peninggian tekanan karena kehamilan, obesitas atau asites merupakan factor predisposisi.
B. Patofisologi Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilical untuk menutup . Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusiusus) memotong suplai darah kesegmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangrene karena kekurangan suplai darah. Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat
menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompreses akan membantu mengurangi nyeri.
C. Pathways
D. Penatalaksaan 1. Pra Operasi a. Cegahmenangis b. Beriposisi semi-fowler (H. Diafragmatik), terlentang (H. Femoralis) c. Lakukanperawatanrutinjalur IV. Pengisapan NG. Puaskan d. Hindaritindakansendiri (mis. Siagen, koin) e. Jaga agar kontongatau visera tetap lembab f. Gunakantindakankenyamanan 2. PascaOperasi a. Lakukanperawatandanobservasi secara rutin b. Berikantindakankenyamanan c. Dukungan orang tua (Wong, 2004: 521)
Bila cincin hernia kurang dari 2 cm, umumnya regresi spontan akan terjadi sebelum bayi berumur 6 bulan, kadang cincin baru tertutup setelah satu tahun. Usaha untuk mempercepat penutupan
dapat
dikerjakan
dengan
mendekatkan
tepi
kiri
dan
kanan
kemudian
memancangkannya dengan pita perekat (plester) untuk 2 – 3 minggu. Dapat pula digunakan uang logam yang dipancangkan di umbilicus untuk mencegah penonjolan isi rongga perut. Bila sampai usia 1,5 tahun hernia masih menonjol maka umumnya diperlukan koreksi operasi. Pada cincin hernia yang melebihi 2 cm jarang terjadi regresi spontan dan lebih sukar diperoleh penutupan dengan tindakan konservatif.Saat pemeriksaan, dokter akan meraba isi hernia dengan ujung jarinya. Dengan begitu, ia bisa tahu apakah isi hernia masih bisa dimasukkan kembali ke tempatnya semula tanpa operasi atau tidak. Pada bayi, proses masuknya kembali isi hernia bisa terjadi secara spontan. Ini karena cincin hernia pada bayi masih elastis, terutama bila lubang hernia pusarnya lebih kecil dari 1 cm. Tutup saja lubang hernia dengan kain kasa yang diberi uang logam di dalamnya, lalu tempelkan di atas pusar. Umumnya, cincin hernia pada pusar yang tanpa komplikasi ini akan tertutup sendiri ketika ia berusia 12-18 bulan. Operasi baru dilakukan bila ukuran lubang hernia bayi sekitar 1,5 cm atau lebih. Pada kondisi seperti ini, lubang tidak mungkin menutup sendiri. Meski begitu, operasi bisa saja dilakukan secara terencana bila hernia tetap ada sampai anak memasuki usia sekolah. Untuk hernia pada lipatan paha, operasi adalah terapi terbaik. Karena, pada hernia jenis ini risiko untuk terjadi jepitan jauh lebih besar. Operasi harus segera dilakukan untuk menyelamatkan organ yang terjepit dalam kantung hernia. Biasanya, operasi dilakukan bila hernia menetap sampai bayi berusia 3 bulan. Usai operasi, orang tua sebaiknya tetap memantau kondisi bayi. Sebab, hernia dapat kambuh lagi bila terjadi peningkatan tekanan di dalam perut. Misalnya, ia batuk hebat atau sembelit. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Herniografi Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal dilakukanX-ray,
dan
sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia
kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin. 2. USGSering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis, misalnya pada Spigelian hernia. 3. CT dan MRIBerguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya : hernia obturator) 4. LaparaskopiHernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat laparaskopi untuk nyeri perut yang tidak dapat didiagnosa.
