Resum Phi, Pih, Pancasila Dan Ilmu Negara.docx

  • Uploaded by: Muhammad alif aditya
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resum Phi, Pih, Pancasila Dan Ilmu Negara.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 21,607
  • Pages: 78
Nama : Moh. Alif Aditya

Semester : 1 (satu)

Stambuk : D10118884

Mata Kuliah : Pancasila

Fakultas : Hukum

Prodi Studi: Ilmu Hukum

Pertemuan : KE-5 (lima) Topik Bahasan : PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA  Pengertian Pancasila Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

 Pengertian Pancasila secara etimologis Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu : “panca” artinya “lima” “syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar” “syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh” Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.  Pengertian Pancasila menurut para tokoh 1. Notonegoro Menurut notonegoro pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang

diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara indonesia 2. Muhammad Yamin Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. dengan demikian pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik. 3. I.R Soekarno Pancasila adalah isi jiwa bangsa indonesia yang turun temurun yang sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. dengan demikian, pancasila tidak saja falsafah negara. tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa indonesia

1.1 Pancasila sebagai Ideologi Sebagai suatu bangsa dan negara yang telah merdeka dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah selayaknya kalau kita sebagai bagian didalamnya turut mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sudah bukan pada tempatnya di era saat ini masih ada segolongan atau sekelompok orang yang mempersoalkan keberadaan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara. Untuk itu berikut ini akan dibahas tentang Pancasila sebagai ideology, Pancasila sebagai sumber nilai, Pancasila sebagai paradigma pembangunan, sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila akan dibahas pula tahap-tahap amandemen UUD 1945 serta perilaku konstitusional dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan ini diharapkan semua warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang benar mengenai Pancasila dan UUD 1945.

1.2 Pengertian Ideologi Negara Istilah ideologi berasal dari kata idea yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran. Secara umum ideologi dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut dan mengatur tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan (politik, sosial, budaya bahkan keagamaan). Beberapa pengertian ideologi menurut beberapa ahli: 1. Notonagoro Ideologi adalah cita-cita yang menjadi basis suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan. 1. Soejono Soemargono Ideologi adalah kumpulan gagasan atau ide-ide, keyakinan-keyakinan, dan juga kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang meliputi bidang politik, sosial, kebudayaan, dan keagamaan.

1. A.S. Horonby Ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landassan teori ekonomi dan politik atau yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang. 1. Louis Althusser Ideologi adalah pandangan hidup dimana manusia menjalankan hidupnya.

2 .1 Pandangan Ideologi dan Macamnya Terdapat dua pandangan mengenai sejarah lahirnya ideologi : 1. Pandangan pertama Ideologi berasal dari konsep abstraksi (inkrimental) yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Kemudian konsep-konsep tersebut mengakui adanya nilai-nilai dasar yang lama kelamaan diterima sebagai suatu kebenaran dan diyakini sebagai pegangan dalam menjalin kehidupan bersama dalam bentuk norma-norma. 2. Pandangan kedua Ideologi berasal dari hasil pikiran para cendikiawan yang kemudian dijabarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selanjutnya dirumuskan dalam deklarasi negara yang akhirnya dicantumkan dalam konstitusi negara. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara tentu harus dipahami karena pancasila merupakan salah satu elemen paling penting dalam negara kita ini. Pancasila adalah suatu idoelogi yang dipegang erat bangsa Indonesia. istilah Pancasila diperkenalkan oleh sosok Bung Karno saat sidang BPUPKI I . Pancasila kemudian menjadi sebuah landasan berdirinya negara Indonesia. Sebelum belejar lebih jauh sekilas adalah isi dari Pancasila yang merupakan ideologi bangsa kita Indonesia Isi Pancasila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin permusyawaratan/perwakilan

oleh

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

hikmat

kebijaksanaan

dalam

Fungsi Umum Pancasila 1. Pancasila Sebagai Panduan Hidup Bangsa Indonesia 2. Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum 3. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur 4. Pancasila Sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia Fungsi Pancasila Sebagai Dasar Negara Seperti yang sudah dibahas tadi kalau saja Pancasila memegang peran yang sangat penting. Berikut adalah beberapa fungsi dari Pancasila. 1. Pancasila Sebagai Pedoman Hidup Disini Pancasila berperan sebagai dasar dari setiap pandangan di Indonesia Pancasila haruslah menjadi sebuah pedoman dalam mengambil keputusan 2. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Pancasila haruslah menjadi jiwa dari bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan jiwa bangsa harus terwujud dalam setiap lembaga maupun organisasi dan insan yang ada di Indonesia 3. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Kepribadian bangsa Indonesia sangatlah penting dan juga menjadi identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila harus diam dalam diri tiap pribadi bangsa Indonesia agar bisa membuat Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa. 4. Pancasila Sebagai Sumber Hukum Panacasila menjadi sumber hukum dari segala hukum yang berlaku di Indonesia. Atau dengan kata lain Pancasila sebagai dasar negara tidak boleh ada satu pun peraturan yang bertentangan dengan Pancasila 5. Pancasila Sebagai Cita Cita Bangsa Pancasila yang dibuat sebagai dasar negara juga dibuat untuk menjadi tujuan negara dan cita cita bangsa. Kita sebagai bangsa Indonesia haruslah mengidamkan sebuah negara yang punya Tuhan yang Esa punya rasa kemanusiaan yang tinggi, bersatu serta solid, selalu bermusyawarah dan juga munculnya keadilan social

Nama : Moh. Alif Aditya

Semester : 1 (satu)

Stambuk : D10118884

Mata Kuliah : Pancasila

Fakultas : Hukum

Prodi Studi: Ilmu Hukum

Pertemuan : KE-7(TUJUH) Topik Bahasan : PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. MENELUSURI KONSEP URGENSI PANASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

1.2 Pancasila sebagai Ideologi Sebagai suatu bangsa dan negara yang telah merdeka dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah selayaknya kalau kita sebagai bagian didalamnya turut mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sudah bukan pada tempatnya di era saat ini masih ada segolongan atau sekelompok orang yang mempersoalkan keberadaan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara. Untuk itu berikut ini akan dibahas tentang Pancasila sebagai ideology, Pancasila sebagai sumber nilai, Pancasila sebagai paradigma pembangunan, sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila akan dibahas pula tahap-tahap amandemen UUD 1945 serta perilaku konstitusional dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan ini diharapkan semua warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang benar mengenai Pancasila dan UUD 1945.

1.2 Pengertian Ideologi Negara Istilah ideologi berasal dari kata idea yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, citacita dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran. Secara umum ideologi dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut dan mengatur tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan (politik, sosial, budaya bahkan keagamaan). Beberapa pengertian ideologi menurut beberapa ahli: 2. Notonagoro Ideologi adalah cita-cita yang menjadi basis suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan. 2. Soejono Soemargono Ideologi adalah kumpulan gagasan atau ide-ide, keyakinan-keyakinan, dan juga kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang meliputi bidang politik, sosial, kebudayaan, dan keagamaan.

2. A.S. Horonby Ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landassan teori ekonomi dan politik atau yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang. 2. Louis Althusser Ideologi adalah pandangan hidup dimana manusia menjalankan hidupnya.

2 .1 Pandangan Ideologi dan Macamnya Terdapat dua pandangan mengenai sejarah lahirnya ideologi : 2. Pandangan pertama Ideologi berasal dari konsep abstraksi (inkrimental) yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Kemudian konsep-konsep tersebut mengakui adanya nilai-nilai dasar yang lama kelamaan diterima sebagai suatu kebenaran dan diyakini sebagai pegangan dalam menjalin kehidupan bersama dalam bentuk norma-norma. 3. Pandangan kedua Ideologi berasal dari hasil pikiran para cendikiawan yang kemudian dijabarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selanjutnya dirumuskan dalam deklarasi negara yang akhirnya dicantumkan dalam konstitusi negara.

2.MENANYA ALASAN IDEOLOGI NEGARA

DIPERLUKAN

KAJIAN

PANCASILA

SEBAGAI

Warga Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi Negara Sebagai warga negara, Kita perlu memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara karena ideologi Pancasila menghadapi tantangan dari berbagai ideologi dunia dalam kebudayaan global. Unsur-unsur yang memengaruhi ideologi Pancasila sebagai berikut: a. Unsur ateisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau komunisme bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai gotong royong dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. c. Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan. Salah satu dampak yang dirasakan dari kapitalisme ialah munculnya gaya hidup konsumtif. Pancasila sebagai ideologi, selain menghadapi tantangan dari ideologi ideologi besar dunia juga menghadapi tantangan dari sikap dan perilaku kehidupan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat umum. Tantangan itu meliputi, antara lain terorisme dan narkoba. Sebagaimana yang telah diinformasikan oleh berbagai media masa bahwa terorisme dan narkoba merupakan ancaman terhadap keberlangsungan hidup bangsa Indonesia dan ideologi negara. Beberapa unsur ancaman yang ditimbulkan oleh aksi terorisme, antara lain: a. Rasa takut dan cemas yang ditimbulkan oleh bom bunuh diri mengancam keamanan negara dan masyarakat pada umumnya. b. Aksi terorisme dengan ideologinya menebarkan ancaman terhadap kesatuan bangsa sehingga mengancam disintegrasi bangsa. c. Aksi terorisme menyebabkan investor asing tidak berani menanamkan modal di Indonesia dan wisatawan asing enggan berkunjung ke Indonesia sehingga mengganggu

pertumbuhan perekonomian negara. Beberapa unsur ancaman yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda dapat merusak masa depan mereka sehingga berimplikasi terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia. b. Perdagangan dan peredaran narkoba di Indonesia dapat merusak reputasi negara Indonesia sebagai negara yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. c. Perdagangan narkoba sebagai barang terlarang merugikan sistem perekonomian negara Indonesia karena peredaran illegal tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan tidak adil dapat diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara menaungi dan memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk semua tanpa ada perlakuan diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila memberikan arah tentang hukum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dengan demikian, diharapkan warga negara dapat memahami dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari kegiatankegiatan sederhana yang menggambarkan hadirnya nilai-nilai Pancasila tersebut dalam masyarakat. Misalnya saja, masyarakat selalu bahu-membahu dalam ikut berpartisipasi membersihkan lingkungan, saling menolong, dan menjaga satu sama lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai-nilai Pancasila telah terinternalisasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Pertemuan : Ke-8 (LAPAN) Mata Kuliah : PANACASILA Topik Bahasan :

PACANSILA SEBAGAI

IDEOLOGI NEGARA

REPUBLIK

INDONESIA

1. Menggali Sumber Histori, Sosioligi, Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara

A.Sumber Historis Pancasila Sebagai Ideologi Pancasila. Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar,

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.

Sosiologis B. Pengertian Sosiologis Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku sosial antara individu dengan individu, individu dengan kolompok, dan kelompok dengan kelompok. Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah jauh dengan yang namaya hubungan sosial, karena bagaimanapun hubungan tersebut memengaruhi perilaku orang-orang. Oleh karena itu sosiologis itu melihat bagaimana orang mempengaruhi kita, bagaimana institusi sosial utama, seperti pemerintah, agama, dan ekonomi memengaruhi kita, serta bagaimana kita sendiri memengaruhi orang lain, kolompok, bahkan organisasi. Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian sosiologi yaitu : 1. Roucek dan Warren, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok. 2. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.

Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok , serta kelompok dengan kelompok di lingkungan masyarakat.

B. Sumber sosiologis Pancasila Sebagai Ideologi Pancasila Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi. Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.

Politis C. Pengertian Politis Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Poloitik adalah suatu system pemerintahan yang mengatur segala structural di dalamnya, dalam membuat kebijakan politik harus ada aturan yang mengatur.

2. Mendeskripsi Ensensi dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Hakikat Pancasila sebagai Ideologi Negara Pada bagian ini, akan di pahami hakikat Pancasila sebagai ideologi negara memiliki tiga dimensi sebagai berikut: a. Dimensi realitas; mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai real yang hidup dalam masyarakatnya. Hal ini mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila bersumber dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia sekaligus juga berarti bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat maupun dalam segala aspek penyelenggaraan negara. b. Dimensi idealitas; mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai dasar Pancasila mengandung adanya tujuan yang dicapai sehingga menimbulkan harapan dan optimisme serta mampu menggugah motivasi untuk mewujudkan cita-cita. c. Dimensi fleksibilitas; mengandung relevansi atau kekuatan yang merangsang masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka karena bersifat demokratis dan mengandung dinamika internal yang mengundang dan merangsang warga negara yang meyakininya untuk mengembangkan pemikiran baru, tanpa khawatir kehilangan hakikat dirinya (Alfian, 1991: 192 – 195).

2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara Pada bagian ini, mahasiswa perlu menyadari bahwa peran ideologi negara itu bukan hanya terletak pada aspek legal formal, melainkan juga harus hadir dalam kehidupan konkret masyarakat itu sendiri. Beberapa peran konkret Pancasila sebagai ideologi meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Ideologi negara sebagai penuntun warga negara, artinya setiap perilaku warga negara harus didasarkan pada preskripsi moral. Contohnya, kasus narkoba yang merebak di kalangan generasi muda menunjukkan bahwa preskripsi moral ideologis belum disadari kehadirannya. Oleh karena itu, diperlukan norma-norma penuntun yang lebih jelas, baik dalam bentuk persuasif, imbauan maupun penjabaran nilai-nilai Pancasila ke dalam produk hukum yang memberikan rambu yang jelas dan hukuman yang setimpal bagi pelanggarnya. b. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai dengan sila-sila Pancasila. Contohnya, kasus terorisme yang terjadi dalam bentuk pemaksaan kehendak melalui kekerasan. Hal ini bertentangan nilai toleransi berkeyakinan, hak-hak asasi manusia, dan semangat persatuan. Gambar berikut ini memperlihatkan bagaimana terorisme telah merusak nilai toleransi.

Pertemuan : Ke-9 (SEMBILAN) Mata Kuliah : PANACASILA Topik Bahasan : PACANSILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

1. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat Beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut: 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. (arti informal) 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. (arti formal) 3)

Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti

komprehensif). 4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. (arti analisis linguistik). 5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti aktual-fundamental). Pertama; dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun pidatonya sebagai berikut:

Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti apa yang Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta Philosofische Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka Tuan Ketua yang mulia minta suatu Weltanschauung, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu”. (Soekarno, 1985: 7). Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu semula dimaksudkan untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Selain itu, hasil perenungan tersebut merupakan suatu sistem filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan meliputi: 1. Sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat, bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri; 2. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika masyarakat di Indonesia; 3. Sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; Kedua, Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia (world-view). Hal ini menyitir pengertian filsafat oleh J. A. Leighton sebagaimana dikutip The Liang Gie, ”A complete philosophy includes a worldview or a reasoned conception of the whole cosmos, and a life-view or doctrine of the values, meanings, and purposes of human life” (The Liang Gie, 1977: 8). b. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila, artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut. Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek. Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai silasila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik. Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara. Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan

yang bersangkut

paut

dengan

kehidupan

bernegara,

berbangsa, dan

bermasyarakat, serta memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional Pertanggungjawaban rasional, penjabaran operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi merupakan beberapa aspek yang diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun masih ada beberapa aspek lagi yang masih dapat dipertimbangkan.

2. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Sistem

Filsafat 1.

Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus

Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat. Pancasila sebagai genetivussubjectivus, artinya nilai-nilai Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, nilai-nilai Pancasila tidak hanya dipakai dasar bagi pembuatan peraturan perundang-undangan, tetapi juga nilai-nilai Pancasila yang harus mampu menjadi orientasi pelaksanaan sistem politik dan dasar bagi pembangunan nasional. Misalnya, Sastrapratedja (2001: 2) mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar politik, yaitu prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Adapun Soerjanto (1991:5758) mengatakan bahwa fungsi Pancasila untuk memberikan orientasi ke depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapinya.

3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sitem Filsafat 1. Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, yaitu sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah dalam ruang publik Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih berlangsungnya sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di muka bumi, termasuk di Indonesia, agama memiliki peranan sentral dalam pendefinisian institusi-institusi sosial (Yudi-Latif, 2011: 57-59). b. Sila Kemanusiaan Yang Adil da Beradab Nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia dilahirkan dari perpaduan pengalaman bangsa Indonesia dalam menyejarah. Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal sebagai bangsa maritim telah menjelajah keberbagai penjuru Nusantara, bahkan dunia. Hasil pengembaraan itu membentuk karakter bangsa Indonesia yang kemudian

oleh

Soekarno

disebut

dengan

istilah

Internasionalisme

atau

Perikemanusiaan. Kemerdekan Indonesia menghadirkan suatu bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki komitmen pada penertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial serta pada pemuliaan hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsan Indonesia (Yudi-Latif, 2011: 201). c. Sila Persatuan Indonesia Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dan kesilaman. Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan karena kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat menyatu dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia. Jika di tanah dan air yang kurang lebih sama, nenek moyang bangsa Indonesia pernah menorehkan tinta

keemasannya, maka tidak ada alasan bagi manusia baru Indonesia untuk tidak dapat mengukir kegemilangan (Yudi-Latif, 2011:377). d.

Sila

Kerakyatan

yang

Dipimpin

oleh

Hikmat

Kebijaksanaan

dalam

Permusyawaratan/Perwakilan. Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang muncul sebagai ikutan formasi negara republik Indonesia merdeka. Sejarah menunjukkan bahwa kerajaankerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang dikuasai oleh raja-raja autokrat. Meskipun demikian, nilai-nilai demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam budaya Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya dalam unit politik kecil, seperti desa di Jawa, nagari di Sumatera Barat, banjar di Bali, dan lain sebagainya. Tan Malaka mengatakan bahwa paham kedaulatan rakyat sebenarnya telah tumbuh di alam kebudayaan Minangkabau, kekuasaan raja dibatasi oleh ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Kemudian, Hatta menambahkan ada dua anasir tradisi demokrasi di Nusantara, yaitu; hak untuk mengadakan protes terhadap peraturan raja yang tidak adil dan hak untuk menyingkir dari kekuasaan raja yang tidak disenangi (Yudi-Latif, 2011: 387--388). e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagian yang telah berkobar ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagian itu terpahat dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja”. Demi impian masyarakat yang adil dan makmur itu, para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadaan ini kemudian dirampas oleh kolonialisme (Yudi-Latif, 2011: 493--494).

2.Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk pandangan hidup, Way of life yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya berbagai suku bangsa di

Indonesia. Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat akademis. Artinya, sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan utuh yang yang saling terkait dan saling berhubungan secara koheren. Notonagoro menggambarkan kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila itu dalam bentuk kesatuan dan hubungan hierarkis piramidal dan kesatuan hubungan yang saling mengisi atau saling mengkualifikasi.

3. Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama, meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun 1958 dan 1959, tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011. Kelompok kedua, diwakili Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 yang menyuarakan kembali pentingnya Pancasila bagi kehidupan bangsa Indonesia setelah dilupakan dalam rentang waktu yang cukup panjang sekitar satu dasawarsa pada eforia politik di awal reformasi. Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat berlaku juga atas kesepakatan penggunaan simbol dalam kehidupan bernegara. Garuda Pancasila merupakan salah satu simbol dalam kehidupan bernegara. Dalam pasal 35 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi sebagai berikut. ”Bendera Negara Indonesia ialah sang merah putih”. Pasal 36, ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pasal 36A, ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Pasal 36B, ”Lagu kebangsaan Indonesia ialah Indonesia Raya”. Bendera merah putih, Bahasa Indonesia, Garuda Pancasila, dan lagu Indonesia Raya, semuanya merupakan simbol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berikut adalah arti dalam lambing Garuda Pancasila. a. Garuda Pancasila sendiri adalah Burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. b. Warna keemasan pada Burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.

c. Garuda memiliki paruh, sayap, cakar, dan ekor yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. d. Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari jadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, di antaranya: 1) 17 helai bulu pada masing-masing sayap 2) 8 helai bulu pada ekor 3) 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor 4) 45 helai bulu di leher e. Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan. f. Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat. g. Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaaan negara Indonesia "Merah-Putih", sedangkan pada bagian tengah berwarna dasar hitam. h. Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan pada lambang perisai adalah sebagai berikut: 1) Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa; dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam. 2) Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah. 3) Sila ketiga: Persatuaan Indonesia; di lambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih.

4) Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah. 5) Sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; Dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Nama : Moh. Alif Aditya

Semester : 1 (satu)

Stambuk : D10118884

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum (PIH)

Fakultas : Hukum

Prodi Studi: Ilmu Hukum

Kelas : B

Topik Bahasan : 1. Sumber-sumber Hukum

Pertemuan : KE-5 (Lima)

2. Teori-teori Hukum

1. Sumber- sumber Hukum pengertian sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan hukum. Sumber hukum dapat pula disebut sebagai asal muasal hukum. Pada dasarnya, kita mengenal dua sumber hukum, yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum materil. Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang memiliki bentuk atau forma tersendiri yang berlaku secara umum dan telah diketahui atau berlaku umum. Adapun yang menjadi sumber hukum formal adalah undang-undang, kebiasaan/ adat-istiadat/ tradisi, traktat/ perjanjian antarnegara, yurisprudensi, dan doktrin. Sumber Hukum Material Yaitu suatu keyakinan hukum individu selaku anggota masyarakat dan pendapat umum yang menentukan isi hukum yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum. Sumber-sumber hukum material dapat ditinjau dari pelbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan lain sebagainya, contohnya yaitu sebagai berikut : a. Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum b. Seorang ahli kemasyarakatan (Sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

2. Teori –teori Hukum Teori dalam dunia ilmu hukum sudah sangat penting keberadaannya, karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori menurut para ahli menganggap sebagai sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami sesuatu masalah dalam setiap ilmu pengetahuan hukum. Yaitu :

1. B.Arief Sidharta : “Teori Ilmu Hukum (rechtstheorie) secara umum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya mau pun dalam pengejawantahan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat. Obyek telaahnya adalah gejala umum dalam tatanan hukum positif yang meliputi analisis bahan hukum, metode dalam hukum dan kritik ideologikal terhadap hukum ( Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, 2000,h.122). 2. JJH Bruggink :” Teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan “(HR Otje Salman et.al.”Teori Hukum”, 2002,h.60). 3. Hans Kelsen (Satjipto Rahardjo : Hukum Dalam Jagat Ketertiban, h.8-9) : 1. The aim of a theory of law, as of any science, is to reduce chaos and multiplicity to unity. 2. Legal theory is science, not volition. It is knowledge of what the law is, not of what the law ought to be. 3. The Law is a normative not a natural science. 4. Legal theory as a theory of norms is not concerned with the effectiveness of legal norms. 5. A theory of law is formal, a theory of the way of ordering, changing content in a specific way. 6. f. The relation of legal theory to a particular system of positive law is that of possible to actual law. 7. b. Tujuan teori hukum, ilmu apapun, adalah untuk mengurangi kekacauan dan keragaman untuk persatuan. 8. c. Teori hukum adalah ilmu, bukan kemauan. Ini adalah pengetahuan tentang apa hukum itu, bukan dari apa yang hukum seharusnya. 9. d. Hukum adalah normatif bukan ilmu alam. 10. e. Teori hukum sebagai teori norma tidak peduli dengan efektivitas norma-norma hukum. 11. f. Sebuah teori hukum adalah formal, suatu teori cara pemesanan, konten berubah dengan cara tertentu. 12. g. Hubungan teori hukum untuk sistem tertentu dari hukum positif adalah bahwa mungkin untuk hukum yang sebenarnya. 4. Perkembangn ilmu dan teknologi yang sangat pesat pada abad keduapuluh mendorong Kelsen untuk mengangkat ilmu hukum untuk bisa maju sederajat dengan kemajuan sains waktu itu. 5. J H von Kirchman : ilmu hukum berdiri di atas fondasi yang subyektif karena itu sebagai sains ia menjadi sangat goyah. Hanya dengan vonis tiga kata saja dari pembuat undang-undang, maka seluruh perpustakaan menjadi bubar. 6. Kelsen ingin membuktikan bahwa ilmu hukum itu tidak subyektif melainkan obyektif, sama dengan sains yang lain. Ia harus membangun teori yang mengatasi

subyektivitas pembuat undang-undang. A theory of law is formal. Tidak boleh mengandung muatan nilai, kepentingan dan lain-lain. 7. Schuyt, dengan merujuk pada Holmes dan Cordozo menyarankan agar ilmu hukum melepaskan diri dari cara menganalisa persoalan berdasar metode hukum yang sempit dan selalu mencari pertolongan kepada lmu-ilmu lain. 8. Kemajuan ilmu alam, ekonomi, sosial, politik seharusnya mendorong para ahli hukum untuk memanfaatkan kemajuan tsb. 9. Hunt (The Sociological movement in law) : The twentieth century has produced a movement towards the sociologically oriented study of law. The study of law can no longer be regarded as the exclusive preserve of legal professionals, whether practitioners or academics. There has emerged a sociological movement in law which has had as its common and explicit goal the assault on legal exclusivism. 10. Nonet & Selznick : Hukum (di Amerika) gagal menyelesaikan persoalan hukum karena hanya melihat ke dalam dan tidak keluar. Disarankan untuk melakukan sintesis antara jurisprudence dan social sciences. 11. Satjipto Rahardjo : Studi sosiologis terhadap hukum yang menumbangkan analytical positivism hanya merupakan simbul atau dorongan untuk melakukan “studi saja terhadap hukum secara lebih benar … di belakang studi sosiologis masih berderet yang lain seperti antropologi, sosiologi dan ekonomi….”. Teori ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan kejadian-kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian. Menurut Radburch tugas dari teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada dasar-dasar filsafat yang paling dalam.2) Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.

Pertemuan : Ke-6 (Enam) Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum (PIH) Topik Bahasan : SISTEM HUKUM (Bagian 1)

Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur dari peraturan-peraturan hukum yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain berdasarkan atas kesatuan alam pikiran yang hidup dalam masyarakat. Menurut Prof.R.Subekti,SH,sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur,suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian yang berkaitan satu sama lain,tersusun menurut suatu rencana atau pola untuk mencapai suatu tujuan. Hal-hal yang penting dalam hubungannya dengan pengertian sistem hukum adalah : 1. Suatu sistem hukum tidak boleh terdapat suatu pertentangan,pembentukan,tumpang tindih dan duplikasi antara bagianbagiannya. 2. Suatu sistem mengandung beberapa azas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya. 3. Suatu sistem bersifat menyeluruh,berstruktur dan terangkai secara bulat yang keseluruhan mesin-mesinnya mempunyai hubungan fungsional. Contoh dalam hukum perdata sebagai sistem hukum positif di Indonesia yaitu : 1.Di Dalam hukum perdata terdiri dari bagian-bagian yang mengatur hidup manusia sejak lahir sampai meninggal dunia. 2.Bagian-bagian itu mempunyai kaitan yaitu aturan-aturan tentang : 

Seseorang sejak dilahirkan



Mempunyai hak dan kewajiban



Membentuk keluarga



Memiliki harta kekayaan



Hubungan antara orang yang satu dengan yang lain

3.Antara bagian yang satu dengan bagian yang lain memuat peraturan-peraturan hukum menyeluruh sebagai suatu kesatuan dalam keperdataan. Macam-macam sistem hukum yaitu : 1. Sistem hukum eropa kontinental 2. Sistem hukum anglo saxon 3. Sistem hukum adat 4. Sistem hukum islam SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL Sistem hukum eropa kontinental berkembang di negara-negara eropa daratan yang sering disebut dengan “Civil law“.Civil law tersebut semula berasal dari kodifikasi yang berlaku di Romawi pada masa pemerintahan kaisar Justianus.peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaidah-kaidah hukum yang ada sebelum masa Kaisar Justianus yang kemudian disebut dengan Corpus Juris Civilis, dan kemudian dijadikan dasar perumusan kodifikasi hukum di negara-negara eropa daratan. Prinsip-prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum eropa kontinental adalah hukum memperoleh kekuatan yang mengikat,karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk Undang-undang dan tersusun secara sistematis didalam kodifikasi. Prinsip utama ini ditujukan hukum hanyalah dapat diwujudkan apabila tindakan-tindakan hukum yang dilakukan didalam pergaulan hidup manusia diatur dengan peraturanperaturan hukum tertulis. Dengan berdasarkan tujuan tersebut,maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum.hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan pertauran-peraturan dalam batas-batas kewenangannya.putusan hakim hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (Doctrin Re Ajudicata). Sumber-sumber hukum dalam sistem hukum eropa kontinental adalah :

1. Undang-undang yang dibentuk oleh badan legislatif 2. Peraturan yang dibuat oleh badan eksekutif berdasarkan Undang-undang. 3. Kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum selama tidak bertentangan dengan Undang-undang. Sistem hukum eropa kontinental menggolongkan dua bidang hukum yaitu : 1. Hukum publik 2. Hukum privat Hukum Publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan/wewenang penguasa negara serta hubungan-hubungan antara negara dan masyarakat. Contoh yang termasuk hukum publik yaitu : 1. Hukum tata negara 2. Hukum tata usaha negara 3. Hukum pidana Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh yang termasuk hukum privat yaitu : 1. Hukum perdata 2. Hukum dagang

Perbedaan hukum privat dan hukum publik sulit dibedakan batas-batasnya karena: 1. Terjadinya proses sosialisasi didalam hukum sebgai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat yang menyangkut kepentingan umum yang perlu dilindungi hukum. 2. Semakin banyaknya turut campur negara dalam bidang kehidupan perorangan,misalnya bidang perdagangan,perburuhan,agraria, SISTEM HUKUM ANGLO SAXON

Sistem hukum Anglo saxon mulai berkembang di Inggris sekitar abad XI,yang disebut denganCommon law dan Unwritten law. Sistem hukum Anglo saxon melandasi pula hukum positif di USA,Kanada,Australia dan negara-negara lain yang termasuk dalam negara-negara persemakmuran Inggris. Sumber-sumber hukum sistem hukum Anglo saxon adalah : 1. Putusan-putusan hukum pengadilan (Judicila decisions) 2. Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis. Hal-hal yang terdapat dapat sistem hukum Anglo saxon adalah : 1. Putusan hakim merupakan sumber hukum yang utama yang dapat mewujudkan kepastian hukum dan merupakan kaidah hukum yang mengikat umum. 2. Sumber hukum tidak tersusun secara sistematis dalam suatu kitab hukum. 3. Hakim mempunyai peranan yang sangat luas untuk menafsirkan hukum yang berlaku dan menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis. 4. Menganut doktrin yang disebut “The doctrine of precedent atau stare defcisis ” yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan perkara,seorang hakim harus mendasarkan keputusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada berdasarkan putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (prosedur). Apabila putusan hakim yang terdahulu dianggap sudah ketinggalan dengan perkembangan masyarakat,maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai kebenaran,keadilan dan akal sehat (Common sense).dalam sistem hukum anglo saxon juga mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat.pengertian yang diberikan pada hukum publik hampir sama dengan pengertian hukum publik di sintem hukum eropa kontinental. Pengertian hukum privat lebih ditujukan pada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of Propority), tentang orang (law of person),tentang perjanjian (law of Contrac) dan perbuatan melawan hukum (Law of tarts).

Perbedaan sistem hukum Anglo saxon dengan Sistem hukum eropa kontinental terdapat pada : 1. Sistem hukum Anglo saxon tidak mengenal adanya kodifikasi seperti halnya dalam sistem hukum eropa kontinental,tetapi tersebar dalam putusn hakim,kebiasaan dan peraturan-peraturan administrasi negara. SISTEM HUKUM ADAT Sistem hukum adat berasal dari terjemahan bahasa Belanda yaitu Adat recht yang pertama sekali diperkenalkan oleh Snonck Hugronye. Kata hukum dalam sistem hukum adat lebih luar artinya dari istilah hukum dalam sistem eropa kontinental,karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh berbagai golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan sosialnya seperti pakaian,pangkat,pertunangan dan lain-lain. Sistem hukum adat bersumber dari kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakat.dari sumber hukum yang tidak tertulis itu,maka hukum adat lebih mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.hal ini berbeda dengan sumber hukum tertulis yang sulit diubah secara cepat karena perubahannya memerlukan syarat dan cara yang ditentukan oleh peraturan tertulis pula. Dalam sistem hukum adat,kepala adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam hal untuk mengubah hukum adat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sistem hukum ada membagi golongan hukum adalam 3 kelompok yaitu : 1. Hukum tata negara,yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat,lingkungan kerja,alat-alat perlengkapan dan jabatan-jabatan dalam masyarakat adat. 2. Hukum adat tentang warga yang terdiri dari : Hukum perkawinan dan kekluargaan,hukum tanah,hukum perhutangan,hukum waris. 3. Hkum adat delik.

SISTEM HUKUM Sistem hukum Islam bersumberkan pada Al Quran,sunnah nabi,ijma,dan Liyas.dalam hukum Islam terdapat yang dinamakan hukum Fiqih yang terdiri hukum pokok yaitu : Hukum rohaniah dan hukum duniawi.Hukum duniawi terdiri dari Muamalat,nikah dan jinayat. dalam sistem hukum Islam terdapat ajaran tentang nilai baik dan buruk yang dinamakan Al ahkam al kamsa yaitu : 1. Jais,Nilai buruk dan baik dalam kesusilaan perorangan bagi perbuatan yang semata-mata terserah kepada pertimbangan sendiri. 2. Sunnah,perbuatan yang dianjurkan dalam hidup bermasyarakat. 3. Makruh,perbuatan yang tidak diinginkan ,dibenci,ditolak oleh masyarakat dan akan mendapat celaan umum. 4. Wajib,perbuatan yang tidak boleh dibiarkan ,dan siapa yang meninggalkan akan mendapat hukuman. 5. Haram,perbuatan yang dilarang.

Pertemuan : Ke-7 (Tujuh) Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum (PIH) Topik Bahasan : SISTEM HUKUM (Bagian 2)

Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum. 1.

2.

Macam-Macam Sistem Hukum Dunia

a. Sistem Hukum Eropa Kontinental Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering disebut sebagai “Civil Law”. Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI Sebelum Masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari pelbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justinianus yang kemudian disebut “Corpus Juris Civilis”. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa Daratan, seperti Jerman, Belanda, Perancis, dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip dasar itu dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya”. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata). Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak kepada unsur kedaulatan (sovereignty) nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah undang-undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatife. Selain itu juga diakui “peraturan-peraturan” yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi negara) dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu penggolongan ke dalam bidang “hukum publik”

dan hukum privat”. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini adalah : 1)

Hukum Tata Negara

2)

Hukum Administrasi Negara

3)

Hukum Pidana

Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individuindividu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Termasuk dalam hukum privat ialah : 1)

Hukum Sipil

2)

Hukum Dagang

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, maka batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan, karena : 1. Terjadinya proses sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat yang walaupun pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur “kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya bidang Hukum Perburuhan dan Hukum Agraria. 2. Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan. Misalnya bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya. b. Sistem Hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika) Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika”, mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem “Common Low” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis). Walaupun disebut sebagai unwritten law tetapi tidak sepenuhnya benar, karena di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum yang tertulis (statutes). Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pula hukum positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia selain di Amerika Serikat sendiri. Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah “putusan-putusan hakim/pengadilan” (judicial decision). Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum. Di samping putusan hakim, maka kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan di dalam pengadilan. Sumber-sumber hakim itu (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan administrasi negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada sistem hukum Eropa Kontinental. Selain itu juga di dalam sistem hukum Anglo Amerika adanya “peranan” yang diberikan kepada seorang hakim berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan

menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis. Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the doctrine of precedent / state decisis “ yang pada hakikatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden). Dalam hal tidak lain ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimiliknya. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang dari putusan-putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka sistem hukum Anglo Amerika secara berlebihan sering disebut juga sebagai Case Law. Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian “Hukum publik dan hukum privat”. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Kalau di dalam sistem hukum Eropa Kontinental “ hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”, maka bagi sistem Hukum Anglo Amerika pengertian “hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons), hukum perjanjian (laws of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (laws of torts) yang tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan.

c. Sistem Hukum Adat Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, Jepang dan negara lain. Istilahnya berasal dari Bahasa Belanda “Adatrecht” yang untuk pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Pengertian hukum Adat yang digunakan oleh Mr. C Van Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum Adat yang tidak dapat dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat hukumnya. Kata “hukum” dalam pengertian hukum Adat lebih luas artinya dari istilah hukum di Eropa, karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh pelbagai golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan sosialnya, seperti masalah pakaian, pertunangan dan sebagainya

d. Sistem Hukum Islam Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian dikembangkan ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara individual atau kelompok. Sedangkan untuk beberapa negara di Afrika dan Asia perkembangannya sesuai dengan pembentukan negara itu yang berasaskan ajaran Islam. Bagi negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya beragama Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara, karena asas pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam.

Pertemuan : Ke-8 (Lapan) Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum (PIH) Topik Bahasan : 1. Pengertian dan Penemuan Hukum 2. Aliran-aliran Penemuan Hukum 1. Pengertian dan Penemuan Hukum Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ilmiah dan secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketasengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Terkait padanya antara lain diajukan pertanyaanpertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum berkenaan dengan hal menemukan penyelesaianpenyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan kaidah-kaidah hukum. Penemuan hukum termasuk kegiatan sehari-hari para yuris, dan terjadi pada semua bidang hukum, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum pemerintahan dan hukum pajak. Ia adalah aspek penting dalam ilmu hukum dan praktek hukum. Dalam menjalankan profesinya, seorang ahli hukum pada dasarnya harus membuat keputusan-keputusan hukum, berdasarkan hasil analisanya terhadap fakta-fakta yang diajukan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah hukum positif. Sementara itu, sumber hukum utama yang menjadi acuan dalam proses analisis fakta tersebut adalah peraturan perundangan-undangan. Dalam hal ini yang menjadi masalah, adalah situasi dimana peraturan Undang-undang tersebut belum jelas, belum lengkap atau tidak dapat membantu seorang ahli hukum dalam penyelesaian suatu perkara atau masalah hukum. Dalam situasi

seperti ini, seorang ahli hukum tidak dapat begitu saja menolak untuk menyelesaikan perkara tersebut. Artinya, seorang ahli hukum harus bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan. Seorang ahli hukum harus mampu berperan dalam menetapkan atau menentukan apa yang akan merupakan hukum dan apa yang bukan hukum, walaupun peraturan perundang-undangan yang ada tidak dapat membantunya. Penemuan hukum merupakan pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit, juga merupakan proses konkretisasi atau individualis peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu, jadi dalam penemuan hukum yang penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit, Salah satu fungsi dari hukum ialah sebagai alat untuk melindungi kepentingan manusia atau sebagai perlindungan kepentingan manusia. Upaya yang semestinya dilakukan guna melindungi kepentingan manusia ialah hukum harus dilaksanakan secara layak. Pelaksanaan hukum sendiri dapat berlangsung secara damai, normal tetapi dapat terjadi pula karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar tersebut haruslah ditegakkan, dan diharapkan dalam penegakan hukum inilah hukum tersebut menjadikan kenyataan. Berbicara tentang hukum pada umumnya, kita (masyarakat) hanya melihat kepada peraturan hukum dalam arti kaidah atau peraturan perundang-undangan, terutama bagi para praktisi. Sedang kita sadar bahwa undang-undang itu tidaklah sempurna, undang-undang tidaklah mungkin dapat mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada kalanya undang-undang itu tidak lengkap atau ada kalanya undang-undang tersebut tidak jelas. Olehnya, karena undang-undang yang mengatur akan peristiwa kongkrit tidak lengkap ataupun tidak jelas, maka dalam hal ini penegak hukum (hakim) haruslah mencari, menggali dan mengkaji hukumnya, hakim harus menemukan hukumnya dengan jalan melakukan penemuan hukum (rechtsvinding).

2.Aliran-aliran Hukum a. Legisme Sebagai reaksi terhadap ketidak-pastian dan ketidak-seragaman hukum kebiasaaan timbulah pada abad ke 19 di Eropa usaha untuk penyeragaman hukum dengan jalan kodifikasi dengan menuangkan semua hukum secara lengkap dan sistematis dalam kitab undang-undang. Hukum kebiasaan sebagai sumber hukum mulai ditinggalkan. Di Prancis

pada akhir abad ke 18 diadakan kodifikasi yang dicontoh oleh seluruh Eropa. Timbulnya gerakan kodifikasi ini disertai dengan lahirnya aliran Legisme. Pandangan dalam abad ke 19 ini ialah bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, yang dianggap cukup jelas dan lengkap, yang berisi semua jawaban terhadap semua persoalan hukum, sehingga hakim hanyalah berkewajiban menerapkan peraturan hukum pada peristiwa konkritnya dengan bantuan metode penafsiran terutama penafsiran gramatikal. Pemecahan masalah hukumnya akan diketemukan melalui subsumptie. Aliran ini berpendapat bahwa semua hukum itu berasal dari kehendak penguasa tertinggi, dalam hal ini kehendak pembentuk undang-undang. Jadi semua hukum terdapat dalam undang-undang. Berdasarkan pandangan ini hakim hanyalah berkewajiban menerapkan peraturan hukum pada peristiwa konkritnya dengan bantuan metode penafsiran terutama penafsiran gramatikal. Aliran ini juga mengabaikan hukum kebiasaan dan yurisprudensi. Hal tersebut dikarenakan pembentuk undang-undang ingin mencegah ketidakpastian dan ketidakseragaman hukum. Usaha kearah kodifikasi ini hanya dapat dipahami melalui ajaran tentang pembagian kekuasaan yang mendapat pengaruh dari Montesquieu dan harus dilihat dengan latar belakang pandangan negara liberal. Montesquieu mengemukakan adanya tiga bentuk Negara dan pada setiap bentuk Negara tedapat bentuk penemuan hukum yang cocok untuk masing-masing bentuk Negara. Dalam etat despotique tidak ada undang-undang. Di sini hakim mengadili setiap peristiwa individual menurut apresiasi pribadinya secara arbitrer. Di sini terjadi penemuan hukum otonom mutlak. Di dalam negara idealnya, yaitu etat republican terdapat penemuan hukum yang heteronom: hakim menerapkan undang-undang menurut bunyinya. Sedangkan dalam etat monarchique terdapat sistem undang-undang, baik yang rinci maupun yang tidak rinci, yang tidak dapat diterapkan begitu saja, tetapi harus ditafsirkan lebih dulu dengan mencari “jiwanya”. Kecuali sebagai corong undang-undang hakim di sini juga sebagai penafsir undang-undang.

b. Mazab Historis Berlawanan dengan pandangan Legisme, yaitu bahwa undang-undang adalah satusatunya sumber hukum, adalah pandangan Mazab Historis yang dipelopori oleh von Savigny (1779-1861). Mazab Historis berpendapat bahwa hukum itu ditentukan secara historis yakni hukum tumbuh dari kesadaran hukum bangsa di suatu tempat dan pada waktu tertentu (Das Recht Wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem Volke). Kesadaran hukum (Volksgeist) yang paling murni terdapat dalam kebiasaan. Peraturan hukum terutama merupakan pencerminan keyakinan hukum dan praktek-praktek yang terdapat dalam kehidupan bersama dan tidak ditetapkan dari atas. Para yuris harus mengembangkan dan mensistemasi keyakinan dan praktek-praktek ini . Von Savigny berpendapat bahwa hukum adalah hukum kebiasaan yang tidak cocok untuk kehidupan modern. Sebelum mengkodifikasikan hukum harus mengadakan penelitian yang lebih mendalam terlebih dahulu. Setelah itulah baru dapat dilakukan kodifikasi. Jasa von Savigny dalam hal ini ialah bahwa ia memberi tempat yang mandiri pada hukum kebiasaan sebagai sumber hukum.

c. Begriffsjurisprudenz Pada pertengahan abad 19 lahirlah aliran yang dipelopori oleh Rudolf von Jhering (1818-1890) yang menekankan pada sistematik hukum. Setiap putusan baru dari hakim harus sesuai dengan sistem hukum. Berdasarkan ketentuan yang dibentuk oleh sistem hukum, maka setiap ketentuan undang-undang harus dijelaskan dalam hubungannya dengan ketentuan undang-undang yang lain, sehingga ketentuan-ketentuan undang-undang itu mrupakan satu kesatuan yang utuh. Menurut aliran ini yang ideal adalah apabila sistem yang ada itu berbentuk suatu suatu piramida dengan pada puncaknya suatu asas utama, dari situ dapat dibuat pengertian-pengertian baru (Begriff). Khas bagi aliran Begriffsjurisprudenz ini ialah hukum dilihat sebagai satu sistem tertutup mencakup segala-galanya yang mengatur semua perbuatan sosial. Pendekatan hukum secara ilmiah dengan sarana pengerian-pengertian yang diperhalus ini merupakan dorongan timbulnya postivisme hukum, tetapi juga memberi argumentasi-argumentasi yang berasal dari ilmu hukum, dan dengan demikian obyektif, sebagai dasar putusan-putusan. Pasal-pasal yang tidak sesuai dengan sistem dikembangkan secara “ilmiah” dan diterapkan inttepretasi restriktif.

d. Interessenjurisprudenz Sebagai reaksi terhadap Begriffsjurisprudenz lahirlah pada abad ke 19 di Jerman Interessenjurisprudenz, suatu aliran yang menitikberatkan pada kepentingan-kepentingan (Interessen) yang difiksikan. Oleh karena itu aliran ini disebut Interessenjurisprudenz. Interessenjurisprudenz ini mengalami masa jayanya sebagai aliran ilmu hukum pada dasawarsa pertama abad ke 20 di Jerman. Aliran ini berpendapat bahwa peraturan hukum tidak boleh dilihat oleh hakim sebagai formil-logis belaka, tetapi harus dinilai menurut tujuannya. Menyadari bahwa sistematisasi hukum tidak boleh dibesar-besarkan, maka von Jhering mengarah kepada tujuan yang terdapat di belakang sistem dan merealisasi “idée keadilan dan kesusilaan yang ta’ mengenal waktu”. Aliran ini berpendapat bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk melindungi, memuaskan atau memenuhi kepentingan atau kebutuhan hidup yang nyata. Dalam putusannya hakim harus bertanya kepentingan manakah yang diatur atau dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang. Philip Heck, yang termasuk salah seorang penganut aliran ini, berpendapat bahwa tanpa pengetahuan tentang kepentingan sosial, moral, ekonomi kultural dan kepentingan lainnya, dalam peristiwa tertentu atau yang berhubungan dengan peraturan tertentu, pelaksanaan atau penerapan hukum yang tepat dan berarti, tidak mungkin. Pembentuk undang-undang sewaktu merumuskan peraturan telah mempertimbangkan pelbagai kepentingan dan akhirnya mengambil pilihan. Dalam ketentuan undang-undang telah ditetapkan kepentingan-kepentingan mana yang dimata pembentuk undang-undang itu mempunyai nilai. Apabila kemudian diminta putusan dari hakim (dalam konflik kepentingan), maka ia harus menyesuaikan dengan ukuran nilai yang dimuat dalam undang-

undang. Ia tidak boleh atas kemauannya sendiri menilai kepentingan konkrit pihak-pihak yang bersangkutan, akan tetapi mengeluarkan unsur-unsur itu yang telah dinilai oleh pembentuk undang-undang dan berkaitan dengan itu mengambil putusan. Yang menentukan terutama adalah selalu penilaian oleh pembentuk undang-undang. Hakim dalam putusannya harus bertanya kepentingan manakah yang diatur atau dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang.

e. Freirechtbewegung Reaksi yang tajam terhadap legisme baru muncul sekitar 1900 di Jerman. Reaksi itu dimulai oleh Kantorowicz (1877-1940) yang dengan nama samaran Gnaeus Flavius dalam tahun 1906 menulis “Der Kamph um die Rechtswissenschaft”. Aliran baru ini disebutnya “Freirechtllich” (bebas) dan dari situlah timbul istilah “Freirechtbewegung”. Pengikut-pengikut aliran ini menentang pendapat bahwa kodifikasi itu lengkap dan bahwa hakim dalam proses penemuan hukum tidak mempunyai sumbangan kreatif. Tidak seluruh hukum terdapat dalam undang-undang. Di samping undang-undang masih terdapat sumbersumber lain yang dapat digunakan oleh hakim untuk menemukan hukumnya. Mereka menganggap titik tolak Montesquieu bahwa hakim tidak lebih dari corong undang-undang secara tegas merupakan fiksi. Tiap pemikiran yang melihat hakim sebagai subsumptie automaat dianggap sebagai sesuatu yang tidak nyata. Menurut mereka hakim tidak hanya mengabdi pada fungsi kepastian hukum, tetapi mempunyai tugas sendiri dalam merealisasi keadilan. Pengertian-pengertian yang umum, luas dan oleh karena itu kabur atau samarsamar seperti misalnya pengertian “itikad baik”, “ketertiban umum”, “kepentingan umum”, yang digunakan oleh pembentuk undang-undang, dalam peristiwa konkrit tiap kali masih harus diisi atau dilengkapi. Putusan hakim tidak selalu dapat dijabarkan dari undangundang, karena setiap peristiwa itu sifatnya khusus dan tidak benar kalau hakim selalu dapat menerapkan peraturan undang-undang yang umum sifatnya pada situasi konkrit. Hakim tidak hanya wajib menerapkan atau melaksanakan undang-undang, tetapi juga menghubungkan semua sifat-sifat yang khusus dari sengketa, yang diajukan kepadanya, dalam putusannya. Freirechtbewegung mencoba mengarahkan perhatiannya kepada sifat-sifat yang khusus pada peristiwa konkrit dan kepentingan yang berkaitan. Rasa hukum hakim harus dipusatkan pada hal-hal ini dan juga pada tujuan yang tersirat dalam peraturan. Kalau penyelesaian menurut undang-undang, maka hakim wenang dan wajib untuk menyimpang dari penyelesaian menurut undang-undang. Tidak mengakui undang-undang sebagai satusatunya sumber hukum mengarah pada subyektivasi putusan hakim dengan demikian disadari bahwa putusan hakim mengandung karya yang bersifat menciptakan. Pelakasanaan hukum bergeser kearah penemuan hukum atau pembentukan hukum.

f. Penemuan Hukum Modern Salah satu pokok pandangan modern ini ialah bahwa bukan sistem perundang-undangan yang merupakan titik tolak, tetapi masalah kemasyarakatan yang konkrit yang harus dipecahkan. Undang-undang bukanlah sesuatu yang penuh dengan kebenaran dan jawaban, yang paling tidak membutuhkan beberapa penafsiran untuk dapat dilaksanakan dalam

situasi konkrit, tetapi lebih merupakan usulan untuk penyelesaian, suatu pedoman dalam penemuan hukum, dan dalam kaitan itu masih banyak faktor-faktor penting lainnya yang dapat digunakan untuk penyelesaian masalah-masalah hukum. Pandangan penemuan hukum modern ini dapat digolongkan ke dalam pandangan “gesystematiseerd probleemdenken” atau “pandangan berpikir problemantik tersistemisasi ” dari Freirechtbewegung. Metode penafsiran undang-undang yang digunakan di sini adalah terutama teleologis. Menurut jalan pikiran ini maka diakui bahwa dalam penemuan hukum unsur penilaian adalah sentral: ingin dicapai sesuatu dengan hukum dan dengan penyelesaian yang sesuai dengan sistem. Hasilnya tidak dijabarkan secara logis dari peraturan umum yang abstrak tetapi sekaligus selalu merupakan resultante pertimbangan semua kepentingan dan nilai dalam persidangan. Pada asasnya yang menonjol adalah masalah kemasyarakatan. Penemuan hukum modern ini berpendirian bahwa atas satu pertanyaan hukum dapat dipertahankan pelbagai jawaban dalam sistem yang sama. Penemuan hukum harus menimbang-menimbang semua faktor yang mempengaruhi putusan-putusan akhirnya. Ia harus sadar bahwa putusan dalam arti positif dapat merupakan preseden untuk banyak hubungan-hubungan diwaktu mendatang. Fungsi hukum adalah melindungi kepentingan manusia. Dalam penemuan hukum yang problemantik tersistemisasi kepentingan justiciabele (pencari keadilan) lebih diutamakan.

Pertemuan : Ke-9 (Sembilan) Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum (PIH) Topik Bahasan : 1. Metode Penemuan Hukum 2. Penafsilran Penemuan Hukum

1.METODE PENEMUAN HUKUM Penemuan hukum pada khususnya merupakan kegiatan dari hakim dalam melaksanakan undang-undang bila terjadi peristiwa konkrit. Undang-undang memang harus jelas dan

lengkap agar dapat berjalan efektif, namun karena banyaknya kegiatan manusia dan terbatasnya kemampuan manusia mengatur seluruh kehidupannya membuat undang-undang itu tidak lengkap dan jelas. Oleh karena itu undang-undang tidak dapat diterapkan begitu saja ke dalam peristiwa konkrit. Untuk dapat menerapkan undang-undang yang sifatnya abstrak kedalam peristiwa konkrit undang-undang tersebut harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan agar sesuai dengan peristiwanya. Adakalanya kehidupan manusia yang tidak terbatas ini bahkan tidak sama sekali diatur di dalam undang-undang, oleh karena itu kegiatan penemuan hukum adalah kegiatan yang tak terbatas kepada undang-undang saja, tetapi menyangkut seluruh hukum yang terus berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan manusia itu sendiri yang tak terbatas. Untuk melakukan penemuan hukum tersebut telah terdapat beberapa metode yaitu metode interpretasi dan metode konstruksi hukum/argumentasi. Selain itu juga terdapat metode yang baru berkembang yang mungkin bisa dijadikan alternatif penemuan hukum baru yaitu hermeneutika hukum. A.

1.

Metode Interpretasi Interpretasi menurut Bahasa

Metode interpretasi ini disebut dengan interpretasi gramatikal. Interpretasi ini merupakan cara penafsiran atau penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susun kata atau bunyinya. Contoh penggunaan interpretasi gramatikal, istilah menggelapkan dari pasal 41 KUHPidana ada kalanya ditafsirkan sebagai menghilangkan.

2.

Interpretasi teleologis atau sosiologis

Interpretasi teleologis yaitu apabila makna undang-undang itu ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Dngan interpretasi telelologis ini undang-undang yang masih berlaku tetapi sudah using atau sudah tidak sesuai lagi, diterapkan terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan masa kini, tidak peduli apakah hal ini semuanya pada waktu di undangkan peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Contoh penggunaan Interpretasi telelologis penafsiran kata barang pada pasal 362 KUH Pidana juga termasuk aliran listrik karena bersifat mandiri dan mempunyai nilai tertentu. Padahal pada perumusan pasal tersebut perihal mengenai barang tidak menunjukkan kepada listrik.

3.

Interpretasi Sistematis

Interpretasi sistematis adalah menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan menghubungkan dengan undang-undang lain. Contoh penggunaan interpretasi sistematis adalah kalau hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak yang dilahirkan di luar perkawinan oleh orang tuanya, tidak cukup hanya mencari ketentuan-ketentuan dalam BW saja, tetapi harus dihubungkan juga dengan pasal 278 KUH Pidana.

4.

Interpretasi Historis

Interpretasi historis ini dilakukan dengan cara meneliti sejarah terjadinya undang-undang tersebut. Jadi merupakan penjelasan menurut terjadinya undang-undang. Undang-undang itu tidak terjadi begitu saja. Undang-undang selalu merupakan reaksi terhadap kebutuhan sosial untuk mengatur, yang dapat dijelaskan secara historis. Namun bagi ahli hukum penafsiran ini makin lama makin berkurang kegunaannya jika umur undang-undang tersebut semakin tua, karena memang masyarakat terus berkembang. Contoh penerapan intepretasi historis jika ingin mengerti makna undang-undang nomor 1 tahun 1974 hanya dapat dimengerti dengan meneliti sejarah tentang emansipasi wanita.

5.

Interpretasi Komparatif

Interpretasi komparatif atau penafsiran dengan jalan memperbandingkan adalah penjelasan berdasarkan perbandingan hukum. Dengan memperbandingkan hendak dicari kejelasan mengenai suatu ketentuan undang-undang. Terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian international ini penting, karena dengan pelaksanaan yang seragam direalisir kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai hukum objektif atau kaedah hukum untuk beberapa Negara. Di luar hukum perjanjian internasional kegunaan metode ini terbatas.

6.

Interpretasi Futuristis

Interpretasi futuristis atau metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi adalah penjelasan ketentuan undang-undang dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum. sebagai contoh adalah ketika hakim hendak memutus suatu perkara hakim sudah membayangkan bahwa undang-undang yang digunakan akan segara diganti dengan undang-undang baru yang masih menjadi rancangan undang-undang. Untuk mengantisipasi perubahan itu hakim berfikir futuristis jika ternyata rancangan undang-undang itu disahkan maka putusan ini akan berdampak berbeda, oleh karena itu hakim memutus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lain di luar undang-undang yang berlaku saat itu. Interpretasi ini mempunyai banyak kekurangan karena tidak adanya jaminan bahwa RUU yang akan menggantikan undang-undang terkait benar-benar disahkan atau tidak, semua hanya bergantung pada keyakinan hakim saja.

B.

Metode Argumentasi/ Konstruksi Hukum

Selain metode interpretasi, dalam penemuan hukum juga dikenal metode argumentasi atau lebih dikenal dengan konstruksi hukum. berbeda dengan metode interpretasi metode ini digunakan ketika dihadapkan kepada situasi adanya kekosongan hukum (rechts vacuum) sedangkan pada metode interpretasi persitiwa tersebut sudah di atur di dalam undang-undang hanya saja pengaturannya masih belum jelas. Berdasarkan asas ius curia novit (hakim tidak boleh menolak perkara untuk diselesaikan dengan dalil hukumnya tidak ada atau belum mengaturnya) maka metode konstruksi hukum ini sangat penting demi menjamin keadilan. Metode-metode konstruksi hukum itu dapat dibagi sebagai berikut :

1.

Metode Argumentum Per Analogium (Analogi)

Analogi merupakan metode penemuan hukum di mana hakim mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada peraturannya. 2.

Metode Argumentum a Contrario

Metode ini memberikan kesempatan kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya. Karena ada kalanya suatu peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-undang, tetapi kebalikan dari peristiwa tersebut diatur oleh undangundang. Jadi metode ini mengedepankan cara penafsiran yang berlawanan pengertiannya antara peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.

3.

Metode Penyempitan Hukum

Kadang-kadang peraturan perundang-undangan itu ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu. Dalam menyempitkan hukum dibentuklah pengecualian-pengecualian atau penyimpanganpenyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan member ciri-ciri.

Nama : Moh. Alif Aditya

Semester : 1 (satu)

Stambuk : D10118884

Mata Kuliah : Ilmu Negara

Fakultas : Hukum

Prodi Studi: Ilmu Hukum

Pertemuan : KE-5 (Lima)

Topik Bahasan : Teori Tujuan dan Fungsi Negara

Tujuan Negara Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir setiap negara ialah menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth). Mengenai tujuan negara terdapat ajaran-ajaran, yang antara lain adalah sebagai berikut. 1) Ajaran Plato Negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial. Oleh karena diajarkan pertama oleh Plato maka disebut ajaran Plato. 2) Ajaran Negara Kekuasaan Penganjur ajaran ini antara lain Machiavelli dan Shang Yang. Negara bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata-mata dan karena itu disebut negara kekuasaan. Menurut ajaran ini, orang mendirikan negara maksudnya untuk menjadikan negara itu besar dan jaya. Dalam pencapain tujuan tersebut digunakan segala cara. 3) Ajaran Theokratis (Kedaulatan Tuhan) Tujuan negara itu ialah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan yang aman dan tenteram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaan hanya berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya (Thomas Aquinas dan Agustinus). 4) Ajaran Negara Polisi Negara bertujuan mengatur semata-mata keamanan dan ketertiban dalam negara (Immanuel Kant). 5) Ajaran Negara Hukum Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum (Krabbe). Dalam negara hukum, segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan atas hukum. Semua orang, tanpa kecuali, harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa dalam negara itu.

Fungsi Negara Fungsi Negara 1. Fungsi Negara Secara Umum Fungsi negara pada umumnya mencakup empat hal sebagai berikut: a. Fungsi Keamanan dan Ketertiban

Negara sebagai stabilisator bagi masyarakat harus menjaga keamanan dan ketertiban di negaranya demi menciptakan stabilitas negara yang kondusif yang dapat menjamin terlaksananya program-program pembangunan dengan lancar. Selain itu, keamanan dan ketertiban negara diharapkan dapat mencegah bentrokan dan pertikaian yang terjadi antarmanusia didalam kehidupan masyarakat. Untuk menjalankan fungsi tersebut, negara harus menciptakan hukum berupa peraturan perundang-undangan untuk melakukan penertiban dan pengamanan. b. Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran Negara berfungsi untuk berusaha sebaik mungkin menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mengadakan pembangunan di segala bidang dan menciptakan sistem ekonomi. Fungsi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya, melainkan dibutuhkan dukungan dari rakyat. c. Fungsi Pertahanan Fungsi pertahanan berkaitan dengan pertahanan dari serangan negara lain. Oleh karena itu, diperlukan pengadaan alat pertahanan negara serta personil keamanan yang terlatih dan tangguh. d. Fungsi Keadilan Fungsi keadilan harus dilakukan oleh negara tanpa membeda-bedakan dan dengan cara dibentuknya badan-badan peradilan negara yang berkewajiban menjamin keadilan setiap Warga Negara. Usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan keputusan yang adil dalam hukum.

Pertemuan : Ke-6 (Enam) Mata Kuliah : ILMU NEGARA Topik Bahasan : Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan, dan Sistem Pemeritahan

1. Bentuk Negara

Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika negara dilihat secara keseluruhan (ganzhit) tanpa melihat isinya, sedangkan secara yuridis jika negara\peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya. Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan) jika tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk genus sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya. Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya Allgemene staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan kemauan negara itu terdapat dua kemungkinan: 1. Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi. 2. Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja dibuat menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu dewan maka bentuk negaranya adalah republik. 2. BENTUK PEMERINTAHAN Secara garis besar bentuk pemerintahan ada 2 yaitu : 1. Monarki a. Monarki absolut Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dimana seluruh kekuasaan, baik itu legislatif, eksekutif dan yudikatif berada ditangan raja sebagai penguasa tunggal negara. b.Monarki Konstitusional Adalah suatu kerajaan dimana kekuasaan raja dibatasi oleh Undang-Undang dengan tujuan melindungi rakyat dari tindakan sewenang-wenang raja. 2. Republik a.Republik Absolut ( Republik Kediktatoran ) Republik absolut ( RA ) adalah suatu bentuk pemerintahan yang mengatasnamakan rakyat tapi pada kenyataannya kekuasaan rakyat hanya dilakukan oleh penguasa tertinggi di dalam negara, jadi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yufikatif, berada pada satu tangan. Bentuk

pemerintahan yang demikian itu sebenarnya tidak banyak berbeda dengan bentuk pemerintahan Monarki absolut. Bedanya dalam bentuk pemerintah republic absolute, tahta kekuasaan tidak bisa di berikan kepada anaknya, tapi dalam monarki absolut dapat diwariskan. b. Republik demokratik Republik demokratik adalah suatu bentuk pemerintahan dimana rakyat mempunyai kedaulatan tertinggi, sehingga kekuasaan executive, yudicatif dan legislative berada pada rakyat secara langsung dan atau tidak langsung melalui wakil-wakilnya. Pengaturan pembagian kekuasaan di dalam Negara, diatur dalam UUD, diatur dan dibuat oleh rakyat tercantum dalam UUD.

3. SISTEM PEMERINTAHAN

1. Sistem Tirani Adalah sistem di mana seseorang itu sangat berkuasa sekali, sehingga apa yang dikatakannya harus dilaksanakan oleh seluruh aparat pemerintah dan oleh seluruh rakyat. 2. Sistem Aristokrasi Aristokrasi berasal dari kata aristo, yang berarti ningrat dan krasi berarti kekuasaan. Aristokrasi adalah pemerintahan yang dijalankan oleh orang-orang ningrat sebagai orangorang keturunan daripada raja-raja yang baik. 3. Sistem Timokrasi Timokrasi berasal dari kata timos dan krasi, yang masing-masing berarti kekayaan dan kekuasaan. Dalam sistem ini negara diprerintah atau dikendalikan oleh orang-orang kaya saja. 4. Sistem Oligarki Oligarki berasal dari kata oligo dan archea yang berarti masing-masing sama sedikit dan kekuasaan. Negara dalam sistem ini diprerintah atau dikendalikan oleh orang-orang sedikit sekali. 5. Sistem Demokrasi Demokrasi berasal dari kata demos dan kratos atau kratia yang masing-masing berarti rakyat dan kekuasaan. Negara dalam sistem ini adalah kepunyaan rakyat seluruhnya. 6. Sistem Mabokrasi

Mabokrasi berasal dari kata mob dan krasia yang masing-masing berarti orang mabuk dan kekuasaan. Pemerintahan mabokrasi dikendalikan oleh orang-orang yang sudah tidak bisa lagi mengendalikan diri, sehingga negara berada di dalam keadaan kacau atau anarki.

Pertemuan : Ke-7 (Tujuh) Mata Kuliah : ILMU NEGARA Topik Bahasan : 1. Definisi “kekuasaan” 2. Cara Penyelenggaran Kekuasaan 3. Peristilahan terkait Kekuasaan : Otoritas / Wewenang dan legitimasi/ Keabsahan

A.DEFINISI KEKUASAAN Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi .

B.CARA PENYELENGGARAAN KEKUASAAN Macam-macam Kekuasaan Negara Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273), kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan yaitu: a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

a. Pembagian kekuasaan secara horizontal Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembagalembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). 1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk me n y e l e n g g a r a k a n peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.

b. Pembagian kekuasaan secara vertikal Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

WEWENANG wewenang adalah kekuasaan yang bersifat formal ( Formalized of power). Dari pengertin yang disampaikan oleh Robert ,Harold D Laswell dan Abraham Kaplan dapat dianggap bahwa konsep tentang wewenang pada dasarnya adalah sebuah konsep kekuasaan formal yang sifatnya adalah dilembagakan. Dari sifatnya yang dilembagakan itulah maka wewenang dianggap berkaitan dengan pengeluaran perintah dan pembuatan peraturan peraturan yang diharapkan agar dipatuhinya peraturan peraturan tersebut. .Dalam wewenang tradisional dapat kita katakan adalah kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat atau komunitas karena bersifat keturunan atau karena orang tersebut memang menurut tradisi lama dan kepercayaan adalah patut dan bahkan wajib dihormati dan dipatuhi.Misalnya adalah seorang dari anak raja yang menjadi pangeran dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena menurut tradisi yang berlaku dia adalah calon pengganti dari sang raja tersebut.Atau dalam tradisi tradisional muslim adalah seorang putra alim ulama yang secara otomatis mendapatkan kepercayaan dari masyarakat yang menganggap dia adalah penerima sah dari kepercayaan orang tuanya dan berbagai contoh lainnya yang dapat kita temukan dalam berbagai budaya tradisional dalam masyarakat kita. Sedangkan wewenang Kharismatik adalah sebuah kepercayaan yang diberikan kepada masyarakat karena orang tersebut memiliki kekuatan suprahuman yang melebihi manusia biasa.Atau dapat dikatakan seseorang tersebut memiliki kesaktian dan kekuatan mistik ataupun religius yang membuatnya lebih dari yang lain.Banyak contoh dari hal ini.Contohya adalah mukjizat mukjizat para nabi yang seringkali membuat wewenang nya menjadi lebih kukuh walaupun tidak dipungkiri selain memiliki wewenang kharismatik juga para nabi

mengembangkan wewenang legal-rasional.Contoh yang sering dikaitkan pada masa ini adalah para pemimpin besar atau revolusioner semisal Soekarno,Hitler dan Mao Zedong bahkan Mahatma Ghandi sekalipun,meskipun mereka juga tidak semata mata terbatas pada wewenang kharismatik semata .Dan yang terakhir adalah wewenang legal-rasional yang mana menekankan pada tatanan hukum rasional nya.jadi wewenang ini tidak menekankan pada sosoknya tapi menekankan pada aturan aturan hukum yang melandasi kepemimpinannya dan aturan aturan yang mendasari tingkah lakunya. LEGITIMASI legitimasi atau keabsahan,yang secara sederhana dapat diartikan keabsahan adalah keyakinan anggota masyarakat atau komunitas bahwa wewenang yang mereka percayakan adalah sah,wajar dan patut dihormati yang mana mengarahkan mereka pada tindakan yang berlandaskan dari wewenang tersebut. Menurut David Easton bahwa keabsahan atau legitimasi adalah Keyakinan dari pihak anggota bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati penguasa dan memenuhi tuntutan tuntutan dari penguasa Kewajaran yang dimaksud disini adalah persepsi masyarakat dalam memandang bahwa wewenang itu sesuai asas asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dan sah. Dilihat dari sudut lain,dari sudut penguasa perlu kita sebut disini ucapan dari AM Lipset yang mengatakan bahwa Legitimasi adalah mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga lembaga atau bentuk bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu

Dari pendapat pendapat yanng disampaikan diatas dapat kita pahami bahwa wewenang adalah berkaitan dengan kekuasaan seseorang dan bagaimana aplikasi dalam kehidupan masyarakat sementara Legitimasi memberikan sebuah penilaian bahwa wewenang dan segala peraturan yang keluar dari wewenang tersebut sebagai manifestasi kepercayaan anggotanya adalaha sah,wajar dan patut untuk dihormati dan di ikuti disesuaikan dengan nilai nilai yang dianut oleh anggotanya dan juga diterima secara luas oleh anggota tersebut. Hubungan antara Kekuasaan, wewenang dan legitimasi Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka aka nada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi. Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau yang salah. Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan

perintah, dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya. Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.

Pertemuan : Ke-8 (Lapan) Mata Kuliah : ILMU NEGARA Topik Bahasan : 1. Ajaran Kedaulatan: a. Kedaulatan Tuhan b. Kedaulatan Raja c. Kedaulatan Negara d. Kedaulatan Rakyat e. Kedaulatan Hukum 2. Teori Pembenaran hukum Negara

1.1 Ajaran kedaulatan : Pandangan para ahli filsafat hukum mengenai ajaran atau teori kedaulatan adalah ada 5 macam. Macam-macam teori kedaulatan itu adalah teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan rakyat, teori kedaulatan negara dan teori kedaulatan hukum. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ajaran teori kedaulatan tersebut.

1.Teori kedaulatan Tuhan

Teori kedaulatan Tuhan atau dikenal juga dengan nama teori teokrasi mengajarkan bahwa : 1. Segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan di muka bumi ini semuanya diatur dan dikuasai oleh hukum ciptaan Tuhan. 2. Hukum ciptaan Tuhan itu berlaku mutlak dan kekal bagi segala bangsa dan masa serta merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan atas bumi dan seisinya, termasuk manusia tentunya. 3. Pemerintan-pemerintah atau penguasa duniawi adalah petugas dan pelaksana dari kehendak Tuhan tersebut.

4. Berdasarkan kehendak Tuhan pula para penguasa (duniawi) tersebut menetapkan berlakunya suatu hukum dan memberikan kekuatan mengikat atau daya paksa pada hukum itu untuk ditaati oleh orang. Dengan perkataan lain, para raja atau penguasa (duniawi) diberi kuasa oleh Tuhan untuk membentuk hukum yang dinamakan hukum Tuhan. 5. Kesimpulan : segala kekuasaan raja/ penguasa (duniawi) adalah kekuasaan Tuhan atau segala perintah raja atau penguasa adalah perintah Tuhan.

Jadi, menurut teori kedaulatan Tuhan hukum itu ditaati oleh orang karena hukum itu adalah perwujudan dari kehendak Tuhan (yang disampaikan kepada manusia dengan perantaraan para penguasa negara). Contoh perwujudan teori kedaulatan Tuhan adalah : 1. Perintah Raja Hammurabi dari Babilonia yang mengatakan bahwa dirinya adalah wakil Tuhan sehingga ia memerintah atas nama Tuhan. 2. The Ten Commandements yang langsung diturunkan Tuhan kepada bangsa Yahudi melalui perantaraan Nabi Musa dan para pengikutnya di Gunung Sinai.

2.Teori kedaulatan raja Teori kedaulatan raja atau disebut juga teori perjanjian taat atau teori perjanjian takluk menyatakan bahwa : 1. Kedaulatan raja atau kekuasaan tinggi di tangan raja lahir karena telah diadakannya perjanjian antara rakyat dan raja di mana rakyat sendiri telah berjanji bahwa rakyat akan taat kepada raja. Karena itulah, maka teori kedaulatan raja disebut juga teori perjanjian taat atau teori perjanjian takluk. 2. Jadi, taatnya rakyat kepada raja bukan lagi karena kehendak Tuhan seperti yang diajarkan teori kedaulatan Tuhan, melainkan kehendak rakyat sendiri yang dituangkannya (baik secara tegas maupun secara diam-diam) dalam bentuk perjanjian yang tentu saja mengikat untuk ditaati atau dipenuhi. 3. Tetapi meskipun demikian, kehendak Tuhan masih juga diakui sebagai dasar bagi timbulnya “wewenang” bagi rakyat untuk membentuk negara berikut pemerintahannya, dengan jalan menjanjikannya untuk taat kepada raja. Tetapi tentu saja kehendak Tuhan dalam hal ini tidak lagi menjadi sebab langsung seperti pada konsepsi pemerintahan menurut ajaran teori kedaulatan Tuhan, melainkan hanya sebagai sebab yang tidak langsung saja. 4. Namun, dengan berjanjinya rakyat untuk taat kepada raja, meskipun raja itu pada mulanya dipilih dan diangkat oleh rakyat sendiri, kehendak raja yang menjadi kekuasaan itu tetap berlaku mutlak atas rakyat untuk ditaati sebagai Hukum Raja.

Jadi, menurut teori kedaulatan raja, hukum itu ditaati oleh orang karena hukum itu adalah perwujudan dari kehendak raja yang secara mutlak harus ditaati oleh seluruh rakyat, berdasarkan perjanjian taat yang diadakan oleh rakyat dan raja sendiri. Adapun contoh perwujudan teori kedaulatan raja adalah : 1. Kekuasaan raja-raja yang otoriter pada zaman dahulu. 2. Yang paling terkenal adalah kekuasaan raja-raja Perancis yang sangat absolut di bawah pimpinan Louis XVI yang memicu terjadinya Revolusi Perancis.

3.Teori kedaulatan rakyat Teori kedaulatan rakyat atau teori perjanjian masyarakat atau teori perjanjian sosial menyatakan bahwa : 1. Yang berdaulat memegang kekuasaan tertinggi di dalam negara itu bukan raja seperti yang diajarkan pada teori kedaulatan raja, melainkan rakyat yang bersangkutan sendiri. 2. Teori kedaulan rakyat lahir dari adanya perjanjian antara rakyat dengan rakyat atau antarwarga masyarakat, yang telah berjanji untuk bersama-sama membangun negara. 3. Adapun yang menjadi hukum dalam negara ialah hukum yang harus berdasarkan demokrasi, yang harus diterapkan secara langsung dan mutlak, jadi tidak ada lagi keputusan raja seperti pada konsepsi negara menurut ajaran teori kedaulatan raja melainkan pada keputusan rakyat. 4. Sedangkan keputusan rakyat tersebut dihasilkan dari “volonte generale”, yaitu kehendak mayoritas yang penerapannya dipilih menurut suara terbanyak. 5. Volonte generale itu berlaku mutlak sebagai hukum yang mempunyai kekuatan mengikat atau daya paksa untuk ditaati semua orang, yang secara konsepsionil dapat dianggap sebagai jiwa undang-undang. 6. Dengan demikian pemerintah atau penguasa (raja dan sebagainya) hanyalah orang yang diberi kuasa atau didelegasikan kekuatan oleh rakyat untuk mengatur negara, berdasarkan hukum yang berlandaskan pada kemauan rakyat (mayoritas), jadi bukan lagi pada kehendak penguasa. Akibatnya dengan demikian dapat diharapkan bahwa tidak akan mungkin lagi penguasa dapat bersifat otoriter dan absolut, mengingat kunci segala hukum terletak pada kehendak rakyat terbanyak.

Jadi, menurut teori kedaulatan rakyat, hukum itu ditaati karena merupakan perwujudan keinginan rakyat banyak, karena telah menjadi hukum sebagaimana mereka janjikan bersama berarti harus mereka taati pula sendiri.

Sebagai contoh perwujudan teori kedaulatan rakyat ini misalkan forma-forma pemerinahan tuan-tuan tanah/ para bangsawan atau para penguasa rumah tangga tertutup pada zaman dahulu telah mulai menerapkan dan menanamkan kehidupan yang demokratis kepada warganya.

4.Teori kedaulatan Negara Teori kedaulatan negara mengajarkan bahwa : 1. Yang berdaulat atau memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara ialah pemerintahan negara tersebut, atas dasar pemikiran hukum alam yang menyatakan bahwa yang kuat (negara) menguasai yang lemah (rakyat). 2. Jadi sebagai pihak yang kuat, negara dapat memaksakan kehendaknya secara sepihak kepada rakyat dan rakyat harus selalu menaatinya karena kehendak negara tersebutlah menjadi sumber kekuasaannya, yang umumnya telah berwujud sebagai undangundang atau adat istiadat atau kebiasaan yang telah diakui oleh undang-undang sebagai sumber hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. 3. Negara yang memegang kekuasaan itu bukanlah hasil ciptaan atau bentukan manusia seperti yang diajarkan oleh teori-teori perjanjian tadi, melainkan negara itu hasil ciptaan alam.

Jadi, menurut teori kedaulatan negara, hukum itu ditaati oleh orang karena hukum itu merupakan pengejawantahan dari kehendak negara yang merupkan sumber utama bagi kekuatan mengikatnya hukum tersebut.

Negara sendiri harus dipandang sebagai suatu badan hukum yang berdiri sendiri, yang mempunyai lembaga-lembaga perlengkapan untuk melaksanakan kehendaknya (lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif). Contohnya adalah pemerintahan nazi di Jerman.

5.Teori kedaulatan hukum Teori kedauatan hukum mengajarkan bahwa : 1. Yang berdaulat dalam negara adalah hukum negara yang bersangkutan, bukan pemerintahannya. 2. Adapun sumber kekuasaan atau sumber daya ikat dari hukum itu ialah perasaan hukum dan kesadaran hukum tiap-tiap warga masyarakat di dalamnya berakar normanorma kehidupan yang menjadi hukum yang berlaku. 3. Di samping sebagai kekuatan mengikat dari huku, perasaan hukum dan kesadaran hukum tersebut pula yang menjadi sumber bagi lahirnya hukum positif, yang di

samping mengatur kehidupan para warga juga mengatur tata cara pemerintahan dan segala kewenangan negara. 4. Adapun perasaan dan kesadaran hukum warga yang dijadikan pedoman untuk dituangkan sebagai hukum tersebut adalah perasaan dan kesadaran hukum mayoritas atau perasaan dan kesadaran hukum yang terbanyak dianut oleh warga masyarakat hukum yang bersangkutan. Jadi, menurut teori kedaulatan hukum, hukum ditaati oleh masyarakat karena hukum itu merupakan pengejawantahan dan penuangan dari perasaan dan kesadaran hukum mayoritas warga sendir sehingga sudah pasti selaras dengan perasaan dan kesadaran hukum mayoritas warga yang bersangkutan

1.2. Teori Pembenaran hukum Negara Teori pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardiging theorieen) membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga tindakan penguasa negara dapat dibenarkan.

Keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain : 1. Kewenangan langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori Teokrasi).

2. Kekuatan jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan).

3. Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif hukum kekeluargaan dan hukum benda (Teori Yuridis).

Pertemuan : Ke-9 (Sembilan) Mata Kuliah : ILMU NEGARA Topik Bahasan : 1. Teori Perwakilan 2. Sifat Perwakilan 3. Sifat Lembangan Perwakilan 4. Sistem Lembangan Perwakilan 5. Fungsi Lembanga Perwakilan Teori Perwakilan Pada dasarnya, teori perwakilan amat erat hubungannya dengan prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi. Dalam zaman modern kekuasaan rakyat tidak lagi dilaksanakan secara langsung, tetapi disalurkan melalui lembaga perwakilan sebagai realisasi sistem demokrasi tidak langsung. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan ketika pengkajian difokuskan pada masalah perwakilan ini, pertama menyangkut pengertian pihak yang diwakili, kedua berkenaan dengan pihak yang mewakili, dan ketiga berkaitan dengan bagaimana hubungan serta kedudukannya Heinz Eulau dan John Whalke mengadakan klasifikasi perwakilan ini ke dalam tiga pusat perhatian, dijadikan sebagai sudut kajian yang mengharuskan adanya “wakil”, yaitu: 1) adanya partai, 2)

adanya kelompok, dan

3) adanya daerah yang diwakili.

Dengan demikian adanya klasifikasi yang demikian, maka akan melahirkan tiga jenis perwakilan, yaitu perwakilan politik (political representative), perwakilan fungsional (functional representative) dan perwakilan daerah (regional representative

Sifat perwakilan: Perwakilan politik -perwakilan yg dibentuk melalui pemilihan umumPerwakilan fungsional –perwakilan yg didasarkan kepada pengangkatan-

Sifat Lembaga Perwakilan  Apabila seseorang duduk dalam Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum maka sifat perwakilannya disebut perwakilan politik (political representation). Apa pun fungsinya dalam masyarakat, kalau yang bersangkutan akhirnya menjadi anggota Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum tetap disebut perwakilan politik. Umumnya perwakilannya adalah orang populer karena reputasi politiknya, tetapi belum tentu menguasai bidang-bidang teknis pemerintahan, perekonomian. Sedang para ahli sudah memilih melalui perwakilan politik, apalagi dengan sistem pemilihan distrik.

 Di Negara-negara maju, pemilihan umum tetap merupakan cara yang terbaik untuk menyusun keanggotaan Parlemen dan membentuk pemerintah. Lain halnya pada beberapa negara sedang berkembang, menganggap bahwa perlu mengangkat orang-orang tertentu dalam Lembaga Perwakilan di samping melalui pemilihan umum.

 Pengangkatan orang-orang tersebut di Lembaga. Perwakilan biasanya didasarkan pada fungsi/jabatan atau keahlian orang tersebut dalam masyarakat dan perwakilannya disebut perwakilan fungsional (functional or occupational representation). Walaupun seseorang anggota Partai Politik, misalnya dari Partai A, tetapi dia seorang ahli atau tokoh fungsional, misalnya buruh, kalau ia duduk dalam Lembaga Perwakilan berdasarkan pengangkatan di tetap disebut golongan fungsional. Tidak termasuk dalam kategori ini suatu Parlemen dari suatu negara yang terbentuk berdasarkan seluruh pengangkatan karena hasil dari suatu perebutan kekuasaan atau penguasa yang lama membubarkan Parlemen hasil Pemilu dan membentuk Parlemen baru menurut penunjukannya.

 Sering para ahli menyebutkan kadar demokrasi yang dianut oleh suatu negara banyak ditentukan oleh pembentukan Parlemennya, apakah melalui pemilihan umum atau pengangkatan atau gabungan pemilihan atau pengangkatan. Makin dominan perwakilan hasil pemilu makin tinggi demokrasinya dan sebaliknya makin dominan pengangkatan makin rendah kadar demokrasi yang dianut oleh negara tersebut.

SISTEM LEMBAGA PERWAKILAN Ada tiga sistem lembaga perwakilan yang dikenal yaitu: sistem unicameral, bicameral, dan tricameral (banyak kamar). Efektifitas sistem kamar (unicameral, bicameral, tricameral) yang ada dalam lembaga perwakilan rakyat sebenarnya ditentukan oleh perimbangan kewenangan antar kamar dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Seperti fungsi legislasi, control, anggaran, representasi, dan rekrutmen politik. Dan dari fungsi tersebut, perimbangan dalam legislasi menjadi faktor utama. .Indonesia sendiri seperti yang diatur dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem Bicameral

semenjak lahirnya DPD. Menurut Achmad Juned (Deputi Bidang Persidangan dan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI), Indonesia menganut sistem unicameral meskipun secara structural Indonesia terlihat memiliki dua kamar yaitu DPR & DPD. Akan tetapi, fungsi DPD disini hanya diikutsertakan dalam perumusan kebijakan dan DPD hanya mampu memberikan pertimbangan akan penetapan kebijakan

FUNGSI LEMBAGA PERWAKILAN Konsep perwakilan politik tidak dapat terpisahkan dengan konsep badan perwakilan rakyat. Lembaga ini dibangun oleh para wakil rakyat dengan fungsi utama merealisasikan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Terdapat dua peran utama dari Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu: 1. Badan legislative merupakan lembaga pembuat undang-undang (a law making institution). Artinya DPR berfungsi membuat UU dan kebijakan bagi rakyat . Dalam kapasitas ini semua anggota DPR diharapkan untuk membuat UU atau kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. 2. Badan legislative adalah merupakan badan perwakilan rakyat ( a representative assembly), yang dipilih untuk membantu menghubungkan antara konstituenn dan pemerintahan nasional. Dua peran ganda tersebut melekat dalam masing-masing anggota Dewan. Oleh karenannya setiap anggota dewan dituntut untuk mampu menyeimbangkan antara fungsi legislative (perundang-undangan) dan fungsi perwakilan. Artinya disatu sisi dia harus meujudkan tujuan nasional sementara pada sisi yang lain dituntut untuk mewakili konstituennya dar daerah pemilihan dia. Dua fungsi ini sama-sama berat dan pentingnya. Hanya anggota DPR yang memliki integritas dan kemampuan yang baik yang mampu melaksanaakan keduanya.Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia Dalam Sistem Politik Indonesia, secara umum peran dan fungsi lembaga perwakilan rakyat, baik di pusat maupun di daerah (DPR/DPD maupun DPRD) , setidaknya memiliki 3 (tiga) fungsi utama antara lain: 1. Fungsi Legislasi Dalam hal ini lembaga perwakilan rakyat memiliki fungsi perundang-undangan. Artinya baik DPR maupun DPRD memiliki fungsi untuk menentapkan garis-garis politik bagi pembangunan rakyat. Untuk di tingkat Pusat dalam bentuk UU sedangkan di Daerah berupa peraturan daerah. Kekuasaan atas fungsi legislative ini merupakan kekuasaan terpenting dari sebuah lembaga perwakilan rakyat. Karena menyangkut kepentingan rakyat. Dalam hal menjalankan fungsi ini maka setiap anggota dewan dituntut untuk : a. Bagaimana mereka merasakan persoalan utama bangsa dan apa yang yang dapat dilakukan dengan persoalan tersebut.

b. Bagaimana mereka merespon kepentingan-kepentingan konstituen. c. Bagaimana mereka mengikuti usulan-usulan dari berbagai pihak dan elemen yang ada. 2. Fungsi Anggaran ata Keuangan Atas dasar asumsi bahwa Lemabaga Perwakilan Rakyat ini mewakili rakyat, maka badan ini berwenang untuk menentukan pemasukan dan pengeluaran uang negara yang pada hakikatnya adalah uang rakyat. Baik pembelanjaan negara yang bersumber dari pajak, sebagai sumbernya, maupun yang berasal dari bantuan atau pinjaman luar negeri, semua itu menjadi beban bagi rakyat. 3. Fungsi Pengawasan Lembaga perwakilan rakyat akan menjalankan fungsi pengawasan terutama atas kebijakan (UU) yang dibuat oleh DPR/DPRD. Berbagai kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD antara lain melalui bertanya, interpelasi, angket dan mosi. Hak-hak tersebut akan melengkapi DPR/DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan.

Nama : Moh. Alif Aditya

Semester : 1 (satu)

Stambuk : D10118884

Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia

Fakultas : Hukum

Prodi Studi: Ilmu Hukum

Pertemuan : KE-5 (Lima)

Topik Bahasan : Norma Hukum

1. Ilmu hukum mencakup ilmu tentang kaidah atau norma yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah dengan dokmatik hukum dan sistematik hukum. 2. Ilmu tentang pengertian, ilmu tentang pengertian-pengertian hukumseperti subyek hukum, peristiwa hukum, dan kejadian hukum. 3. Ilmu tentang kenyataan yang menyoroti hukum sebagai prikelakuan dan sikap kita mencakup sosiologi hukum, antropologi hukum, dan fisiologi hukum. A. Penegertian Norma Hukum Norma atau kaidah adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Ketentuan tersebut mengikat bagi setiap manusia yang hidup dalam lingkungan berlakunya norma tersebut, dalam arti setiap orang yang hidup dalam lingkungan berlakunya norma tersebut harus menaatinya. Di balik ketentuan tersebut ada nilai yang menjadi landasan bertingkah laku bagi manusia. Oleh karena itu, norma merupakan unsur luar dari suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, sedangkan nilai merupakan unsur dalamnya atau unsur kejiwaan di balik ketentuan yang mengatur tingkah laku tersebut.

Proses terbentuknya norma hukum Dalam bermasyarakat, walaupun telah ada norma untuk menjaga keseimbangan, namun norma sebagai pedomanperilaku kerap dilanggar atau tidak diikuti. Karena itu dibuatlah norma hukum sebagai peraturan/ kesepakatan tertulis yang memiliki sanksi dan alat penegaknya. Norma hukum ada berbagai macam jenisnya. Ada banyak macam hukum yang kita kenal dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukum ini antara lain adalah hukum acara, hukum pidana, hukum perdata, hukum agama, hukum internasional, dan lain sebagainya. Dari berbagai macam hukum tersebut, hukum pidana dan perdata adalah yang paling banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah ini adalah beberapa jenis hukum yang penting untuk diketahui. 



Hukum Acara: Hukum Acara adalah hukum yang mengatur tentang penuntutan, pemeriksaan, dan pemutusan suatu perkara. Hukum acara terbagi dua, yaitu hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Hukum Pidana: Hukum pidana adalah hukum mengenai kejahatan, pelanggaran, atau tindakan kriminal beserta sanksi-sanksinya. Contohnya KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatur tentang hukum pidana.



Hukum Perdata: Hukum perdata adalah hukum yang mengatur tentang hak harta benda dan hubungan antarindividu dalam masyarakat. Hukum ini biasa disebut hukum privat atau hukum public. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata.

1.Jenis-jenis norma yang berlaku dalam masyarakat a).Norma susila, yaitu peraturan hidup yang berasal dari hati nurani manusia. Norma susila menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Norma susila yang mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya. Contoh-contoh norma susila antara lain:    

a. Jangan mencuri barang milik orang lain. b. Jangan membunuh sesama manusia. c. Hormatilah sesamamu. d. Bersikaplah jujur.

Norma susila memiliki sanksi atau ancaman hukuman bagi yang melanggar norma tersebut dan sanksinya adalah perasaan manusia itu sendiri, yang akibatnya adalah penyesalan. b). Norma kesopanan, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari pergaulan dalam masyarakat. Dasar dari norma kesopanan adalah kepantasan, kebiasaan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering dinamakan norma sopan santun, tata krama atau adat istiadat. Norma sopan santun yang aktual dan khas berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Contoh-contoh norma kesopanan, antara lain: 

a. Yang muda harus menghormati yang lebih tua usianya.  b. Berangkat ke sekolah harus berpamitan dengan orang tua terlebih dahulu.  c. Memakai pakaian yang pantas dan rapi dalam mengikuti pelajaran di sekolah.  d. Janganlah meludah di dalam kelas. Bagi mereka yang melanggar norma kesopanan, sanksi yang dijatuhkan akan menimbulkan celaan dari sesamanya, dan celaan itu dapat berwujud kata-kata, sikap kebencian, pandangan rendah dari orang sekelilingnya, dijauhi dari pergaulan, sehingga akan menimbulkan rasa malu, rasa hina, rasa dikucilkan yang dirasakan sebagai penderitaan batin. c).Norma agama, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya berupa larangan, perintah-perintah, dan ajaran. Norma agama berasal dari wahyu Tuhan dan mempunyai nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai norma yang lain, seperti norma susila, norma kesopanan, dan norma hukum.

Contoh-contoh norma agama, antara lain: a. Tidak boleh membunuh sesama manusia. b. Tidak boleh merampok harta orang lain. c. Tidak boleh berbuat cabul. d. Hormatilah bapak ibumu. Terhadap pelanggar norma agama akan dikenakan sanksi oleh Tuhan kelak di akhirat nanti, yang dapat berupa dimasukkan dalam neraka. d). Norma hukum, yaitu ketentuan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai sifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat dan mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat. Contoh beberapa norma hukum, antara lain: a. Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. b. Pasal 1234 BW menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Bagi pelanggar norma hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara ataupun denda maupun pembatalan atau pernyataan tidak sahnya suatu kegiatan atau perbuatan, dan sanksi tersebut dapat dipaksakan oleh penguasa atau lembaga yang berwenang.

b. Contoh Norma Hukum Contoh norma hukum yang sering diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain sebagai berikut:       

Setiap warga wajib mempunyai Kartu Tanda Penduduk kalau sudah berumur 17 tahun. Kepala keluarga wajib memiliki kartu keluarga. Menjaga keamanan di lingkungan seperti ikut melaksanakan siskamling. Setiap anak wajib mengikuti pendidikan atau sekolah. Orang yang melakukan kesalahan harus dihukum seperti korupsi. Orang yang menggunakan jalan raya harus menaati aturan lalu lintas, seperti memakai helm kalau menggunakan sepeda motor, berhenti kalau lampu merah menyala. Jika menginap di salah satu kerabat di daerah lain harus melaporkan diri kepada ketua RT setempat.

C.Fungsi Norma dalam Masyarakat

Beberapa fungsi norma dalam kehidupan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Mengatur tingkah laku masyarakat agar sesuai dengan nilai yang berlaku. Menciptakan ketertiban dan keadilan di dalam masyarakat. Menciptakan kenyamanan, kemakmuran, dan kebahagiaan anggotanya. Menciptakan keselarasan hubungan setiap anggotanya. Membantu mencapai tujuan bersama masyarakat. Menjadi dasar untuk memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar norma. Menjadi petunjuk bagaimana menjalin suatu hubungan antar anggota. Menciptakan suasana yang tertib dan tenteram untuk setiap anggota.

D. Tujuan Norma Norma mempunyai tujuan yang baik untuk setiap anggotanya. Tujuan norma yaitu menjadi pedoman, arahan, dasar, dan tata tertib bagi anggota masyarakat agar tercipta masyarakat yang teratur dan tenteram, sekaligus untuk mengatur tingkah laku masyarakat serta membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Manfaat Norma dengan adanya norma maka kegiatan masyarakat akan lancar dan tertib sehingga kehidupan akan berjalan harmonis. Diantara manfaat norma dalam kehidupan masyarakat yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Mencegah munculnya perselisihan dalam masyarakat. Meningkatkan kerukunan antar warganegara. Membatasi perilaku warga agar tidak menyimpang. Bisa menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa. Mengendalikan sikap, ucapan, dan perilaku melalui teguran hati. Terwujudnya ketertiban dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Melindungi kepentingan atau hak orang lain

Pertemuan : Ke-6 (Enam) Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia Topik Bahasan : Konsep-kosep Hukum

Dalam Ilmu Hukum telah terbentuk berbagai pengertian atau konsep untuk menyusun secara sistematis fakta mengenai keseluruhan asas-asas dan kaidah hukum menjadi suatu kesatuan. Konsep atau pengertian dalam bidang hukum itu disebut konsep yuridis (legal concept), yakni konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum. atau sistem aturan hukum yang harus kita bicarakan tentang hukum adalah pengertian tentang subjek hukum. Di dalam hukum dapat 3 hal penting yang tidak dapat disahkan, ke 3 hal tersebut adalah:Subjek hukum, Objek hukum, Peristiwa hukum

A.Subjek hukum Yang dimaksud dengan subjek hukum adalah pendukung hak yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/wewenang untuk melakukan perbuatan hukum atau kata lain segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban pada umumnya subjek hukum adalah manusia dan badan hukum. Hubungan hukum adalah hubungan antara 2 seubjek hukum atau lebih dimana hak dan kewajiban disuatu pihak berhadap-hadapan dengan hak dan kewajiban pihak lain. Kalau dirampas haknya dinamakan kematian perdata. Undang-undang melarang adanya kematian perdata. Manusia sebagai subjek hukum, dasar hukumnya: 1. Menurut hukum yang berlaku setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini dilindungi oleh hukum.misalnya: a. Adanya larangan mengenai perampasan atas dukungan hak tersebut menyebabkan kematian perdata b. Larangan kematian perdata ini dicantumkan dalam pasal 3 KUH Perdata yang bunyinya: “Hukuman tidak dapat merampas semua hak dari yang dikenai hukuman itu”.

B. Objek Hukum Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum. Dapat dijadikan permasalahan hukum dan dapat dikuasai oleh subjek hukum. Objek hukum pada umumnya dalah benda 3 syarat objek hukum yaitu: 1. Berguna bagi subjek hukum

2. Dapat menjadi permasalahan 3. Dapat dikuasai

C. Peristiwa Hukum Yang dimaksud peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum. Contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, yaitu peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus 

. Peristiwa hukum

Peristiwa => (Peristiwa hukum) & (peristiwa bukan hukum) Peristiwa hukum => (Perbuatan subjek hukum) & (Bukan perbuatan hukum) Perbuatan subjek hukum => (Perbuatan hukum) & (bukan perbuatan hukum) peristiwa bukan hukum => ( Kejadian alam) Peraturan-peraturan hukum itu tidak berdiri sendiri. Tetapi mempunyai hubungan satu sama lain sebagai konsekuensi keterkaitan antara aspek-aspek kehidupan dalam masyarakat. Malahan keseluruhan peraturan hukum dalam setiap masyarakat merupakan suatu sistim. Belle Froid menyebutkan sistim hukum sebagai suatu rangkaian kesatuan peraturanperaturan hukum yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya.

Pertemuan : Ke-7 (Tujuh) Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia Topik Bahasan : 1.Hukum Perdata 2.Hukum Dagang 1. HUKUM PERDATA Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undangundang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. Isi KUHPerdata KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu : 1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht 2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht 3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht 4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs

a) b)

c)

d)

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu : Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. a).PEMBAGIAN HUKUM PERDATA

1. Hukum Publik Adalah hukum yang menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah hubungan antara negara dan masyarakat. 2. Hukum Privat Adalah kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Hukum Privat ini biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil. Hukum Perdata di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok: 1. Hukum Perdata Adat: Berlaku untuk sekelompok adat 2. Hukum Perdata Barat: Berlaku untuk sekelompok orang Eropa dan Timur Asing 3. Hukum Perdata Nasional: Berlaku untuk setiap orang,masyarakat yang ada di Indonesia Berdasarkan realita yang ada,masih secara formal ketentuan Hukum Perdata Adat masih berlaku(misalnya Hukum Waris) disamping Hukum Perdata Barat. Unifikasi Hukum Perdata:Penseragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di seluruh wilayah negara Indonesia. Kodifikasi: Suatu pengkitaban jenis-jenis hukum tertentu secara lengkap.

2.Hukum Dagang a).Pengertian Hukum Dagang Hukum dagang merupakan sebuah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang ialah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya ialah kebiasaan diantara mereka yang timbul dalam pergaulan di bidang perdagangan.

b.) Sumber Hukum Dagang Sumber-sumber hukum dagang ialah tempat dimana bisa didapatkan peraturanperaturan mengenai Hukum Dagang. Beberapa sumber Hukum Dagang yakni sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHD) KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum perusahaan. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Sesuai pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang sepanjang KUHD tidak mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tertentu tersebut diatur dalam KUH Perdata khususnya buku III. 3.Peraturan Perundang-Undangan Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur Hukum Dagang, diantaranya yaitu sebagai berikut :     

UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT) UU No 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

4. Kebiasaan 

kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, bisa digunakn juga sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang

5. Perjanjian yang dibuat para pihak Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 6. Perjanjian Internasional Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan supaya pengaturan tentang persoalan Hukum Dagang bisa diatur secara seragam oleh masing-masing hukum nasional dari negaranegara peserta yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. C.) Latar belakang Lahirnya Hukum Dagang ;

a. Asal Usul KUHD Berdasarkan pasal II aturan peralihan UUD RI tahun 1945, KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan dipublikasi tanggal 30 April 1847 (staatblad 1847-23) yang mulai berlaku mulai Mei 1848 KUHD Indonesia hanya turunan dari wetbook van koophandel Belanda yang ibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131. I.S) (indishe staatregeling). Burgerlijk. Wetbook van Koophandel Belanda berlaku mulai tanggal 1 oktober 1838 dan 1 January di Linburg.

Slanjutnya wetbook van Koophandel juga mencontoh dari Code du Commerce Perancis itu diambila alih oleh wetbook van koophandel Belanda. b. Penerapan dari Perancis ke Belanda Dalam abad pertengahan ketika bangsa Romawi sedang mengalami masa kejayaan, hukum rmawi pada waktu itu dianggap paling sempurna yang banyak digunakan oleh bangsa di dunia. Atas perintah Napoleon, hukum yang berlaku bagi pedagang dibutuhkan dalam buku code de commerce) tahun 1807. Disamping itu disusun kitab-kitab lainnya, yakni :Code Civil adalah pengatur hukum sipil/hukum perdata, Code Panal ialah yang mengatur tentang hukum pidana. Kedua buku itu dibawa dan berlaku di negeri Belanda dan akhirnya di bawa ke Indonesia tanggal 1 Januari 1809 Code De Commerce (hukum dagang) berlaku di Belanda atas azas konkordansi yang diterapkan oleh Perancis kepada Belanda c. Sejarah Hukum Dagang Di Indonesia Sejarah Hukum Dagang thn 1807 di Prancis dgn nama code de commerce lalu tahun 1838 (WvK) Wet Book van Koophandel dinyatakan berlaku di Belanda pada waktu itu, pemerintah Belanda menginginkan adanya Hukum dagang sendiri dgn nama KUHD dimana kitab tersebut diberlakukan juga di Indonesia berdasarkan asas konkordansi sistem hukum yang dianut oleh penjajah diterapkan pula pada tanah jajahannya, hal tersebut terjadi pada tahun 1848.

D.) Contoh Hukum Dagang Ada seorang pengusaha sepatu lokal yang memberi nama produk yang mereka hasilkan dengan nama merek terkenal. Hal tersebut dilakukan untuk mendongkrak angka penjualan karena merek tersebut sebenarnya yaitu sebuah brand internasional yang sudah sangat terkenal. Mungkin memang sepatu produk lokal tersebut akan lebih laku tapi bila hal tersebut terendus oleh pihak perusahaan resmi merek tersebut maka pengusaha lokal tersebut dapat dikenai sangsi pidana dan jelas melanggar pasal 90 undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang merk. Jadi lebih menciptakan produk dan menciptakan brand baru yaitu jauh lebih baik dibandingkan harus berurusan dengan hukum.

Pertemuan : Ke-8 (Lapan) Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia Topik Bahasan : 1.Hukum Pidana 2.Hukum Tata Negara

1.HUKUM PIDANA Hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran -pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Dari definisi tersebut di atas tadi dapatlah kita mengambil kesimpulan, bahwa Hukum Pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.

Sumber-Sumber Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.[4] Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.[3] Adapun sistematika Kitab UndangUndang Hukum Pidana antara lain[4] : 1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).[4] 2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).[4] 3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).[4]

Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain[3]: 1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi.[3] 2. UU No. 9 Tahun 1967 tentang Narkoba.[3] 3. UU No. 16 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme.[3] dll

Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.[3] Hal tersebut dimungkinkan karena adanya pasal jembatan yakni Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Asas-Asas Hukum Pidana 1. Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) 2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.[4] 3. Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP). 4. Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP). 5. Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).

Macam-macam jenis hukuman atau pidana menurut pasal 10 KUHP Dalam Hukum Pidana, paksaan itu disertai suatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman. Hukuman itu bermacam-macam jenisnya. Menurut KUHP pasal 10 hukuman atau pidana terdiri atas: 1) Pidana pokok (utama): (1) Pidana mati (2) Pidana penjara: 1. pidana seumur hidup; 2. pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurangkurangnya 1 tahun); 3. pidana kurungan, (sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun); 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. 2) Pidana tambahan: (1) pencabutan hak-hak tertentu; (2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu; (3) pengumuman keputusan hakim.

Hukuman-hukuman itu telah dipandang perlu agar kepentingan umum dapat lebih terjamin keselamatannya.

2.Hukum Tata Negara Pengertian Hukum Tata Negara berasal dari perkataan hukum, tata, dan negara. Pada umumnya, hukum dikaitkan sebagai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang perorang di dalam masyarakat yang mempunyai sanksi yang dipaksakan. Karena itu, hukum sifatnya memaksa. Hukum itu lahir untuk mengatur dan menyerasikan pelaksanaan kepentingan yang berbeda-beda di antara anggota masyarakat. Tata sering disebut pengaturan dan pengelolaan. Dalam konsep ini, negara diatur dan dikelola oleh sistem hukum yang memaksa itu. Negara adalah organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk berdaulat. Dalam kontek ini, Tata Negara berarti sistem pengaturan, penataan dan pengelolaan negara yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan substansi norma kenegaraan. Dari sinilah, Hukum Tata Negara diberi pengertian sebagai cabang hukum yang mengatur tentang prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis atau yang hidup dalam kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan konstitusi, institusi-institusi kekuasaan negara beserta fungsinya, mekanisme hubungan antar institusi, dan prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga negara. Sumber – Sumber Hukum Tata Negara Sumber Hukum Tata Negara adalah Sumber / asal-usul dari mana Hukum Tata Negara itu berasal, apakah dari hukum tertulis dan/atau tidak tertulis. Sumber Hukum Tata Negara menurut Bagir Manan terdiri atas dua yaitu : 

Sumber hukum dalam arti materiil



Sumber hukum Tata Negara Formal terdiri atas Hukum perundang – undangan, Traktat, Doktrin, Konvensi dan Hukum Adat Ketatanegaraan.

Sumber – sumber Hukum dalam Hukum Tata Negara Indonesia terdiri dari Hukum Materiil dan Hukum Formil. 

Sumber Hukum Materiil Terdiri dari  Pancasila Pancasila merupakan Sumber Hukum Materiil dalam Hukum Tata Negara Indonesia di mana perwujudanya sebagai sumber segala sumber hukum yakni melalui :  Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

 Dekrit Presiden 5 Juli 1959  UUD 1945  Surat Perintah Sebelas Maret 

Sumber Hukum Formal Terdiri dari  Hukum Perundang Undangan Ketatanegaraan  Hukum Adat Ketatanegaraan  Kebiasaan  Hukum Perjanjian Internasional  Doktrin Ketatanegaraan



Sumber Hukum Formal Hukum Tata Negara berdasarkan UU No.12/2011 adalah :  UUD 1945  TAP MPR  UU / PERPU  PERATURAN PEMERINTAH (PP)  PERATURAN PRESIDEN (PERPRES)  PERATURAN DAERAH (PERDA)

ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA Obyek asas Hukum Tata Negara sebagaimana obyek yang dipelajari dalam Hukum Tata Negara, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas Hukum Tata Negara sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang hukum positifnya yaitu UUD karena dari situlah kemudian ditentukan tipe negara dan asas kenegaraan bersangkutan. Asas-asas Hukum Tata Negara yaitu: 1. Asas Pancasila Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, pancasila merupakan sumber hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera di cabut. Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 2.Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi Asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat dalam negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi. Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum. 3.Asas Negara Hukum

Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, kedua adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat. Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat adalah : 1. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan pendidikan. 2. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun. 3. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya. 4. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat. 4.Asas Demokrasi Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung maupun tak langsung. Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas kekeluargaan. 5.Asas Kesatuan Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu dan damai tanpa adanya perselisihan sehingga terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya diskriminasi. Asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi, sistem pemerintahan di Indonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan. 1. Asas Pembagian Kekuasaan dan Check Belances Yang berarti pembagian kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai fungsinya. Beberapa bagian seperti dikemukakan oleh John Locke yaitu : 1. Kekuasaan Legislatif 2. Kekuasaan Eksekutif 3. Kekuasaan Federatif Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Trias Politica 1. Eksekutif

2. Legislatif 3. Yudikatif 2. Asas Legalitas Dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat melakukan tindakan tanpa berdasarkan undangundang yang berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan prinsipprinsip demokrasi.

Pertemuan : Ke-9 (Sembilan) Mata Kuliah : Pengantar Hukum Indonesia Topik Bahasan : 1. Hukum Administrasi Negara 2. Hukum Agraria 3. Hukum Acara

A.Hukum administrasi Negara Pengertian Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan hukum yang mengatur dan mengikat tentang bagaimana cara bekerjanya lembaga-lembaga atau alatalat administrasi Negara dalam memenuhi tugas, fungsi, wewenang masing-masing, dan hubungan dengan lembaga atau alat perlengkapan Negara lain serta hubungan dengan masyarakat dalam melayani warga Negara. Dalam arti luas Hukum Administrasi Negara terbagi menjadi hukum tata pemerintah, hukum tata usahan Negara dan Hukum administrasi Negara dalam arti sempit. Hukum administrasi Negara merupakan suatu bidang pengaturan hukum yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Fungsi Hukum Administrasi Negara Van Vollenhoven: Hukum Administrasi negara merupakan perpanjangan (verlengstuk) dari hukum tata negara. Jadi Hukum Administrasi Negara merupakan peraturan-peraturan hukum yang melaksanakan hukum tata negara, sesuai dengan pandangan Prof Donner, dalam teori ”Dwipraja” membagi pekerjaan pemerintah dalam ”menentukan tugas” dan ”mewujudkan tugas”.

Fungsi menentukan tugas adalah hukum tata negara sedangkan fungsi mewujudkan tugas adalah tugas hukum administrasi negara. hukum tata negara mempunyai tugas politik, hukum administrasi negara mempunyai tugas teknik. Dasar-dasar Hukum Administrasi Negara. Pengertan Asas, Norma dan Sanksi. Sanksi, dalam pengertian hukum adalah apa yang menjadi dasar dari suatu norma atau kaidah. Asas adalah apa yang mengawali suatu kaidah atau awal suatu kaidah. Norma adalah suatu peran hukum yang harus dituruti dan dilindungi oleh sanksi (Hans Kelsen) Menurut Utrecht, Norma sebagai kaidah, petunjuk hidup yang harus ditaati oleh anggotaanggota masyarakat yang diberi sanksi atas pelanggarannya. Sanksi adalah ancaman hukuman atau hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang atau lebih yang telah melakukan pelanggaran atas suatu norma. Misalnya asas monogami menjadi dasar dari hukum perkawinan barat: seorang laki-laki dalam waktu yang saa hanya boleh mengambil seorang wanita sebagai isterinya dan sebaliknya (norma, pasal 27 KUH Perdata). Sanksi atas pelanggaran pasal 27 yang berfungsi sebagai norma tercantum dalam pasal 284 KUHP, yaitu di hukum penjara selama-lamanya 9 bulan. Jadi asas menjadi dasar dari norma, dan sanksi berfungsi melindungi norma, karena memberikan ancaman hukuman terhadap si pelanggar norma.

SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Sumber hukum pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua: a. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum. b. Sumber hukum formal, yaiLi sumber hkum yang sudah diberi bentuk tertentu. Sumber hukum formal hukum administrasi negara menurut Utrecht adalah : a. Undang-undang (hukum administrasi negara tertulis). b. Praktek administrasi negara (hukum administrasi negara yang merupakan kebiasaan). c. Yurisprudensi. d. Pendapat para ahli hukum administrasi negara. Asas hukum administrasi negara Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. 1. Asas hukum tertulis 1. Asas Legalitas, setiap perbuatan administrasi negara berdasarkan hukum. Asas ini sesuai dengan asas negara kita yang berdasarkan asas negara hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945. namun untuk mencapai negara hukum belum cukup dengan dianutnya asas legalitas yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara hukum, tapi harus disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh “kesadaran etis” dari para pejabat administrasi negara, yaitu kesadaran bahwa perbuatan/ tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa dimana hak negara ada batasnya yang tentunta dibatasi oleh hak-hak asasi manusia. 2. Asas Persamaan Hak, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1 UUD 1945) pemerintah Indonesia tidak dapat membedakan sesama WNI (warga negara asli maupun keturunan asing) sebaliknya warga negara keturunan asing yang pada

umumnya mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi lebih baik daripada warga negara asli dituntut agar WNI keutrunan asing bersikap lebih luwes dan loyal serta memiliki desikasi yang pantas terhadap bangsa dan negara Indonesia. 3. Asas Kebebasan, Asas ini khusus diberikan kepada amninstrasi negara. Arti asas ini hádala bahwa lepada administrasi negara diberikan kebebasan untk atas inisiatif sendiri menyelesaikan masalah-masalah yang tikbul dalam masyarakat secara cepat, tepat dan bermanfaat untuk kepentingan umum, tanpa menunggu perintah terlebih dahulu dari UU yang disebabkan UU nya Belem ada atau tidak jelas mengatur masalah tersebut. Asas ini merupakan asas yang tertulis (pasal 22 ayat 1 UUD 1945) yang isinya hádala: dalam kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PP sebagai pengganti UU, pasal ini merupakan proses pengerogotan, yaitu kekuasaan legislatif digerogoti oleh kekuasaan eksekutif (presiden), sehingga supremasi badan legislatif beralih kepada badan eksekutif. Catatan: Indonesia tidak mengikuti sistem pemisahan kekuasaan trias politika. 2. Asas Hukum Tidak Tertulis 1. Asas tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan atau dengan istilah lain asas tidak boleh melakukan Deteurnement De Pouvoir. Setelah badan-badan kenegaraan memperoleh kekuasaan dari UU, jangan sampai terjadi kekuasaan itu digunakan secara tidak sesuai dengan pemberian kekuasaan itu oleh UU tersebut. Jadi jangan menggunakan kekuasaan atau wewenang tersebut melampaui batas yang diberikan oleh UU, misalnya pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam pasal 18 UUPA (UU no 5/ 1960) pemberian ganti kerugian yang layak kepada bekas pemilik tanah, kalau terjadipencabutan tanah. Pencabutan hak atas tanah tanpa ganti kerugian, bukan pencabutan hak tetapi perampasan hak, hal ini tidak dibenarkan oleh UU 2. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang lainnya, atau disebut asas Exes De Pouvoir. Arti asas ini adalah: Bila sudah diadakan pembagian tugas diantara para pejabat administrasi negara, hendaknya para pejabat melakukan tugas-tugasnya dalam batas-batas tugas yang telah diberikan oleh UU. Asas ini diperlukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas administrasinya. Fungsi administrasi negara adalah melayani umum, public services atau abdi negara. 3. Asas upaya pemaksa atau asas bersanksi adalah sanksi merupakan jaminan terhadap penaatan kepada hukum administrasi negara, sanksi administrasi, baik yang tercantum dalam peraturan hukum administrasi maupun yang ada di luar peraturan hukum administrasi, misalnya dalam KUHP. 3. Asas Nasionalisme Asas nasinalisme dalam hukum agraria dipengaruhi oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Tanah hanya disediakan untuk warga negara dari negara-negara tersebut. Asas ini di Indonesia tercakup dalam UUPA (No.5/1960) Pasal 21 Ayat 1 : “Hanya WNI dapat mempunyai hak milik” Hak milik merupakan hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh oarang atas tanah. WNA dengan jalan apapun tidak dapat menguasai tanah Indonesia dengan

hak milik. 4. Asas Non Diskriminasi. 1. UUPA tidak membeda-bedakan. 2. UUD’45, Pasal 27 Ayat 1: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 27 Ayat 2: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 5. Asas Fungsi Sosial dari Tanah 1. Pasal 33 Ayat 2, Ayat 3 UUD’45: Hak menguasai tanah oleh negara 2. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal 18 UUPA (UU No.5/1960): Pencabutan hak-hak atas tanah untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak karena suatu pencabutan hak tanpa ganti kerugian yang layak adalah perampasan. Asas Domein Negara (Domein Verklaring, Pasal 1 Agrarisch Besluit, STB 1870-118); untuk semua tanah yang tidak dibuktikan hak Eigendom-nya oleh orang, adalah domein negara atau kepunyaan negara. Negara berfungsi sebagai pemilik tanah yang boleh menjual tanah kepada siapa saja yang memerlukannya.setelah berlakunya UUPA (UU No.5/1960) tanggal 24 September 1960 asas domein negara telah diganti dengan asas dikuasai negara (pasal 33 Ayat 3 UUD’45) 6. Asas Dikuasai Negara Tercantum dalam pasal 33 Ayat 3 UUD’45 JO Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 UUPA yaitu bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat. Pasal 2 Ayat 1 & 2 UUPA: Hak menguasai dari negara termaksud dalam pasal 1 ayat 1, memberi wewenang untuk. 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa 6. Asas Perlekatan Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) bersatu dengan tanah. Asas perlekatan ini sudah tidak berlaku dan diganti dengan asas pemisahan horisontal yang menjadi dasar hukum agraria nasional.

8. Asas Pemisahan Horisontal Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) dipisahkan dengan tanahnya. Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hkum yang telah disempurnakan. Pembuat UU mengakui bahwa hukum agraria ini terdiri dari UU Agraria yang tertulis (Hukum Agraria UU) dan hukum agraria yang tidak tertulis (Hukum Agraria Adat), misalnya membeli pohon atau ngijon (Bahsan Mustafa: bab VIII).

2. Hukum Agraria Pengertian Hukum Agraria. Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Azas-azas hukum agraria 

Asas nasionalisme

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan. 

Asas dikuasai oleh Negara

Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA) 

Asas hukum adat yang disaneer

Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya



Asas fungsi social

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA) 

Asas kebangsaan atau (demokrasi)

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah 

Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)

Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunanketurunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah. 

Asas gotong royong

Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA) 

Asas unifikasi

Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA. 

Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

3.Hukum Acara Hukum acara atau hukum formal adalah rangkaian kaidah hukum yang bagaimana mengajukan suatu perkara ke muka suatu badan peradilan cara-cara hakim memberikan putusan. Atau dengan kata lain, hukum rangkaian peraturan hukum yang mengatur tentang cara-cara mempertahankan hukum material.

mengatur cara-cara (pengadilan), serta acara adalah suatu memelihara dan

Hukum acara yang mengatur dan melaksanakan soal-soal peradilan disebut Hukum Acara Pengadilan, yang terdiri dari : 1. Hukum Acara Perdata (Hukum Perdata Formal). Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana caracara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara keperdataan dalam arti luas, dan caracara melaksanakan putusan-putusan (vonis) hakim juga diambil berdasarkan peraturanperaturan tersebut. Lapangan keperdataan memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum yang mengenai kepentingan-kepentingan perseorangan, yang meliputi perkawinan, jual beli, sewa menyewa, warisan, dan lain-lain. Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan antara kepentingan perseorangan atau antara kepentigan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan, misalnya perselisihan tentang perjanjian jual beli atau sewa menyewa, pembagian warisan, dan lain sebagainya. 2. Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formal). Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana caracara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan, dan bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman (vonis) oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dapat dibuktikan kesalahannya oleh hakim dalam suatu sidang pengadilan yang diadakan menurut aturan-aturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang diperlukannya untuk pembelaan. Lapangan kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan, dan lain-lain. Perkara pidana adalah suatu perkara tentang pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan.

Dalam bidang Hukum Acara Pengadilan berlaku asas-asas pegadilan, di antaranya :    

Dilarang bertindak sebagai hakim sendiri. Hukum Acara harus tertulis dan dikodifikasikan. Kekuasaan pengadilan harus bebas dari pengaruh kekuasaan badan negara yang lain. Semua putusan pengadilan harus berisi dasar-dasar hukum.

Kecuali yang ditetapkan oleh undang-undang, sidang pengadilan terbuka untuk umum dan putusan hakim senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka.

Related Documents

Pih
May 2020 15
Pih
June 2020 10
Resum
August 2019 47
Resum
October 2019 42
Resum
November 2019 35

More Documents from ""