Resume Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.docx

  • Uploaded by: rohimiah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resume Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,362
  • Pages: 18
RESUME KEPERAWATAN KOMUNITAS “JAMINAN MUTU PELAYANANAN KESEHATAN”

Disusun Oleh : ROHIMIAH NIM : 1130117001

PRODI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2018

Penerapan Jaminan Mutu Layanan Kesehatan dalam Puskesmas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat (1) perubahan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggara pelayanan kesehatan dirumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang bekembang sangat pesat yang perlu diikuti tenaga kesehatan dalam rangka pemberian palayanan yang bermutu standar, membuat semakin kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi yang dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyususnan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6 menyatakan : Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang diperoleh setiap warga Negara secara minimal. Ayat 7. Indikator SPM adalah tolak ukur untuk profesi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi didalam pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, dan hasil, dan atau manfaat pelayanan. Ayat 8, pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial ekonomi dan pemerintah. Dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 PP RI No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

BAB II PEMBAHASAN

   

  

    

2.1 Penerapan Jaminan Mutu Layanan Kesehatan dalam Puskesmas Berdasarkan data yang telah dipaparkan dalam bagian pertama, dapat dibuktikan bahwa mutu layanan kesehatan puskesmas masih sangat memprihatikan. Kurang atau tidak bermutunya layanan kesehatan puskesmas bukan kesalahan puskesmas, tetapi system layanan kesehatan puskesmas itu sendiri yang menjadikannya kurang atau tidak bermutu. Menurut pengamatan saya keadaan tersebut antara lain disebabkan oleh: Umumnya pasien puskesmas ditangani oleh perawat yang pendidikannya tidak dibekali pengetahuan tentang penegakan diagnosis penyakit. Kalaupun dokter ada di puskesmas , ternyata dokter lebih banyak menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan kegiatan penyembuhan pasien. Walaupun beberapa standar layanan kesehatan dasar telah tersedia di puskesmas standar itu tidak selalu digunakan dalam penyelenggaraan layanan kesehatan kepada pasien. Umumnya standar layanan kesehatan dasar yang digunakan adalah standar yang berdasarkan penyakit (disease-based), bukan standar layanan kesehatan yang berdasarkan gejala (symptom-based) sehingga perawat tidak dituntun dalam menentukan diagnosis penyakit dengan cara yang benar. Selain itu, diagnosis ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan penatalaksanaan penyakit sesuai standar layanan kesehatan yang ditentukan . Umumnya supervisi masih bertujuan mencari kesalahan, bukan meningkatkan kinerja petugas puskemas. Tidak adanya suatu insentif yang mendorong petugas puskesmas untuk selalu konsisten dalam menggunakan standar layanan kesehatan. Belum semua puskesmas menerapkan jaminan mutu layanan kesehatan. Keadaan puskesmas yang demikian harus dijadikan suatu pemicu atau pendorong bagi puskesmas, puskesmas pembantu dan bidan desa untuk segera menerapkan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan agar mutu layanan kesehatan dasar dapat segera meningkat. Setalah petugas puskesmas memiliki pengetahuan dan keterampilan jaminan mutu layanan kesehatan, puskesmas perlu segera membentuk suatu kelompok kerja yang disebut kelompok jaminan mutu layanan kesehatan puskesmas. Setelah terbentuk, lelompok dapat segera melakukan langkah-langkah peningkatan mutu berikut. Menentukan prioritas Menyebarluaskan standar layanan kesehatan Menyususn daftar tilik atau checklist Melakukan ujicoba dengan daftar tilik Menentukan cara dan siapa yang melakukan pengamatan

 Penetapan Prioritas Penetapan layanan kesehatan apa yang akan mendapat prioritas untuk dinilai atau diukur mutunya, misalnya layanan batuk dan kesulitan bernapas, diare, imunisasi, atau layanan kesehatan ibu dan anak serta keluaraga berencana, dan lain-lain.