5. Operasi Eksplorasi Pada beberapa bayi, dengan riwayat meyakinkan dari ibunya, namun tidak ditemukan secara klinis. Operasi eksplorasi dapat dilakukan. 6. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hernia adalah : a. Lab darah : hematology rutin, BUN, kreatinin dan elektrolit darah. b. Radiologi, foto abdomen dengan kontras barium, flouroskopi. c. Data Px diagnostic X-Ray d. Data laboratorium, meliputi: Darah : 1) Leukosit 10.000 – 18.000/mm3 2) Serum elektrolit meningkat
F. Komplikasi Hernia umbilikus yang tanpakomplikasi umumnya dapat tertutup sendiri pada usia anak lebih besar, sekitar usia 2-5 tahun, namun selama itu pusar atau umbilikus akan kelihatan menonjol besar sehingga secara kosmetis orang tua pasien menganggap itu suatu masalah. Pengobatan pada hernia umbilikalis dengan pembedahan diperlukan jika lubang yang terjadi ukurannya 2 cm atau lebih, karena tidak mungkin akan menutup sendiri. Atau, jika hernia sampai anak usiasekolah, maka dapat dilakukan pembedahan berencana. Sumber: LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HERNIA UMBILIKAL DI RUANG ANGGREK RSUD AMBARAWA
ILEUS PARALITIK DEFENISI Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory dari sistim enteric motor neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik, kolinergik, serotonergik,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung pada lamanya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema, dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesemia memberikan gejala paralisis usus. Penyakit / keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang tercantum di bawah ini : ETIOLOGI Penyebab Ileus Paralitik : 1. Neurologik: - Pasca operasi - Kerusakan medula spinalis - Keracunan timbal kolik ureter - Iritasi persarafan splanknikus - Pankreatitis
2. Metabolik : - Gangguan keseimbangan elektro 3. Iskemia usus MANIFESTASI KLINIS Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari ringan sampai berat bergantung pada penyakit yang mendasarinya, didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glucosa darah, dan amilase. Foto polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung usus halus dan usus besar memberikan gambaran herring bone, selain itu bila ditemukan air fluid level biasanya berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras kontras yang larut air. Pemeriksaan penunjang lainnya yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin ( Hb, lekosit,hitung jenis dan trombosit), elektrolit, BUN dan kreatinin, sakar darah, foto dada, EKG, bila diangap perlu dapat dilakukan pemeriksaan lainnya atas indikasi seperti amilase,lipase, analisa gas darah , ultrasonografi abdomen bahkan CT scan. PENATALAKSANAAN Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi
parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasn ileus paralitik pasca operasi. Bila bising usu sudah mulai ada dapat dilakukan test feeding, bila tidak ada retensi,dapat dimulai dengan diit cair kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi ususnya PROGNOSIS Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primernya dapat diatasi. Sumber: PERITONITIS DAN ILLEUS by DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD
Invaginasi Definisi Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi. Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke bagian distal (intususepien) (Syamsuhidayat, 2005).
Gambar 1. Intususepsi usus halus yang masuk ke usus besar (Mckee, jawetz 1996) Insiden Insiden penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing-masing penulis mengajukan jumlah penderita yang berbeda-beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak-anak dibawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya
usia.
Umumnya
invaginasi ditemukan lebihsering pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2 (Sapan, 2007). Insiden invaginasi pada bulan Maret – Juni, September – Oktober menunjukkan angka yang tinggi. Hal ini mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim-musim tersebut insiden infeksi saluran dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa motilitas usus yang meningkat merupakan salah satu faktor penyebab (Wood, 2012). Invaginasi yang terjadi pada bayi prematur, sering menimbulkan salah diagnosa dengan Necrotizing Entero Colitis (NEC), sehingga menyebabkan salah atau tertundanya didalam penanganan intervensi bedah (Jeffrey,2003).
Etiologi
Invaginasi terbagi atas Idiopatik dan Kausatif:
1.
Idiopatik: Pada kepustakaan 95% invaginasi pada anak umur 1 bulan sampai 3 tahun sering tidak dijumpai penyebab yang jelas, sehingga digolongkan ”Infatil idiophatic intususseption”. Pada saat operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai infeksi rotavirus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi(Stringer,1992).
2.
Kausatif : Pada penderita invaginasi yang berumur lebih 2 tahun biasanya ditemukan adanya kelainan usus sebagai penyebab terjadinya invaginasi, seperti: Inverted Meckel’s Divertikulum, Hemangioma, Lymphoma, Duplikasi usus, Polip Usus (Ravitch,2007). Ein’s dan Raffensperger (2003), pada pengamatannya mendapatkan “Specific
leading points” berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas 6tahun.Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal (Ravitch, 2007).
JenisInvaginasi Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang terlibat (Pickering, 2000): 3.
Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagianileum.
4.
Ileo-colica, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagiankolon.
5.
Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dariinvaginasi.
6.
Appedicial-colica, adalah bagian caput dari caecumterinvaginasi.
7.
Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagiankolon. Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal dan ileo colica,
jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut tipe invaginasi ganda, sebagai contoh adalah tipe invaginasi ileo-ileo colica atau colo colica (Sabiston,2010).
