Resume Buku.docx

  • Uploaded by: afif udin
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resume Buku.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,476
  • Pages: 5
RESUME BUKU Judul

: Politik dan Cinta Tanah Air Dalam Prespektif Islam

Pengarang

: Tim Dosen PAI Universitas Negeri Malang

Penerbit

: Dream Litera

Kota terbit

: Malang

Tahun terbit

: 2014

A. Politik Dalam Prespektif Islam Politik berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti kota. Secara sederhana, politik merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan mengatur pemerintahan suatu negara. Politik sebagai kata benda mencakup 3 pemahaman, yaitu : pengetahuan mengenai kenegaraan, segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan, dan kebijakan atau cara bertindak dalam mengenai suatu masalah. Politik adalah segala aktivitas atau sikap yang bermaksud mengatur kehidupan masyarakat. Di dalamnya mengandung unsur kekuasaan untuk membuat hokum dan menegakkannya dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan (Salim,1994:291). Berdasarkan pengertian ini, maka dalam berpolitik terkandung tugas pemeliharan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian petunjuk (irsyad), dan mendidik atau membuat orang menjadi beradab (ta’dib). Dalam Islam, politik harus netral dari keinginan nafsu dan merupakan wujud fungsi sebagai khilafah Allah. Karena itu, jiwa politik dalam islam adalah keikhlasan dan keterbukaan, sebab dengan cara ini fungsi kontrol terhadap aktivitas pemerintahan akan berfungsi maksimal. Sikap politik yang ideal secara historis dapat dicontoh dari kisah awal kepemimpinan Islam yang dipegang oleh Nabi Muhammad SAW dan kemudian diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin (empat khalifah pengganti nabi). Politik Islam dikenal juga dengan istilah siyasah syar’iyah. Definisi dari siyasah syar’iyah menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah pengaturan urusan pemerintahan kaum muslimin secara menyeluruh dengan cara mewujudkan kemaslahatan, mencegah terjadinya kerusakan melalui aturan-aturan yang ditetapkan oleh Islam dan prinsip-prinsip umat syariat, hal itu tidak ada dalam ketetapan nash (al-Qur’an dan hadist) dan hanya merujuk pada pendapat para iman mujtahid (Taimiyah, 1419 H). Politik memegang peranan penting dalam Islam, karena melalui politik perdamaian dan ketertiban dapat diwujudkan. Politik dalam Islam bertujuan untuk iqamatud din wa siyasatud dunyah, yaitu menegakkan agama dan mengatur urusan dunia yang menjadi lading bagi kehidupan akhirat. Islam juga mengajarkan sejumlah 1

prinsip dalam berpolitik agar politik membawa kemaslahatan bagi umat manusia, diantaranya syura (musyawarah), adil, amanah, musawah (persamaan), dan ijma’ (kesepakatan) (Lihat QS. Al-Nisa’:58, 124; Al-A’raf:29; Ibrahim:90; Al-Anbiya:92; Al-Kahfi:29; Al-Maidah:48-49; Shad:26; Al-Hujurat:1-3; dan Al-Insan:24-26). B. Variasi Pandangan Umat Islam Dalam Melihat Relasi Islam dan Negara Manusia sebagai membutuhkan negara untuk melakukan kerjasama sosial dengan menjadikan agama (wahyu) sebagai pedoman. Menurut Al-Mawardi (tt.:5), kepemimpinan politik Islam didirikan untuk melanjutkan tugas-tugas kenabian dalam memelihara agama dan mengelola kebutuhan duniawi masyarakat. 1. Tipologi Relasi Agama dan Negara Berdasarkan pemikiran politik Islam modern, terdapat 3 tipologi relasi agama dan negara, yaitu bentuk pemerintahan teodemokrasi, sekuler, dan moderat. a. Tipologi teo-demokrasi Tipologi teo-demokrasi menganggap bahwa agama sekaligus negara, keduanya merupakan entitas yang menyatu. Kelompok ini disebt juga Islam Politik (al-Islam as-Siyasy) karena menganggap politik sebagai bagian integral dari Islam. Mereka memandang Islam adalah agama yang lengkap, termasuk ketatanegaraan atau politik. Tipologi ini disebut juga dengan kelompok fundamental yaitu menginginkan syariat Islam menjadi dasar negara dan semua peraturn serta keputusan yang ada didalamnya. b. Tipologi Sekuler Tipologi sekunder berpendapat bahwa agama bukanlah negara. Negara adalah urusan dunia yang pertimbangannya menggunakan akal dan kemaslahatan kemanusiaan yang bersifat duniawi saja. Agama adalah urusan pribadi dan keluarga. Agama tidak harus diatur negara dan begitu sebaliknya. Penganut tipologi ini menyatakan, bahwa tidak ada dalil eksplisit dalam alQur’an maupun hadist yang menunjukkan kewajiban mendirikan sebuah negara. c. Tipologi Moderat Tipologi ketiga adalah tipologi moderat (al-mutawassith), mereka berparadigma subtantivisik. Aliran ini berpindirian bahwa Islam tidak mengatur system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Menurut kelompok ini, tidak ada satu nash pun dalam al-Qur’an yang memerintahkan didirikannya sebuah negara Islam (Iqbal & Nasution,2010:28-29). Mereka menolak klaim ekstrim bahwa agama telah mengatur semua urusan, termasuk politik, dan menolak klaim ekstrim bahwa Islam tidak ada kaitannya 2

dengan negara politik. Jadi, relasi agama dan negara adalah relasi etik dan moral. Negara menjadi instrument politik untuk menegakkan nilai dan akhlak Islam yang bersifat universal. Bila seseorang sudah terpilih menjadi pemimpin negara dan memegang kekuasaan, maka kepatuhan kepadanya menyangkut tugas politik,dan juga dalam kewajiban agama. Cacat moral dan cacat psikis dapat mengganggu dan membuatnya kehilangan kepemimpinannya. Kebijakan pemerintah harus selalu disesuaikan dengan dengan ketentuan ‘tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil-mashlahah’. Aliran ini menempatkan syariat sebagai tata nilai masyarakat dalam kehidupan bernegara. 2. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Pemerintahan NKRI adalah pemerintahan yang sah, dapat dilihat dari terpenuhinya maqashid al-syari’iyah yakni demi menjaga kesejahteraan dan kemaslahatan umum. Pancasila yang menjadi ideologi NKRI adalah pemersatu keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan kondisi geografis. Kedudukan pancasila identik dengan piagam madinah sebagai wadah pemersatu kebhinekaan bangsa. Empat pilar kebangsaan yang terdiri dari pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka tunggal ika selaras dengan prinsip dasar politik islam, yaitu prinsip amanah, prinsip keadilan, prinsip ketaatan dan prinsip musyawarah (Salim, 1944:306-307). Prinsip amanah menghendaki agar pemerintah melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, meliputi tanggung jawab manusia terhadap Allah, terhadap sesama dan terhadap diri sendiri (Al-Maraghi, 1974 : 70). Prinsip keadilan berkaitan dengan keadilan sosial bagi seluruh manusia tanpa pandang golongan dan jabatan. Prinsip ketaatan yaitu, dalam menjalankan politik hendaknya mengikuti hukum yang terkandung dalam al-Quran dan hadis. Allah berfirman dalam Q.S al-Nisa’:59 :

َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬ ‫سو َل َوأُو ِلي أاْل َ أم ِر ِم أن ُك أم‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫َّللاَ َوأ َ ِطيعُوا‬ “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. Prinsip musyawarah diperlukan agar para penyelenggara negara dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertukar fikiran dengan siapa saja yang dianngap tepat guna mencapai yang terbaik untuk semua (Shihab, 1999:429). Berdasarkan kajian literatur klasik, disebutkan bahwa NKRI berstatus Dar al-Islam. Inu Hajar al-Haitami mengutip pendapat Imam Rafi’i dan lainnya menjelaskan Dar al-Islam itu ada tiga bentuk, salah satunya adalah negara yang dihuni umat islam.

3

C. Institusi Khilafah Dalam Tradisi Politik Islam Khilafah dalam bahasa arab berarti penggantian. Kata ini mrngingatkan kita pada Khalifah pada Q.S Al-Baqarah:30 :

‫ض َخ ِليفَة‬ ِ ‫َو ِإ أذ قَا َل َربُّكَ ِل أل َم ََلئِ َك ِة ِإنِي َجا ِع ٌل فِي أاْل َ أر‬ “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Kata khilafah dalam ayat tersebut tidak mempunyai konotasi politik maupun Negara, melainkan bermakna wakil, pengatur, pengganti dan yang sejenis. Khilafah merujuk pada sistem pemerintahan Islam pertama yang didirikan pasca wafatnya Rasulullah SAW. Pemimpin dalam sistem ini disebut Khilafah (Chalik, 2012). Istilah Khilafah digunakan oleh kelompok muslim tertentu untuk mewakili cita-cita mereka untuk mendirikan “negara” Islam dan mewujudkan tatanan masyarakat dunia yang berdasarkan Islam. Dalam hal ini, Khilafah bersifat lintas negara. D. Cinta Tanah Air Menurut Islam Cinta tanah air merupakan tabiat alami manusia (fitrah). Di tanah air itulah, manusia dilahirkan dan dibesarkan. Adanya cinta dan hubungan batin manusia dapat menimbulkan perasaan rindu manusia terhadap tanah air. Rasa nasionalisme merupakan salah satu contoh sifat manusia memiliki rasa cinta tanah air. Contoh dari sifat nasionalisme yaitu rasa solidaritas terhadap musibah yang terjadi pada saudara satu tanah air. Selain rasa nasionalisme, kecintaan terhadap tanah air juga menimbulkan sikap patriotisme. Contoh dari sikap patriotisme yaitu dapat memelihara rasa persaudaraan dan persatuan. Semangat cinta tanah air dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sikap cinta tanah air dalam Islam merupakan tindakan yang baik. Terdapat bukti ajaran Islam tentang cinta tanah air, yaitu sikap cinta tanah air Rasulullah terhadap tanah kelahirannya, yaitu kota Makkah. Ketika akan berhijrah ke Madinah, Rasulullah SAW bersabda : Dari Abdullah bin Abbas RA Rasulullah bersabda: “ Sungguh engkau adalah bumi Allah yang paling baik, alangkah besarnya cintaku padamu (kota Makkah), kalaulah bukan penduduknya mengusirku darimu, maka pasti aku tidak akan pernah meninggalkanmu” (HR. Tirmidzi). Setelah sampai di Madinah, Rasulullah SAW berdoa agar diberi rasa cinta pula terhadap Madinah : “Ya Allah, cintakanlah kota Madinah kepada kami, sebagaimana engkau mencintakan kota Makkah kepada kami, bahkan lebih” (H.R. Bukhari, Malik dan Ahmad). 4

Dari bukti tersebut menunjukkan kecintaan Rasulullah terhadap tanah kelahirannya. Kecintaan Rasulullah SAW terhadap tanah air diwujudkan dalam bentuk islah atau perbaikan seluruh tatanan kehidupan yang diawali dengan perbaikan aqidah. Selain Rasulullah SAW, kecintaan terhadap tanah air juga dilakukan pada Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim mencintai tanah air sebagaimana termuat dalam firman Allah:

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian” (Q.S. al-Baqarah:126) Ajaran untuk cinta tanah air sesuai dengan isi pesan dalam empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Negara Indonesia yaitu negara kesatuan. Pancasila berfungsi sebagai pilar utama dan sebagai dasar yang menjadi sandaran bagi tiga pilar yang lain. Empat pilar ini perlu ditanamkan kembali terkait dengan perkembangan jaman yang mana nilai-nilai dasar sikap dan menjadi dasar karakter bangsa perlahan mulai memudar. Ajaran Islam dalam mencintai tanah air termasuk salah satu wujud penerapan empat pilar kebangsaan. Sikap cinta tanah air perlu ditanamkan dengan harapan negara Indonesia menjadi negara yang aman dan damai. Tanah air bukanlah milik pribadi, melainkan tanah air adalah milik setiap warga negaranya.

5

Related Documents

Resume
May 2020 0
Resume
May 2020 0
Resume
April 2020 0
Resume
April 2020 0
Resume
April 2020 0
Resume
May 2020 0

More Documents from ""

Resume Buku.docx
November 2019 15
Turbin Uap 1.docx
November 2019 13
Dokumen 1.docx
May 2020 21