 Penyebarluasan Standar Layanan Kesehatan Setalah prioritas layanan kesehatan yang akan diukur mutunya ditetapkan langkah kegiatan berikutnya adalah pendistribusian dan penyebarluasan semua standar layanan kesehatan dasar yang telah disepakati kepada semua petugas puskesmas terkait. Setelah mempelajari dan memahami standar tersebut, petugas kesehatan akan menerapkan standar tersebut dalam setiap pemberian layanan kesehatan dasar kepada pasien. Layanan kesehatan yang tidak atau belum memiliki standar tidak mungkin diukur tingkat mutu layanan kesehatannya atau tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar layanan kesehatan tersebut. Tungkat kepatuhan akan menjadi ukuran kadar dari the best prectices yang dilaksanakan oleh profesi layanan kesehatan atau petugas puskesmas dalam menyelenggarakan layanan kesehatan atau petugas puskesmas dalam menyelenggarakan layanan kesehatan dasar kepada pasien.  Menyusun Daftar Tilik atau Checklist Untuk memahami apa yang dimaksud dengan daftar tilik, pada Lampiran 1 terdapat contoh daftar tilik (checklist) layanan antenatal. Daftar tilik atau checklist adalah suatu format atau bentuk kependekan dari suatu standar layanan kesehatan. Daftar tilik pada umumnya berisi kegiatan atau variabel yang dianggap penting dan dapat diamati serta dapat diukur. Apabila semua variabel/kegiatan yang terdapat dalam suatu daftar tilik dilaksanakan oleh petugas kesehatan, standar layanan kesehatan tersebut dipandang telah dilaksanakan. Variabel atau kegiatan yang terdapat di dalam suatu daftar tilik dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: 1. Variabel teknis layanan kesehatan Kategori variabel teknis layanan kesehatan merupakan kegiatan yang harus selalu dikerjakan oleh petugas kesehatan dalam setiap pemberian layanan kesehatan dasar kepada pasien. Dikerjakan atau tidaknya kagiatan atau variabel tersebut akan menjadi ukuran tingkat kepatuhan dari petugas puskesmas terhadap standar layanan kesehatan yang dimaksud. Kinerja petugas puskesmas akan diukur terhadap standar layanan pelaksanaan variabel yang terdapat dalam kelompok variabel atau kegiatan teknis layanan kesehatan tersebut. Kegiata teknis layanan kesehatan ini dapat pula dipilah-pilah menjadi berbagai unsur , seperti, anamnesis dan pencatatannya; pemeriksaan fisik dan pencatatannya; klasifikasi atau diagnosis penyakit dan pencatatannya; pengobatan atau intervensi dan pencatatannya; penyuluhan kesehatan dan pencatatannya. 2. Variabel pengetahuan pasien Kategori pengetahuan pasien adalah pengetahuan pasien atau pengantar pasien yang didapat sebagai hasil penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas. Pengetahuan pasien atau pengantar pasien tersebut berhubungan dengan keluhan, penyakit dan/ atau intervensi pada hari pasien atau pengantar pasien berkunjung ke Puskesmas. Pengukuran kadar pengetahuan pasien atau pengantar pasien itu sewaktu akan meninggalkan puskesmas. Wawancara semacam itu disebut sebagai dan disebut sebagai “wawancara eksit” atau exit interview.

3. Variabel pengetahuan petugas puskesmas Pengetahuan petugas puskesmas merupakan suatu pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap petugas puskesmas dalam memberikan layanan kesehatan dasar atau melakukan intervensi terhadap penyakit atau keluhan pasien. Pengukurannya dilakukan dengan melakukan wawancara kepada petugas puskesmas terkait. 



Ujicoba Daftar Tilik Semua daftar tulik yang telah disusun harus diujicoba lebih dahulu. Hasil ujicoba akan membuktikan apakah semua daftar tilik perlu mendapat perbaikan atau tidak. Jika memerlukan perbaikan, daftar tilik tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum digunakan. Penetapan Cara dan Siapa yang Melakukan Pengamatan Pengamatan dapat dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota atau dilakukan oleh sejawat sendiri (peer review), misalnya, dokter diamati oleh dokter, bidan diamati oleh bidan, perawat diamati oleh perawat juru imunisasi atau Jurim yang datang dari Puskesmas lain atau oleh sejawat yang terdapat dalam puskesmas sendiri. Penentuan siapa yang akan menjadi pengamat dan bagaimana cara pengamatan dilakukan akan menimbulkan konsekkuensi penyediaan biaya pengamatan. 2.2 Penyediaan Sumber Daya Setelah cara pengamatan dan siapa yang akan melakukan pengamatan ditetapkan, kelompok jaminan mutu layanan kesehatan harus menghitung biaya yang akan dibutuhkan (biaya transportasi, per diem, biaya pelatihan, dan biaya bahan) untuk melakukan pengukuran tingkat mutu pelayan kesehatan. 2.3 Pelatihan Pengamat Sebelum melakukan pengamatan, calon pengamat harus menjalani pelatihan mengenai cara melakukan pengamatan dengan menggunakan daftar tilik dan bagaimana menghitung tingkat kepatuhan petugas puskesmas dan tingkat kepatuhan puskesmas. 2.4 Pelaksanaan Pengamatan Di atas telah telah disebutka bahwa tingkat kepatuhan petugas puskesmas diukur terhadap variabel atau kegiatan yang telah disusun dalam kategori teknis layanan kesehatan. Pengamatan dilakukan terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan terhadap pasien. Pengamat akan mencatat “Ya” jika kegiatan tersebut dilakukan, “Tidak” jika kegiatan tersebut tidak dilakukan terhadap petugas kesehatan yang bertugas di Puskesmas pembantu bidan desa dan Posyandu. 2.5 Jumlah atau Banyak Pengamatan Untuk Menentukan Tingkat Kepatuhan Petugas Daftar tilik pengamatan layanan antenatal dalam Lampiran 1. Daftar tilik tersebut terdiri dari 43 kegiatan atau variabel teknis layanan kesehatan yang dapat dibilah lagi ke dalam:

    