Patologi Pada invaginasi dapat berakibat terjadinya obstruksi ataupun strangulasi dari usus. Obstruksi
yang
terjadi
secara mendadak
ini,
akan
menyebabkan bagian
apex
invaginasimenjadi udem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin bagian usus
yang tidak viabel tersebut dapat kembali normal secara spontan (Winset, 2004).
Gambar 2. Gambaran Invaginasi melalui laparaskopi (Winset, 2004)
Gambar 3. Invaginasi tipe ileocaecal (Sudiyatmo, 2012) Pada sebagian besar kasus invaginasi obstruksi usus terjadi pada daerah ileo – caecal. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat dari penyakit invaginasi yang berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan kolon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi edem dan kaku, mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulata dan perforasi usus (Ravitch,2007).
Gambar 4. Usus yang sudah rusak dan Perforasi (Nasution, 2013). Pada gambar diatas dapat terlihat usus yang sudah rusak dan telah terjadi perforasi.
GambaranKlinis Secara klasik perjalanan invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut : Anak atau bayi yang biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan anak atau bayi kelihatan seperti normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi (Thomson,1992). Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit, lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung. Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi yang belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi tetapi biasanya terjadi diare ataupun feses yang lunak, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses (Stringer, 1992). Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang,dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatumassa tumor berbentuk sosis di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon terdorong ke distal, ikut proses invaginasi (Ravitch, 2007). Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit meng-akibatkan gangguan
venous return sehingga terjadi kongesti, edem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala buang air besar darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Buang air besar darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses edem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi (Ravitch,2007). Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, syok dan kematian (Lucian,1987).
Gambar 5.Usus yang rusak (Nasution, 2013). Pada gambar dapat terlihat keadaan usus yang sudah tidak bagus lagi.
Pemeriksaan colok dubur didapatkan: - Tonus sfingter melemah, mungkin invaginasi dapat diraba berupa massa seperti portio. -
Bila jari ditarik, keluar darah bercampurlendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala-gejala invaginasi tidak khas, tanda- tanda obstruksi usus berhari-hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya
sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul (Ravitch, 2007). Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atypical, bila kasus itu gagal dibuat diagnosis yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita (Irish,2012).
Diagnosis
DiagnosisKlinis Untuk menegakkan diagnosis invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi, tetapi diagnosis pasti dari suatu invaginasi adalah ditemukannya suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, pada saat dilakukan operasi laparotomi (Stringer, 1992). Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi dikenal dengan “Trias Invaginasi”, yang terdiri dari (Mac Mohan1991): 1.
Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat serang serangan, nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan (colicky abdominalpain).
2.
Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas (palpebra abdominalmass).
3.
Buang air besar campur darah dan lendir ataupun terjadi diare (red currant jellystools). Bila penderita terlambat datang ke rumah sakit, sumbatan atau obstruksi pada usus
yang disebabkan oleh invaginasi dapat menyebabkan perut sangat menggembung atau distensi sehingga pada saat pemeriksaan sukar untuk meraba adanya massa tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi yang lainnya (Mac Mohan, 1991). Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah 1 tahun, sedangkan penyakit diare umumnya juga terjadi pada anak usia di bawah 1 tahun maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun dengan keluhan sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari atau malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka dapat dipikirkan kemungkinan terjadinya invaginasi (Ravitch, 2007).
DiagnosisPenunjang 4.
PemeriksaanLaboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah neutrofil segmen (>70%) (Ravitch, 2007). 5.
PemeriksaanRadiologi Foto polos abdomen: didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus
terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air“ bila terjadi perforasi (Stringer,1990).
Gambar 6. Foto Polos Abdomen yang menunjukkan dilatasi dari usus halus dan terkumpulnya gas kuadran kanan bawah dan kuadran atas (Stringer, 1990)
Gambar 7. Foto Polos Abdomen yang Menunjukkan Gambaran Obstruksi Usus dengan “Air Fluid Level” (Nasution, 2013)
Barium enema: dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance yang dapat terlihat padaa gambar 9 (Gabriel, 2011).
Gambar 8.Barium enema dengan kontras udara menunjukkan intususepsi di caecum (Gabriel, 2011)
Gambar 9. Barium enema menunjukkan intussusepsi di colon desenden (Gabriel, 2011)
Ultrasonografi: pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan gam-baran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi (Saxton,1994). Pada infeksi rotavirus akut dijumpai gambaran lymphadenopathy dan tampak penebalan dinding ileum distal. Penebalan dari dinding ileum distal merupakan lead point terjadinya invaginasi (Zupancic, 1994). Karena itu rotavirus diduga mempunyai kaitan dengan terjadinya invaginasi (Ravitch,2007).
