Pengertian Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia, dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Selley (1988) membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian : lingkungan pengendapan darat (sungai, lacustrine, danau, gurun, glacial), transisi (delta, lagun, eustarine) dan laut. Untuk menganalisis suatu lingkungan pengendapan maka perlu diketahui dari warna, tekstur, komposisi mineral, dan struktur.
Lingkungan Pengendapan Sungai Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 :
1. Sungai Lurus (Straight) Sungai ini umumnya memeliki aliran arus yang kuat dan deras dan berada pada topografi yang cenderung terjal, sehingga sangat susah terbentuknya pengendapan sedimen.
2. Sungai Kekelok (Meandering) Sungai yang alirannya berkelok-kelok. Menurut Leopold dan Wolman (1957) dalam reineck dan singh (1980) menyatakan bahwa hal ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi
dalam. Apabila proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga membentuk danau bekas aliran sungai yang berbentuk oxbow lake. 3. Sungai Teranyam (Braided) Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukitbukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. 4. Sungai Anastomasing sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.
Arus turbidit Turbidit : suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen dan mengalir pada dasar tubuh cairan, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut.(Keunen dan Migliorini, 1950). 1)Karakteristik Litologi a)Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif kasar dengan batuan yang berbutir relatif halus, b)Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan mengandung mineral-mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga banyak didapatkan matrik lempung.
c)Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya fragmen tumbuhan. d) struktur yang terbentuk : flute cast, groove cast, konvolut, dll.
Lacustrin Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau ini mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang mengallir ke danau
Lagoon Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai. Pada laut yang konstan maka dibagian bawah lagun akan terendapkan sedimen klastik halus yang kemudian ditutupi oleh rawa - rawa dengan ketebalan mencapai setengah tinggi air pasang. Kontak antara batuan sedimen dan batuan di bawahnya adalah horizontal. Satuan batuan fraksi halus dengan sisipan batubara muda (peat) di daerah rawa akan berhubungan saling menjari dengan batupasir di daerah tanggul. Selain itu batuan sedimen lagun yang menebal ke atas dan menumpang di bagian atas shoreface biasanya terjadi menyertai proses transgresi. Lagun juga dapat terbentuk pada daerah tektonik estuarine (Fairbridge RW, 1980 dalam Boggs, 1995) yang disebabkan oleh aktivitas tektonik sehingga terjadi pengangkatan di bagian tepi pantai dan membelakangi bagian rendahan yang membentuk lagun. Struktur bioturbasi
sering dijumpai pada batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995).
Tidal flat Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal. Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat (Boggs, 1995) Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai meandering. Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah (Reading, 1978) Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat
dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan marsh garam , dengan perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos).
Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline. Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982). Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995), yaitu: 1. Non Alluvial Delta a. Pyroklastik delta b. Lava delta 2. Alluvial Delta a. River Delta
Pembentukannya dari deposit sungai tunggal. b. Braidplain Delta Pembentukannya dari sistem deposit aliran “teranyam” c. Alluvial fan Delta Pembentukannya pada lereng yang curam dikaki gunung yang luas yang dibawa air. d. Scree-apron deltas Terbentuk ketika endapan scree memasuki air.
Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama , yaitu : 1. Delta plain Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar.
2. Front Delta Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen & Coadou, 1982).
3. Prodelta Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada daerah ini sering
ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi halus.
Estuarin Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu : 1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini. 2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang. 3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian). Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978), yaitu : 1. Mikrotidal estuarin
2. Mesotidal estuarin 3. Makrotidal estuarin Pada mikrotidal estuarin, perkembangan daerahnya sering ditandai dengan kemampuan disharge dari sungai untuk menahan arus tidal yang masuk ke dalam sungai, meskipun kadang-kadang pada saat disharge sungai sangat kecil, arus tidal dapat masuk sampai ke sungai. Pada mesotidal estuarin, efektivitas dari tidal lebih efektif dibanding pada mikrotidal, khususnya ini terjadi pada sungai bagian bawah. Pada makrotidal estuarin sering ditemukan funnel shaped dan linier tidal sand ridges. Arus tidal sangat efektif dalam sirkulasi daerah ini, serta endapan suspensi umumnya diendapkan pada dataran (flats) intertidal pada daerah batas estuarin (Reading, 1978). Endapan pada daerah estuarin umumnya aggradational dengan alas biasanya berupa lapisan erosional hasil scour pada mulut sungai. Hal ini berbeda dengan endapan delta yang umumnya progadational yang sering menunjukan urutan mengkasar keatas. Pada daerah estuarin yang sangat dipengaruhi oleh tidal, endapannya akan sangat sulit dibedakan dengan daerah lingkungan pengendapan tidal, untuk membedakannya harus didapat informasi dan runtunan endapan secara lengkap (Nichols, 1999).