Variabel anamnesis, sebanyak 19 variabel/kegiatan. Variabel pemeriksaan fisik, sebanyak 10 variabel/kegiatan. Variabel diagnosis atau klasifikasi, sebanyak 4 variabel. Variabel intervensi, sebanyak 3 kegiatan. Variabel penyuluhan kesehatan, sebanyak 7 kegiatan. Dalam daftar tersebut pengamat harus mengisi “Ya” jika kegiatan itu dikerjakan, “Tidak” jika kegiatan itu tidak dikerjakan dan “Tidak Berlaku” jika variabel itu tidak sesuai dengan kondisi ibu yang sedang mendapat layanan antenatal. Contoh pada kehamilan pertama, anamnesis mengenai jumlah anak yang hidup atau mati, persalinan terakhir, penolong persalinan terakhir, dan cara persalinan yang lalu akan menjadi variabel yang tergolong ke dalam variabel “Tidak Berlaku” jika tidak sesuai dengan kondisi ibu yang sedang mendapat layanan antenatal. Variabel “Tidak berlaku” tersebut perlu dimasukan dalan perhitungan tingkat kepatuhan petugas kesehatan atau bidan terhadap standar layanan antenatal. Dalam pembahasan mengenai pengertian jaminan layanan kesehatan dapat diartikan sebagai keseluruhan upaya yang berkesinambungan dan bertujuan untuk selalu memberikan layanan kesehatan yang terbaik butuhnya kepada semua pasien tanpa terkecuali. Upaya yang tidak pernah berhenti tersebut akan dilakukan dengan cara memantau, mengukur dan meningkatkan mutu layanan kesehatan agar senantiasa sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang telah di sepakati. Pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjamin bahwa mutu layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien akan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan, yaitu: 1. Sesuai dengan kebutuhan pasien yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan dan disebut sebagai dimensi profesi, yang akan diukur dengan menggunakan standar layanan kesehatan yang diyakini dapat memberikan hasil dan hasil tersebut dapat diamati. 2. Sesuai dengan harapan dan kebutuhan pasien yang diukur berdasarkan kepuasan atau keluhan pasien dan disebut sebagai dimensi konsumen. 3. Dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pasien, layanan kesehatan itu harus diselenggarakan dengan menggunakan sumber daya yang paling efisien dan mampu diselenggarakan oleh organisasi layanan kesehatan tersebut dan disebut sebagai dimensi proses atau dimensi manajemen. Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu proses yang berkesinambungan atau suatu proses tanpa henti. Dengan demikian keseluruhan rangkaian kegiatan yang terdapat dalam proses tersebut merupakan suatu siklus. Siklus tersebut akan berlangsung terus mengikuti urutan yang berulang sehingga disebut sebagai siklus pemecahan masalah mutu layanan kesehatan.

Siklus itu diawali oleh kegiatan identifikasi masalah, penentuan prioritas masalah, pernyataan masalah, pembentukan kelompok pemecah masalah, kemudian pemahaman proses lokasi masalah, penentuan penyebab masalah, pengumpulan data penyebab masalah, dan penentuan penyebab masalah terpilih. Selanjutnya kegiatan penentuan alternatif pemecahan masalah, penentuan pemecahan masalah terpilih, penyusunan rencana pemecahan masalah, dan disusul oleh penerapan

   

pemecahan masalah. Siklus diakhiri dengan permintaan dan evaluasi hasil. Tidak semua masalah mutu layanan kesehatan dipecahkan dengan menggunakan siklus tersebut, masalah mutu layanan kesehatan yang sederhana tentu tidak perlu dipecahkan dengan menggunakan siklus. 2.6 Penggunaan Siklus Pemecahan Masalah Mutu Layanan Kesehatan Ketidaktahuan, kekurangannya keterampilan, dan lupa merupakan masalah yang sederhana sehingga pemecahan masalah dapat dengan mudah ditentukan yaitu cukup dengan mengajarkan meningkatkan atau membuat alat bantu kerja. Masalah mutu layanan kesehatan semacam itu dapat dengan mudah dipecahkan singgah tidak memerlukan siklus pemecahan masalah karena penyebab masalah dan pemecahan masalah dapat diketahui dengan mudah. Langkah Pertama : Identifikasi Masalah Identifikasi masalah di sini maksudnya adalah mengginventarisasi atau melakukan pengumpulan semua masalah mutu layanan kesehatan yang ada dalam puskesmas dan wilayah kerjanya yang mencakup puskesmas pembantu, bidan desa, dan posyandu. Apakah yang dimaksud dengan masalah mutu layanan kesehatan? Masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian, masalah mutu layanan kesehatan adalah kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi mutu layanan kesehatan termasuk kepuasan pasien kepuasan petugas kesehatan dan kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan standar pelayanan kesehatan sewaktu memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Masalah mutu layanan kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain: Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan. Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat dan petugas kesehatan. Dengan mendengar keluhan pasien dan keluarganya, masyarakat serta petugas kesehatan. Dengan membaca dan memeriksa catatan dan laporan puskesmas serta rekam medis. Inventarisasi masalah mutu layanan kesehatan dasar akan dilakukan oleh kelompok jaminan mutu layanan kesehatan puskesmas melalui curah pendapat atau teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok diminta mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan yang terdapat dalam puskesmas, puskesmas pembantu, bidan desa atau posyandu. Setelah terkumpul masalahmu tuh tersebut harus diseleksi untuk membedakan mana yang benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui klarifikasi dan konfirmasi terhadap masalah yang terkumpul. Klarifikasi di sini ditunjukkan untuk menghilangkan atau memperjelas masalah yang belum/ tidak jelas dan untuk menghindarkan terjadinya masalah mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih. Sementara itu konfirmasi maksudnya adalah terdapatnya dukungan data untuk setiap masalah yang telah di klarifikasi sebagai bukti bahwa masalah mutu layanan kesehatan memang ada. Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi maka yang bukan masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan ditentukan prioritanya.

  

Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mencapai pengalaman dan memecahkan suatu masalah mutu layanan kesehatan. Karakteristik mutu semacam itu, antara lain : Mudah dikenal, karena biasanya dapat dipecahkan dengan mudah dan cepat. Masalah mutu layanan kesehatan, yang menurut petugas puskesmas, penting Masalah mutu layanan kesehatan yang mempunyai hubungan emosional dengan petugas puskesmas. Dengan cara demikian kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan puskesmas tidak akan merasa putus asa apabila mengalami kegagalan dalam memecahkan masalah mutu. Sebaliknya karena adanya keberhasilan akan menuju semangat untuk bekerja lebih profesional dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan yang lebih sulit. Kesalahan yang sering terjadi dalam melakukan inventarisasi masalah mutu dari suatu dimensi mutu saja, misalnya kompetensi teknik saja. Oleh sebab itu saat inventarisasi daftar masalah mutu layanan kesehatan harus berasal dari berbagai dimensi mutu dari suatu sumber masalah saja misalnya stratifikasi puskesmas saja. Berikut beberapa contoh masalah dimensi mutu layanan kesehatan. 1. Dimensi kompetensi teknis 2. Dimensi akses untuk keterjangkauan 3. Dimensi efektivitas layanan kesehatan 4. Dimensi efisiensi layanan kesehatan 5. Dimensi kesinambungan layanan kesehatan 6. Dimensi keamanan 7. Dimensi kenyamanan 8. Dimensi informasi 9. Dimensi ketepatan waktu 10. Dimensi hubungan antar manusia 11. Dimensi kepuasan pasien Langkah Kedua: Penentuan Prioritas Masalah Masalah mutu layanan kesehatan dasar di Puskesmas itu pasti banyak sekali. Oleh sebab itu, telah ditemukan atau diidentifikasi dalam langkah pertama, masalah mutu tersebut perlu dibuat prioritas untuk pemecahannya. Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas. Berbagai jenis matriks dapat digunakan untuk menentukan prioritas tetapi yang akan dibahas di sini hanya MCUA atau matriks multiple criteria utility assessment. Matriks MCUA terdiri dari beberapa kolom dan baris. Dalam kolom pertama terdapat kriteria kolom kedua terdapat bobot dan dalam kolom ketiga terdapat masalah. Banyaknya kolom masalah bergantung pada banyaknya masalah yang lolos klarifikasi dan konfirmasi dalam langkah pertama. Berikut langkah-langkah cara penggunaan matriks MCUA dalam penentuan prioritas masalah: Menetapkan kriteria. Tentukan kriteria yang akan digunakan. Kriteria disini adalah sesuatu hal yang dianggap sebagai akibat atau pengaruh yang sangat signifikan dan spesifik dari masalah terhadap pasien ataupun masyarakat sehingga kita dapat membedakan masalah mutu tersebut. Pengaruh atau akibat terhadap pasien, misalnya biaya yang akan dibayar, lama perawatan atau pengobatan, harus istirahat, tidak dapat mencari

nafkah, harus dirujuk, dan lain-lain pengaruh terhadap masyarakat misalnya cepat menular atau tidak menimbulkan kerugian masyarakat sulit atau mudah mengatasinya apakah masalah mutu itu merupakan prioritas lokal, regional atau nasional. Setiap kriteria yang dipilih harus mempunyai perbedaan yang spesifik dan tajam sehingga tidak terjadi tumpang. Sebaiknya cukup memilih sebanyak 3-5 kriteria saja. Memberikan Bobot Kriteria Lakukan pembobotan atau penentuan kepentingan relatif dan setiap kriteria yang dipilih. Dengan kata lain, kriteria terpenting menurut kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, akan diberi bobot tertinggi dan yang kurang bobot yang rendah 1 yang tertinggi 10, sedang kriteria lainnya akan mendapat bobot yang mencerminkan kepentingan relatif dari masing-masing kriteria terhadap kriteria yang tertinggi. Hanya satu kriteria yang akan diberi bobot tertinggi dan hanya satu kriteria pula yang diberi bobot rendah. Kisaran pemberian bobot akan bergantung pada kesepakatan dalam kelompok jaminan mutu layanan kesehatan apakah menggunakan kisaran Membuat Skor Masing-Masing Kriteria Terhadap Masing- Masing Masalah Kemudian setiap kriteria diberi skor terhadap masing-masing masalah untuk mengestimasi besarnya pengaruh masalah terhadap kriteria. Apabila pengaruhnya besar, diberi skor yang lebih tinggi, sedang apa bila pengaruhnya kurang, diberi skor yang lebih kecil, misalnya, kisaran angka pemberian skor 1-10, 1-7, 1-5, dan lain-lain. Mengalikan Nilai Skor Dangan Bobot (S X Bobot) Jumlahkan hasil perkalian tersebut untuk masing-masing masalah, kemudian masalah dengan jumlah perkalian tertinggi akan dipilih menjadi prioritas masalah yang akan dipecahkan. Pemberian Skor Dan Bobot Tidak Mencapai Konsensus Apabila rapat kelompok jaminan mutu layanan kesehatan tidak mencapai konsensus dalam pemberian nilai skor dan bobot kriteria, maka perhitungan skor dan bobot didapat dengan menentukan rata-rata Hitung dari nilai-nilai yang diberikan oleh masing-masing anggota kelompok. Setelah penentuan prioritas masalah ditetapkan, langkah berikutnya adalah membuat pernyataan masalah terhadap masalah mutu yang telah ditetapkan prioritasnya. Langkah Ketiga : Pembuatan Penyataan Masalah Pernyataan masalah disini maksudnya adalah bahwa masalah yang telah ditetapkan sebagai prioritas dalam langkah kedua harus ditetapkan sebagai prioritas dalam langkah kedua harus dirumuskan dengan jelas, apa dan besaran masalah kapan dan dimana masalah itu terjadi , dan siapa yang terkena masalah ? dengan demikian suatu pertanyaan masalah harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu harus mampu menjawab pertanyaan berikut. Apa masalahnya ? berapa besar masalahnya ? dimana dan kapan masalah terjadi ? siapa yang terkena masalah ? Kesalahan dalam perumusan pernyataan masalah sering terjadi ialah pernyataan masalah mengandung pemecahan yang diinginkan dan penyebab masalah sehingga pernyataan itu tidak jelas atau samar-samar. Langkah Keempat : Pembentukan Kelompok Pemecah Masalah Baik dalam bagian dasar-dasar pengertian ataupun dalam bagian ini, sering menyebut tentang kelompok jaminan mutu layanan kesehatan puskesmas yang

merupakan kelompok yang akan menangani masalah mutu layanan kesehatan dalam lingkungan puskesmas. Untuk memecahkan masalah mutu yang menjadi prioritas, perlu dibentuk sebuah kelompok baru yang disebut sebagai kelompok pemecah masalah. Anggota dari kelompok tersebut sebagian besar berasal dari mereka yang terkait dengan setiap masalah yang akan dipecahkan walaupun semua kelompok berada di bawah koordinasi kelompok jaminan mutu layanan kesehatan puskesmas. Agar pemilihan anggota kelompok tersebut berjalan lancer, mudah dan objektif, perlu dibuat matriks. Anggota kelompok pemecah masalah mutu dalam hal ini harus memiliki informasi tentang masalah yang akan dipecahkan petugas puskesmas yang bekerja pada area tempat masalah terjadi. Kelompok juga beranggotakan mereka yang diharap mampu memecahkan masalah mutu layanan kesehatan walau hal ini tentunya sulit ditetapkan. Sebelumya harus ditanyakan apakah mereka bersedia bekerja dalam kelompok pemecah masalah. Jangan memilih sembarang petugas puskesmas untuk menjadi anggota kelompok pemecah masalah mutu atau memilih untuk menyenangkan orang saja. Pemilihan harus didasarkan pada keterkaitan dengan masalah dan diharapkan anggota telah mempunyai informasi tentang masalah yang akan dipecahkan. Langkah Kelima : Pemahaman Proses Lokasi Masalah Setelah terbentuk, kelompok pemecah masalah harus segera melakukan tugasnya, yaitu, mempelajari dan mengetahui dimana proses lokasi masalah telah terjadi. Masalah dapat terjadi didalam puskesmas atau diluar puskesmas seperti puskesmas pembantu, Bidan Desa, Posyandu, Rumah Sakit, di rumah, di dalam masyarkat, dan lain sebagainya. Dalam menentukan proses lokasi masalah sering kali harus dibuat bagan alur layanan (flow chart diagramme) yang terdiri dari berbagai symbol, yang berlaku secara umum. Bagan alur layanan disini merupakan bagan laur layanan saat ini diguynakan dalam meberikan layanan kepada pasien, bukan alur layanan yang ideal tetapi tidak diterapkan. Lebih penting lagi bahwa bagan alur layanan itu harus berhubungan dengan masalah yang menjadi prioritas. Memulai dan Kegiatan Arah Mengakhiri kegiatan

Keputusan

Dokumentasi

Pengukuran

Gambar. Simbol-simbol yang digunakan membuat bagan alur layanan Langkah Keenam : Penentuan Penyebab Masalah Setelah menentukan dimana proses lokasi masalah yang ada kalanya harus dilengkapi dengan bagan atau diagram alur layanan, kelompok pemecah masalah dapat melanjutkan langkah berikutnya, yaitu penentuan penyebab masalah.

Kelompok menentukan penyebab masalah melalui curah pendapat atau kelompok teknik nominal. Sebagai alat bantu kelompok dapat menggunakan diagram tulang ikan atau fishbone diagramme atau ishikawa diagramme atau case effect diagramme. Langkah Ketujuh : Pengumpulan Data Penyebab Masalah Pengumpulan data penyebab masalah, bertujuanagar kelompok pemecah masalah dapat menentukan penyebab masalah mutu yang paling mungkin. Langkah ini merupakan salah satu langkah yang sangat penting, karena masalah mutu layanan kesehatan tidak dapat dipecahkan jika penyebab masalah mutu tidak dapat ditemukan. Agar dapat dilaksanakan dengan terarah, mudah, dan objektif, pengumpulan data dilakukan dengan metode tertentu dan akan dipandu oleh suatu matriks data. Tabel Contoh Matriks Data Kemungkinan Pertanyaan Sumber data Metodologi Hasil penyebab data masalah 1. 2. 3. 4. 5. dst

1.

2. 3.

4.

5.

6. 7.

8.

Berikut tata cara pembuatan dan penggunaan matriks data : Buat suatu tabel yang terdiri dari lima kolom dan beberapa baris. Kolom pertama merupakan kolom kemungkinan penyebab masalah; kolom kedua untuk pertanyaan data; kolom ketiga untuk sumber data; kolom keempat untuk metodologi (cara pengumpulan data); dan kolom kelima hasil. Matriks ini kemudian yang disebut matriks data. Hasil akhir diagram tulang ikan adalah kumpulan semua penyebab masalah yang mungkin. Kemudian penyebab masalah yang merupakan hambatan seperti, keadaan lingkungan, keadaan, geografis, kebijaksanaan, dan peraturan perundang-undangan harus disingkirkan dari daftar penyebab masalah Ke dalam kolom kemungkinan penyebab masalah dimasukkan semua penyebab masalah yang masih tersisa setelah penyebab masalah yang merupakan hambatan dihilangkan dari daftar. Setiap kemungkinan penyebab masalah yang telah ditulis dalam kolom pertama harus ditelusuri dengan cara mengisi kolom-kolom yang masih kosong, yaitu kolom kedua apa pertnayaan datanya, kolom ketiga tempat sumber datanya, dan kolom keempat bagaimana cara mendapatkan data. Serta kolom kelima apa hasilnya. Langkah ketujuh ini membutuhkan waktu terbanyak dan memerlukan suatu keterampilan dan kecermatan tertentu. Setelah data terkumpul, dapat menggali penyebab masalah yang paling mungkin dan apabila terdapat beberapa penyebab masalah, semua penyebab masalah juga harus dipecahkan. Jika kelompok pemecah masalah tidak memperoleh hasil yang meyakinkan, pertanyaan data harus diperjelas atau responden diganti.

9. Meskipun pengumpulan dan interpretasi data bukan pekerjaan yang mudah jangan melakukan pemungutan suara untuk menentukan hasil suatu pengumpulan data. Yang terpenting ialah jangan mencoba membenarkan suatu penyebab masalah yang salah. Langkah Kedelapan : Penentuan Penyebab Masalah Terpilih Setelah data terkumpul biasanya penyebab masalah terpilih akan segera terlihat dengan jelas. Akan tetapi, ada kalanya hasilnya tidak meyakinkan. Jika demikian, terdapat tiga pilihan untuk melanjutkan siklus, yaitu : 1. Kembali ke langkah 5 Jika semua penyebab masalah yang ditemukan dalam langkah keenam (diagram tulang ikan) diyakini tidak ada yang benar karena tidak didukung oleh data yang terkumpul, kembali lagi ke langkah kelima dan lanjutkan dengan langkah keenam untuk menentukan penyebab masalah baru. 2. Mengumpulkan data tambahan Lakukan pengumpulan data tambahan untuk penyebab masalah yang dianggap paling mungkin dengan menggunakan matriks data. Hal ini biasanya dilakukan dengan menambah atau memperjelas pertanyaan atau dengan mengganti responden. 3. Memperjelas kuesioner atau mengganti responden Ada kemungkinan pertanyaan sewaktu dilakukan survey kurang atau tidak jelas. Jika demikian, pertanyaan perlu diperjelas atau diberikan kepada kelompok responden lain. 4. Gunakan matriks MCUA Apabila setelah langkah keenam, penyebab masalah masih belum jelas atau meragukan, sementara data yang lebih baik tidak mungkin diperoleh, matriks MCUA dapat digunakan untuk menentukan penyebab masalah terpilih. Untuk memecahkan masalah perilaku atau motivasi, sering sekali perlu memperhatikan beberapa penyebab masalah sekaligus, bukan penyebab masalah tunggal. Kesalahan yang sering dilakukan dalam menentukan penyebab masalah terpilih atara lain : 1. Tidak dapat menginterpretasikan data denagan benar 2. Berupaya membenarkan suatu penyebab masalah yang jelas salah. Penggunaan Matriks MCUA Penggunaan matriks MCUA dalam menentukan penyebab masalah terpilih akan dijelaskan dibawah ini. Misalnya kelompok pemecah masalah menemukan situasi yang penyebab masalahnya belum jelas, sedangkan pengumpulan data yang lebih baik tidak mungkin dilakukan. Jika demikian, kelompok harus memilih alternative ketiga, yaitu dengan menggunakan matris MCUA untuk menentukan penyebab masalah terpilih. Tabel Matriks MCUA untuk penentuan penyebab masalah terpilih Penyebab Masalah Penyeba Penyeba Penyeba Penyeba Penyeba Penyeba Kriter Bob b1 b2 b3 b4 b5 b 6 dst ia ot Sk Sx sk Sx sk Sx sk Sx sk Sx Sk Sx or B or B or B or B or B or B 1. 2. 3.

4. 5. Jumla h SxB Ket. S : Skor, B : Bobot Misalnya masalah adalah penggunanaan antiobiotika yang boros sementara kemungkinan penyebabnya yang ditemukan oleh kelompok pemecah masalah adalah pembinaan atasan lemah, petugas puskesmas tidak mematuhi standar layanan kesehatan, pasien tidak mengerti bahaya penggunaan antiobiotika, petugas puskesmas tidak mengetahui indikasi/kontraindikasi penggunaan antiobiotika, dan tidak dibuatnya laporan penggunaan obat puskesmas secara akurat dan tepat waktu. Kriteria apa yang akan digunakan oleh kelompok untuk menentukan penyebab masalah terpilih ? Kriteria pertama adalah resiko terhadap pasien; kriteria kedua resiko terhadap masyarakat dan kriteria ketiga, resiko terhadap layanan obat dalam puskesmas dan wilayah kerja puskesmas. Kelompok pemecah masalah membuat pembobotan kriteria sebagai berikut, kriteria resiko terhadap pasien 10, resiko terhadap masyarakat 8, dan resiko terhadap layanan obat puskesmas 7. Skor kriteria resiko pasien terhadap penyebab masalah kepatuhan terhadap standar layanan kesehatan 10, ketidaktahuan petugas puskesmas tentang indikasi/kontraindikasi antibiotika 9, pasien tidak tahu bahaya antibiotika 8, pembinaan atasan lemah 7, dan untuk pembuatan laporan obat 5. Skor kriteria resiko masyarakat terhadap masalah pembinaan atasan lemah 9, pembuatan laporan obat dan ketidaktahuan pasien terhadap bahaya antiobiotika masing-masing 7, ketidaktahuan petugas puskesmas tentang indikasi/kontraindikasi antibiotika 6, dan kepatuhan terhadap standar layanan kesehatan 5. Skor kriteria resiko layanan obat terhadap pembuatan laporan obat 10, pembinaan atasan lemah 8, ketidaktahuan petugas puskesmas tentang indikasi/kontraindikasi antiobiotika dan kepatuhan petugas terhadap standar layanan kesehatan masing-masing 3, dan pasien tidak tahu bahaya antiobiotika 2. Penggunaan matriks MCUA dalam menentukan penyebab masalah terpilih dapat dilihat dalam tabel. Berdasarkan matriks MCUA, ternyata yang ditetapkan sebagai penyebab masalah terpilih adalah pembinaan atasan yang lemah. Penyebab masalah terpilih tersebut dapat juga ditetapkan dengan menggunakan analisis Pareto. Tabel Matriks MCUA untuk penentuan penyebab masalah terpilih Penyebab Masalah

Kriteria

Bob ot

Kepatuh an Pembinaa Terhadap n Atasan Standar Kurang Layanan Kesehata n Kurang

Pasien Tidak Tahu Bahaya Antibioti ka

Petugas Tidak Tahu Indikasi/ Kontraindik asi Antibiotika

Laporan Pengguna an Obat Tidak Dibuat

Resiko terhadap pasien Resiko terhadap kesehata n masyara kat Resiko terhadap layanan obat Jumlah S xB

        

S

Sx B

S

SxB

S

SxB

S

SxB

S

Sx B

10

7

10x 7

1 0

10x1 0

8

10x 8

9

10x 9

8

10x 5

8

9

8x9

5

8x5

7

8x7

6

8x6

7

8x7

7

8

7x8

3

7x3

2

7x2

3

7x3

10

10x 7

198

161

150

159

176

Penggunaan Analisis Pareto Misalnya dalam suatu wilayah kerja Puskesmas, K1 mencapai 90%, sementara K4 hanya mencapai 50% dari K1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya pemutusan layanan antenatal tersebut, dilakukan ke rumah ibu hamil yang telah melakukan pemutusan layanan antenatal. Alasan yang diajukan ibu hamil dilihat dalam tabel diatas. Dari presentase kumulatif yang terlihat pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa apabila penyebab masalah ketidaktahuan dan lupa dapat dipecahkan, 80% masalah pemutusan layanan antenatal dapat dicegah atau dihindarkan. Dengan kata lain, penyebab masalah ketidktahuan dan lupa akan menjadi prioritas untuk dipecahkan agar masalah pemutusan layanan antenatal K1 dengan K4 oleh ibu hamil dapat dicegah. Contoh lain adalah rendahnya persalinan yang ditolong oleh bidan dalam wilayah kerja suatu Puskesmas. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan suatu survei terhadap 25 orang ibu yang melakukan persalinan dibantu dukun. Para ibu ditanya tentang alasan mengapa mereka lebih menyukai dukun padahal bidan ditempatkan di tempatkan di desa mereka. Setiap ibu boleh mengajukan lebih dari satu alas an. Hasil, data yang terkumpul, sebagai berikut. 19 ibu memberi alasan, biaya murah. 17 ribu mengatakan dukun mudah dihubungi, datang tepat waktu. 16 ibu mengatakan sudah biasa ditolong oleh dukun dan merasa nyaman. Tidak seorangpun ibu yang menyebut takut dijahit. 5 ibu mengatakan bahwa bersalin ke dukun karena desakan keluarga. Tidak seorangpun ibu yang menyebut adanya hubungan keluarga dengan dukun. 4 ibu menyebut bahwa layanan dukun lebih lengkap. Tidak seorang ibu pun yang menyatakan mut layanan dukun lebih baik. Dari data yang terkumpulkan dapat disimpulkan bahwa kemungkinan penyebab banyaknya ibu yang melakukan persalinan dibantu dukun adalah sebagai berikut. Biaya murah

 

 

Kecepatan layanan dukun atau dukun datang tepat waktu. Perasaan nyaman ditolong oleh dukun. Berdasarkan hasil tersebut, pertanyaan yang harus disusun untuk menentukan penyabab masalah terpilih dari penyebab masalah rendahnya jumlah pertolongan persalinan yang dilakukan oleh bidan adalah pertanyaan bentuk terbuka (open ended questionaires). Kesimpulan yang dapat dibuat dari kasus di atas dalam menentukan penyebab masalah terpilih atau penyabab masalah yang paling mungkin, antara lain: Dibutuhkan suatu keterampilan, kecermatan, kesabaran dan keluasan pandangan mulai dari penyusunan daftar pertanyaan, pengumpulan, sampai interpretasi data. Penentuan penyebab masalah terpilih yang benar serta akurat memang memerlukan banyak waktu, tetapi hal itu jauh lebih penting daripada memilih penyebab masalah terpilih yang tidak benar. Langkah Kesembilan: Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah Jika pengumpulan data dapat dilakukan dengan baik dan benar, penyabab masalah terpilih dapat dengan mudah ditentukan. Berdasarkan penyebab masalah terpilih yang telah ditetapkan dalam langkah kedelapan, melalui rapat curah pendapat dapat dibuat daftar susunan alternatif pemecahan masalah tanpa mengalami banyak kesulitan. Gunakan matriks MCUA dalam memilih alternatif pemecahan untuk mendapatkan pemecahan masalah terpilih. Langkah Kesepuluh: Penentuan Pemecahan Masalah Terpilih Langkah kesepuluh ini menjadi lebih mudah apabila langkah keenam dilakukan dengan baik. Pemecahan masalah terpilih mungkin sudah dapat terlihat dengan jelas dari data yang dikumpulkan. Jika belum jelas, gunakan matriks MCUA untuk memilih pemecahan masalah terpilih. Kriteria yang digunakan harus berbeda dengan kriteria yang digunakan dalam memilih prioritas masalah. Kriterianya antara lain biaya dan cepat berhasil, menarik bagi petugas puskesmas atau petugas puskesmas sudah mengenal masalah, dan masalah jelas sehingga kemungkinan besar pemecahan masalah akan berhasil.

  

Berikut ini beberapa keselahan dalam penggunaan matriks MCUA untuk menentukan pemecahan masalah terpilih: Memilih pemecahan masalah yang tidak mempunyai keterkaitan dengan penyebab masalah terpilih. Matriks MCUA yang digunakan tidak relevan untuk memilih pemecahan masalah terpilih. Memilih pemecahan masalah hanya karena tidak mau menyukai orang lain atau hanya untuk menyenangkan orang lain. Langkah Kesebelas: Penyusunan Rencana Pemecahan Masalah Agar penyusunan rencana pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah gunakalah format rencana kegiatan atau format Plan of Action (PoA). Tatan cara penyusunan rencana pemecahan masalah adalah penetapan tujuan spesifik dari pemecahan masalah terpilih dan penepat kegiatan yang harus dilakukan untuk pencapaiannya.

 

  

Misalnya, pemecahan masalah terpilih adalah pengurangan polifarmasi pada Puskesmas. Dengan demikian, tujuan spesifik pengurangan polifarmasi, antara lain: Setiap petugas puskesmas harus selalu mematuhi standar layanan kesehatan. Pasien mengetahui obat yang dibutuhkan oleh penyakitnya. Jika setiap petugas puskesmas harus mengetahui, menghayati, dan selalu mematuhi standar layanan kesehatan, maka subkegiatannnya antara lain: Menyusun berbagai standar layanan kesehatan dasar termasuk pesan penyuluhan kesehatan tentang obat kepada sehat. Menyebarluaskan standar layanan kesehatan dasar dan mengajarkan standar layanan kesehatan dasar kepada semua petugas puskesmas. Melakukan ujian pengetahuan petugas puskesmas tentang standar layanan kesehatan dasar tersebut, dan jika belum mahir, ulangi lagi proses pembelajarannya. Langkah Keduabelas: Penerapan Pemecahan Masalah Jika rencana kegiatan atau PoA telah tersusun dengan baik dan sesuai dengan format yang ditentukan serta semua faktor penghambat ataupun pendorong telah dianalisis dengan cermat, penerapan pemecahan masalah diperkirakan dapat berjalan dengan lancar. Semua langkah pelaksanaan harus sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disepakati. Jika setelah waktu yang ditentukan, pelaksanaan tidak mencapai hasil seperti yang ditetapkan berdasarkan indikator yang dipilih, langkah pelaksanaan harus diperbaiki. Kesalahan yang sering terjadi adalah pelaksanaan tidak sesuai rencana kegiatan yang disepakati dan kurang memperhatikan indikator keberhasilan sehingga menyimpang dari keberhasilan sehingga menyimpang dari keberhasilan yang diharapkan.





Langkah Ketigabelas: Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan pemecahan masalah harus selalu dipantau dan dievaluasi secara berkala. Dalam pemantuan yang harus dicermati adalah: Apakah pemecahan masalah yang sedang berjalan sesuai dengan rencana kegiatan yang disepakati? Misalnya, pemecahan masalah yang tengah berjalan adalah meningkatkan penyuluhan kesehatan. Dengan demikian pemantauan harus dilakukan terhadap petugas puskesmas untuk melihat apakah ia melakukan penyuluhan kesehatan seperti yang ditentukan standar layanan kesehatan. Apakah masalah telah dipecahkan? Misalnya masalah yang akan dipecahkan adalah rendahnya cakupan imunisasi lengkap. Dengan demikian, dalam kurun waktu tertentu sebelum tiba tenggat waktu yang telah ditentukan, pemantauan harus dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pelayanan yang baik dalah pelayanan yang berorientasi terhadap upaya meningkatkan mutu untuk memnuhi harapan atau kepuasan pelanggan. Mutu sulit didefinisikan, namu esensi mutu dan aplikasinya dalam pelayanan kesehatan dapat diukur, dimonitor dan dinilai hasilnya. Peningkatan mutu berarti peningkatan kinerja sehingga akan memperoleh kepuasan pasien dengan mempertimbangkan efisiensi (biaya) itu sendiri. Meningkatkan kinerja berarti meningkatkan mutu pelayanan agar dapat eksis dalam persaingan global. Indikator utama dari standar suatu rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan sehingga pasien mendapatkan kepuasan terhadap pelayanan dari rumah sakit tersebut. Kepuasan pasien yang rendah, akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA Pohan Imbalo S. 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta. EGC.

Related Documents


More Documents from "Siti Rahmah Sugesti"