Gambar 10. Gambaran USG Abdomen menunjukkan tanda klasik dari intussusepsi di dalam intussupien (Saxton, 1994)
DiagnosisBanding Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa
sakit, muntah danperdarahan. Diverticulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasanyeri. Disentri amoeba, pada keadaan ini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yanghebat. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali. Pada colok dubur
didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah (Ravitch,2007).
Penatalaksanaan Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik (Stringer, 1992). Penatalaksanaan dari invaginasi pada umumnya meliputi resusitasi, kofirmasi diagnostik melalui ultrasonografi, reduksi hidrostasis, reduksi dengan barium enema (kecuali anak mengalami tanda-tanda peritonitis), dengan intervensi bedah merupakan pilihan terakhir kecuali pada kasus khusus (Francis R,2001).
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik yaitu: 1.
Reduksi dengan bariumenema Reduksi dengan barium enema merupakan terapi awal pada invaginasi pada anak,
namun kontroversi terhadap terapi ini masih terus diperdebatkan (Catarina, 2007). Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita: dipuasakan, resusitasi cairan, dekompresi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit dan neutrofil segmen maka antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit (Saxton, 1994). Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi (Saxton, 1994). Reduksi invaginasi dengan nonoperatif telah menunjukkan lama rawat inap, pemulihan yang lebih cepat, mengurangi biaya rumah sakit, dan mengurangi kompilkasi yang berhubungan dengan operasi abdomen (Somme, 2006). Telah dilaporkan bahwa reduksi hidrostatis kurang berguna bagi pasien dengan gejala invaginasi lebih dari 48 jam, dan khususnya pasien dengan keadaan umum yang jelek dan membutuhkan operasi reduksi sebagai penanganannya (Van den Ende, 2005). Menurut Syamsuhidayat tahun 2005 barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti: - Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen. - Dijumpai tanda-tandaperitonitis. - Gejala invaginasi sudah lewat dari 24jam. - Dijumpai tanda – tanda dehidrasiberat. - Usia penderita dibawah 1tahun.
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu (Gabriel, 2011). Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat fluoroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat di identifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian
proksimal kolon descendens (Saxton, 1994). Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2-3 kali dengan jarak waktu 3-5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu (Saxton, 1994).
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil, apabila: - Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses
danudara. - Pada fluoroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi
adanya refluks ke dalamileum. - Hilangnya massa tumor diabdomen. - Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit testpositif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknispelaksanaan-nya (Ravitch, 2007). Jika reduksi dengan enema gagal untuk mengatasi keadaan ini, intervensi bedah dapat dilakukan (Zuo, 2008).
2.
Reduksi dengan tindakanoperasi
a. Memperbaiki keadaanumum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, jangan melakukan tindakan operasi sebelum mengoptimalkan keadaan umum pasien (pasien baru dapat dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini ditandai apabila produksi urine sekitar 0,5-1 cc/kg BB/jam). Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperatur badan tidak lebih dari 38°C. Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan sambil operasi
berjalan dan pasca bedah(Ashcraft,1994). Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah: a.
Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi(resusitasi).
b.
Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sondelambung.
c.
Pemberian antibiotik dansedatif. Suatu kesalahan besar apabila langsung melakukan operasi karena usus dapat menjadi
nekrosis karena perfusi jaringan masih buruk (Ashcraft, 1994).
Gambar 11. Usus yang sudah rusak (Nasution, 2013)
Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan tersebut akanirreversible (Ravitch, 2007).
b.
Tindakan reposisiusus Tindakan selama operasi tergantung kepada temuan keadaan usus, reposisi manual
dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak-anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi
transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi usus, mereduksi intusussepsi dan tindakan appendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila: pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan tetapi bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau enterostomi (Ashcraft,1994).
Gambar 12. Milking Prosedur (Ashcraft, 1994)
Komplikasi Bila tidak ditangani dengan baik maka invaginasi dapat menyebabkan perforasi usus dan berlanjut menjadi peritonitis.
Sumber: Case
Report Invaginasi et causa Non-Hodgkin Lymphoma pada Anak Departemen Ilmu Bedah RSUD Dr. Moewardi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret